P R E C I O U S : Chapter 1

Awalnya tak ada cinta. Hanya kepura-puraan.
Sasuke datang dengan dendam.

“Untuk kakak yang sudah dicampakan olehnya…”

Awalnya tak ada cinta. Hanya memanfaatkan.
Sakura tak ingin membuang kenangannya.

“Untuk kekasih yang sudah mencampakanku…”

Awalnya tak ada cinta. Tapi takdir seolah mengikat mereka.
Bagaimanapun juga keduanya selalu menyayangi orang yang sama.

Kepergian Itachi membawa dampak besar bagi hidup Sasuke dan Sakura. Terbelit dalam jalinan takdir antara cinta, dendam dan sandiwara. Apa yang harus dipilih, pantaskah mereka saling memiliki, bila sesuatu yang berharga masih selalu tersimpan dan tak bisa dibuang dari hati?


=0=0=0=0=0=

PRECIOUS: Chapter 1

=0=0=0=0=0=

Pair: SasuSaku, slight–ItaSaku

Rate: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Lenght: 4.111 word

NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.

Story by

FuRaHa

~Happy Reading~

.

.

.


.#

26 Maret 20xx

.#

Lonceng-lonceng kecil yang terpajang di atas daun pintu sebuah toko aksesoris berbunyi tatkala seorang pemuda berambut raven berangsur masuk.

“Selamat datang.” Dengan ramah dan senyuman, pelayan toko menyambutnya. “Ada yang bisa saya bantu?”

“Aku mau mengambil pesanan ini.” kata pemuda itu seraya menyerahkan selembar kertas.

“Oh, milik tuan Uchiha.” Tak menunggu lama pelayan itu pun lekas mengambil dua kotak barang pesanan yang sesuai tertera pada bon. “Ini, silahkan di cek dulu.”

Perlahan pemuda itu membuka kotak pesanannya. Satu senyuman tampak mengembang di bibir wajah tampan sang pemuda tatkala dia lihat dua buah kalung dengan liontin berbeda bentuk di dalam kotak tersebut. Yang satu adalah liontin berbentuk kipas. Dihiasi dengan batu-batu ruby kecil berwarna merah berpadu putih yang membentuk simbol dari nama keluarga yang disandangnya. Dia balikan liontin kipas itu dan tampaklah ukiran sebuah huruf ‘S’ diatasnya. Sedangkan liontin satunya lagi adalah liontin berbentuk bunga Sakura. Susunan batu-batu merah muda yang menghiasinya tampak cantik dan berkilauan. Cocok dan sesuai dengan bayangan pemuda itu akan sketsa design pesanannya. Sama seperti liontin kipas tadi, dibalik bunga Sakura itu pun sama-sama terukir satu huruf ‘S’.

“Iya, benar. Ini memang pesananku.” kata pemuda itu.

Usai mengecek barang, dia selesaikan sebentar urusan pembayarannya. Menandatangani bukti kuitansi dengan membubuhkan nama ‘Itachi Uchiha’ pada selembar kertas. “Ehm, tolong sekalian dibungkus terpisah ya!” pintanya kemudian. Sementara dia tampak serius memilih kartu-kartu ucapan yang terpajang di salah satu rak samping kasir.

“Dua-duanya, tuan?” tanya si pelayan. Itachi menjawab hanya dengan anggukan. “Oh, maaf, kukira mungkin salah satunya mau anda ambil langsung, karena kupikir ini kalung pasangan.”

“Hahaha, bukan. Itu hadiah untuk dua orang berbeda.” kata Itachi. Pemuda itu kini sibuk menuliskan sesuatu pada dua kartu ucapan selamat.

“Hadiah ulang tahun?” tanya si pelayan kembali berbasa-basi, sementara dengan telaten dia bungkus hadiahnya.

“Iya,…” jawab Itachi sambil tersenyum, “Hadiah untuk adikku dan pacarku, hehe~…”


.#

Bandara Iwagakure, 27 Maret 20xx

.#

“Serius, Nii-san mau kembali ke sana sekarang?” tanya seorang pemuda berseragam gakuran SMA dengan potongan rambut raven aneh mencuat ke belakang.

Itachi yang duduk di bangku sampingnya mengangguk-angguk. Dia tengah sibuk melihat-lihat brosur jadwal perjalanan pesawat. “Iya, aku punya urusan besok. Jadi secepatnya harus segera pulang ke Konoha.”

“Rumahmu kan disini, konyol sekali kembali ke Konoha malah disebut pulang.”

“Haah, kau itu Sasuke…” dengus Itachi, “Masih tak suka kakakmu ini pergi ke Konoha ya?”

“Hn.” jawab sang adik yang bernama Sasuke itu sambil kerucutkan sedikit bibirnya.

“Tenang saja, setiap bulan aku juga kan rutin pulang ke Iwa.”

“Tapi minggu ini kau hanya pulang sehari. Baru juga datang kemarin, sekarang sudah mau pergi lagi. Apa tak bisa setidaknya dua hari lagi kau di sini sampai akhir pekan? Kita kan sudah janji mau hiking bareng. Terus kau juga mau menemaniku…”

“Heh, baka ototou~…” timpal Itachi menghadapi gerutuan Sasuke. “Kau itu sudah besar, berhentilah bersikap manja padaku.” Uchiha sulung itu mendorong-dorong kening si Uchiha bungsu, “Lagipula apa-apaan kau ini, bahkan sampai sengaja bolos sekolah hanya untuk mengantarku ke bandara. Bagaimana kalau Too-san tahu, kena marah lho~…”

“Habisnya, siapa juga yang mendadak mau pergi? Nii-san kan…”

“Heh, sudah berapa kali kubilang. Mulai sekarang kau harus biasakan hidup tanpa bergantung padaku dong. Bagaimana kalau nanti suatu saat aku tak ada?”

“Jangan bicara gitu.” sanggah Sasuke, “Apapun yang terjadi kau harus kembali pulang kemari kan?”

“Hahaha~… iya, iya, aku akan selalu pulang padamu. Puas?!”

“Hn.”

“Atau kalau aku tak pulang, kau mau menyusulku? Bagaimana Sasuke, minat pergi ke Konoha? Dua tahun lagi kan kau lulus SMA. Cobalah ikut ujian Universitas Akatsuki. Kalau kau pasti bisa!”

“Hn.” Sasuke tersenyum samar, sebelah alisnya terangkat. Niat itu memang sudah ada di hatinya. Mengikuti jejak Itachi adalah impiannya. Biar harus pergi ke tempat yang jauh seperti Konoha kelak.

“Yup, sudah waktunya…” kata Itachi, sekilas matanya menatap papan jadwalmelihat keterangan bahwa pesawat yang hendak ditumpanginya sudah bersiap untuk berangkat. Pemuda itu harus segera mengantri untuk menyerahkan tiket dan pasport. Seraya berdiri, dia rogoh salah satu isi kantong tas bawaannya. Mengambil sebuah kotak hadiah berbalut kertas kado biru motif bintang.

“Nih, buatmu…” katanya, sambil menyerahkan kotak itu pada Sasuke. Onyx sang adik menatap seolah berkata––Apa?–– “Hadiah ulang tahun.” lanjut Itachi.

“Eh?! Masih lama kan…” heran Sasuke. Terlalu cepat lima bulan buatnya diberi hadiah ulang tahun yang jatuh pada tanggal 23 Juli.

Itachi tersenyum, “Aku takut nanti tak bisa menyerahkannya. Jadi sekarang saja.”

“Wah, jangan bilang Nii-san tak akan pulang di hari ulang tahunku?!” protes Sasuke.

“Minggu di hari ulang tahunmu aku baru mau hadapi Ujian Akhir Semester, gimana kalau nanti aku gak dapat libur? Ya sudah sini, kembalikan padaku kalau kau tak mau.” Itachi tengadahkan sebelah tangannya.

“Huh, iya deh aku terima.” Sasuke berlagak gak butuh, padahal dalam hati dia senang sekali menerima hadiah itu dari Itachi. “Hn, tapi kalau bisa ntar pas hari-H nya kasih aku hadiah lain lagi ya kak, hehe~…”

“Ah, dasar kau ini…” gemas Itachi sambil sedikit mengacak-acak rambut adiknya, “Iya, nanti aku berikan hadiah lain. Nah, aku pergi dulu ya, sampai nanti Sasuke…” pamitnya seraya melenggangkan jenjang kaki panjangnya dan mulai menggiring koper bawaannya menuju antrian.

“Jaa~…” Sasuke tersenyum dan mengangguk kecil. Ditatapnya punggung sang kakak yang kini perlahan menjauh.

Sampai di antrian, setelah Itachi serahkan surat-surat perjalanannya pada petugas, pemuda itu sekali lagi berbalik dan melambai-lambaikan sebelah tangannya pada Sasuke. Sasuke jadi geli sendiri melihat tingkah kakaknya yang norak. Tapi dia pun angkat sebelah tangannya juga dan balas melambai.

“Sampai jumpa lagi, nii-san…” gumam Sasuke.

Tanpa tahu itu adalah saat terakhir baginya melihat senyuman dan paras tampan kakak lelakinya.


.#

Juni 20xx

.#

Kriiing. Kriiing. Kriiiiiiing…

Diawali suara dering telepon yang membawa kabar tak terduga,

“Moshi moshi.”

“Dengan kediaman keluarga Itachi Uchiha?” tanya seseorang di seberang sana.

“Hn, ya.”

“Kami dari kepolisian…”

Deg!… Sedikit perasaan tak enak mulai menyelimuti.

“Sore tadi terjadi sebuah kecelakaan. Kerabat anda salah satu korban. Kondisinya kritis dan sekarang ada di Rumah Sakit Konoha…”

Eeh…?!


.#

20 Juli 20xx

.#

Angin sepoi memainkan rerumputan liar yang tumbuh di pinggir jalan. Hembusan kencangnya menerbangkan dedaunan kering hingga jatuh berguguran, mengotori jalan setapak berbatu di sebuah komplek pemakaman. Samar-samar tercium harum bunga krisan yang terbawa angin. Suara gemerisik air sungai di kejauhan pun terdengar seolah ikut berduka. Langit tampak mendung dengan awan kelabu yang bergulung-gulung, semendung perasaan semua orang yang hadir di tempat itu. Suatu hari di musim gugur, pemakaman Itachi Uchiha, anak tercinta, kerabat terdekat, yang dikasihi dan disayangi semua orang.

Usai menabur bunga, Sasuke mulai merasa tak nyaman. Buru-buru dia terobos kerumunan orang-orang yang masih mengelilingi makam Itachi. Pemuda itu perlu menyingkir sejenak. Pergi menyendiri dengan perasaan sedihnya yang tersimpan dalam hati. Bagaimanapun juga peristiwa ini terlalu tiba-tiba. Sejujurnya dia masih belum ikhlas menerima kematian kakak lelaki satu-satunya itu. Padahal baru seminggu lalu Sasuke masih menemani Itachi selama dirawat di Rumah Sakit sebelum akhirnya dia meninggal.

Sejenak Sasuke menghela, menengadahkan kepala menantang langit. Pikirannya dipenuhi dengan sosok Itachi dan perlahan ini membuat hatinya teriris sakit. Jantung pemuda berusia 16 tahun itu berdegup lebih kencang dari biasanya. Dia mulai merasa lemah. Mencoba untuk tak terjatuh, dengan tangan yang bergetar dia cengkeram kuat batang pohon yang ada didekatnya seraya jatuh dan duduk bersender. Onyx-nya yang kelam kini menerawang, menatap makam Itachi di kejauhan. Sementara cairan bening tampak mengalir membasahi pipinya. Sesuatu yang tak biasa dia lakukan. Pemuda itu menangis.

“Hoi, Sasu, kita pulang yuk!” panggil Kakashi. Semenit menunggu respon, tapi yang dipanggil sama sekali tak menyahut. Akhirnya pemuda 20 tahunan berambut perak itu putuskan untuk mendekat. “Sasuke! Dengar tidak? Ayo kita pulang!” ajak Kakashi sekali lagi. Dia guncangkan tubuh kerabatnya yang masih terdiam, tenggelam dalam pikiran dukanya yang tersembunyi.

Si pemuda berambut raven tersentak. Wajahnya tampak terkejut mendapati Kakashi telah berdiri di sampingnya. Terlihat sekali kalau dia baru sadar dari lamunannya. “Hn, apa?”

“Pulang.” ucap Kakashi kembali mengulangi. “Kita pulang sekarang. Yang lain juga sudah pergi. Ibumu tadi pingsan lagi, jadi ayahmu sudah berangkat duluan. Kau ikut pulang bersamaku.”

Sasuke gulirkan onyx-nya ke arah pemakaman. Di sekitar mereka suasana mulai tampak sepi. Satu per satu orang telah beranjak pergi. “Kau pulang duluan saja. Aku masih ingin berada di sini sebentar lagi.” tolaknya.

Kakashi tak suka mendengar jawaban itu, terlebih lagi melihat keadaan Sasuke. Perlahan diraihnya tangan bocah Uchiha itu lalu mengajaknya berdiri. “Ayo pulang! Aku mohon. Aku tak suka melihatmu bersikap begini.” Dengan setengah memaksa, Kakashi menarik Sasuke untuk turut berjalan bersamanya. Dirangkulnya bahu pemuda raven itu dengan erat seolah mengikatnya agar tak melarikan diri. “Kalau mau, kau bisa datang kesini lagi besok atau kapanpun juga sesukamu. Tapi hari ini sampai disini saja. Kita pulang. Aku tahu ini sulit. Kau tahu, sikapmu sungguh sangat mengkhawatirkan. Aku yakin Itachi pun pasti tak suka kalau melihatmu begini.”

Entah mendengarkan perkataan Kakashi atau tidak, Sasuke masih terdiam. Tak berkomentar apapun, hanya mengikuti langkah Kakashi yang menyeretnya keluar dari komplek pemakaman. Sambil melirik Sasuke yang terdiam di sampingnya, dalam hati Kakashi pun ingin lakukan lebih dari ini. Ingin bisa menarik Sasuke keluar dari kesedihannya.

Di luar gerbang pemakaman, keluarga besar mereka dan pelayat lainnya telah bersiap untuk pergi. Sebelum sampai di parkiran mobil, Kakashi berpapasan dengan rombongan teman-teman Itachi yang datang jauh-jauh dari Konoha untuk melayat. Mereka hanya saling menyapa dan melempar senyum. Lain dengan Sasuke yang malah bersikap dingin dan tak bersahabat. Balas menatap tajam satu per satu teman Itachi. Itu kebiasannya setiap kali bertemu orang asing yang tak disukainya.

“Kalian akan langsung pulang ke Konoha?” tanya Kakashi sedikit berbasa-basi.

“Iya, begitulah. Di sini juga sudah tak ada lagi urusan…”

“Hati-hatilah di jalan. Terima kasih sudah datang kemari.”

“Kau adiknya Itachi ya?” Salah satu dari mereka mencoba menyapa Sasuke. “Kami turut berduka. Sabar ya, kakakmu orang baik. Dia pasti beristirahat dengan tenang…”

“Tch, omong kosong.” desis Sasuke. Suaranya nyaris berbisik, tapi terdengar cukup jelas di telinga Kakashi.

“Eu, maaf, sepertinya kami harus pulang sekarang. Sampai jumpa lagi. Permisi.” sela Kakashi. Buru-buru dia pamit dan kembali menarik Sasuke pergi sebelum teman-teman Itachi mulai merasa tak nyaman dengan sikap kerabatnya itu.

“Apa-apaan sikapmu tadi?” protes Kakashi seraya bersiap melaju dengan mobil Jazz perak miliknya. “Mereka itu teman kakakmu. Tak seharusnya kau bersikap sinis pada mereka. Mereka jauh-jauh datang dari Konoha…”

“Huh, teman apanya? Apa mereka bisa disebut teman? Aku heran, untuk apa mereka datang kemari sedang saat Itachi-nii terbaring sakit, mana pernah mereka menjenguk atau sekedar memberinya support. Untuk apa ucapan duka itu sekarang, sama sekali tak akan membuat kakakku senang.” gerutu Sasuke.

“Heh, kau…” Kakashi hendak menegur kembali, namun dia gantungkan kalimatnya ketika sejenak dia tatap Sasuke. Pemuda raven itu balas mendelik dan langsung memalingkan wajah, menatap keluar jendela mobil. Kembali bersikap acuh tak acuh. Sasuke terlihat begitu marah, apa karena dia terlalu berduka?

“Yah, sudahlah…” dengus Kakashi kemudian, lalu mulai injak gas mobilnya.


.#

23 Juli 20xx

.#

Saat Kakashi mengintip sedikit dari celah pintu yang terbuka, dia melihat Sasuke tengah duduk di tepi ranjang sambil melihat-lihat album foto. Pemuda raven itu terkadang terkekeh atau bergumam kecil, mengomentari beberapa foto dalam album. Meski sesekali tersenyum dan tertawa, tapi sorot mata Sasuke tetap memancarkan kesedihan. Di mata Kakashi, sikap Sasuke yang seperti itu terlihat seolah sedang menghibur dirinya sendiri.

Sasuke tampak berbeda. Orang yang tak mengenalnya mungkin tak kan merasa, dari luar memang terlihat kuat, tapi jauh di hatinya sekarang sangatlah rapuh. Meski tetap bersikap biasa, Sasuke si pemuda dingin tak berperasaan, berandalan sekolah yang suka berkelahi, orang yang dianggap tak mungkin menangis, ternyata bisa tetap merasa sedih bila kehilangan sesuatu yang berharga bagi dirinya.

Ada sedikit perasaan ragu dalam diri Kakashi ketika hendak menghampiri masuk ke dalam kamar. Sebenarnya dia tak ingin mengganggu, mungkin Sasuke perlu waktu untuk menyendiri. Meski tiga hari sudah berlalu, namun sekarang masih dalam masa berkabung. Dan bagi Sasuke, kepergian Itachi belum bisa sepenuhnya dia terima. Hal itu membuat Kakashi mulai merasa cemas.

“Yo,…” sapa Kakashi dari ambang pintu. Pemuda berambut perak itu menyender pada kusen sambil melipat kedua tangannya di dada. “Sedang apa kau?” tanyanya kemudian, sembari berjalan masuk dan duduk di samping Sasuke.

Sasuke sedikit sunggingkan bibirnya. “Lihat album foto. Ini foto-foto waktu kami masih kecil. Ada juga foto waktu festival sekolah, waktu pergi wisata, pas berkemah juga ada. Dia masih menyimpan semuanya.” Sasuke sejenak terkekeh pelan, “Hehe, kalau aku sih mana ingat sama yang seperti ini. Dulu kupikir untuk apa menyimpan foto dalam album segala. Tapi kakakku, Itachi-nii sampai menyusunnya dengan rapih dan memberi komentar pada setiap lembar foto. Ada-ada saja. Sikapnya kekanak-kanakan.”

“Tapi foto bisa menyimpan kenangan, kan?” kata Kakashi sembari membuka album bersampul merah yang tergeletak di dekatnya, “Aku juga jadi rindu dengan kejadian di masa lalu.”

“Hn.”

Sasuke bangkit dan berjalan menuju beranda kamar, kemudian duduk di atas pagar beton balkon itu. Dia tengadahkan kepalanya dan memandang langit yang terlihat biru. Hari ini tampak cerah, tak ada satu pun awan yang menggantung. Begitu pula angin yang berhembus menggemerisikan dedaunan di pepohonan dan menggetarkan lonceng angin yang tergantung diatas jendela kamar.

Criing…. Criiing… Suara beningnya ditengah keheningan terdengar menyejukkan.

Sambil merasakan tiupan angin sepoi menerpa wajah, Sasuke melihat ke sekeliling. Dia jadi teringat Itachi, kakak lelakinya yang menempati kamar ini bertahun-tahun lalu.

Sebuah kamar yang cukup luas dan nyaman, dengan beranda menghadap ke arah taman belakang rumah. Membuatnya terasa sejuk dan hangat. Cahaya mentari pagi selalu menerobos masuk melalui jendela yang menghadap ke arah timur. Tak seperti kamar cowok lainnya, kamar bercat kelabu ini tak terlalu berantakan. Itachi rajin membersihkannya. Menata rapih setiap koleksi kaset, CD, buku, komik dan action figure anime favoritnya. Beberapa lembar poster game dan band favorit pun masih tertempel di tembok. Tapi tak sebanyak dulu yang hampir seluruh tembok di kamar ini tertutupi poster. Sejak lulus SMA, Itachi merombak semuanya. Setelah jadi mahasiswa, dia bilang ingin tampil sedikit dewasa. Sasuke jadi tertawa sendiri kala teringat hal itu. Mereka berdua perlu waktu lama untuk mencabut seluruh poster dan mengecat ulang tembok kamar yang terkelupas.

Biasanya saat Sasuke membuka pintu, Itachi tengah asyik memetik gitar atau sedang sibuk mengotak-atik komputernya. Lalu dengan wajah yang tersenyum, pemuda itu mempersilahkan adiknya masuk. Sebagian besar waktu bersama mereka habiskan untuk belajar, bermain game, menonton film, mendengarkan musik, mengobrol, bertukar pikiran, melakukan hal yang membuat hubungan mereka semakin akrab.

Beranda ini juga merupakan salah satu tempat favorit mereka berdua. Duduk bersama sambil ditemani sekaleng jus dingin. Terkadang usil melempari orang-orang dan tetangga dengan kacang atau sesekali menggoda gadis-gadis yang lewat di jalan. Bila diingat lagi, begitu banyak hal konyol yang selalu mereka lakukan. Sebuah kebersamaan yang kini hanya tinggal kenangan. Di masa lalu Sasuke memang ada Itachi. Tapi masa sekarang dan masa depan, sejauh apapun Sasuke mencari dan sekuat apapun dia menggenggamnya, yang telah pergi tak bisa lagi kembali.

Bagi Sasuke kehadiran Itachi lebih dari sekedar seorang kakak. Menjadi teman, sahabat sekaligus orang yang dia kagumi. Meski keduanya memiliki sifat yang berbeda, sementara Itachi bicara, Sasuke diam. Sementara Itachi bergerak, Sasuke berpikir. Itachi punya segala hal yang tak Sasuke miliki. Kontras, tapi saling melengkapi, itulah mereka.

 

“Jadilah dirimu sendiri.” ujar Itachi yang terkadang memperingatkan Sasuke yang justru lebih peniru. Entah sejak kapan, tanpa Sasuke sadari dia selalu mengikuti langkah-langkah Itachi yang berusia lebih tua 3 tahun darinya. Sasuke seperti telah menjadikan Itachi sisi lain dari dirinya yang hidup terpisah. Lalu sekarang, saat Itachi tak lagi ada, Sasuke merasa seolah setengah jiwanya telah mati.

Sekitar dua bulan lalu terjadi sebuah kecelakaan. Itachi masuk rumah sakit karena tulang lehernya patah. Dia tertabrak truk. Kondisinya kritis, sampai merusak beberapa syaraf vitalnya. Membuat lelaki itu kehilangan penglihatan dan juga suaranya. Manusia yang tengah mengalami hal seperti itu pasti berpikir bahwa hidupnya sudah tak berarti lagi. Semua orang tahu Itachi tak mungkin bisa bertahan. Dan benar saja setelah sekian lama tersiksa dengan keadaannya, akhirnya Itachi meninggal.

“Kau sedang mengenangnya?” tanya Kakashi, memecah lamunan Sasuke.

Sasuke sedikit tersentak dengan pertanyaan itu. Dia mengangguk pelan sambil mengusap wajahnya. Terlihat seolah sedang menyeka air mata yang tak menetes. “Baka Aniki itu… berani-beraninya dia pergi tanpa mengajakku.” bisiknya lirih.

“Kalau diajak, memangnya kau mau ikut? Dia pergi ke tempat yang pasti tak kau suka. Jangan berpikiran bodoh.” balas Kakashi.

“Jadi memang aku yang bodoh, ya?” Sasuke menghela, “Aku kurang kuat untuk selalu bisa menahannya tetap berada di sini. Kalau kupikir lagi, semakin kami tumbuh dewasa, jarak diantara kami juga semakin lebar. Waktu dia memutuskan untuk pergi ke Konoha juga, aku tak bisa melakukan apa-apa.”

Cihuyy, Sasuke, aku lulus Ujian Masuk Akastuki. Berhasil menyingkirkan 5000 peserta lain. Hebat, kan!”

“Kakakku punya banyak impian.” Sasuke kenang saat itu. Dia teringat kejadian dua tahun lalu, saat Itachi berlari-lari menghampirinya. Kebahagiaan terpancar dari wajahnya saat menunjukkan kertas hasil pengumuman ujian yang memuat namanya.

Konoha… itu jauh sekali, kak. Kau tak bisa bolak-balik pergi dari Iwa ke Konoha untuk kuliah setiap hari.”

Bodoh, tentu saja aku akan kos di sana. Paling pulang sebulan sekali.”

Lalu aku…”

Apa, kau mau ikut Sasu? Ow, tidak bisa. Kau kan masih harus sekolah di sini. Kau juga baru masuk SMA.”

Aku bisa minta pindah sama Too-san. Aku ikut denganmu ke Konoha…”

Hahaha~… kau ini memang adik manja. Sudah besar juga masih tak mau pisah dariku.” Itachi elus lembut helaian raven adiknya. “Dengar Sasu, jangan selalu tergantung padaku. Seperti aku yang akan mengejar impianku, kau pun harus kejar impianmu sendiri.”

Sasuke gigit bibir bawahnya. Dia kepal tangannya kuat-kuat sementara dalam pandangan onyx-nya terlihat buram. “Aku suka saat melihat kakak penuh semangat dan bekerja keras. Kedewasaannya, pemikirannya, impiannya… Sekarang mungkin sudah tidak bisa…”

“Dia masih tetap hidup, Sasuke.” potong Kakashi seraya menaruh sebelah tangan di atas bahu Sasuke. “Di hatimu, aku, bibi Mikoto, paman Fugaku, keluarga kita, teman-temannya, semuanya, semua orang yang mengenalnya. Itachi tetaplah Itachi. Selamanya akan hidup bersama hati orang-orang yang mencintainya. Hanya orang egois yang berpikir bahwa kematian adalah sesuatu yang tak adil. Bukan berarti aku sendiri tak pernah berpikir begitu. Bagaimanapun juga dia masih terlalu muda, terlalu cepat untuk meninggal. Aku pun kehilangan sabahat baikku. Impiannya masih banyak, masa depan dan jalan hidupnya, seharusnya masih panjang. Hanya saja memang ada hal yang tak bisa kita jangkau. Sesuatu di luar kuasa kita. Tak berarti kau harus selalu mengikuti kemanapun dia pergi, kan?”

“Aku juga tahu.” Sasuke mengangguk lemah. Hatinya kembali bergetar. “Belakangan ini saat aku mengenangnya, aku berpikir, entah bagaimana perasaan kakak selama dia berada dalam kegelapan yang menyiksa. Dia sempat tak bisa melihatku, dia sempat tak bisa menyebut namaku…”

Sasuke teringat saat-saat terakhir Itachi terbaring di rumah sakit sebelum meninggal. Tubuh yang terbalut perban. Luka bekas kecelakaan. Menahan rasa sakit. Tak bisa lagi melihat dan bicara. Tak berdaya. Seolah hidup tapi tak hidup. Orang yang melihatnya pun akan merasakan kesakitan yang menyiksanya itu.

“Bukannya aku berpikiran jahat, tapi terkadang aku mengerti bahwa kematian memang lebih baik baginya. Hidup dengan menanggung kesakitan seperti itu sama sekali tak menyenangkan. Dan setelah meninggal, kakakku sekarang pasti sudah bisa merasa tenang.”

Kakashi cengkeram erat bahu Sasuke, “Baguslah kalau kau sudah mengerti. Jangan berpikir untuk menyusulnya ya, Sasu!”

Sasuke menggeleng pelan. “Tidak. Akan kususul. Aku pasti akan menyusulnya.”

Kakashi menatap intents onyx Sasuke. Dahinya sedikit berkerut tak mengerti. “Menyusul… Itachi?”

“Hn.” Satu sunggingan tipis terlukis di wajah pemuda itu, dia tersenyum samar. Tak ada lagi kesedihan yang terpantul dari matanya yang memandang lurus ke depan. “Karena sejak dulu selalu ada dia yang berada di depan jalanku, selamanya akan tetap begitu. Karena aku tak mau kalah dan berhenti di sini, masih ada banyak hal yang harus kulakukan.” Dalam hati Sasuke kini muncul satu tekad, dia tak akan lagi hanya mengikuti langkah-langkah Itachi, lebih dari itu, dia bertekad untuk meneruskannya.

Kakashi ikut tersenyum, “Itachi pasti senang mendengarnya. Tapi kau juga jangan terlalu memaksakan diri.” katanya sambil merangkul Sasuke. “Hahaha~… Kau sudah jadi jauh lebih dewasa ya sekarang.”

“Hei, lepaskan aku!” berontak Sasuke merasa risih, “Jangan lakukan hal menjijikan seperti ini padaku, senpai.”

Kakashi terkekeh. Dalam hati, dirinya bersyukur Sasuke kini kembali bangkit. Dan meski sekarang Itachi tak ada, dia yakin Sasuke mampu melakukan apapun sendiri.

Sasuke menatap selembar foto yang tertempel halaman terakhir album bersampul merah itu. Menggambarkan dua orang lelaki dengan wajah coreng moreng berlumuran lumpur tengah tertawa. Itachi dan Sasuke. Mereka saling merangkul erat. Foto yang diambil saat pergi out bond tahun lalu. Sampai kapanpun, kebahagiaan dan kebersamaan mereka tak akan pernah dilupakan.

“Kenangan yang tak bisa dibuang.” Sasuke berkata pada dirinya sendiri seraya menutup album foto tersebut.

BRUK…

Terdengar bunyi sesuatu yang terjatuh. Sasuke berpaling dan melihat tumpukan album foto Itachi tergeletak di lantai.

“Eh, hehehe… maaf aku menjatuhkannya.” kata Kakashi sambil garuk-garuk belakang kepala. “Aku mau menaruhnya kembali di atas lemari.”

“Hn.” Sasuke ikut membungkuk dan membantu memunguti lembaran foto yang berserakan. Sejenak dia tertegun ketika dia pungut selembar foto yang baginya terlihat asing. Seingat Sasuke, dia tak menemukan foto itu saat terakhir dia bolak-balik melihat halaman album. Dan siapa orang itu? Sasuke mengernyit memperhatikan sesosok gadis yang tengah berfoto bersama kakaknya.

“Pacar Itachi…” celetuk Kakashi.

“Kakakku punya pacar?” tanya Sasuke.

“Lho, memangnya kau tak tahu?” Kakashi malah balik bertanya.

“Hn.” Sasuke terdiam. Fakta Itachi punya seorang kekasih memang baru diketahuinya. Onyx itu kembali bergulir menatap wajah polos gadis yang tengah berpose mesra dalam rangkulan erat Itachi. Gadis itu lumayan cantik dengan helaian rambut mencolok sewarna permen karet. Kalau dilihat dari garis wajah, dia tampak kekanakan dan mungkin jauh lebih muda dari Itachi. Lebih terkesan seperti seorang ABG daripada mahasiswi cantik yang notabene lebih cocok jadi pacar kakaknya.

“Ehm, siapa ya nama pacar Itachi itu…” Kakashi coba mengingat-ingat.

“Sakura…” tiba-tiba satu nama itu meluncur begitu saja dari mulut Sasuke.

“Ya, itu kau tahu…” timpal Kakashi.

“Eh, aku hanya asal tebak.” kata Sasuke. Entah kenapa dia sendiri tak mengerti kenapa nama itu terlintas di pikirannya. Mungkin karena dia langsung teringat dengan hadiah aneh yang diberikan Itachi sebelum kepergiannya.

Ya, kembali pada kejadian terakhir kali saat Sasuke bertemu Itachi dalam keadaan sehat. Sebelum pergi naik pesawat, Itachi sempat berikan sebuah hadiah pada Sasuke. Kotak kado kecil yang dibungkus kertas biru bermotif bintang. Selama lima bulan ini hadiah yang diberikan Itachi itu selalu dia simpan. Karena Itachi bilang ini hadiah ulang tahun darinya, maka Sasuke pun berniat membukanya di hari ulang tahunnya. Tepatnya hari ini.

Dia baru buka hadiah itu siang tadi, dan lumayan terkejut mendapati isinya adalah sebuah kalung. Kalung berbentuk bunga Sakura dengan ukiran huruf ‘S’ dibaliknya. Apa maksud Itachi, Sasuke sendiri tak mengerti. Yang lebih aneh lagi adalah tulisan yang tertera pada kartu ucapannya.

Otanjoubi omedetou my lovely honey,

Jadilah seperti namamu, Sakura tempat orang-orang berkumpul di bawahnya untuk bergembira, melupakan penderitaan, kesedihan dan segalanya. Bunga Sakura yang menyimpan kenangan indah manusia.

Aku akan selalu mencintaimu, menjagamu, bahkan sampai kelak jantungku berhenti berdetak. Selalu ada untukmu.

Teringat akan hal itu, Sasuke duga sekarang mungkin Itachi salah memberinya hadiah. Tertukar dengan hadiah lain yang hendak Itachi berikan pada orang lain. Padahal dia kira itu memang untuknya, saat melihat ukiran huruf ‘S’ pada kalung melambangkan ‘S’ untuk ‘Sasuke’, tapi mungkin maksud Itachi adalah ‘S’ untuk ‘Sakura’.

“Apa dia datang?” tanya Sasuke kemudian. “Apa kau melihat gadis ini di pemakaman kemarin?”

“Ng…?” Kakashi diam sejenak. Kening pemuda yang hobi memakai masker itu sedikit berkerut, sementara sebelah tangannya dia taruh di bawah dagu. Masang tampang berpikir. “Entahlah, sepertinya tidak.” Kakashi kembali mengingat-ingat, “Iya, aku yakin tak ada gadis itu dalam rombongan orang-orang yang datang dari Konoha. Kenapa memangnya?”

“Tch,…” Sasuke hanya berdecih. Memandang sinis si gadis dalam foto sebelum dia lempar dan kembali selipkan lembar foto tersebut di sembarang album. “Pacar macam apa dia…” Ada sedikit rasa kesal bercambur amarah. Teringat sepanjang dulu Itachi dirawat di Rumah Sakit pun si gadis berambut pink itu sama sekali tak memperlihatkan wajahnya. “Apa setelah tahu keadaan kakak yang sekarat, dia jadi mencampakannya?” ketus Sasuke yang berpikiran negatif.

=0=0=0=0=0=0=

TBC… Next to Chapter 2

=0=0=0=0=0=0=

Bachot Session from Author:

Bikin fic baru nih, hehe~ -(^o^)/

Ceritanya tadi siang pas lagi edit-edit dan cari inspirasi buat bikin lanjutan Money[Love]Gamble, tiba-tiba malah yang muncul ide buat bikin fic ini. Dan itu justru membuat saya sejenak menelantarkan MLG yang udah setengah jadi, heuheu~ #maaf (=_=”) Habisnya yang namanya inspirasi itu mengalir begitu saja dan tidak bisa ditahan.

Ga tau bakal jadi gimana Fic ini, yang pasti bakal dilanjut setelah lihat respon. Karena itu klo berkenan silahkan kasih komen ya m(_ _)m

Terima kasih udah baca. Itu saja mungkin sedikit bachotan pertama saya, hehe~

See you~ –(^o^)/

62 Comments

Leave a Reply

8 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

  7. Pingback:

  8. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *