Money [LOVE] Gamble: Chapter 1

Uang dan Taruhan. Cuma itu yang ada dalam pikiran Sakura. Sampai tak pernah peduli urusan cinta dan cowok seperti anak gadis lain seusianya. Suatu hari dia ditantangan sesuatu yang buatnya mustahil untuk menang. Tapi demi 100 ribu ryo, cinta bahkan seorang Uchiha pun akan berusaha dia dapatkan.


Money [LOVE] Gamble: Chapter 1

Chapter: 1/?
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:  3.946 words
WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. 

Story by

Me!! [FuRaha]

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!!!

~Itadakimasu~


.

Hembusan angin sepoi memainkan rerumputan liar yang tumbuh di sekitar taman. Sesekali ranting-ranting pohon pun ikut melambai ketika hembusannya sedikit kencang. Hari yang cerah. Langit pun setuju akan hal itu. Maka disingkirkannya awan-awan kelabu agar tak menghalangi cahaya mentari. Hanya semburat-semburat awan tipis seperti kapas yang menghiasi.

Keceriaan hari ini tak disia-siakan oleh anak-anak TK Genin. Dengan riang gembira mereka bermain di waktu jam istirahat, menikmati hangatnya mentari jam sembilan pagi. Tapi ada yang terlihat berbeda di sudut taman itu. Diantara hiruk pikuk tawa anak seumuran mereka, dua anak lain malah saling bertengkar memperebutkan sesuatu seakan tak begitu peduli dengan indahnya hari ini.

“Kembalikan… kembalikan… itu uangku!” rengek Sakura, nyaris menangis.

“Enak saja! Kata siapa uang ini punya kamu?” bantah seorang bocah lelaki.

“Aku duluan yang menemukan uang itu, jadi uang itu milikku.”

“Uang itu ada di bawah serodotan tempat kelompok kumbang main. Jadi ini punya kelompok kumbang.”

Sakura sedikit kecewa mendengar si Bocah berkata demikian. Otaknya kembali berpikir keras mencari cara untuk mendapatkan uang itu dari tangan si Bocah. Bagaimanapun juga Sakura ingin uang itu menjadi miliknya.

Entah kenapa hanya sosok Shizune-sensei lah yang sekarang ada dalam pikirannya. Kalau Shizune-sensei pasti bisa membantunya mengambil uang itu dari tangan si Bocah. Tanpa berpikir panjang lagi Sakura segera pergi mencari Shizune.

“Kamu mau ngadu sama Bu Guru?” teriak si Bocah yang langsung menghentikan langkah Sakura. “Dasar tukang ngadu!” si Bocah kembali mengejek. Mengatai Sakura tukang ngadu dan cengeng yang hanya berani dibelakang orang dewasa. Dan tentu saja Sakura tidak suka mendengarnya.

“Kalau gitu kita taruhan!” kata Sakura. Entah kenapa kata-kata tantangan tersebut terlontar begitu saja dari mulutnya. “Balap lari. Yang duluan sampai ke tembok itu dapat uangnya.”

“Enggak mau!” tolak si Bocah, “Yang duluan sampai diatas pohon itu yang menang. Mau gak?” lanjut si Bocah memberikan tantangan lain.

Apa? Manjat pohon? Sakura tidak begitu suka mendengarnya. Sakura yang takut ketinggian itu mana mau melakukannya. Jadi bingung? Apa tidak ada cara lain lagi? Terima atau tidak? Tapi demi uang itu, mau tidak mau Sakura harus bisa melakukannya.

“Kalau tak mau, berarti uang ini jadi milikku.”

“Baiklah!” tegas Sakura menyanggupi tantangan si Bocah.

Tak lama kemudian keduanya tengah bersiap di bawah pohon yang dijadikan arena pertarungan.

Tiga… Dua… Satu…

Tangan dan kaki kecil itu mulai bergerak memanjat. Mencari batang-batang kuat untuk berpijak. Masing-masing bersemangat untuk mencapai dahan paling atas lebih dahulu. Si Bocah dengan lihai memanjat pohon itu. Meninggalkan Sakura yang masih tertinggal jauh di batang pohon paling rendah. Tak mau kalah, Sakura kembali naik ke batang-batang pohon berikutnya. Sejenak dia melupakan rasa takutnya terhadap ketinggian bahkan tak peduli kalau dia sedang memakai rok dan itu membuat celana bergambar beruang yang dipakainya terlihat dari bawah.

Beberapa menit memanjat dan saling mendahului akhirnya si Bocah-lah yang berhasil sampai di batang terakhir. “Aku menang!” teriaknya dari atas pohon.

Mengetahui si Bocah sudah sampai lebih dahulu, Sakura yang masih setengah jalan hanya menatap kecewa melihatnya. Berarti Sakura kalah taruhan dan dia gagal mendapatkan uang itu.

“Wuek… uangnya jadi punyaku.” ejek si Bocah sembari menjulurkan lidahnya kearah Sakura.

“Awas yah, aku akan ambil uang itu!” kesal Sakura kembali berusaha untuk memanjat lebih tinggi.

“Eh, itu… di sepatu kamu ada ulat bulu!” kata si Bocah memperingatkan.

Spontan Sakura melihat ke bawah. Ulat bulu berwarna coklat itu ada diatas sepatu kets-nya. “Hiiii~…” Sakura yang kaget kehilangan keseimbangan dan langsung jatuh terhempas dari atas pohon. “Kyaaaaa~….”

“Huaaaaa~….” Tangisan pun meledak. Rok Sakura jadi kotor, kaki dan tangannya lecet-lecet. Si Bocah juga buru-buru turun dari atas pohon. Dari ruang guru, Shizune yang mendengar jeritan Sakura segera berlari menghampiri gadis kecil itu dengan perasaan cemas.

“Apa yang terjadi?” panik Shizune begitu melihat keadaan Sakura.

“Itu Bu, dia manjat pohon terus jatuh dari atas.” kata si Bocah.

Shizune lekas memangku Sakura dan membawanya ke ruang kesehatan.

“Ya ampun, kenapa kalian sampai manjat pohon segala?” tanya Shizune.

Si Bocah yang mengikuti Shizune tak menjawab apa-apa, sementara tangisan Sakura semakin keras.

“Makanya lain kali jangan manjat pohon lagi! Anak perempuan itu gak boleh manjat pohon.” Shizune tak henti-hentinya menasehati Sakura sembari mengobati luka anak itu. “Bahaya! Bisa-bisa nanti kau jatuh lagi. Sakit, kan?”

Sakura mengangguk-angguk menanggapi nasehat Shizune, masih sesegukan karena sakit. “Aku… hik… hik… tak mau manjat pohon lagi…”

~( $_$ )~


KONOHA GAKUEN, 12 tahun kemudian…

Emerald itu bergulir, sejenak melihat ke bawah. Tak menyangka dia sudah sampai sejauh ini. Tinggal beberapa dahan lagi maka dia akan sampai di atas. Sorakan dari teman-temannya yang memberikan dukungan dari bawah mengiringi langkah perjuanggannya sekarang. Tentu saja itu bisa bikin dia tambah bersemangat dan bertekad untuk tidak mengecewakan mereka yang rela mengorbankan waktu istirahatnya hanya untuk melihat dia beraksi.

Sakura mencengkeram batang pohon dengan kuat. Wajahnya terlihat cemas. Batang tempatnya berpijak saat ini sedikit licin. Salah langkah sedikit saja akan berakibat fatal, bisa-bisa dia jatuh dari atas pohon. Sakura benar-benar harus bisa menjaga gerakannya sekarang. Perlahan batang tempat berpijaknya sedikit-sedikit mulai retak. Entah berapa lama lagi batang ini bisa menahan berat tubuhnya.

Kraak… “Kyaaaa~…”

Dan benar saja, Sakura nyaris terjatuh dari batang itu. Untung gerak refleknya masih dapat berfungsi dengan baik. Dengan cepat dia mencengkeram batang pohon lain untuk menjaga keseimbangan. Teman-temannya yang melihat dari bawah menjerit histeris, ikut-ikutan cemas ketika melihat hal itu. Sakura yang berhasil selamat malah nyengir dan mengacungkan dua jarinya. Seolah mengisyaratkan kalau dia baik-baik saja.

Sakura kembali bangkit dan dengan lincah mulai memanjat. Sampai beberapa menit akhirnya dia berhasil sampai diatas pohon Akasia besar itu.

“Siapa bilang cewek gak boleh manjat pohon?!” teriak Sakura disambut sorakan dan tepuk tangan dari teman-temannya.

Kiba yang masih berada di bawah Sakura mendengus kesal. Bagaimana mungkin cewek itu sudah sampai duluan disana? Mengalahkannya. Kiba malu banget. Bisa-bisanya dia kalah sama cewek dalam hal adu panjat.

“Huuh… Iya deh, kau menang!” Kiba mengakui kekalahannya dan langsung buru-buru turun dari atas pohon.

Senyuman Sakura mengembang ketika mendengarnya. Dari atas pohon dia melampaikan tanggannya kearah mereka yang telah memberikan dukungan terhadapnya. Tapi Sakura tidak tahu kalau tidak semua orang menyukai keberhasilannya itu.

“Pantas saja menang, siluman jidat monyet memang beda!” teriak seseorang dari bawah.

‘Manusia mana yang berani mengatakan kalimat itu?’ batin Sakura jadi penasaran tiba-tiba diteriaki seperti itu. Dari atas pohon, Sakura mencari sosok tersebut. Kemudian pandangannya tertarik pada seorang cewek berambut merah panjang dan berkacamata yang balas memandang penuh kebencian kearahnya sambil berpangku tangan.

Tch, si Karin rese…

“Kenapa? Sirik? Sini kalau berani! Buktikan dong kalau kau beraninya gak cuma bisa ngomong.” balas Sakura pada Karin.

“Huh, maaf ya, untuk apa aku manjat segala, aku kan bukan monyet pinky kaya kamu!” cibir Karin dengan sinis.

“Ooh, jadi kau bukan monyet? Kirain kita sejenis, soalnya kau jawab pertanyaanku sih waktu aku tanya pakai bahasa monyet. Uu… aa… uu… aa…” balas Sakura sambil menirukan suara monyet dan turun dari atas pohon.

“Huuuu~…. Norak lu! Huuuu~…” Para pendukung Sakura pun ikut menyoraki dan menertawai Karin.

Merasa sebal, buru-buru Karin berpaling dan melangkah pergi meninggalkan kerumunan disusul Tayuya dan Shion, dua orang cewek gals lain yang serasa udah jadi pengawal pribadi Karin. Tak jelas sebab musababnya jadi ikut-ikutan mendelik kearah Sakura.

Sakura sedikit menyunggingkan bibir. Bersikap cuek menanggapinya. Puas juga dia berhasil membalas kata-kata Karin tadi. Seorang Sakura dilawan? Ya pasti kalah dong.

Sampai di bawah Sakura langsung diserbu ucapan selamat dari teman-temannya seolah barusan dia telah memberikan pertunjukan spektakuler untuk mereka. Tapi Sakura segera menghampiri Kiba lebih dahulu, “Jadi, mana uangku?” pinta gadis itu to the point.

Kiba segera merogoh sakunya, membuka dompet dan mengambil selembar uang sepuluh ribuan.

“Nih, sesuai janji.” kata Kiba seraya menyerahkan uang itu pada Sakura.

“Wah, wah… benar untukku nih?” tanya Sakura ketika menerima uang itu.

Kiba mengangguk, “Iya, untukmu. Kau memang hebat, Sakura.”

“Hehehe~… Thank ya!” Sakura nyengir bahagia. “Sering-seringlah tantangin aku kayak gini.”

Mereka pun bersalaman, mengakhiri transaksi antara Sakura dan Kiba siang itu di jam istirahat sekolah yang singkat.

“Aaah~… Senangnya dapat uang! Senangnya dapat uang!”

Sakura bersenandung sembari melompat-lompat kecil mengekspresikan kebahagiaannya. Wajah gadis berhelaian merah muda itu berseri-seri. Kebahagiaan dan keceriaan terpancar dari wajahnya yang tersenyum ekstra lebar sembari terus menerus menatap selembar uang yang masih hangat didapatkannya.

Tentu saja hal ini terjadi karena Sakura menang taruhan. Karena dia dapat uang. Yang pertama berhasil sampai diatas pohon Akasia itu yang menang. Dan akhirnya, sepuluh ribu ryo untuk Sakura karena berhasil melakukannya.

“SAKURAAAA…!” panggil Ino dan Hinata menghampiri cewek yang jiwanya tengah melayang itu.

“Dasar gila! Udah selamat bukannya bersyukur malah cengar-cengir begitu.” Ino sedikit marah bercampur cemas.

“Aku, aku sampai jantungan nih… melihatmu nyaris jatuh tadi.” sambung Hinata.

“Dari hari ke hari aksimu tambah ekstrim.” lanjut Ino.

“Syukurlah kau masih selamat, Sakura.” Hinata bernafas lega.

Sakura cuek saja mendengar kedua sobatnya itu terus berkomentar, “Yup, kalian benar. Harus bersyukur nih karena aku dapat uang.” ucap Sakura sembari memperlihatkan uang hasil taruhannya kehadapan Ino dan Hinata.

“Kau lakukan itu demi sepuluh ribu?!” cengang Hinata tak percaya sementara Sakura tersenyum bangga.

“Sakura, kau tahu. Aksimu sangat berbahaya. Tapi kalau seandainya tadi kau jatuh, kau mungkin akan dapat uang lebih banyak dari itu.” kata Ino.

“Hah? Benarkah?” Bicara tentang uang, emerald hijau Sakura makin ‘hijau’. “Masa sih? Kok bisa? Bagaimana caranya?” tanya Sakura tak mengerti.

“Iya. Kalau tadi kau jatuh, kau bakal dapat uang dari asuransi, sumbangan sekolah dan juga santunan uang dari anak-anak. Artinya kau mati, baka!”

“Heeh, bener juga. Kalau aku mati aku bakal dapat uang berkali-kali lipat. Tiap tahun aku selalu bayar asuransi kenapa tak dimanfaatkan…”

“Aduh, sudah hentikan. Kalian ini ngomong apa sih?” cemas Hinata, “Ino, kau jangan sembarangan. Bisa-bisa demi uang, Sakura benar mengikuti ajaran sesatmu itu. Kan tak baik kalau nanti Sakura benar terluka. Cedera berat, patah tulang gitu. Masuk Rumah Sakit, gak sadarkan diri. Sakura koma terus… terus…”

Sakura dan Ino hanya terkekeh dan saling berpandangan. Huuh, biasa tuh si Hinata kalau parnonya yang berlebihan itu kumat.

“Hei, Hinata, tenanglah. Kau pikir aku sudah gila. Aku masih waras. Aku juga tak akan sembarangan. Nyawaku hanya ada satu dan tak ada gantinya.” kata Sakura mencoba menenangkan.

“Woi, cewek yang disana!” teriak seseorang dari arah lapangan olahraga. Sejenak menyita perhatian ketiga gadis itu. “Sakuraaa~… Mau terima tantangan kita gak?”

“Hmm, taruhannya apa?” balas Sakura.

“Nyawa.” jawab cowok berambut cepak itu sembari cengengesan.

Sakura mengernyitkan dahi, “Serius nih?”.

“Enggak deng, bercanda. Yang menang boleh makan sepuasnya di kantin.” kata cowok itu sambil nyengir.

Sakura berpikir sebentar. Mempertimbangkan untung dan ruginya bila dia mengikuti ajang taruhan itu. “Mau tanding apa?” tanya Sakura.

“Basket.” jawab cowok itu singkat.

‘Eeh, basket dia bilang? Aku kurang suka sama olahraga yang satu itu. Gimana yah?’ batin Sakura. “Waduh, barusan aku habis manjat pohon. Udah gak punya tenaga lagi nih. Lain kali aja deh.” tolak Sakura.

“Ooh gitu, ya udah. Sayang, padahal kita berharap kau bisa ikut juga.” kata cowok itu sedikit kecewa. Kemudian dia melengos pergi, menghampiri teman-temannya yang lain dan memberitahu tentang penolakan Sakura tadi.

Hinata merasa heran mendengar hal itu, “Kok ditolak? Biasanya saat dengar kata taruhan, kau langsung melesat menghilang meninggalkan kita.”

“Hmm, kalau bukan uang, aku tak berminat.” kata Sakura kalem dan sok polos.

Kedua sahabatnya itu hanya saling berpandangan. Sweatdrop. Harusnya mereka berdua sudah bisa menebak alasan Sakura tadi. Apalagi kalau bukan ‘uang’.

Sakura melirik jam tangannya, “Masih ada lima belas menit sampai bel masuk. Sepertinya cukup buat makan. Aku lapar. Ke kantin yuk, kalian mau ikut?”

“Tentu saja. Kita juga lapar. Bela-belain gak ngemil cuma buat nonton aksimu tadi.” jawab Ino.

“Gimana kalau kau traktir kami juga? Sekalian merayakan kemenanganmu.” bujuk Hinata.

“Yah boleh aja, aku traktir. Tapi cuma bayar setengah ya?”

“Uuh, pelit!” protes Ino.

“Terserah! Mau gak?”

“Ah, ya udah deh. Daripada sama sekali gak ditraktir.”

Sakura senang sekali mendengarnya. Padahal tadinya niat Sakura hanya mau menggoda mereka. Seandainya dua sobatnya itu terus ngotot minta dibayari mungkin Sakura juga akan berubah pikiran. Syukur deh, uang yang mesti dia keluarkan hari ini tidak terlalu banyak. Cewek yang satu ini licik banget.

Baru juga ketiganya berniat jalan menuju kantin, tiba-tiba…

“SAKURAAAA~…!” teriak seseorang dari jendela kelas.

Yang dipanggil langsung menoleh. Sakura mencoba menahan tawa ketika melihat penampilan Naruto yang hanya memakai boxer putih motif kumparan-kumparan orange itu.

“Cepet sini! Balikin celanaku! Mau pinjem sampai kapan? Masa aku mesti pakai rok punyamu. Sini balikin!” lanjut cowok berambut kuning jingkrak itu emosi.

“Ah, iya, aku lupa.” Sakura garuk-garuk belakang kepalanya. “Nanti ya Naruto, habis aku balik dari kantin.”

“Sakuraaaa~!” Naruto kembali berteriak. Kali ini dia benar-benar memelas.

Gadis itu jadi tak tega melihatnya, “Iya deh iya, aku kesana sekarang.”

“Haaah, jadi kau masih pinjam celana punya Naruto?” cengang Ino, “Lain kali bawa sendiri dong.”

“Iya, kasihan Naruto kalau gak pake celana…” lanjut Hinata. Entah kenapa gadis ini malah tersipu malu dengan wajah merona merah saat membicarakan Naruto.

“Malas ah kalau bawa sendiri.” kata Sakura. “Cuma dipakai kalau kebetulan ada yang tantangin aku macam-macam semodel si Kiba tadi. Lagian gratisan juga, gak perlu mengeluarkan uang, hehe~…”

“Sakura, kau itu…” Ino geleng-geleng kepala, “Bener-bener suka sekali sama uang yah?!”

“Tentu saja.” jawab Sakura mantap. “Memangnya ada gitu orang yang gak suka sama uang?” gadis itu malah balik bertanya dengan polosnya. Bikin Hinata dan Ino saling berpandangan dan garuk-garuk belakang kepala gak gatal.

“Yah, enggak ada sih.”

Sakura mengangguk-angguk, “Satu lagi. Selain uang, coba tebak apalagi yang paling aku suka?”

“Taruhan.” jawab Ino dan Hinata berbarengan.

“Benar!” Sakura tersenyum bangga, lantas merangkul kedua sahabatnya itu dan berjalan menuju kelas.

‘Dasar cewek aneh.’ batin Ino dan Hinata. ‘Bener-bener Sakura si Pecinta Uang dan Taruhan.’


Itulah Sakura Haruno, remaja 17 tahun siswa Konoha Gakuen kelas 2. Tak ada bedanya dengan anak seumuran Sakura yang lain, dia juga gadis biasa yang masih suka jalan-jalan bareng sobat, nangkring di jalanan, ngecengin cowok cakep, nyontek pas ujian, ngejailin guru, bahkan kadang protes terhadap kekangan orang tua.

Sakura gadis yang enerjik. Fisiknya kuat. Makanya dia gak gampang sakit. Kalau kebetulan sakit pasti Sakura maksa masuk sekolah. Alasannya simple aja, karena kalau gak masuk sekolah gak dapat uang saku. Persentasi masuk kelasnya selalu 100 %, hebat gak sih?

Siapa yang gak kenal sosok Sakura di Konoha Gakuen? Sifatnya yang mudah bergaul dengan orang bikin cewek yang satu ini punya banyak teman sekaligus musuh. Tentu aja itu semua berhubungan dengan kegemarannya ikut taruhan.

Meskipun sekolah melarang segala bentuk jenis taruhan yang dipandang tidak mendidik itu, Sakura tetep santai melakukan aksinya yang terkadang dilakukan secara diam-diam. Karena aturan sekolah itulah Sakura sudah sering keluar masuk ruang BP. Memang dasar sudah Blacklist sampai Ibiki-sensei, guru BP yang disiplin itu merasa bosan melihat tampang Sakura yang sering terjaring razia dadakan.

Gadis cantik bertubuh tinggi proposional ini tidak begitu peduli dengan penampilannya. Sifatnya yang kadang liar bikin Sakura gak feminim. Tapi dia tak pernah menyebut dirinya cewek tomboy, karena memang aslinya Sakura itu cewek tulen yang masih punya perasaan seorang wanita. Masih manja dan tergantung sama orangtua bahkan sesekali bisa menangis kalau merasa sakit hati dan kalah taruhan. Dan terutama lagi, dia akan bersedih kalau sampai tak punya uang.

Yup, makanya kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang paling Sakura sukai, maka dengan wajah ceria dia akan menjawab, ‘UANG dan TARUHAN’. Ketebak dong apa yang paling dibenci oleh Sakura, ‘BOKEK, KALAH, MELARAT dan SIAL’.

Sejak kecil Sakura memang suka taruhan. Entah itu karena pengaruh ibunya, Tsunade Haruno yang merupakan dewi judi terkenal di kota ini. Tapi tentu saja taruhan yang Sakura lakukan berbeda. Sebenarnya dia hanya seorang gadis yang suka tantangan. Apapun yang bisa dijadikan taruhan, kecuali nyawa dan harga diri, dia pasti ikutan. Apalagi kalau taruhan itu ada sangkut pautnya sama yang namanya uang. Wuih, itu bisa bikin dia tambah semangat.


Semangkok ramen sudah ada dihadapan Sakura. Tanpa basa-basi dengan lahap gadis itu langsung menyantapnya. Adu panjat tadi betul-betul menguras habis tenaganya. Niat ingin cepat-cepat selesaikan makan siang pun lekas tertunda setelah ada kabar kalau satu jam pelajaran terakhir kosong. Jadilah mereka bertiga asyik ngobrol ngalor-ngidul ngomongin banyak hal yang gak jelas penting atau enggaknya. Sekedar mengisi waktu daripada merasa bosan di kelas yang ditinggalkan tugas oleh guru yang berhalangan hadir.

Suasana kantin juga masih cukup ramai. Beberapa teman sekelas mereka pun masih pada ikut nongkrong. Belum lagi siswa dari kelas lain yang juga ada pelajaran kosong terlihat pada asyik jajan. Tak ketinggalan tuh, anak-anak yang pada bolos dari kelas masih ikutan nimbrung. Bisa dibilang kantin sekolah yang satu ini memang tak pernah sepi. Terkadang ada juga guru yang bukannya pergi ngajar malah masih makan dengan santai.

“Lama-lama jenuh juga ya sekolah di sini. Kehabisan stok cowok ganteng. Kapan-kapan kita main ke sekolah lain yuk! Atau ikut Gokon, hihihi~…” Ino celingak-celinguk sambil ngeceng. Begini nih anak cewek yang suka jelalatan nyari mangsa.

“Hmm, entahlah. Aku sih tak begitu suka ikut Gokon. Tapi jalan-jalan ke sekolah lain mungkin akan menyenangkan.” jawab Hinata, yang merupakan satu-satunya gadis paling lugu diantara mereka. “Menurutmu bagaimana, Sakura?”

“Yah, boleh. Mau Gokon atau jalan-jalan ke sekolah lain juga terserah. Aku sih ikut saja.”

“Hee? Kau sekarang sudah mulai tertarik sama yang satu ini? Mulai berminat sama cowok. Mau menghapus status jomblomu yang abadi itu?”

“Bukan.” bantah Sakura cepat sebelum Ino menawarinya berbagai tipe cowok ideal yang bisa bikin Sakura merasa mual mendengarnya. “Jangan salah paham. Siapa yang mau cari cowok? Aku cuma mau cari tahu apa di sekolah lain juga ada anak yang senang taruhan uang.”

“Jiaah~ buat orang sepertimu sih yang ada dipikirannya cuma uang dan taruhan.” dengus Ino. “Normal dikit dong kali-kali jadi cewek itu pikirkan juga cinta.”

“Apa maksudmu?”

“Selama masih banyak siswa disini senang menantangmu taruhan sepertinya itu bisa buatmu cukup full smile everyday.”

“Tak ada yang lebih menarik daripada uang dan taruhan.” Hinata menambahkan.

“Uang lagi, taruhan lagi. Sebagai seorang wanita, pernah gak sih kau tertarik sama lawan jenis? Heran deh anak 17 tahun sekalipun tak pernah merasakan indahnya cinta.” tanya Ino. “Aku jadi takut jangan-jangan kau ini yuri…”

“Heh, sembarangan. Aku ini normal.” bantah Sakura.

“Habisnya, masa dari sekian juta cowok yang ada di dunia tak ada yang buatmu tertarik…”

Sejenak Sakura terdiam. Dia kunyah makanannya sambil asyik mainkan sumpit yang dipukul-pukul ke mangkok ramen bikin berisik. Diantara mereka memang hanya Sakura yang tak pernah punya cowok. Jangankan punya cowok. Jatuh cinta pun tak pernah. Selalu hanya uang dan taruhan yang ada dalam pikirannya. Meskipun sekarang Ino sendiri juga statusnya jomblo karena baru putus seminggu lalu dari pacarnya dan Hinata yang hanya memendam cinta sepihak terhadap Naruto, setidaknya mereka tahu yang namanya jatuh cinta. Tidak seperti Sakura.

“Hmm, kalau sekedar tertarik sih ada.” jawab Sakura tiba-tiba. “Aku juga pernah naksir sama seseorang.”

“Wah, Siapa?” tanya Hinata nyaris tak percaya.

“Beneran, seorang Sakura jatuh cinta? Sama siapa, cepat katakan padaku!” Ino langsung bersemangat.

“Sstt…” desis Sakura. Gadis itu melirik ke kanan dan kiri, memastikan tak ada orang lain yang akan menguping pembicaraan mereka. Sambil berlagak serius Sakura menjawab, “Orangnya ada disini. Jangan berisik. Aku kan malu. Sebenarnya dari dulu aku naksir sama cowok yang duduk di meja pojok belakang sana.”

“Yang mana?” tanya Hinata sambil celingak-celinguk, “Ada banyak cowok yang lagi pada nongkrong di situ.”

“Cari yang pakai sweater.” kata Sakura berbicara dengan mulut yang masih penuh makanan.

“Warna apa? Yang merah, abu-abu, putih atau…” tanya Ino.

“Biru. Biru dongker.” jawab Sakura asal-asalan, tanpa sekalipun menoleh untuk memastikannya.

Suasana hening sejenak. Dalam penglihatan Hinata dan Ino sekarang hanya ada satu orang yang memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Sakura. Selama beberapa menit keduanya memperhatikan cowok itu dengan seksama, bahkan sampai akhirnya cowok itu hengkang dari kantin.

“Wah, Sakura, apa maksudmu itu cowok tinggi bertampang blagu yang model rambutnya rada aneh yang barusan keluar kantin?” tanya Hinata. “Dia pakai jaket biru dongker yang ada bordiran kipasnya kan?”

“Hmm.” Sakura hanya mendehem mengiyakan. Sibuk mengaduk-aduk jus strawberry yang baru saja dipesannya.

“Seleramu boleh juga. Wajahnya lumayan cakep. Stylenya sih biasa, tapi keren.” komentar Ino. “Kalau lihat tampang, sepertinya dia cukup populer. Apa yang buatmu tertarik padanya?”

“Tak ada.” jawab Sakura singkat.

Gubrak… Hinata dan Ino merasa sebal dengan jawaban Sakura barusan.

“Kau itu ya, dasar…” sewot keduanya.

“Slurrrp…” Sakura meneguk sedikit jus minumannya, “Memang tak ada yang buatku tertarik sama tuh cowok. Aku hanya senang kalau lihat dia lagi main basket. Punya gaya tersendiri pas lagi nge-shoot atau lay up.”

“Cuma itu?”

Sakura mengangguk. Padahal dalam hatinya Sakura ingin banget ketawa ngakak begitu melihat keseriusan Hinata dan Ino menanggapi semua kebohongannya. Mana kenal Sakura sama cowok bersweater biru dongker yang disangka mereka sebagai cowok yang disukainya. Omongan Sakura tentang basket itu juga cuma asal-asalan. Apa Hinata dan Ino tak sadar kalau Sakura cuma bercanda?

“Jadi kau bener-bener tertarik sama dia?” tanya Ino membuyarkan lamunan Sakura.

“Tentu aja tak semenarik dapat uang atau menang taruhan.” jawab Sakura mantap.

“Tapi kau suka, kan?”goda Hinata.

‘Suka? Yang bener saja. Orangnya pun aku tak kenal, mana bisa suka?’ batin Sakura. “Ya gak-lah, aku kan sudah bilang kalau yang aku suka cuma uang dan taruhan.”

“Serius nih, soalnya mau kita bantu jodohin.” tawar Ino.

“WHAT THE…?!” cengang sakura, “Buat apa? Aku tak berminat pacaran dengannya.”

“Kenapa? Yang namanya cinta, baru puas kalau sudah memilikinya.”

“Tidak. Aku tidak tertarik. Ini bukan ajang taruhan. Pacaran itu tak ada untungnya. Tak menghasilkan uang. Terus gimana kalau nanti tuh cowok menyuruhku berhenti ikut taruhan? Wah bakal nyusahin.”

“Yaah, kalau belum dicoba mana bisa tahu.”

“Hei, dengar ya. Dalam prioritas hidupku, cowok alias pacar atau sejenisnya itu tak tahu ada diurutan berapa setelah uang dan taruhan.” tolak Sakura tegas.

“Huh, omonganmu nyambung lagi nyambung lagi sama uang.” keluh Ino.

“Hehehe~…” Sakura malah terkekeh, “Sudahlah, lupakan semua yang kukatakan. Jangan dianggap serius. Sampai kapan pun tak akan berubah, tak ada yang semenarik uang dan taruhan dimataku.”

“Jangan bilang gitu. Kalau kita bisa bikin cowok itu suka padamu, traktir semangkok ramen lagi ya?” tawar Ino.

“Haah? Mustahil. Bikin cowok itu suka padaku?”

Hinata dan Ino saling pandang dan tersenyum penuh keyakinan.

“Kalian coba menantangku?” tanya Sakura.

“Iya.” jawab kedua orang itu berbarengan.

“Aduh, kalau mau nantang jangan yang beginian dong. Gak seru nih.” protes Sakura.

Hinata tertawa kecil, “Bilang saja kalau kau takut kalah.”

“Lihat saja nanti, pokoknya siapkan uang buat traktir kami lagi ya?!” kata Ino.

Sakura mengerling, “Err, entahlah. Terserah deh. Yang pasti nanti kalianlah yang mungkin menyesal karena melakukan hal sia-sia. Tak ada cowok yang tertarik sama seorang pecinta uang sejati ini. Dan bagiku sendiri, tak ada yang lebih menarik dari uang bahkan bila itu seorang lelaki tampan sekalipun, jiahahaha~…”

Hmm, benarkah begitu Sakura? Mungkin pikiranmu akan berubah setelah bertemu dengannya dan cinta mulai menyapa.

~( $_$ )~

TBC… Next to Chapter 2

~( $_$ )~


Bachot session from Author:

WTH?!… Fic macam apa ini?? … (=__=”) #gubrak…

Aslinya saya buat cerita ini pas jaman SMA dalam bentuk novel dan pernah coba kirim ke penerbit lalu mendapatkan penolakan. Jiahahaha~ *kasian deh lu*

Ya, mungkin ceritanya jelek dengan ide pasaran… *pundung di pojokan*

Daripada sia-sia lama tersimpan dalam file. Saya rubah jadi FF aja deh *maksa* dengan berbagai perombakan alur, tokoh dan karakter.  Sebisa mungkin gak OOC walau kayaknya pasti bakal OOC nih. Sempat coba mau bikin pakai Pair lain tapi memang cocoknya buat SasuSaku ternyata 😀 …

Saya juga gak berharap banyak, mengingat FF ini dibuat ala kadarnya. Syukur kalau ceritanya suka dan maaf klo jelek. Makanya respon pertama sangat saya harapkan. Komen dunk, biar ada masukan apa mau saya publish ni cerita mpe tamat, fufufu~…

Thanks buat yang udah baca. Semoga gak bosen karena saya buat pair SasuSaku terus, hehe~…

Just enough for the first. See u~ -(^0^)/ …

32 Comments

Leave a Reply

6 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *