Cherry, LOVE me [again] : Chapter 11

Cerita Sebelumya…. Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4][Chap 5] [Chap 6][Chap 7][Chap 8][Chap 9][Chap 10]

“Kampai!”

Sorak kegembiraan menyatu dengan denting gelas-gelas sampanye yang saling berbenturan. Mengiringi tawa ditengah suasana hangat keluarga usai jamuan makan malam. Berlanjut obrolan dan cengkrama akrab yang biasa selalu tercipta antara Uchiha dan Haruno. Suasana yang dulu bagiku selalu membosankan, sekarang terasa lain dengan kehadiran Itachi di pesta penyambutan kedatangannya. Senang rasanya saat semua orang bisa berkumpul disini. Terlebih lagi ketika kulihat bidadari itu,…

Onyx bertemu emerald. Menangkap sosok gadis musim semi yang tampil cantik malam ini lengkap dengan senyum manisnya yang membuatku terpesona. Sakura Haruno. Kubalas keceriaan gadis itu dengan menarik otot-otot wajahku membentuk satu senyuman yang dulu tak biasa aku tunjukkan dihadapannya. Seperti inikah rasanya, bila kami mampu bersikap jujur, tanpa paksaan dan tak menampilkan kepalsuan?

Aku bahagia.


Cherry, LOVE me [again] : Chapter 11

Chapter: 11/?
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:   6.404 words
WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. WARNING INSIDE! * adegan blushing* err,… (=_=)a… entahlah, gak tau apa ini masih dalam batas aman atau enggak, tapi lebih baik bacanya setelah buka puasa aja buat kenyamanan ibadah anda, fufufu~… *tawa nista* #plakk ==> Dasar Author mesum!! /(>,<)/

Story by

Me!! [FuRaha]

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!!!

~Itadakimasu~

 


“Jadi bagaimana kalau bulan depan?”

“Hmm, bagus. Kupikir itu waktu yang tepat.”

“Apa justru tak terlalu cepat? Kita juga butuh persiapan. Pestanya, undangannya, perlengkapan lainnya,…”

“Masalah itu bisa diatur. Kita sudah terlalu lama menundanya, jangan sampai diundur-undur lagi.”

“Tapi tetap saja jangan terburu-buru. Belajar dari pengalaman sebelum ini, sebaiknya kita pun jangan terlalu memaksa mereka.”

“Bagaimana menurut kalian berdua?”

“Kali ini apa ada penolakan?”

“Mau diundur lagi, Sasuke?”

“Sakura?”

“Apa kalian setuju?”

“Hn.” Aku gulirkan manik onyx-ku menatap Sakura yang menggulum senyum malu-malu. Gadis itu mengangguk pelan seraya mengeratkan tangannya dalam genggamanku. “Kami setuju.” kataku dengan penuh keyakinan.

“Baguslah. Kalau semuanya sudah sepakat, bulan depan kita resmikan pertunangan kalian.”

“Tunggu…!” sela Itachi kemudian, bikin semua terdiam dan mengernyit heran. Apa yang mau dilakukannya?

“Kenapa bilang kita sudah sepakat, sedang kalian bahkan belum tanya pendapatku.” protesnya.

“Lho, memangnya kau tak setuju?” tanya Kaa-san, sontak bikin aku berdebar cemas.

Masa sih Itachi-nii mau…

“Tentu saja!” tegas Itachi sambil menepuk satu kepalan tangannya. Diam sesaat, wajah pemuda itu berubah serius. “Aku setuju, hehehe~…” lanjutnya kemudian sambil nyengir.

“Huh, dasar baka Aniki, bikin kaget aja.” dengusku, melengos lega.

“Ah, hahahaha~…” Yang lain pun merasa begitu. Sempat tegang tapi suasana lekas berganti kembali jadi kegembiraan.

Hmm, jadi bulan depan ya?

Plung…

Bunyi riak air kolam mengisi keheningan malam. Disamping kerik jangkrik tiada henti yang bersembunyi dibalik semak-semak taman. Samar-samar suara tawa dan percakapan pun masih terdengar dari ruang keluarga didalam sana, sementara aku perlahan mengambil langkah ringan mendekati sosok yang tengah terduduk sendirian di teras belakang rumah.

“Ah, Sasu…” kaget Sakura sembari sedikit menolehkan kepalanya kearahku ketika didapatinya dua lenganku kini melingkar memeluk tubuh itu dari belakang.

“Hn. Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku sedikit berbisik ditelinganya, “Kau tidak sedang menangis, kan?” Sakura terkekeh pelan. “Apanya yang lucu, kenapa tertawa?” tanyaku lagi.

“Hahahaha~… haah, jelas aja lucu. Menggelikan. Tak biasanya kau bersikap seperti ini, Sasuke. Dulu kau selalu enggan mendekatiku dan menghampiriku disini, apalagi bicara padaku. Giliran bicara pun pasti ketus dan membentakku.” Sakura mengerucutkan bibirnya dan perlahan melepaskan dekapanku.

“Maaf, dulu aku pria brengsek ya.” kataku sambil tertawa kecil, yang lekas dijawab Sakura dengan anggukan mantap.

“Sangat brengsek.” sindirnya.

“Hn.” Aku langsung mengambil tempat dan duduk dibelakang gadis itu. Menaruh kedua kakiku disisi kiri dan kanannya, mengapit tubuh gadis itu sehingga dia sekarang duduk sambil bersandar didadaku. “Tapi kau tetap suka padaku kan?” godaku sambil menumpu kepalaku di dekat jenjang lehernya dan melingkarkan kedua tanganku kembali disekitar bahu kecilnya.

“Uhm, entahlah.” jawab Sakura sambil mengerling. Wajahnya tampak manis ketika kulihat sedikit garis kemerahan mulai bersemu diatas pipinya. “Memangnya aku suka padamu?”

“Heh, ayo bilang suka padaku!” kataku, setengah memaksa sembari mengguncangkan tubuhnya. “Kau sering katakan itu dulu disini padaku…”

“Yah~ dan pasti selalu kau balas dengan kata benci kan?”

“Tidak, sekarang kan tidak lagi. Kalau kau bilang suka, aku pasti bilang…” kutempelkan sebelah pipiku dengan pipinya. Menyatukan sudut bibir kami. “Sakura, aku…” seakan mengerti maksudku, gadis itu sedikit menolehkan kepalanya.

“Mencintaimu…” ucap kami berdua nyaris bersamaan, dan membuat jarak menjadi nol senti kala kecupan lembut itu dilakukan.

Tapi baru sebentar kunikmati kemesraan ini, Sakura cepat menyingkir, gelagapan mendorongku dan buru-buru menjauh.

“Apa sih?!” Aku mendengus kesal tak terima perlakuannya.

Gadis itu tersenyum kecut, manik emeraldnya lekas bergulir melirik ke arah lain. Sontak aku ikut menoleh dan betapa kaget bercampur kesalnya aku ketika mendapati sosok Itachi dengan tampang sok innocent-nya cengengesan memperhatikan kami.

“Ckckck~… dasar anak muda jaman sekarang. Tak tahu malu bebas gituan di tempat terbuka kayak gini.”

“Tch, nii-san ganggu aja. Gak bisa lihat suasana, pergi sana!” usirku.

Bukannya menurut, lelaki muda Uchiha itu malah mendekat dan dengan sengaja duduk disisi Sakura. “Alah, kalian ini pengen enaknya aja. Diam-diam mojok dan ninggalin aku sendirian dengerin obrolan orang tua disana. Tegaaa~…” dengusnya.

Aku dan Sakura saling lirik dan terkekeh pelan. Ya, kami tahu dengan pasti perasaan bosan saat berada dalam situasi seperti itu.

“Padahal katanya ini pesta penyambutanku, tapi daritadi yang dibahas malah soal pertunangan kalian. Apa selalu seperti ini?”

“Hn, begitulah.”

“Kayaknya selama aku pergi, aku jadi melewatkan banyak momen penting dalam keluarga ini.”

“Ya, iyalah. Salahmu sendiri dulu pergi gitu aja.”

“Hmm, tapi aku pergi juga bukannya malah jadi untung buatmu?” Itachi menaikan sebelah alisnya, “Kau jadi bisa bersanding dengan Sakura-chan sekarang.”

“Hn.” Aku mengangguk-angguk kecil, menggulirkan onyxku. Ya, itu benar. Meski karena kepergian kakak membuat hubungan awalku dan Sakura jadi tak mengenakan, tapi tak bisa kupungkiri kalau aku pun sekarang mensyukuri tindakan nekat kakakku itu.

“Kalau aku tetap pada posisiku, Sakura-chan malah akan jadi kakak iparmu lho, Sasu, coba bayangkan…” lanjut Itachi.

“Tidak! Aku tak mau membayangkan hal mengerikan seperti itu. Sakura itu milikku!” lekas kurangkul gadis disebelahku itu rapat-rapat. ” Hush, hush, sana buang jauh-jauh pikiran konyolmu itu kak.”

Itachi tertawa kecil, “Hahaha~… Dasar lu adik nyebelin! Bukannya kita dulu sering berbagi mainan?” lelaki itu ikut merangkul sebelah tangan Sakura lainnya, “Sakura-chan, biar Sasuke itu tunanganmu, tapi gimana kalau aku jadi pacarmu?”

WHAT THE….?!

“Enak aja! Gak bisa!” lekas kusingkirkan lengan Itachi dari Sakura dan mendorong baka Aniki-ku itu jauh-jauh. “Jangan harap!”

Itachi cekikikan, sama dengan Sakura. Mungkin ini memang candaan, tapi tetap saja buatku kesal. Iseng banget sih.

“Hihihi~… ayolah, Sakura-chan juga mau kan?” tanya Itachi, “Dapat dua Uchiha sekaligus lho, gimana?”

“Hmm, entahlah, sepertinya bagus juga.” kata Sakura, setengah bercanda. “Akan aku pertimbangkan.”

“Yeah!” riang Itachi.

Sedang aku langsung mendeath-glare Sakura. “Kau, awas ya kalau berani.”

“Kenapa gak boleh? Bukannya dulu juga ada seseorang yang berstatus tunangan tapi masih asyik pacaran dengan orang lain?” sindir Sakura dan sukses bikin aku mati kutu.

“Eu, uh, itu,…”

“Huh, dasar egois.” cibirnya.

“Heh, sudahlah. Itu masa lalu dan aku sudah mengakhirinya, jangan dibahas lagi!”

“Kau sendiri yang mulai…”

“Tidak! Pokoknya gak boleh, ya gak boleh! Kau gila apa, masa mau sama kakak iparmu sendiri…”

“Hmm, berarti kalau sama orang lain boleh dong?” tanya Sakura sok polos, “Kalau gitu, mungkin sama kak Saso…”

“Tidak!” tegasku, “Tidak boleh dengan siapapun! KAU MILIKKU SEORANG!”

“Hei, ada ribut-ribut apa ini? Kenapa teriak-teriak?” tanya Kaa-san, nongol dari beranda ruang keluarga.

“Hahaha~… enggak kok. Gak tahu nih Sasuke, padahal kita cuma lagi bercanda.” jawab Itachi sambil cekikikan. Sakura pun ikut mengangguk-angguk setuju.

Ugh, nyebelin banget dua orang ini. Belum juga mereka lama ketemu, udah bisa seakrab dan sekompak ini mempermainkanku.

“Wah~ senangnya ya kalau semua bisa akrab, syukurlah.” kata Kaa-san, kemudian kembali masuk kedalam rumah.

“Bercanda, baka!” kata Itachi sambil mencubit sebelah pipiku, “Wajahmu jangan tegang begini dong. Tenang saja, kau pikir aku akan serius merebut Sakura darimu?”

“Huh, bisa saja kan?” balasku seraya menepis tangannya.

“Hmm, manisnya my lovely baka otouto ini kalau udah cemburu. Kenapa bilang gitu, harusnya kau percaya pada Sakura. Kalau dia sungguh mencintaimu, dia pasti tak akan berkhianat padamu meski digoda lelaki yang lebih tampan dan keren darimu seperti aku, Sasuke~…” lanjut Itachi dengan narsisnya. “Iya kan, Sakura-chan? Mana yang akan kau pilih?” Wajah Sakura bersemu merah tatkala Aniki-ku itu meraih sebelah tangannya, “Aku atau Sasuke?” tanyanya kemudian dengan gaya sok cool sembari memperlihatkan senyuman mautnya yang mempesona.

Kakak atau aku?… Pertanyaan bodoh macam apa itu. Walau rasanya agak menyebalkan, tapi bikin aku harap-harap cemas. Apalagi Sakura tak lekas menjawabnya dengan tegas.

“Uhm,…” Emerald itu bergulir menatapku lalu Itachi bergantian. “Tentu saja aku pilih…” Sakura lekas menarik tangannya dari Itachi dan berbalik merangkul lenganku, “Sasuke!” jawabnya disertai senyum manis dan ekspresi ceria, dia senderkan kepala berhelaian merah mudanya dibahuku.

“YES!” desisku, sambil menyeringai puas.

“Yaaaah~…” dengus Itachi agak kecewa sambil garuk-garuk kepala berkuncirnya.

“Khekhekhekhe~…”

Tapi jadinya kami bertiga tertawa bersama. Rasanya menyenangkan, dua orang yang paling kusayangi berada disisiku sekarang.

.

.

.

“Aaah~ bosan. Masih jam setengah delapan malam. Kita ngapain yuk.” ajak Itachi. “Mending pergi main kemana gitu…”

“Nii-san aja sana yang pergi.” kataku, “Sadar diri dikit kek, kehadiranmu disini yang ganggu aku dan Sakura…”

“Itachi memicingkan matanya, “Justru karena itu aku jadi bosan. Kalian enak berduaan, lha aku sendirian, sama siapa?”

“Ah, iya, aku tahu.” teriaknya tiba-tiba, seakan baru mendapatkan ide. “Untuk merayakan kepulanganku, bagaimana kalau kita pergi main bertiga? Aku ajak kalian ke satu tempat yang menarik.”

“Ya ampun kak, ini udah malem, mau kemana? Lagian kalau pergi keluar, Sakura pasti gak dibolehin.” kataku sambil melirik gadis disebelahku.

Kening Itachi sedikit berkerut, bibirnya mengerucut, nampak kembali sedang berpikir keras. Tak lama, lelaki itu mengangguk-angguk tak jelas lalu tanpa basa-basi malah melengos pergi. Bikin aku dan Sakura saling berpandangan heran dan mengendikan bahu.

Ya, terserah-lah. Yang penting pengganggu itu sudah ingkah dari sini. Dengan begini kan aku dan Sakura bisa…

“Ehem,…” Sedikit mendehem, sambil menggulum senyum malu-malu, kugeser posisi dudukku makin merapat pada gadis itu. Tapi baru juga punya niatan buat mulai, lagi-lagi…

“WOI!” teriak Itachi.

Ck~ apa lagi sekarang?!… Dalam hati aku mendengus kesal dan langsung mendeath-glare makhluk itu. “Niiii-saaann…” geramku.

“Udah dapat ijin nih. Ayo kita pergi!”

“Ogah. Maleess~…” tolakku tanpa pikir panjang.

“Ikut aku Sasuke, atau aku tak akan kembali dan membawa kabur benda ini?” ancam pemuda itu sambil menggemerincingkan kunci mobil di tangannya.

Onyx-ku langsung terbelalak, “Argh~ Viper-ku! Jangan sembarangan dong!” sontak aku berdiri dan bergegas menghampirinya, hendak mengambil kunci itu.

“Eits,…” Itachi cepat mengelak, “Makanya ikut!”

“Huff~…” aku mendengus kesal. “Memang mau kemana? Sakura juga ikut?”

“Ya, tentu saja.” Itachi lekas berbalik sembari memutar-mutar kunci itu ditelunjuknya. “Tak akan lama, lagian tempatnya juga tutup sampai jam sebelas malam. Jadi jangan buang-buang waktu, kita pergi sekarang!”

Hhhh~

Aku dan Sakura sweatdrop.

Dasar baka Aniki reseeee~…! Orang ingin berduaan juga, ugh!


“Hahaha~ kenapa sih? Biasa aja kali mukamu itu, my lovely baka otouto~ gak usah pake pelotot-pelotot segala. Serem tahu…” dengan tampang tak berdosanya, baka Aniki-ku itu masih bisa cengengesan setelah berhasil membawaku paksa beserta tunangan dan Viper kesayanganku.

Aku menatap tajam sosok yang tengah asyik bersiul dan menghentak-hentakkan badannya seirama dengan musik yang mengalun dari disc-player, sementara dia tetap mengemudi dengan tidak amannya…

Ckiiiitt… Brrrmm…. Itachi banting stir. Melakukan drift gila-gilaan cuma buat satu belokan.

“Woi! Yang bener dong kalau nyetir!” kesalku, yang dibalas dengan juluran lidah Itachi di kaca spion. “Awas ya kalau kau bikin satu goresan saja, tak akan aku maafkan.”

Lelaki itu malah cekikikan dan sekali lagi asyik dengan tingkahnya yang seenak diri bikin aku geregetan. Ugh, rasanya kalau tak ingat siapa dia, udah aku jitak kepala raven berkuncir itu.

“Ada mobil lain di garasi kenapa harus pake punyaku? Kalau kau ingin bereksperimen ala Initial-D jangan pake mobil ini. Sini, biar aku yang nyetir!” pintaku, “Menepi bentar…”

“Fufufufu~ enak aja. Memangnya aku mau duduk di kursi penumpang terus liatin kalian berduaan di depan. Kau pasti tak akan biarkan Sakura duduk disampingku kan, jadi sebaiknya kau diam saja adikku yang manis. Adik iparku saja biasa aja, kau yang cowok masa sampai ketakutan cuma karena kita sedikit ngebut…”

Sedikit ngebut?… Bahkan di tengah jalanan ramai seperti ini saja Itachi masih bisa menyalip kendaraan didepannya dengan kecepatan penuh. Entah harus kagum atau tidak, tapi keahlian menyetirnya patut diacungi jempol. Sakura juga bukannya tak takut. Bibir gadis itu terkatup rapat, sementara dia merangkul lenganku erat-erat. Sama-sama was-was.

Yaah, meskipun Viper SRT 2013 itu mobil sport yang disokong mesin 8.400 cc V10 yang mampu melahirkan tenaga 640 hp dan torsi 814 Nm dengan transmisi 6 percepatan manual, tapi tetap saja jangan dikendarai ugal-ugalan begini. Ini mobil kesayanganku, dengan desain mobil sporty dengan kap mesin dan atap berbahan serat karbon dan pintu bahan aluminium. Mobil canggih dan keren dengan bobot 1.521 kg.

Bbrrrrmmmm…. Itachi kian menambah kecepatan.

“Jangan bercanda, nii-san! BERHENTI SEKARANG JUGA!” teriakku.

Ckiiiiiiitt…

Tumben, sesuai dengan yang diperintahkan akhirnya Itachi menginjak rem dengan gerakan cepat sekaligus halus. Aku dan Sakura sedikit terhuyun kedepan. Untung saja aku cepat ulurkan tanganku menahan diri agar tak sampai menabrak kursi depan. Setidaknya kami berhasil selamat dari perjalanan maut ini, walau aku yakin gerakan mengerem barusan bikin gesekan berlebih pada ban mobilku.

“Yup, sudah sampai!” kata Itachi, dengan wajah tanpa dosa dia menoleh dan tersenyum pada kami.

Ooh~ jadi itu alasan sebenarnya dia berhenti. Sudah sampai?!

Kami segera turun dari mobil, walau rasanya masih ingin duduk lebih lama karena lututku jadi agak sempoyongan sekarang. Sakura menutup mulutnya dengan sebelah tangan, mungkin merasa mual dan mau muntah. Sial, kami bahkan sampai jadi seperti ini.

Sekali lagi ku death-glare kakakku itu. Benar-benar tuh orang berbahaya. Aku jadi mempertanyakan kelayakan SIM miliknya. Jangan-jangan selain hasil nembak, dia dapat SIM dari hasil nodong? Menyetirnya lebih parah dari tokoh kartun busa kuning Nikolodeon* yang gokil itu. Nyonya Puff pun pasti enggan mengajarinya. Dan jangan bilang padaku kalau perusahaan elf antar kota di satu negara tropis asal Author malah mengincarnya buat jadi supir Primadona* atau pembalap sekelas F1.

“Gila! Keren banget nih mobil! Aku tak pernah merasa sepuas ini saat berkendara.” kata Itachi sembari mengelus-elus body Viper. “Aku juga ingin minta satu sama Too-san ah~… Yang warna merahnya ada kan Sasuke?”

“Hn.” Aku hanya memutar mataku, enggan menanggapi ocehannya. “Hei, kalau sudah sampai, lalu kita ada dimana sekarang?” Onyx-ku lekas bergulir memperhatikan sekeliling. Kami ada di sebuah komplek ruko elit yang suasananya cukup nyentrik di pinggiran kota. Aku tak habis pikir, tempat seperti apa sebenarnya yang akan kami datangi ketika Itachi mengajak kami berjalan memasuki komplek sedikit lebih dalam.

“Ini tempat kerja sambilanku dulu,…” kata Itachi.

Sejenak langkahku terhenti, sekedar untuk menengadahkan kepalaku melihat papan neon kerlap-kerlip terpajang diatas pintu kaca yang tak kalah hebohnya juga bertabur lampu-lampu. Tempat macam apa ini?

AKATSUKI-shitsuji

“Ok, silahkan masuk, tuan dan nona!” Seraya membukakan pintu, Itachi sedikit membungkuk dan melenggangkan tangannya mempersilahkan.

Onyx-ku terbelalak, mulutku sedikit terbuka saking tercengangnya dengan apa yang kulihat. Dari standar café yang biasa kukunjungi, baru kali ini aku masuki sejenis café dengan layanan plus plus yang, brrr… entah kenapa bulu kudukku langsung berdiri, merinding memasukinya.

Café dengan konsep nuansa barat dan interior ruangan unik yang ditata layaknya dalam cerita dongeng. Dimana pengunjung yang kebanyakan sepertinya adalah perempuan itu dilayani bak seorang putri oleh para pelayan tampan berpenampilan kece dalam balutan pakaian black-coats elegan. Pelayan yang bersikap ramah, membukakan pintu, mempersilahkan duduk, menampilkan dan mempresentasikan menu masakan yang tamu pesan, mengajaknya bermain, menemani mengobrol, berfoto, melayani mereka dengan sebaik mungkin dan benar-benar menunjukkan standar pelayan pria berkelas yang bikin wanita mesem-mesem sekaligus mabuk kepayang. Suasana café “cute, cheerful dan sweet” itulah kesan yang ingin ditampilkan tempat ini dimata para gadis.

“Wah~ keren!” gumam Sakura. Lain denganku, gadis itu malah terkagum-kagum. “Ini semacam Butler Café ya?”

“Iya, begitulah nona, silahkan masuk. Kami akan sediakan tempat special untuk anda…”

“Butler Café?” Aku mengernyit, masih tak mengerti. Kalau melihat tempat seperti ini, jangan-jangan… “Nii-san, apa selama ini kau kerja sambilan jadi host?”

“Hn.” Itachi hanya tersenyum tipis penuh misteri, menghiraukan pertanyaanku. Makin mencurigakan.

“Eeh, Ita-kun… kyaaaa~… kyaaa~… Ita-kun…” Beberapa orang tamu yang sepertinya mengenal sosok kakak-ku itu tampak heboh dan berbisik-bisik saat melihat kami masuk.

“Okaeri, senpai~…” Pelayan lain pun sama menyapanya dengan hormat seolah Itachi adalah orang penting di kawasan ini.

“Aah~ iya, iya. Silahkan lanjutkan jamuannya. Saya permisi sebentar ya, ladies…” kata Itachi sambil tersenyum dan melambaikan tangannya. Pemuda itu lekas menggiring kami (aku) yang masih cengo untuk naik ke lantai dua.

V.I.P

Itulah tulisan yang tertera di depan tangga sebelum pintu masuk. Lain dengan lantai satu yang tampak sesak dan banyak tamu, di sini hanya tersedia beberapa meja yang mengisi ruangan dengan suasana romantis ala candle light dinner. Penerangannya sedikit redup, berganti tatanan lilin-lilin indah di sisi-sisi ruangan yang diatur sedemikian rupa. Musik instrumental yang mengalun pun membuat suasana makin rileks dan terkesan lebih dewasa dibanding tadi yang dipenuhi banyak anak remaja.

Disamping itu terdapat pula meja bar dengan gelas-gelas kristal dan botol-botol minuman berbagai merk, warna dan rasa yang tertata rapih. Dijaga oleh seorang bartender berpenampilan aneh yang wajahnya sengaja di cat sebelah hitam dan sebelah putih.

“Yo, Zetsu!” sapa Itachi sembari mengangkat sebelah tangannya. Pemuda black-white itu hanya tersenyum dan mengangguk kecil, kembali dengan aktifitasnya mengelap-elap gelas sampai kinclong.

Tadinya Itachi hendak membawa kami ke salah satu meja, tapi berbalik dan malah berjalan menghampiri bar dimana sepasang muda-mudi tampak asyik bercengkrama duduk disana. Aku dan Sakura cuma saling pandang. Tak ada pilihan lain selain mengikutinya.

“Yo, Itachi! Wah, wah, kejutan nih. Kenapa tak bilang dulu kalau kau mau datang malam ini?” tanya pemuda berambut jingga dengan wajah penuh tindikan.

“Hehe, cuma mampir kok. Aku ajak adikku…” Itachi menyikutku. “Sasuke, kenalin nih, bos-ku, yang punya tempat ini. Yahiko.”

“Panggil aja Pein.” kata pemuda itu memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangan.

“Err, Sasuke Uchiha.” balasku, agak canggung.

“Nah, klo yang ini namanya Konan.” Itachi memperkenalkanku pada seorang gadis cantik dan tampak dewasa.

“Hmm, Uchiha ya?” Gadis berambut indigo dengan tatanan hiasan bunga mawar putih tersemat diatasnya itu pun menelisikku dari atas hingga bawah. “Kau lumayan juga anak muda. Tampan dan penampilanmu keren. Mau kerja sambilan disini? Untukmu, sebagai pemula sepertinya sudah bisa langsung masuk level C dengan gaji 10.000 ryo per jam, bagaimana?”

Haah?!… Aku langsung sweatdrop dengar tawarannya. Dia pikir aku ini cowok apaan?… “Tidak, terima kasih.” tolakku mentah-mentah.

“Ayolah, pikirkan lagi. Pekerjaannya mudah dan kau bebas memilih jam kerja sambilanmu kapan saja. Bagaimana? Mau ya?”

Itachi tertawa kecil, “Hentikan Konan, adikku ini mana mau kerja di tempat beginian. Dibujuk pun percuma, haha…”

“Lho, kenapa? Penghasilannya lumayan kan? Kau sendiri mengakuinya Itachi. Dan memang selama ini kau bisa hidup kalau tak kerja disini, dimana lagi? Kalau ada dua Uchiha jadi pegawai café kita, pasti makin ramai, iya kan sayang?” Konan merangkul Yahiko yang sepertinya kekasih gadis itu.

“Kalau tak mau jangan dipaksa. Lalu kau ini, kenapa kesannya malah jadi mata duitan seperti Kakuzu?” kata Yahiko.

“Huh, aku lakukan ini kan biar kau juga dapat banyak untung. Gak kalah dari Maid Café Sanzo, pamanmu. Terus supaya modal buat kita nikah bisa cepat terkumpul.”

Itachi mendesah, “Haah~ yang benar saja. Modal buat nikah apanya? Gak perlu nikah pun sekarang kalian sudah tinggal bersama, kan?”

“Sstt, jangan bilang siapa-siapa. Rahasiakan ini dari pegawai lain, hihihi~…”

“Hn.” Aku kembali putar kedua onyx-ku, menatap bosan sementara ketiga orang dewasa itu bercakap-cakap. Huh, untuk apa Itachi mengajak kami kemari kalau dia malah asyik dengan temannya, kacangin aku dan Sakura.

“Terus kalau gadis itu siapa?” tanya Konan disela obrolan, menunjuk Sakura dengan dagunya. “Pacarmu ya Itachi…”

HEE…?! Seenaknya menuduh mentang-mentang posisi Sakura berdiri lebih dekat dengan Itachi dibanding denganku. Nii-san juga bukannya langsung jawab, malah cengar-cengir dulu.

“Haha, bukan kok,” bantah Itachi, akhirnya setelah ku death-glare dia. “Sebenarnya gadis ini tunangan…”

“Sakuraaaaa~….!” teriak seseorang tiba-tiba. Kami semua lekas menoleh dan melihat seorang pemuda berambut merah berlarian menghampiri kami, tepatnya Sakura.

Aku berdecih dan memandang sinis orang itu, yang cepat kukenali adalah pria menyebalkan yang dulu sempat coba menggoda Sakura. Siapa lagi kalau bukan…

“Kak Sasori?!” Sakura terkejut melihatnya.

“Wah~ Sakura-chan! Kita bertemu lagi…” cowok itu langsung memeluk Sakura, “Kangen ih udah lama gak ketemu kamu. Senangnya…”

“I, iya, aku juga…” tampak risih Sakura lepaskan dekapan Sasori. Gadis itu melirik padaku takut-takut. Sudah jelas, jangan ditanya, aku pasti kesal dan CEMBURU!

“Sakura-chan, kau sengaja datang kemari untuk menemuiku? Tahu darimana aku kerja disini? Aku terharu sekali kau sampai mencariku dan datang menemuiku…” Sasori ke-ge-er-an tingkat dewa.

“Ah, ha ha ha…” Sakura tertawa kaku, “Bukan, itu, sebenarnya aku kemari…”

“Heh, singkirkan tanganmu!” desisku pada Sasori, merasa sudah tak tahan melihat cowok itu kini mulai pegang-pegang tangan Sakura. Dasar ganjen!

“Heee~… KAU?! Kau si pantat ayam kenapa ada disini juga?” cengang lelaki itu.

“Memang kenapa, heuh?!” balasku, sebal.

“Eh, tunggu bentar!” Itachi menginterupsi, “Jadi sebenarnya kalian bertiga sudah saling kenal?”

“Tentu saja,…” Sasori memicingkan mata, sekilas menyentuh sebelah pipinya. “Mana mungkin aku lupa sama bocah tengik ini.”

“Tch,…” Aku tak kalah sinis menatapnya. “Masih ingat juga kau sama pukulanku.”

“Eeh, eh, tunggu dulu!” sela Itachi lagi, “Kapan kenalannya? Saso, kau kok gak pernah cerita kenal sama mereka?”

“Itu lho~… yang waktu aku pernah cerita kenalan sama cewek cantik di rumah sakit, yang punya bodyguard rese layaknya dia itu pacar, malah lebih protektif dari ayah Sakura-chan sekalipun.”

“Hah? Jadi cewek yang namanya Sakura yang lu goda itu Sakura adikku? Dan cowok yang katanya lu tonjok sampai babak belur itu Sasuke adikku? Berani juga kau berurusan sama Uchiha?!”

WHAT THE…?! Tak hanya aku yang terbelalak mendengar pernyataan Itachi. Kebohongan macam apa yang dikarang baby face sial itu, kapan aku pernah ditonjok babak belur olehnya?!

“ADIK?! Sakura dan si pantat ayam ini adikmu? Serius?!” Sasori menatapku dan Itachi bergantian, menelisik wajah kami berdua. “Ehm, iya, kalian memang mirip sih. Tapi kenapa Sakura-chan juga? Dia kan Haruno, kenapa kau sebut adikmu?”

“Hn, ya, Sakura sekarang memang belum jadi Uchiha sih.” jawab Itachi dengan santai. “Tapi sebentar lagi mereka akan menikah, sudah pasti Sakura jadi Sakura Uchiha dan jadi adik iparku…”

“UAPAA?!” Sasori seketika syok. Rubi kecoklatannya melotot, tampilan matanya yang membulat berpadu wajah baby face itu makin terlihat seperti boneka Chucky-Child Play. “Sakura~… Sakura-chan-kuuu~… akan menikah?…” wajahnya berubah pucat.

“Tch, sudah kubilang dari dulu aku ini tunangannya, masih saja tak percaya.” gumamku sambil menyeringai puas.

“Ja, jadi Sakura, waktu kita kencan pun,… waktu aku tembak kamu,… waktu dia pukul aku,…”

“Err~ maaf kak Sasori, itulah yang sebenarnya…” Sakura tersenyum kecut, tampak tak enak hati.

“Huaa~… GAK RIDHOOO~…! Masa Sakura-ku sama si pantat ayam ini? Kalau Uchiha yang kau maksud tunanganmu itu adalah Itachi, baru aku percaya. Dia lebih pantas untukmu, Sakura!”

Baby face sial! Apa dia ingin kuhajar lagi bicara gitu?” desisku seraya mengepalkan tangan.

“Ayo, siapa takut!” balas Sasori.

“Hoi, hoi, hoi, sudah cukup, jangan brantem…” Itachi lekas melerai. “Haah~ niatanku ajak kalian kemari untuk bersenang-senang kenapa malah jadi begini…” dengusnya.

Suasana tegang mencair setelah Yahiko sendiri yang turun tangan memerintahkan Sasori untuk mundur. “Kalau buat keributan, aku potong gajimu!” ancamnya. “Mereka ini tamu, Sasori, kerja yang benar! Layani mereka…”

Sadar akan kedudukannya di tempat ini, pemuda berambut merah itu akhirnya memilih diam, walau masih bertampang kesal melihatku.

“Hehehe~ sudahlah. Lupakan saja Saso, kalau memang kenyataannya begini mau apa lagi…” Itachi dengan akrab merangkul bahu sobatnya itu. “Fans girl mu kan banyak yang lebih cantik, lucu, imut, kawaii~… Urusan cewek bukan masalah buatmu kan? Ayolah, Buttler kakkoi~ itu tak seharusnya bersikap seperti ini. Maafkan adikku, ya? Ya? Ya?”

“Tch,…” Sasori mendelik, “Baiklah, karena aku masih memandangmu, aku maafkan dia.”

“Bagus…”

Hn, sebenarnya aku tak setuju dengan perbuatan kakak. Untuk apa dia minta maaf segala, kesannya memang aku yang salah? Tapi karena aku pun malas berurusan lebih jauh lagi dengan orang sialan itu, aku pun memilih diam. Setidaknya aku bersyukur kakak tak menyuruh kami sampai salaman sebagai tanda baikan.

.

.


“Hoo~… jadi benar dari awal kau pernah punya niatan mau pacaran sama orang itu untuk sekedar memanasiku, heuh?” tanyaku sinis sembari melipat kedua tangaku di dada. Sementara Sakura yang duduk disebelahku di meja bar tampak gugup. Pura-pura menyeruput limun-nya dan menggulirkan emerald itu kearah lain selain padaku.

“Me, memangnya kenapa? Terserah aku, bukan urusanmu? Lagian cuma niat.”

“Niat juga sama saja, namanya sudah selingkuh, Sa~ku~ra~…”

“Hah? Ha ha ha~… Berhak apa kau menasehatiku soal selingkuh? Tak sadar dengan kelakuanmu sendiri?” cibirnya, gadis itu memelototiku. “Mau kuingatkan lagi apa saja yang sempat kau lakukan dengan si rambut merah Karin sialan itu, Sa~su~ke~…”

“Err,…” kali ini giliran aku yang jadi gugup. Kugaruk-garuk belakang rambut ravenku yang aslinya tak gatal. “Ayolah, jangan dibahas lagi soal itu. Anggap saja itu pengalaman cintaku di masa lalu, ok?!”

“Cih, pengalaman cinta di masa lalu? Enak sekali kau pernah alami masa-masa itu sedangkan aku sama sekali belum. Sayang, kenapa aku harus baikan denganmu secepat ini. Padahal aku tadinya mau melakukan banyak hal dengan Sasori…”

“Heh?!” bentakku, “Kau ini milikku, jangan pikir macam-macam. Apalagi mau cari pengalaman dengan pria lain. Buatmu cukup hanya aku seorang, Sakura!”

“Iih, dasar egois! Aku kan…” balas gadis itu. Dia hendak lontarkan kalimat pedas lainnya, tapi seketika terhenti kala kukunci bibir itu dengan satu kecupan lembut. “Ka, kau…” Sakura blushing, wajahnya langsung merona merah. Dia gulirkan matanya ke kiri-kanan dimana di sekitar kami masih ada beberapa tamu dan teman Itachi. Entah mereka memperhatikan atau tidak kejadian barusan, aku tak peduli, meski wajahku sendiri serasa panas terbakar sekarang.

“Da, dasar… mesum… tak tahu tempat. Apa yang kau lakukan, jangan disini, bego!” marahnya kemudian.

Aku tertawa kecil. Sungguh, melihat Sakura sekarang bikin aku makin jatuh hati. Kurangkul gadis itu, menyandarkan kepala berhelaian merah mudanya diatas bahuku. “Dengar, jangan cari orang lain. Cukup aku seorang.” bisikku pada Sakura seraya membelainya lembut, “Pengalaman apapun akan kuberikan untukmu, sayang~…”

“Idih, gombal. Udah ah~…” Sakura hendak beringsut, tapi aku tetap menahannya karena aku belum selesai bicara.

“Iya Sakura, pengalaman apapun. Bahkan yang menyakitkan hati dan perasaanmu.” lanjutku, bikin si gadis seketika terdiam. Sakura menengadahkan kepalanya, menatap wajahku. Dengan tanganku yang lain, kubelai sebelah pipinya, sementara onyx-ku menatap intens sang emerald. “Cukup aku seorang dan pengalaman buruk itu telah berlalu. Tak akan pernah ada lagi. Aku janji, berikutnya hanya akan ada kebahagiaan untukmu. Percayalah, aku tak akan pernah menyakitimu.”

“Hn.” Sakura mengangguk kecil seraya tersenyum, “Jaga ucapanmu itu, Sasuke.”

Aku pun ikut tersenyum, “Tentu saja.”


Ngiiiiing~… Bunyi lengking alat pengeras suara terdengar memekakan telinga.

“Tes… tes… tes… 1… 2… 3…”

Perhatian pengunjung lekas teralih pada panggung kecil yang ada diseberang meja bar. Ternyata Itachi dan teman-temannya sudah siap dengan alat musik masing-masing.

“Hallo, semuanya, ehem…” Itachi bicara lewat mic dengan gitar ditangan. “Ini malam special bukan? Tak biasanya Butler Level A berkumpul dan menyajikan pertunjukan untuk anda sekalian…”

“Waaa~… Waaa~… Waaaaa~… Yeah…!”

“Kyaa~ shonen kakkoi live perform…”

Pengunjung lain yang kebetulan ada disini mulai berteriak-teriak histeris dan merapat ke panggung.

“Ita-kuuuun~…”

“Pein… Pein…”

“Hidan! Hidan! Demi Jasin, I love you!”

“Kyaaaa~ Sasori-senpai…”

“Huh, kenapa ada Kisame juga, dia kan di level E…” celetuk seorang gadis tampak gak ridho.

“Wah~ keren!” Sakura pun ikut-ikutan berdecak kagum. Lain dengaku yang langsung sweatdrop lihat kakakku disana.

Mau ngapain? Main band?

“Iya, iya, sudah, sudah, tenang dulu semuanya…” lanjut Pein, bertindak sebagai leader yang pegang posisi vokal. “Ehem, malam ini kami tampil secara khusus untuk membawakan sebuah lagu untuk anda semua. Specialku untuk kekasih tercintaku, Konan.”

“Whaaa~… so sweet…” Penonton heboh lagi. Konan yang duduk tak tak jauh dari kami tampak tersipu malu.

“Kalau aku specialnya buat para Jasiners, yeah! Keep to the rock n roll, gals!” ucap seorang pemuda berambut perak klimis yang nyentik, yang diketahui bernama Hidan.

“Aku… aku… aku…” Pemuda bertampang sangar berkulit biru pucat yang pegang drum langsung angkat bicara, “Kisame specialin buat seluruh penggemar Kisame di dalam dan luar negeri, lope yu pery mach…”

“Huu… huu… huu… Memang situ punya penggemar? Cuma hiu aja kali.” Cibir entah siapa.

Ada apa sih, kasihan banget itu orang kaya terintimidasi, ckckck~…

“Hmm, yaah~… sebenarnya aku agak sakit hati harus membawakan lagu seromantis ini disaat aku lagi patah hati.” Sasori di posisi bass bicara agak lebay.

“Kyaaa~… kyaa~… Sasori kalau patah hati, sama aku aja!” teriak seorang fans menyela.

“Aku sebenarnya sangat ingin menyanyikan lagu ini untuk… untuk… untuk…”

“Sstt, cepetan bego!” desis Hidan gak sabaran.

“Hmm, kepada seorang gadis musim semi…” lanjut Sasori menatap Sakura dari panggung. “Berbahagialah dengan orang yang kau cintai, wherever you are…”

“Aih~ kata-katanya dalem banget. Lebay lu ah, lagian itu harusnya yang ngomong kan gue,” kata Itachi, lekas mengambil mic-nya dari Sasori. “Oh, iya, ok, sekarang giliranku. Specialnya buat kedua adikku tercinta…”

Halah~ malah dia tuh yang lebay.

“Sasuke dan Sakura, aku doakan kalian berdua bahagia selamanya dan cepat-cepat bikin keponakan yang banyak untukku, ya, hehe~…” Itachi menyeringai. Sontak aku dan Sakura blushing berat.

Parah tuh orang, katain hal itu di forum terbuka kayak gini.

“Ok, everybody… It’s show time…” Yahiko kembali mengambil alih. “OOR, wherever you are…”

Petikan gitar lembut mengawali Yahiko yang mulai menyanyikan sebuah lagu romantis…

I’m telling you
I softly whisper
Tonight tonight
You are my angel

Lirik lagu yang dalam sampai merasuk jauh kedalam hati. Aku menatap Sakura yang duduk disebelahku seraya mengambil sebelah tangannya.

Wherever you are, I always make you smile
Wherever you are, I’m always by your side
Whatever you say, kimi wo omou kimochi
I promise you “forever” right now

Tahukah kau Sakura, seluruh perasaanku ingin bicara seperti lagu ini.

I don’t need a reason
I just want you baby
Alright alright
Day after day

Wajah Sakura bersemu merah ketika balas menatapku.

Wherever you are, I never make you cry
Wherever you are, I never say goodbye
Whatever you say, kimi wo omou kimochi
I promise you “forever” right now

Seolah ingin tegaskan juga perasaannya.

Kokoro kara aiseru hito
Kokoro kara itoshii hito
Kono boku no ai no mannaka ni wa itsumo kimi ga iru kara

“Nee Sasuke, Aku tak menyesal dengan segala yang terjadi di masa lalu. Pada akhirnya aku bahagia.” kata Sakura.

“Aku juga, Sakura.” balasku.

Sangat bahagia.

Dan kuharap kebahagiaan seperti ini akan terus berlanjut.

Wherever you are, I always make you smile
Wherever you are, I’m always by your side
Whatever you say, kimi wo omou kimochi
I promise you “forever” right now


“Tak kusangka kalian penuhi janji kalian pulang sebelum tengah malam.” kata Jiraiya yang menyambut kedatangan kami di kediaman Haruno.

Jam memang menunjukkan pukul dua belas kurang lima belas menit. Aku sendiri tak tahu apa-apa soal batas jam pulang malam itu. Sepertinya paman Jiraiya yang bilang pada Itachi sewaktu dia minta ijin pergi sebelumnya.

“Meskipun aku tahu putriku pergi bersama kalian, tapi tetap saja…” lanjut paman Jiraiya.

“Haha, iya, aku takut paman khawatir makanya kami buru-buru pulang. Lagipula sepertinya Sakura sangat kelelahan.” Itachi sedikit berbasa-basi, matanya melirik Sakura yang tengah ada dalam gendonganku.

“Ah, iya, tolong ya Sasuke…” kata paman Jiraiya mempersilahkan, “Kau tahu kamarnya…”

“Hn,” Tak menunggu lama, aku lekas melenggang menuju kamar Sakura sambil menggendong gadis yang tengah tertidur lelap itu hati-hati ala brindal style jangan sampai buatnya bangun.

Dalam perjalanan pulang Sakura tertidur dibahuku. Ada untungnya juga dia begini karena Itachi jadi tak ngebut dan berkendara dengan aman. Sampai di rumah kulihat Sakura seperti kelelahan, makanya aku jadi tak tega membangunkan gadis itu. Bahkan sampai kugendong seperti ini pun Sakura masih saja terlelap.

Kurebahkan tubuhnya diatas ranjang, membenarkan posisi tidur dan menyelimutinya agar lebih nyaman. Sejenak kuperhatikan kembali sosok bidadari cantik itu. Meski sering kulihat wajahnya saat tertidur, ketika dulu dia terbaring sakit dan tak sadarkan diri, pun ketika dia tidur setelah menangis di kamar ini, tapi tetap saja ini baru pertama kalinya kulihat wajah Sakura yang damai.

“Mimpi indah ya, sayang…” kataku sambil merapihkan poni rambut soft pink-nya yang sedikit berantakan. Membuka daratan dikeningnya untuk satu kecupan selamat malamku.

“Uuughh~…”

Kaget juga aku mendengar Sakura melenguh. Dia terbangun, matanya mengerjap dan sedikit mengeram sambil melemaskan otot-otot badannya.

“Ng? Sasuke…?” lindurnya.

Aku tersenyum samar, lekas menepuk-nepuk bahunya pelan supaya dia kembali tidur. “Sstt, tidurlah…” bisikku.

Tapi emerald itu malah membelalak, “Hah? Dimana aku?” panik Sakura, matanya bergulir memperhatikan keadaan sekitar.

“Udah nyampe rumah kok, kau ada di kamarmu…” jelasku.

“Hah? Kok bisa?”

“Aku yang gendong.”

“Hee~..? Beneran?” Sakura seketika blushing, “Aku digendong olehmu… eu, kenapa tak membangunkanku? Aku kan berat, hmm… malu…”

Jadi itu yang dicemaskannya, dasar cewek. Berat badan memangnya jadi masalah?

“Err, ya, lumayan. Besok kayaknya aku pegal-pegal nih, berasa abis ngangkat sapi.” candaku sambil pura-pura memijat-mijat bahuku.

“Whaa~ gak sopan, samain aku sama sapi. Aku gak seberat itu tahu!” protes Sakura sambil cemberut.

“Hehehe~… bercanda. Kau ringan, postur tubuhmu ideal, aku suka.” godaku sambil mengedipkan sebelah mata.

Sakura lekas menarik selimutnya lebih tinggi, hingga tinggal kedua manik emeraldnya saja yang melihatku takut. “Kau, kau tak berbuat sesuatu pada tubuhku ketika aku tidur, kan?” tanya Sakura.

“Hahahaha~…” Aku makin tertawa geli, “Aku bahkan tadi tak sempat pikirkan itu, tapi tak kusangka kau mengingatkanku. Hmm, mungkin boleh dicoba, Sa~ku~ra~…” Aku buka sedikit ujung selimutnya, “Sebagai balasan terima kasih waktu kau merawatku sakit, bagaimana kalau sekarang giliranku membantu mengganti baju…”

BUGH… Belum juga ucapanku selesai, Sakura langsung menimpukku dengan bantal.

“Siapa yang mau kau lakukan itu, dasar! Sana pulang!”

“Kalau kau tak bangun, daritadi aku juga sudah pulang, baka!” balasku, “Gak usah usir aku dengan cara kasar gini.”

“Habisnya tadi kau malah bilang gitu, pervert!”

“Kan bercanda.”

“Tapi kalau kuijinkan kau pasti mau melakukannya, kan?”

Aku agak menyeringai, “Tentu saja, siapa yang bakal nolak.”

BUGH… Sakura menimpukku lagi.

“Aah, iya, iya, iya, aku pulang.” kataku, “Sudah kau istirahat saja. Sana tidur lagi!” Aku bersiap melengos pergi, sampai langkahku tiba-tiba terhenti karena ujung bajuku tertarik. “Apalagi, heuh?!” aku kembali menoleh, “Minta aku temani tidurmu?” godaku, “Atau minta ciuman selamat tidur?”

Semburat rona kemerahan tampak bersemu dikedua belah pipi Sakura, “Ehm, itu…”

Aku sedikit sunggingkan bibirku, “Kalau ciuman selamat tidur tadi sudah kuberikan, mau lagi?” tawarku sembari perlahan mendekati Sakura. Kubelai rambutnya kemudian mengecup pucuk kepalanya. “Oyasumi~…” kataku.

Lagi-lagi, baru juga aku hendak pergi, Sakura kembali menahanku. Belum sempat berdiri dari sisi ranjangnya, dia cepat menarik kerah bajuku dan mendaratkan bibirnya diatas bibirku.

“Hmm, itu ciuman selamat malam dariku, Sasuke.” kata Sakura.

“Bodoh, jangan coba rayu aku…” Karena kening dan hidung kami masih bersentuhan, kembali aku rengkuh wajahnya dan mencium Sakura lebih dalam. Lebih kudekap tubuhnya, tak ingin lepas. Saat french kiss itu dilakukan, jantungku kian berdebar kencang. Demikian juga hasratku, tidak, hasrat kami berdua kian bergelora. Kalau seperti ini terus, hormon lelakiku jadi ingin meminta lebih. 

“Aah~…” Sakura mendesah saat aku benamkan kepalaku di jenjang lehernya. Memberikan kecupan-kecupan kecil yang buatnya bergairah.

Teng… teng… teng… kikuk… kikuk… kikuk… teng… teng… teng…

Dentang jam dua belas malam yang terdengar dari jam tua di luar kamar seakan menyadarkan kami untuk menghentikan aksi itu lebih lanjut.

“Eeh, sudah tengah malam?”

“Hn.”

Aku mengangguk pelan. Sejenak kami saling bertatapan lalu tertawa kecil.

“Pulanglah. Sampai jumpa besok, Sasuke…”

“Hn, Oyasumi~ Sakura.” kataku, terakhir sebelum keluar dari kamar.

“Oyasumi~…”

Cklek…

Baru juga aku keluar dari kamar dan menutup pintu, saat berbalik kudapati paman Jiraiya sudah berdiri dibelakangku sambil melipat kedua tangannya didada. Rasanya seperti déjà vu, dulu bibi Tsunade yang memergokiku.

“Kukira tadi kau tak akan keluar lagi dari kamar putriku.”

“Ah, ha ha ha~…” Aku tertawa hambar sambil garuk-garuk belakang kepalaku yang aslinya tak gatal. Sejak kapan dia berdiri disini? Untung saja aku cepat-cepat keluar barusan, batinku agak gugup.

“Kau akan pulang?” tanyanya kemudian.

“Hn, aku permisi dulu paman.” pamitku sambil membungkukkan badan.

“Tunggu dulu, Sasuke…” Satu tangan Jiraiya mencengkeram bahuku. Wajahnya tampak serius. “Hmm, aku ingin bilang sesuatu. Aku tak bermaksud mengataimu. Aku tahu kau calon mantuku. Aku senang kalian berdua sudah semakin akrab dan mesra. Tapi…” Lelaki bersurai putih jabrik itu memicingkan matanya, “Tolong jaga putriku dan kuharap kalian tidak bercinta dulu sebelum menikah.”

Aku melohok mendengar kalimat terakhir, “Be, bercinta?” Wajahku perlahan terasa panas ketika gambaran soal ‘bercinta’ itu terngiang dipikiranku.

“Yaah, aku juga pernah muda. Tahu masa-masa itu. Dan terkadang kita sebagai lelaki tak bisa menahan gejolaknya. Tapi kuharap kau bisa mengendalikan diri.” lanjut Jiraiya.

“Err, iya…” kataku sambil tersenyum kaku.

Bodoh, padahal aku tak pernah pikirkan hal sejauh itu. Justru saat mendengarnya sekarang aku malah jadi kepikiran.


“Huh, lama amat,. cibir Itachi. “Kirain kau tak akan pulang.”

“Hn.” Aku cuma senyum-senyum sendiri. Teringat soal aku dan Sakura lakukan tadi di kamar dan juga istilah ‘bercinta’ yang disinggung Jiraiya. Niat mewanti-wantiku justru malah pria itu yang membangkitkan khayalan mesum dalam pikiranku.

Aah~ bercinta ya, dengan Sakura…

“Kunci?!” kata Itachi setengah berteriak. Refleks aku lemparkan benda yang masih tersimpan di saku belakang celanaku itu padanya. “Nah, gitu dong daritadi. Kalau kau tak berniat pulang bersamaku dan ingin tinggal lebih lama bersama Sakura, berikan kuncinya padaku. Biar aku pulang duluan dan kau terpaksa harus menginap disini. Ayo, cepat naik!” ajak Itachi.

“Hn.” Aku tersenyum samar sambil bersiul-siul kecil masuk dalam viper yang pintunya telah dibukakan Itachi.

“Ok, kencangkan sabuk pengaman!” perintah Itachi disebelahku.

“Bawel, aku juga tahu.” gerutuku sembari memakai safety belt. Baru saat aku melihat kedepan, aku baru sadar tak ada setir dihadapanku. “Nii-saaaan~…” teriakku kesal pada Itachi yang duduk disebelah. Dia yang jadi supir dan bersiap melaju.

“Khukhukhu~… meluncur!” Itachi langsung injak gas, “Karena kita gak punya jam malam, gimana kalau sebelum pulang kita jalan-jalan dulu, Sa~su~ke~…”

“TIDAAAKKK!”

Brrrrmmmm…

=0=0=0=0=

TBC… Next to chapter 12

=0=0=0=0=


Bachot session from Author:

Akhirnya publish juga (^-^)/ maaf lama~… terus jadinya tak sesuai spoiler yang diberikan di chapter sebelumnya, hehe~… Saya sengaja pecah spoiler itu buat jadi dua chapter coz kepanjangan. Karena itu mudah-mudahan chapter 12 bisa updet kilat 😀

Spoilernya sudah diberikan kemarin, jadi tunggu saja lanjutannya, OK? FF ini sepertinya akan tamat di chapter 13. Jadi tinggal dikit lagi. Saya minta maaf klo ceritanya jelek, lawakan garing dan tidak menghibur, hehe~…

Karena itu komen dari Readers sekalian sangat diharapkan… m(_ _)m

This chapter special for…
YaYaK, kazunarilady, Dwi Kharisma, asdf, Marshanti Lisbania Gratia, Lailan slalu mencintai ghalma, Sarah Zakila, sv3p, Jile Tamariska Sing, Decha, chii, Sslove, Itha, Rahma, nathaya, Amaterasu Uchiha, zoggakyu, gee, sohwarizkia, ayu sasusaku, Eviech, Uchiha Nanda, qori, Judy Maxwell, Tyara Hinamori, Dika Rahmat, LoLaa Uchiwara, KazuhaRyu, Nur Ida ‘Claudya’ Mahmudah, Fiiedy, ichi dan kamu yang udah baca FF ini tapi gak meninggalkan jejak komen.

Terima kasih sudah baca (^-^)/ Ditunggu komennya lagi ya, hehe~…

Jaa~ -(^o^)/


OMAKE:

Spongebob* tokoh kartun busa kuning Nikolodeon yang gokil itu.

Primadona* Supir travel antar kota yang suka ngebut. Aslinya ini pernah saya alami waktu perjalanan di perbatasan daerah Kuningan-Majalengka. Udah area jalan seperti gunung Akina (haha~ emangnya Initial-D) supir bisa drift sambil ngebut di bukit berkelak-kelok. Serasa mau muntah jadinya. Hoekk..

One OK Rock – Wherever you are* Salah satu lagu paling romantis favorit saya. Karena bukan SongFic, jadi ga apa-apa ya kutip dikit liriknya, heuheu~… yang mau tahu IndoTranslate-nya silahkan cekidot: Wherever u are

52 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *