Cherry, LOVE me [again] : Chapter 5

Cerita sebelumnya…. Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4]

Cklek…

Kali ini aku membuka pintu itu tanpa ragu. Begitu masuk, langsung saja aku berjalan menghampirinya. Sama seperti hari-hari sebelumnya, saat aku datang Sakura masih tertidur lelap. Sebentar aku perhatikan wajah pucat gadis cantik itu. Kuulurkan tanganku dan membelai pipinya lembut. Berharap sentuhan ini bisa membangunkannya.

Sama seperti dalam cerita dongeng. Di atas menara kastil yang tinggi, mantra yang bisa membangunkan putri dari tidur panjangnya adalah ciuman cinta sejati dari sang pangeran.

Chu~…

Dengan lembut kukecup bibir itu. Aku tahu ini menggelikan. Aku tak berharap pangeran itu adalah aku, atau kecupanku barusan bisa membangunkannya. Tapi Sakura selalu bilang dia mencintaiku. Lalu setelah kusadari, aku pun kini mencintainya.

“Sakura, sayang… Aku mohon, cepatlah bangun. Jangan tunggu sampai 100 tahun. Cukup 100 hari saja ya kau tidur seperti ini. Aku ingin kau buka matamu. Pandang aku. Kalau kau lakukan, akan kuberikan kau hadiahnya, sesuatu yang selama ini kau inginkan. Aku sungguh akan berikan hatiku yang tulus mencintaimu, Sakura. Aku janji.” Dengan sepenuh hati aku berbisik padanya, seraya menggenggam sebelah tangan gadis itu dan menciumi jemari kecilnya yang dingin.

=0=0=0=

Cherry, LOVE me [again] : Chapter 5

Chapter: 5/?
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno
Rate: T
Genre: Romance, Hurt
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length: 2.733 words
WARNING: OOC, Canon, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. *Warning inside!*

Story by

Me!! [FuRaha]

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!!!

~Itadakimasu~

*

*

*

Grep…

Aku tersentak kala tiba-tiba kurasakan ada sedikit gerakan dari tangan Sakura yang kugenggam.

“Mustahil, yang barusan…”

Bolak-balik aku perhatikan kembali wajah dan tangan Sakura.

Grep… Sekali lagi terasa.

Perasaanku jadi makin berdebar. Terutama saat kulihat sendiri jemari itu bergerak dengan lebih nyata. Sampai akhirnya, meskipun lemah, lama-lama tangan Sakura mulai balas menggenggam tanganku. Sementara itu kelopak matanya pun mulai sedikit terbuka. Aku nyaris tak percaya saat onyx-ku melihat kembali sepasang emerald yang telah lama tersembunyi.

“Ah, Sakura! Sakura! Kau, kau sudah sadar?!” panggilku berulang kali.

Hanya sekilas gadis itu menatapku sebelum dia kembali lunglai. Melihat emeraldnya yang tertutup lagi, aku jadi panik.

“Eh, tidak! Tidak! Jangan! Tunggu, tunggu dulu Sakura! Jangan tidur lagi. Ayo bangun! Sakura?!…” teriakku.

Cklek…

Pintu kamar terbuka. Bibi Tsunade dan Ibuku yang baru saja datang tampak terkejut melihat kepanikanku.

“Sasuke, ada apa?” tanya bibi Tsunade.

“Itu, tadi Sakura…”

“Hah?! Mustahil…” Belum sempat kujawab. Kaa-san langsung menyela. Mengikuti arah pandangnya, perhatian kami pun beralih pada Sakura yang sudah kembali sadar.

“Sakura~~…” teriak bibi Tsunade lekas berhambur memeluk gadis itu.

“Ka..a-sa..n…” panggil Sakura, bicara dengan suara lemah.

“Sakura!!” Ibuku pun ikut mendekat.

Suasana haru seketika itu tumpah. Penuh tangisan, air mata, dan perasaan lega. Akhirnya setelah lama menanti, bahkan nyaris putus asa, berpikir tak mungkin ada keajaiban, nyatanya sekarang Sakura siuman.

“Syukurlah, nak…”

“Oh, Kami-sama…”

“Sakura, hik…hik…hik…”

“Yokatta ne~….”

“…”

Aku hanya tersenyum menyaksikan pemandangan itu. Sebelum perlahan memilih mundur dan keluar dari ruangan yang kini dipenuhi dengan kegembiraan. Sambil bersembunyi di balik pintu, kuseka cairan bening yang tanpa sadar menetes diujung mataku.

“Haha~… Syukurlah.” Aku tertawa kecil. Rasanya melegakan. Aku senang sekali melihat Sakura siuman. “Tapi…” Mendadak perasaanku tak enak. Aku bergeming. Hatiku kini kembali dipenuhi rasa takut. Teringat masa lalu. Dosa-dosaku. Semuanya…

“Bagaimana ini, Sakura sudah sadar…” Melalui celah pintu aku sedikit mengintip kembali ke dalam ruangan, memandang gadis berhelaian soft-pink itu. “Setelah apa yang kulakukan, masih bisakah kini aku menemuimu?” gumamku dengan penuh keputus-asaan.

“Lho, kenapa Sasuke? Ayo masuk!” ujar Kaa-san yang keluar menghampiriku yang tengah duduk di bangku lorong Rumah Sakit.

Lama aku termenung sendirian di sini sementara yang lain tengah melepas rindu di dalam sana. Too-san dan paman Jiraiya cepat datang dan meninggalkan pekerjaan mereka setelah tahu kabar Sakura siuman. Sedangkan aku, sejak keluar tadi tak berani sekali lagi menemui Sakura. Padahal dalam hati aku sangat ingin melihatnya. Tapi keraguan, rasa bersalah, dosa dan semuanya kembali membebaniku.

“Sasuke, cepat masuk. Apa kau tak ingin bertemu dengan Sakura?”

“Err, aku….” kugigiti bibirku, menahan jawaban dalam hati. Tidak… Aku tidak bisa menemuinya. Mana punya muka aku bertemu Sakura lagi. Dia pasti sangat membenciku.

“Eh, Sasuke, jangan malu-malu gitu ah.” ajak bibi Tsunade yang langsung menarik tanganku, menyeretku masuk ke dalam ruangan. Mau tak mau aku jadi terpaksa mengikutinya.

“Sakura, coba lihat siapa ini?!” seru bibi Tsunade yang berdiri dibelakangku, memegang kedua bahuku. Memperlihatkan aku pada Sakura seolah aku ini boneka pajangan.

Gadis musim semi itu lekas menoleh ke arahku. Sesaat waktu seakan berhenti ketika onyx dan emerald bertemu. Aku terpikat, tak bisa lepas menatap paras cantik yang kurindukan itu. Terlebih lagi ketika satu senyum manis dia torehkan di wajahnya.

“Lho, kok malah diam-diam aja sih.” goda Kaa-san. “Sakura, kau tak rindu sama Sasuke?”

“Kau tahu, waktu kau koma, hampir setiap hari Sasuke datang dan menemanimu.” lanjut bibi Tsunade.

“Dia sangat perhatian lho…” sambung Kaa-san.

“Tadi juga, sewaktu kau sadar, yang pertama kau lihat itu Sasuke kan?” bibi Tsunade menambahkan. “Kau pasti senang.”

“Hmm, siapa?” tanya Sakura tiba-tiba. Ekspresinya berubah, tatapan matanya berbeda. “Siapa itu Sasuke?”

Eeeh???…

Lebih dari terkejut, kami semua heran mendengar pertanyaan Sakura.

“Sasuke… ya Sasuke.” jawab bibi Tsunade sembari menepuk-nepuk bahuku. “Masa kau tak ingat?”

“Hahaha~ Sakura, jangan bercanda sayang. Sasuke tentu saja Sasuke Uchiha.” kata Kaa-san.

Sakura mengernyit menatapku penuh selidik. “Hmm,… Sasuke Uchiha?” tanyanya dengan wajah polos. “Eu, siapa ya?”

Eeeeeeehhh?!…. Orang-orang makin syok.

“Sakura, apa maksudmu? Kenapa bilang gitu, nak?” paman Jiraiya mendekati putrinya, berbicara dengan lebih meyakinkan. “Coba kau perhatikan, kau tahu siapa aku?”

“Otoo-san…” jawab Sakura.

“Kalau itu?” paman Jiraiya menunjuk bibi Tsunade.

“Okaa-san…”

“Benar. Kalau mereka?” kali ini beliau menunjuk kedua orang tuaku.

“Hmm, bibi Mikoto dan paman Fugaku.”

“Iya. Lalu apa kau tahu siapa mereka itu?”

“Teman Kaa-san dan Too-san.”

“Marganya? Apa kau masih ingat?”

“Hmm, Uchiha?” jawab Sakura tampak ragu.

“Iya. Bagus. Itu kau ingat. Lalu Sasuke?” tanya paman Jiraiya lagi.

Sakura beralih kembali melihatku.

“Sasuke ini anaknya bibi Mikoto dan paman Fugaku. Sasuke Uchiha. Kau ingat?” sambung bibi Tsunade, berusaha mengingatkan Sakura.

Kaa-san menyeka matanya, tak bisa menahan perasaan sedih, prihatin melihat kondisi Sakura. “Coba kau ingat lagi, sayang. Mustahil kau melupakan orang yang begitu kau cintai. Sasuke itu tunanganmu, hmm…”

“Ehm, dia… Sasuke… Sasuke… Sasuke… Sasuke… Sasuke… Sasuke Uchiha…” gumam Sakura, tampak berpikir keras. Kening lebar gadis itu berkerut. Dia bahkan sampai meremas-remas kepalanya, seolah sedang berusaha menggali kembali segala pikiran dan kenangannya.

“Siapa? Siapa itu Sasuke? Sasuke itu siapa? Aaah, aku… aku… aku sama sekali tak tahu. Aku tak ingat. Aku tak ingat. Kyaaa~…” jerit Sakura.

“Ah, iya, iya, iya, sudah cukup Sakura, jangan dipaksa.” cegah bibi Tsunade seraya memeluk putrinya erat. Lekas menenangkan kembali gadis itu yang tampak gelisah dan ketakutan. “Tak apa-apa. Sudah, kalau itu membuatmu sakit, jangan dipaksa, sayang. Nanti lagi saja. Coba pelan-pelan kau mengingatnya.”

“Kenapa bisa sampai seperti ini?” heran paman Jiraiya.

“Apa mungkin amnesia? Terjadi sesuatu karena benturan dikepalanya akibat kecelakaan itu?” pendapat Too-san.

“Paling sekarang kita coba saja lakukan pemeriksaan lebih lanjut.”

“Hn.”

Dari situasi yang awalnya masih diliputi kegembiraan kini berubah kembali penuh kecemasan. Aku sendiri hanya bisa terdiam melihat seperti ini. Setengah tak percaya, bagaimana  mungkin bisa Sakura tak ingat padaku? Dia melupakanku?

Sementara para orang tua tengah sibuk berdiskusi, bahkan sampai memanggil dokter spesialis bla bla bla… entah, aku tak mau tahu urusan medis yang rumit. Aku tak melepaskan pandanganku sedikitpun dari gadis yang tengah terbaring itu. Dia mengacuhkanku, tak balas memandang, bahkan bersikap seolah aku tak ada. Melihat perubahannya yang sampai sedrastis ini, firasatku mengatakan ada yang aneh pada Sakura.

Aku penasaran. Karenanya, aku pun minta pada yang lain agar membiarkanku bicara berdua saja dengan Sakura. Aku ingin coba yakinkan sendiri padanya siapa aku.

Sakura menolak permintaanku. Dia bahkan merengek dan berkata tak mau ditinggal pergi bersama orang asing.

Hah, orang asing? Aku dianggap orang asing? Cih, menyebalkan…

Hatiku sedikit kesal jadinya. Apa aku kini sungguh sudah tak berarti lagi?

Terus aku memaksa. Dan paman Jiraiya pun setuju. Dia juga berpikir mungkin akan lebih baik bila aku sendiri yang membantu menggali ingatan tentang diriku pada Sakura. Akhirnya setelah dinasehati, walau dengan begitu terpaksa, Sakura pun mengangguk setuju. Dia mau bicara berdua denganku.

“Apa?” tanya Sakura.

Aku yang baru saja menutup pintu kamar rapat-rapat kini berbalik menghadap gadis itu sambil melipat kedua tanganku di dada. Setelah yang lain pergi, sekarang kami hanya tinggal berdua disini.

“Kau mau bicara apa?” tanya Sakura lagi.

“Hentikan akting jelekmu itu, Sakura!” desisku.

Gadis itu mengernyit, menatapku heran. “Apa maksudmu?”

“Aku tahu kau cuma pura-pura.” kataku seraya mendekatinya. “Kau sebenarnya ingat padaku, kan? Kau tahu siapa aku.”

“Tidak. Aku memang tak ingat.” jawab Sakura datar. “Sudah kubilang aku tak tahu siapa itu Sasuke Uchiha.”

“Hahahaha~…” Aku tertawa sejenak, sungguh merasa geli. “Kau mau bilang kalau kau itu amnesia? Heh, memangnya amnesia itu bisa cuma  gak ingat sama satu orang saja? Dasar kau, lama terbaring sakit, otakmu jadi tumpul? Logis dikit dong kalau ngarang cerita. Baka!”

Wajah Sakura berubah serius. “Jangan sebut aku ‘baka’, aku memang tak ingat siapa dirimu.”

“Mustahil.” balasku.

“Itu kenyataannya, Sasuke.”

“Heh, barusan itu kau panggil namaku.”

“Ya, terus kenapa kalau kupanggil Sasuke? Itu memang namamu, kan? Atau kau mau aku memanggilmu si ‘pantat ayam’?” tantang Sakura.

What?!… Kenapa tiba-tiba dia jadi singgung soal rambutku. Dalam hati aku setengah kesal. Iih, kalau saja nih cewek bukan pasien, sudah kujitak dia.

“Heh, dengar ya. Jangan mentang-mentang kau baru bangun, aku jadi tak berani padamu.” ancamku. “Akhiri sandiwaramu, Sakura. Kau tak lihat orang tua kita begitu cemas. Kau tahu, mereka menanti kesembuhanmu lebih dari dua bulan. Dan sekarang kau masih mau buat mereka khawatir lagi? Tega sekali kau.”

Sakura tampak bergeming dikatai seperti itu olehku.

“Aku tahu. Kau hanya ingin mengujiku. Aku sudah siap bila kau marah, memaki atau berbalik membenciku karena perlakuan kasarku dulu padamu. Tapi tidak untuk yang satu itu. Aku tidak terima kalau kau melupakanku.” Kutaruh tanganku dikedua bahunya. Menatap emerald itu lekat-lekat. “Yang hilang itu ingatan atau rasa cintamu? Jangan pura-pura, Sakura Haruno!” bentakku kesal. Makin mencengkeram kuat kedua bahunya. “Ayolah, ingat-ingat lagi. Kau tahu kan siapa aku?”

“Heh, kau pikir kau itu siapa? Jangan kasar padaku!” balas Sakura seraya menghempaskan tanganku dari bahunya, “Tch, memangnya sosokmu itu penting untuk kuingat.”

“Aku tunanganmu, baka!”

“Kau… tunanganku?” cibir Sakura sambil sedikit menyunggingkan bibirnya, menorehkan satu senyuman seolah meremehkan. “Maaf ya, aku tak ingat pernah punya tunangan. Jangankan tunangan, sedikitpun aku tak ingat dengan sosokmu. Sasuke Uchiha sial! Kau menyebalkan! Pergi dari hadapanku!”

“Apa kau bilang?” tanyaku kembali, setengah tak percaya Sakura mampu berkata seperti itu padaku. “Jadi kau benar-benar sudah melupakanku?”

“Hmm, begitulah.”

“Hah? Hahahaha~…” aku tertawa kecil, walau sebenarnya tak ada hal yang lucu disini. “Kau berubah. Kau jadi aneh. Tak mungkin kan, sewaktu kau koma, kau kehilangan arwahmu dan sekarang berganti roh jadi orang lain. Yang ku tahu, Sakura yang dulu tak seperti ini.”

“Sakura yang dulu?” gadis itu balik bertanya, “Kau tahu apa tentang diriku, Sasuke, kau tak tahu apapun!”

“Setidaknya aku tahu perasaanmu. Kau menyukaiku. Kau sangat mencintaiku. Dan aku sekarang inginkan lagi dirimu yang dulu.” Aku harap kata-kataku barusan mampu menyentuh hatinya. “Aku ingin Sakura yang dulu mencintaiku.”

“Tidak.” jawab Sakura sambil menggelengkan pelan. Matanya menatapku tajam. “Terserah apa katamu. Tapi itu sudah tidak ada lagi, Sasuke. Sakura yang dulu sudah mati. Kau yang sudah membunuhnya.”

Deg!…

Aku terhenyak mendengarnya. Kalimat barusan langsung tepat mengenai hati.

“Kau… apa kau bilang? Kau bilang aku membunuhmu? Haha, jadi benar kau itu Sakura? Kau ingat semuanya. Kau ingat aku?” tanyaku.

Sudah jelas dia memang Sakura. Tapi rasanya masih tak percaya. Kenapa situasinya malah jadi lebih rumit. Dari yang awalnya sekedar tak ingat diriku, kini malah terang-terangan Sakura bersikap jujur. Sampai ungkapkan masa lalu yang mengundang penyesalan terdalamku. Aku yang pernah menyuruhnya untuk ‘mati’.

“Ya, aku yang sekarang memang masih ingat. Aku ingat semua tentang dirimu Sasuke. Tapi ini tak akan lama. Seiring kubunuh perasaanku yang dulu, aku pasti bisa melupakanmu.” balas Sakura.

“Tidak!… Jangan!… Itu tidak boleh.” desisku.

“Hh~ kenapa, apa urusanmu? Bukankah ini yang selalu kau inginkan? Sasuke, tenang saja. Sakura yang bodoh sudah mati. Aku benar-benar sudah melepaskanmu sekarang. Kau senang?”

“Apa? Mana bisa begitu. Kau tahu, aku… sejak kau sakit, aku baru sadari kalau aku juga sebenarnya…”

“Terlambat.” sela Sakura seraya mengerling. “Sekarang sudah berakhir. Masa laluku sudah mati.”

“Berakhir…. dan mati?” Rasanya menyakitkan mendengar kata itu. Membuatku geram. Saking kesalnya, dengan berani aku coba merengkuh wajah gadis itu. Memaksa emerald-nya kembali menghadapku.

“Apa-apaan kau? Lepas! Jangan sentuh aku!” kesal Sakura, berusaha enyahkan tanganku dari wajahnya.

“Heh, Sakura, jangan seenaknya kau putuskan sendiri ya. Setelah berhasil membuat hidupku berubah seperti ini kau malah bilang ini berakhir?” kesalku, “Kau tahu, aku baru mau memulai segalanya denganmu dari awal dan aku tak akan biarkan kau mengakhirinya.”

“Euh, jangan seenaknya atur lagi hidupku, Sasuke! Terserah apa mauku! Aku sudah muak dengan sikap egoismu! Kau tak pernah pikirkan perasaanku. Aku benci padamu, Sasu…”

Chu~…

Langsung saja kukunci kata-katanya. Membungkam bibir gadis itu dengan bibirku. Sakura membeku. Kedua emerald-nya membulat saat aku tiba-tiba menciumnya. Dia ingin berontak, tapi keadaannya yang masih lemah memudahkanku menghentikan usahanya. Sebentar aku menggulum bibir itu. Ini memang bukan ciuman pertamaku dengannya. Aku sudah sering curi ciuman Sakura saat dia masih terbaring koma. Tapi bagi Sakura, ini jelas yang pertama.

Rasanya memang beda kalau kami sama-sama sadar. Bibir Sakura terasa lebih hangat dan lembut. Sesekali balas bergerak dan itu membuatku makin bergairah. Sebenarnya aku masih ingin sedikit lebih lama lagi menciumnya. Tapi mengingat Sakura masih sakit, kasihan juga dia kalau terus kupaksa. Maka langsung saja kulepaskan pagutan itu sebelum aku nanti malah jadi keenakan.

“Aarrgh, jahat! Beraninya kau lakukan ini padaku? Menjijikan!” kesal Sakura, wajahnya hampir menangis. Dia seka bibirnya berulang kali. Menunjukkan ketidaksukaannya terhadap tindakanku barusan. “Kau menyebalkan. Aku benci! Benci! Benci! Benci!…” Sakura terus memakiku. Sikapnya sekarang benar-benar berlawanan dengan Sakura yang dulu, yang kalau kugoda sedikit saja biasanya sudah tersipu malu dan merona merah.

Hmm,… tapi, melihat Sakura yang seperti ini bagiku justru lebih menarik.

Aku sunggingkan sedikit bibirku, menatap gadis itu lekat-lekat. “Heh, dengar ya nona Haruno. Kau benar kalau aku orang yang sangat egois. Karena itu apapun yang kuinginkan pasti akan kudapatkan. Sudah kuputuskan kau harus jadi milikku. Terserah kalau kau sekarang sebut dirimu itu Sakura ‘baru’ dan bilang kau membenciku. Tunggu saja sampai kubuat kau mencintaiku lagi sama seperti Sakura ‘lama’.”

“Coba saja Sasuke. Aku tak akan jatuh dua kali karena hal yang sama, aku sudah tahu bagaimana sakitnya.” balas Sakura. “Kau tak akan bisa membuatku mencintaimu lagi.”

“Coba saja Sakura. Aku pun tak akan melakukan kesalahan yang sama dua kali, aku sudah tahu rasanya menyesal. Lihat saja nanti, sampai kubuat kau terpikat lagi padaku.”

“Hah~..”

“Hn.”

Onyx dan emerald saling berkilat.  Ini baru dimulai, saat kami jadi saling menantang.

=0=0=0=0=

TBC… Next to chapter 6

=0=0=0=0=

Bachot session from Author:

A~Ye~… (^-^)/ “Akhirnya publish juga. Maaf lama~…” <– kayaknya ini udah jadi kalimat wajib Author tiap ng-bacot deh, hehe~ (=___=)a

Iya, aslinya minta maaf. Hiatus mpe nyaris 3 minggu. Duh, ko perasaan pas bikin Fic ini banyak banget gangguannya ya. Apalagi konsep cerita jadi berubah 90 derajat dari rencana awal yang mau dibuat Sakura benar-benar amnesia. Makanya lama updet karena saya jadi harus merubah banyak scene. Tapi langsung semangat pas bikin adegan kissu :-*

wkwk~ #plakk

=..= dasar mesum =..=

Ehm, chap 7 belum disusun sih ya, tapi klo spoiler, mungkin….

——————*yang gak suka silahkan lewati bagian ini* ————————

Oh, seperti ini rasanya mencintai? Seperti ini rasanya dibenci? Sesuatu dalam dadaku bergejolak. Hatiku kesal. Apa ini yang namanya karma? Saat dia mencintaiku, aku membencinya. Saat aku mencintainya, dia membenciku.

“Percuma Sasuke, kau sebaik ini padaku juga aku tak akan jatuh cinta lagi padamu.”

“Jangan sebut aku seorang Uchiha kalau aku tak bisa melakukannya.”

Rindu, ingin bertemu. Aku gelisah melewati hari yang panjang. Berharap malam cepat berlalu. Terburu-buru aku sampai datang kemari, tapi apa yang kudapat siang ini? Lagi-lagi gadis itu pergi sendiri. Ck~ keluyuran kemana sih, Sakura?!!

Tch, dia lagi. Mau apa si kepala merah itu, beraninya mendekati tunanganku. Awas kau ya!

“Jangan lakukan ini lagi padaku, Sakura, atau aku akan benar-benar marah.”

“Haha~ cemburu itu tak menyenangkan. Rasanya sakit kan, Sasuke? Kau tahu aku simpan penderitaan itu selama bertahun-tahun…”

——————–*end of spoiler*——————

Wkwk~ spoilernya dikit amat. Kan biar penasaran, hehe~ *ngles, padahal karena lom kepikiran*

Ok, this chapter special for YaYaK, kazunarilady, Dwi Kharisma, asdf,  Marshanti Lisbania Gratia, Lailan slalu mencintai ghalma, Sarah Zakilasv3p, Jile Tamariska Sing, Decha dan kamu yang udah baca Fic ini tapi gak komen.

Terima kasih sudah baca.

Seperti biasa, Readers yang baik adalah yang comment. Jadi yang berkenan, silahkan beri komentarnya ya (^-^)/

Jaa~

47 Comments

Leave a Reply

8 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

  7. Pingback:

  8. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *