Senpai~ Suki Deshita! : Chapter 1

Musim gugur, suatu hari senja…

Di salah satu sudut taman itu, tampak dua orang tengah asyik bermain ayunan. Yang satu adalah gadis berambut soft-pink sepunggung,  yang memakai pakaian sailor seragam SMP. Sedangkan satu lagi, seorang pemuda berambut merah dengan blezer hijau lumut yang tampak cocok untuknya.

“Konoha Academy.”

Si gadis menatap badge yang tertera di saku blezer si pemuda itu dengan seksama. Bentuknya kumparan, dengan ujung lancip disalah satu bagiannya.

“Aku juga ingin sekolah disana.”

“Wah, kalau kau jadi adik kelasku lagi, aku akan sangat senang.”

“Benarkah?”

Si pemuda tersenyum, “Tentu saja.”

Krit..krit..krit… derit gesekan besi diatas tiang ayunan sesaat mengisi kesunyian diantara mereka.

“Ano~… Senpai, kalau seandainya aku nanti berhasil sekolah disana, maukah kau jadi pacarku?” tanya si gadis dengan malu-malu. Terlihat semburat garis-garis kemerahan diatas pipinya yang ranum.

Sesaat si pemuda itu terkekeh mendengar penyataan si gadis. Perlahan dia letakkan sebelah tangannya diatas rambut soft-pink itu dan mengelusnya lembut.

“Kalau begitu, berusahalah!” lanjutnya.

Si gadis mengangguk mantap. Tampak bahagia mendengarnya.

“Aku akan berusaha.” ucapnya dengan penuh keyakinan.

 

@@@

Senpai~ Suki Deshita!

Chapter: 1/?

Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno x Sabaku Gaara

Rate: T

Genre: Romance, Friendship, Hurt/Comfort

Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Length: 2.832 words

WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. Maap kalo ceritanya jelek dan mengecewakan. Buat yang sengaja dan ga sengaja kebetulan nemu n baca Fic Abal-Abal ini, setidaknya setelah kalian membaca tolong beri komen ya (sangat diharapkan).

 

Story by Me!! [FuRaha]

 If you don’t LIKE? WHATEVER!!!

 ~Itadakimasu~

*

*

*


Saat aku menengadahkan kepala menantang langit, cahaya terang langsung menyilaukan mataku. Pantas saja keringat kian membasahi pelipis, matahari tepat berada diatas kepala. Angin sepoi bulan ini tak terlalu menyejukkan. Sungguh hari panas yang cerah, dengan semburat awan tipis seperti kapas diatas langit berlatar biru muda.

Kehidupanku sebagai siswa Konoha Academy sudah dimulai. Bagian dalam perjalanan menuju cita-cita yang kuinginkan. Hal-hal asing dan sesuatu yang kudambakan. Serta sedikit berharap dapat secepatnya merajut kisah percintaan yang manis disini. Bersama dengan orang itu…

Dari sisi lapangan tampak seseorang tengah berdiri memperhatikan. Rambut merah dengan poni acaknya terlihat berkilauan dibawah sinar matahari. Satu senyuman tipis terlukis di wajah manis pemuda dengan tatto ‘Ai’ dikeningnya itu, seraya melambaikan sebelah tangan putihnya ke arahku.

Aah, Gaara-senpai… Aku benar-benar berharap…

“Heh, Jidat! Ngapain kamu senyum-senyum segala?!”

Deg!…

Kaget juga aku, disentak Uchiha-senpai tepat di depan wajah. Refleks aku lekas menunduk. Sorot matanya yang liar membuatku ciut.

‘Sakura Haruno…Fokus dong! Saat ini kamu tengah mengikuti acara Orientasi sebagai siswa baru Konoha Academy.’ Ku yakinkan kembali hal itu dalam diriku.

Selama seminggu ini kami digembleng dalam berbagai kegiatan. Meski dibilang Orientasi pun tak sepenuhnya Orientasi. Atau selama ini aku salah mengerti maksud dari kata ‘Orientasi’ itu sendiri?

Kami diharuskan mengikuti serentetan acara pengenalan sekolah. Seputar materi pembentukan diri, leadership, kreativitas, teori organisasi, komunikasi, motivasi dan ESQ. Tiap hari wajib berkumpul jam lima pagi dengan jarak radius 100 meter dari gerbang komplek Academy dan dilarang diantar kendaraan bermotor.

Di pos awal, senior bersiap memeriksa perlengkapan dan atribut peserta. Pakaian hitam putih, dasi berwarna merah, tali sepatu berlainan warna, topi setengah bola untuk anak lelaki dan rambut cewek harus dikuncir sejumlah tanggal lahir dan diberi pita warna-warni. Lalu, karena aku lahir tanggal 28 Maret, kebayang gimana noraknya penampilanku dengan rambut soft-pink yang dikuncir 28 buah.

Masih ada lagi hal yang lebih gila. Kami juga disuruh memakai kacamata hitam. Berlagak kita ini agen FBI? Yang ada malah dikira orang sinting. Wajib dipakai dari pagi buta. Ribet banget jalan subuh-subuh pakai kacamata hitam. Dan baru boleh dibuka bila sedang berada di dalam ruangan atau saat bertegur sapa dengan para senior. Yang menyalahi atau tak sesuai aturan tentu akan dikenakan sanksi.

Tak hanya itu, hal lain yang tak kalah merepotkan adalah perintah para senior yang menyuruh kami membawa barang dengan istilah yang aneh-aneh.

Piramida empat, mata air bumi cap jurusan, coklat aerosol padat, berlian manis, hexagonal berlubang, kendaraan tahan banting, bola kuning dengan jari-jari 35 mm, keju lompat-lompat, permen hipnotis, minuman basi dalam kotak, sapi dalam bantal, snack orang kaya, minuman banteng kembar, ikan dalam karung, kue belanda,…. *ini bawaan Author pas jaman ospek dulu*

Ckckck~ bikin repot. Mana barangnya pada susah didapat lagi. Senior itu memang sungguh menyiksa.

Gara-gara itu aku juga pernah kena hukum karena kurang 3 butir kacang kedelai dari 999 ½ butir yang diperintahkan.

Hanya 3 butir dan aku dihukum? Memangnya para senior itu benar-benar menghitungnya? Bila benar, pasti mereka adalah sekumpulan orang-orang stress yang tak punya kerjaan.

Lalu disela-sela acara, setelah cukup bersenang-senang mengikuti materi atau permainan….

Jreng… jreng… jreng… jreng…

TATIB pun muncul. Datang untuk membentak dan marah-marah. Mereka berteriak, berkeliling, mencari-cari kesalahan dan mengadili. Seperti siang ini, hampir satu jam kami berdiri di tengah lapangan di bawah terik matahari.

“Memangnya ada yang lucu heuh? Orang lagi dihukum tapi kau malah ketawa-ketiwi. Kau pasti diam-diam meledek di belakangku.” tuduhnya.

Aku hanya menggeleng pelan.

Si Uchiha itu lantas mengangkat sedikit daguku, “Dari kemarin kamu bikin salah terus. Atribut gak lengkap, perlengkapan kurang, datang telat, gak disiplin… Apa lagi tatapanmu itu bikin aku muak, mau menantangku ya?!”

“Apa? Tatapanku bikin muak? Kata-kata itu harusnya aku yang bilang. Dasar senior blagu… bisanya cuma marah-marah, main bentak dan main perintah. Brengsek! Ayo kita bertarung!” Dalam hati aku ingin berkata begitu. Tapi kenyataannya aku tetap diam dan kembali menggeleng pelan. Bersabar dengan menerima apapun perlakuan dan perkataannya yang menyebalkan.

“Sana… ambil posisi push-up. Satu seri!” lanjut cowok berambut raven dengan model potongan unik itu sambil lalu.

“Hah? Cewek push-up?” cengangku, “Salah saya apa, Kak?”

Cowok yang bernama lengkap Uchiha Sasuke itu menoleh. Mata onyx hitamnya berkilat, memandangku sinis. Aku sedikit menundukkan pandangan. Takut. Lalu kudengar langkah kakinya mendekat. Kemudian sebuah amplop berwarna merah dia keluarkan dari dalam saku jas almamaternya padaku.

“Kau tahu apa ini?” tanyanya.

“Hah? Amplop merah itu…” Jantungku berdegup kencang. Aku mengerti dan tahu apa masalahnya.

“Push-up atau kau lebih suka kuseret ke depan lapangan biar senior lain ikut campur?” lanjut Sasuke.

Aku merengut. Tak lagi melawan, langsung saja kuturuti perintahnya. Mengambil posisi push-up.

“Satu… Dua… Tiga….” aku mulai berhitung. Sasuke tetap berdiri didekatku sambil berpangku tangan. Menunggu hingga aku menyelesaikan hukuman.

“Apa dia pikir aku bakalan curang? Uuh, dasar senior blagu! Sama sekali gak bisa diajak bercanda.” dengusku dalam hati.

.

.

.

“Aaah, rasanya seluruh badanku remuk. Tak kukira Masa Orientasi di Konoha akan sesadis ini. Untung saja sekarang hari terakhir.” kata Ino sambil berjalan sempoyongan.

Sama lelahnya. Aku hanya menghela nafas panjang. Setuju akan hal itu.

“Tega, masa kita dijemur sampai ada yang mengaku siapa yang berani merokok di toilet. Pelakunya kan pasti anak cowok. Kenapa cewek juga kena?” Ino terus saja menggerutu sambil menyenderkan kepalanya dibahuku.  Cewek berambut pirang itu tampak lelah.

“Lagian belum tentu itu ulah anak baru. Bisa aja senior yang mengada-ada. Tahu gini, tadi aku pakai sunblock. Uuh, belang nih kulit putihku.” lanjutnya.

“Heh, kita kan dilarang bawa kosmetik. Mau dihukum ya, bawa sunblock segala?” kataku sambil mendorong pelan kepala Ino menjauh. Aku sendiri lelah, mana ada tenaga untuk menanggung lelah orang lain.

Kami berdua jadinya sama-sama bersender di tembok. Duduk selonjoran di lantai dan meluruskan punggung. Rileks sejenak saat jam istirahat.

“Tadi juga pas makan siang aku muntah loh, untung gak ketahuan sama senior. Yang benar aja, mana bisa kita disuruh makan pisang pakai saus cabe?”

“Bisa dong.” jawabku mantap.

Ino mendelik tak percaya, “Sakura, pasti selera makanmu gak bagus. Kau punya kelainan lidah?!”

Aku hanya terkekeh. Terus terang aku tak mempermasalahkan hal-hal kecil seperti itu. Satu-satunya yang membuatku stress dalam Orientasi ini adalah Uchiha-senpai.

“Tapi, Sak…. tadi kamu beruntung banget diajak ngobrol sama Kak Sasuke. Dicolek lagi dagunya.” goda Ino sedikit ganjen.

“Hah, apanya yang diajak ngobrol? Aku kena marah tau. Lagian siapa yang dicolek? Aku malah disuruh push-up. Apanya yang beruntung?” Membicarakan Sasuke si blagu itu membuat emosi.

“Saling bertatap muka dalam jarak 30 senti dengan senior ganteng itu sih, biar dimarahi juga gak masalah. Bikin iri.”

“Huuh, aku sih ogah.”

“Akhir-akhir ini Kak Sasuke kelihatan perhatian banget yah? Jangan-jangan kamu lagi diincar. Pura-pura sok galak padahal dia naksir tuh.”

Aku menggeleng, tak setuju dengan pemikiran Ino.  “Mungkin orang itu cuma sentimen saja padaku.”

“Kenapa?”

“Ng, itu sih….” aku menggaruk-garuk kepala tak gatal.

Darimana aku harus mengingatnya? Lagipula tak ada alasan pasti. Tapi tadi Sasuke sengaja memperlihatkan amplop merah padaku. Mungkin ini ada kaitannya dengan surat cinta yang kukirim kemarin.

Ceritanya, dua hari lalu kami disuruh membuat surat cinta dan surat benci berwarna merah ditempeli perangko foto sendiri untuk para senior. Berdasarkan pengalaman sih, hal seperti itu paling hanya sebatas keisengan senior saja. Maka dengan sengaja aku menukarnya. Surat benci kukirim pada Kak Sai, senior yang jadi seksi dokumentasi. Kukatakan padanya betapa aku membenci dia yang selalu tersenyum, bersikap terlalu ramah pada orang lain, hanya memotret cewek-cewek cantik dan lain sebagainya yang justru lebih berisi ungkapan cinta dan kecemburuan.

Lalu surat cinta sendiri, kubuat spesial untuk senior yang paling kubenci. Si Uchiha itu, Uchiha Sasuke. Orang yang dengan sengaja melempar kacang kedelai ke mukaku.

Saat itu aku benar-benar tersinggung. Dia mungkin boleh marah atau menghukumku gara-gara 999 ½ butir kacang kedelai yang tak sanggup kupenuhi. Tapi aku tak suka pada sikapnya yang seenaknya membuang-buang makanan. Menyia-nyiakan usahaku. Padahal betapa aku telah bersusah payah hingga tengah malam menghitung jumlah kacang kedelai itu dengan teliti, tapi dia bilang masih kurang 3 butir.

Apa? hanya 3 butir. Dan bahkan aku tak yakin cowok itu benar-benar menghitungnya. Hasil usahaku yang begadang menghitung kacang. Semua yang kulakukan untuk memenuhi permintaan gila para senior, berakhir seperti setan dalam tradisi Setsubun*. Aku dilempari kacang kedelai.

Maka di malam aku harus menulis surat cinta pun, tanpa sadar aku jadi bersemangat karena dendam.

Kepada Uchiha-ku sayang,

Pertama kali aku melihatmu, hatiku langsung terpikat. Bukan karena wajahmu yang tampan ataupun gayamu yang keren. Tapi karena sikap dan bentakan kasarmu yang menusuk hati.

Sebelum ini mungkin telah ada salah pengertian diantara kita. Murkanya dirimu karena 999 ½ butir kacang kedelai yang tak sanggup kupenuhi menunjukkan betapa kerasnya hatimu, sekeras kepalamu. Apa lagi bila kau minta dibuatkan 1000 candi? Unbelievable. Aku tak sanggup. Aku tak punya anak buah jin dan siluman yang bisa kupekerjakan (mungkin kau sebagai bos setan bersedia meminjamkannya?) tapi bila kau minta 1000 candil, mungkin akan kupertimbangkan dan kuberi bonus dengan kolak pisang sekalian.

Ini ungkapan cintaku yang pertama dan terakhir. Kutitipkan perasaanku pada semilir angin kentut yang berhembus disekitarmu. Betapa aku mencintaimu sebesar aku membencimu. Terimalah aku atau pergilah ke neraka bila kau menolakku.

Shappire biru Ino membulat. Mulut gadis yang biasanya bawel itu hanya menganga. No comment atas ceritaku yang barusan.

“Ya, siapapun pasti shock dapat surat cinta seperti itu. Apalagi katanya dia sampai ditertawakan senior lain. Wajar bila kak Sasuke marah. Tapi yang membuatku heran, kenapa dia bisa tahu? Aku tak beri surat itu perangko atau inisial nama. Bahkan biar tulisan tangan tak terlacak, aku ketik dan print surat itu, harusnya mustahil dia tahu, kan?”

“Bo, bodoh…. ih, Sakura… kalau ditelusuri pasti ketahuan siapa yang sama sekali gak kirim surat cinta. Lagian kau pikir berapa orang yang waktu itu kena marah kak Sasuke gara-gara kacang kedelai?”

“Hah? Iya juga ya, aku tak berpikir seperti itu.”

“Tapi diluar dugaan kau cukup cerdas juga, Sakura. Cara menarik perhatian orang seperti kak Sasuke itu adalah dengan membuatnya benci. Dia pasti balik mengejarmu.”

Pletak… Kujitak kepala Ino pelan, “Sembarangan. Sudah kubilang aku sama sekali tak tertarik sama cowok dingin, kejam, jahat seperti si Uchiha itu. Lagipula hatiku sudah kuserahkan sepenuhnya untuk Gaara-senpai. Hehehe~…”

Aku tersenyum dan kembali merasa bahagia saat mengingat lambaian tangan pemuda berambut merah itu tadi. Sabaku Gaara. Dia tahu aku disini. Tahu aku masuk Konoha Academy. Meskipun mungkin dia tak tahu alasan utamaku berada di Konoha adalah untuk mengejarnya. Gaara-senpai, kakak kelas yang kukagumi sejak di bangku SMP. Aku ingin bisa berada di dekatnya. Termasuk berusaha keras belajar dan mengikuti ujian masuk sekolah elit Konoha ini. Kulakukan semua agar bisa kembali satu sekolah dengan Gaara dan aku akan punya banyak kesempatan untuk mendekatinya. Termasuk menagih janji yang dulu pernah kami buat.

Nguing… nguing… nguing… bunyi alarm terdengar membahana. Langsung membuyarkan lamunanku.

“Ayo cepat!!” ajak Ino, lekas berdiri.

Alarm tadi adalah tanda peringatan agar kami segera berkumpul di lapangan. Aku dan Ino lekas angkat kaki. Harus cepat nih. Hitungan mundur pasti sudah dimulai. Dalam waktu tiga menit barisan harus sudah rapih. Kalau tidak, para TATIB akan turun tangan. Dan si Sasuke pasti ngomel lagi.

“Sakura-chan!!”

Aku sebentar menoleh menanggapi panggilan itu. Kak Gaara berdiri di seberang lapangan sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Masang pose cool seperti biasa.

“Ganbatte ne!!” ucapnya penuh semangat.

Aaa~… Kurasakan wajahku merona merah. Merasa bahagia.

“Hn.” aku mengangguk mantap sambil tersenyum padanya. “Arigatou Gaara-senpai…”

.

.

.

“Baiklah, sekarang kalian punya waktu setengah jam sebelum upacara penutupan dimulai. Manfaatkan waktu itu untuk melengkapi kolom tanda tangan. Ini penting untuk diisi karena kartu pelajar tak akan diberikan kalau kolom tanda tangan ini tak lengkap. Dan kalau tak punya kartu pelajar, itu sama saja kalian dianggap bukan siswa Konoha. Perjuangan kalian selama seminggu mengikuti Orientasi ini akan sia-sia. Jadi, sampai alarm berikutnya berbunyi… mintalah tanda tangan pada para senior!” seru Nara Shikamaru, sang ketua panitia pelaksana dengan wajah mengantuk dan ogah-ogahan.

Seluruh peserta langsung membubarkan diri. Berlarian mengerumuni para senior. Aku masih berdiri dengan santai ditengah hilir mudik mereka yang sibuk meminta tandatangan. Sewaktu kuperiksa kembali buku catatanku, masih ada sekitar 20 tandatangan senior lagi yang harus kuburu.

Aku mendengus, berjalan malas menuju antrian. Fuuih, lagi-lagi hanya melakukan hal konyol. Memangnya senior itu selebriti, begitu pentingnya tanda tangan mereka. Andai mereka artis pun aku tak sudi memintanya.

“Tinggal berapa lagi, Sak? Aku udah penuh loh.” Ino datang menghampiri. Dengan bangga diperlihatkannya kolom tandatangan miliknya yang telah terisi semua.

“Wah, bagus. Sini pinjam!” pintaku, langsung merebut buku miliknya.

“Hei, mau curang ya?” protes Ino.

Pintar juga dia, langsung bisa menebak apa yang hendak kulakukan.

“Cuma tanda tangan di buku catatan doang, bukan diatas materai ini. Dipalsu juga gak masalah. Berbaik hati dikit-lah. Kita kan teman. Ok?” Dengan seksama kutiru tandatangan senior yang belum kudapatkan di kolom kosong buku catatanku.

“Hmm, Sakura… Sakura… kau tipe orang yang tak mau berusaha ya? Orang bahkan rela dikerjai dulu demi dapat tandatangan. Eh, kau tinggal salin.”

“Aku juga sudah usaha. Hanya saja aku lebih cerdas dengan mengambil jalan pintas. Lagian kan cuma tanda….” Aku terhenti sesaat. Tertegun menatap simbol bergambar kipas di buku catatan Ino yang mengisi kolom tandatangan Sasuke.

“Ini bercanda, kan? Kok di stempel segala?!” cengangku tak percaya.

“Kak Sasuke, ya?” Ino tersenyum puas. “Mampus tuh, gak bisa ditiru, Sak. Sana usaha, minta tanda tangan sendiri sama ketua TATIB.” Ino lekas merebut kembali buku catatan miliknya, “Selamat berjuang!” seru cewek itu sambil ngacir.

“Uuh, blagu banget. Tanda tangannya pasti jelek sampai pakai stempel segala.” Aku mencibir sambil melirik tajam sosok Sasuke dikejauhan.

“Aah, sial!” gerutuku, sambil berjalan mendekat dan lekas berdiri dibelakang antrian orang-orang yang meminta tandatangan Sasuke.

Sasuke duduk di bawah pohon rindang dan dikelilingi banyak orang. Yang antri untuk meminta tandatangannya seakan tak pernah habis. Sebegitu populernya-kah cowok itu, bahkan bila seandainya tak ada acara minta tandatangan pun, mungkin antrian masih tetap panjang.

Dia begitu terkenal. Biarpun sebagai TATIB di cap sebagai senior tergalak, Sasuke tetap jadi favorit. Kepopulerannya diantara siswa baru setara dengan Kak Naruto Uzumaki yang menjabat sebagai ketua OSIS.

Aku sendiri bukannya tak tertarik. Cowok yang sekarang tingkat dua itu memang tampan dan bertubuh tinggi ideal. Terlihat keren dengan potongan rambut model emo-nya yang aneh itu. Yang bagiku tampak seperti bokong ayam. Gayanya santai dan simpel. Tapi sekarang yang kulihat, apa bagusnya cowok blagu, sombong, kejam, sadis, dingin tiada tara itu. Terlebih lagi aku terlajur dibuatnya kesal gara-gara peristiwa lempar kacang kedelai. Sekarang semua yang ada pada dirinya malah membuatku muak.

Ya, aku muak.

Terlebih lagi bukankah sejak awal kupikir minta tandatangan itu perbuatan yang konyol. Apalagi harus berhadapan satu lawan satu dengan Sasuke. Cowok itu…. padahal yang mengantri masih banyak, waktu juga kian sempit dan aku masih harus berburu tiga senior lain untuk meminta tandatangan mereka. Tapi Sasuke malah berleha-leha dengan menjahili satu per satu juniornya sebelum buku catatan mereka diberi stempel.

“Payah. Menyebalkan.” Kutatap kembali sosok Sasuke yang terpaut sepuluh orang dihadapanku. Sekilas kami beradu pandang. Aku tak bisa lagi bersabar. Tak bisa lagi menahan diri.

“Persetan dengan tandatanganmu.” dengusku kesal seraya melangkahkan kaki keluar dari antrian dan pergi menjauh. “Aku tak butuh.”

@@@

TBC….. next to chapter 2

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bachot Session from Author:

Yey, Fic baru (^-^)/

Cerita ini sebenernya udah pernah saya publish. Cuma bukan dalam bentuk Fic, lebih ke light novel (meski blom tamat juga) – judulnya MY SENIOR – . Tapi kemudian saya berpikir untuk dibikin Fic SasuSaku saja, dengan banyak perubahan alur cerita (tentu saja).

Ga tau ini bakal dibuat berapa chapter, tapi konsep cerita udah ada. Dan semoga chapter berikutnya bisa saya publish 4-6 hari sekali (masalahnya saya lagi banyak pekerjaan lain, jadi kadang suka ga ada waktu buat ngetik-nya). Tapi bagaimanapun saya akan tetap berusaha semoga yang ini ga sampe HIATUS.

Maaf ya untuk Akai ito & Sense of My Existence. Padahal 2 Fic itu blom tamat tapi saya udah berani bikin Fic baru (>,<)  *dihajar MinaKushi dan AgiYayoi*

Sankyu~ udah baca Fic abal-abal ini, kalo begitu mohon komen dan sarannya    m(_ _)m

Jaa~

*Setsubun = tradisi melempar kacang untuk mengusir setan dan menjauhkan diri dari musibah

34 Comments

Leave a Reply

16 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

  7. Pingback:

  8. Pingback:

  9. Pingback:

  10. Pingback:

  11. Pingback:

  12. Pingback:

  13. Pingback:

  14. Pingback:

  15. Pingback:

  16. Pingback:

Leave a Reply to Cherry Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *