Money [LOVE] Gamble: Chapter 4

Cerita Sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3]

Money [LOVE] Gamble: Chapter 4

Chapter: ‘Galau’ Night
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 
Rate: T
Genre: Romance, Friendship
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:  6.585 words
WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. 

Story by

FuRaHa

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!

~Itadakimasu~

~( $ _ $ )~



.

.

.

Seorang gadis berambut cokelat panjang sepunggung berlari menuju kelas dengan berlinang air mata. Sakura yang tadinya mau protes gara-gara bahunya di depak gadis itu di pintu masuk jadi gak jadi, setelah dia maklumi kondisi Yuki, teman sekelasnya itu sedang dalam keadaan tak beres. Diliputi rasa penasaran, Sakura, Ino, Hinata serta beberapa anak cewek lain yang ada dalam kelas pun datang menghampiri Yuki yang masih sesegukan tenggelam dalam kesedihan.

“Hei, kau kenapa? Apa yang terjadi?” tanya Guren, lekas merangkul dan menepuk-nepuk pelan punggung gadis itu. “Sstt, sudahlah. Tenangkan dulu dirimu. Baru setelahnya kau bisa cerita.”

“Huaaaa~ Guren…” Yuki berhambur memeluk teman sebangkunya dan kembali menangis. “Hik, hik, hik, aku, aku… ditolak~…”

Eeeh?!

‘Huuh, kirain apaan. Tahunya cuma gara-gara ditolak, ck~…’ batin Sakura setelah tahu sebab sebenarnya. Gadis berambut merah jambu itu lantas melengos pergi, keluar dari kerumunan setelah rasa penasaran terhapuskan dan berpikir masalah patah hatinya Yuki bukanlah urusannya.

“Heran deh sama anak cewek yang nangis karena cowok, apa sebegitu pentingnya sampai harus mengeluarkan air mata demi makhluk seperti itu?” Sakura yang minim pengalaman cinta cuma geleng-geleng kepala.

“Sstt, kau ini gak sopan ngatain gitu…” Ino sedikit memperingatkan. “Kayak sendirinya gak pernah nangis aja.”

“Eh, memang kapan aku pernah nangis karena cowok?” protes Sakura.

“Lha, kemarin? Waktu itu, pas kalah taruhan dari Chouji? Kau juga merengek-rengek padaku.”

“Ish, itu kan beda.” Sakura berkilah, “Aku kan gak nangis karena cinta.”

“Halah, nangis karena uang sih iya.” cibir Ino.

“Halah, nangis karena Sai sih iya.” balas Sakura, yang tepat langsung mengenai Ino.

“Ugh, kau, kau juga pastinya nangis karena cemburu sama Karin kan tadi…”

Sambil menggendikan bahu, Sakura kerucutkan bibirnya. “Enggak tuh…”

“Hei, sudah cukup. Jangan saling sindir. Kenapa kalian malah jadi berantem?” sela Hinata. “Orang lagi ada yang sedih juga, kasihan tuh Yuki…”

Emerald, Sapphire dan Lavender kembali bergulir. Menatap Yuki yang walau masih sesegukan kini sudah jauh lebih tenang dan mulai bercerita.

“Penantianku selama ini sia-sia. Padahal aku sudah suka sama dia sejak masih di SMP. Aku bahkan berusaha keras masuk sekolah ini juga untuk mengejarnya. Kalau tahu bakal ditolak, untuk apa aku berharap selama ini?” Yuki pun curhat menumpahkan kesedihannya.

“Udah, gak apa-apa. Gak usah dipikirin. Kau kan masih bisa cari cowok lain yang lebih baik.” hibur Guren. “Lagian kau ini juga tahu kan kalau orang itu emang super cuek dan lebih sering mengacuhkanmu, terus kenapa kau masih saja nekat nembak dia segala sih?”

“Aku tak menyesal soal aku yang nembak dia hari ini. Habisnya aku gak tahan kalau terus kecengin dia. Aku tahu resikonya mungkin aku bakal ditolak. Aku juga bisa ngerti. Tapi yang buatku sedih itu sama kata-kata penolakannya yang bikin dalem, hik, hik…”

“Emang dia bilang apa?”

“Bilang benciiii~…” rengek Yuki, “Dia jujur banget langsung bilang kalau dia sama sekali gak suka sama aku dan naksir cewek lain katanya. Pas aku tanya kenapa dan siapa cewek itu, dia bilang kalau itu bukan urusanku dan aku gak berhak tahu.” Yuki menjelaskan sambil sesekali terisak. “Kejam, pokoknya dia kejam, huuuu~… kata-katanya majleb bangeeeet…”

“Sstt, udah, udah,…” hibur Guren kembali mengelus-elus helaian rambut Yuki.

“Ano, kalau boleh tahu, memangnya Yuki abis nembak siapa?” tanya Hinata, yang langsung diikuti anggukan teman-teman lain yang juga pada penasaran.

“Sasukeeeee~…”

Deg!… Sakura sempat terhenyak saat mendengar satu nama itu disebut.

“Aku ditolak sama si Uchihaaaaa~…”

Ino dan Hinata langsung melirik Sakura. Penasaran ingin lihat reaksi gadis musim semi itu setelah mendengarnya. Tapi ternyata Sakura tetep cuek seolah dia tak peduli. Cewek itu justru malah nyengir, walau dengan posisi sudut bibir yang sedikit tampak aneh di wajahnya. Ya, meski dari luar masih bisa bersikap biasa, tapi aslinya Sakura sangat terkejut. Ternyata cowok yang menolak cinta tulus Yuki itu adalah Sasuke.

“Ih, padahal Yuki kurang apa sih, bisa-bisanya ditolak? Kau kan cantik, manis, feminim, termasuk cewek golongan populer pula, fans boy-mu aja ada banyak.” ujar salah seorang siswi.

“Gila kali tuh si Sasuke?”

“Atau buta? Gak bisa lihat cewek cantik.”

“Atau emang standar cewek idealnya tinggi banget?”

Ada banyak pertanyaan yang berkembang dalam pembicaraan.

“Jadi penasaran siapa cewek yang disukai sama Sasuke itu…”

“Eh, jangan-jangan Karin lagi.” timpal siswi lain, “Kabarnya dia dan Sasuke sekarang ini lagi deket-deketnya loh.”

“Karin? Masa sih? Gak mungkin ah,…” protes teman lainnya.

‘Hmm, tapi bisa jadi tuh. Secara tadi pun aku lihat mereka begitu akrab.’ pikir Sakura.

Gadis itu enggan ungkapkan langsung dan ikut dalam perbincangan teman-temannya. Pikirannya kini dipenuhi dengan beragam pertanyaan mengenai Sasuke dan Karin. Sakura mulai membandingkan dirinya sendiri. Kalau Yuki saja sampai ditolak, apalagi Sakura. Yang jelas Karin kemungkinan lebih unggul karena telah berhasil menuai gosip soal kedekatannya dengan Sasuke.

‘Sial. Kenapa taruhannya jadi sulit gini? Tambah susah dong buatku dapetin Sasuke.’ dengus Sakura. Peluang 75% yang semula diandalkannya kini kian merosot turun. ‘Duh, gimana nih kalau aku sampai gak bisa jadian sama dia. Taruhannya… uangnya… eits…?! Tunggu bentar, sabar dulu Sakura…!’ Gadis itu lekas enyahkan pikiran barusan. Sakura baru sadar kalau dirinya tak pantas memikirkan tentang taruhan disaat temannya sekarang lagi berduka karena penolakan.

“Udah deh Yuki, gak usah sakit hati. Kalau cowok seperti Sasuke nolak cewek kan udah biasa.”

“Uhm, iya juga sih. Toh aku bukan satu-satunya cewek yang ditolak sama dia.” kata Yuki sembari menghapus air matanya. Raut wajah gadis itu kembali terlihat segar tatkala dia bisa torehkan satu senyuman. “Kalau sekarang aku tak diberi kesempatan untuk bersamanya, aku yakin pasti Tuhan sudah siapkan cowok yang sejuta kali lebih baik dari dia untukku.”

“Iya, benar. Jangan jadi lemah karena patah hati. Justru sekarang kau harus lebih optimis.” lanjut Guren, memberi semangat.

“He’eh…” Yuki mengangguk setuju.

Melihatnya sudah kembali ceria, semua orang merasa lega. Tapi pembicaraan soal Sasuke tak berhenti sampai disitu.

“Aku gak ngerti deh sama si Uchiha itu, udah banyak cewek yang nembak dia dan semuanya ditolak. Aku jadi penasaran sama selera tuh cowok. Kesannya tinggi banget kan kalau yang cantik aja sampe ditolak.”

“Halah, mentang-mentang dia ganteng kali, terus dari keluarga terpandang, dia jadi belagu gitu, sok pilih-pilih…”

“Jadi maksudmu mesti yang selevel gitu~…”

“Eh, tapi siapa tahu aja Sasuke memang gak cuma lihat dari fisik.” kata Ino ikut berkomentar. “Gimana kalau ternyata dia justru malah suka sama cewek biasa-biasa aja?” Safirnya sekilas melihat ke arah Sakura yang terdiam.

“Yah, bisa jadi tuh. Soalnya kita gak tau selera tuh cowok.” lanjut siswi lainnya, sependapat.

“Hmm, kalau Sasuke beneran lebih suka sama cewek biasa, peluang aku buat jadi pacarnya lebih besar dong?!”

“Eh, bukan kamu kali, tapi aku… Biar aku cewek biasa tapi aku lebih berkarisma dibanding kamu. Jadi Sasuke pasti lebih cocok buat aku!”

“Hahaha~… Gak usah pada ke-pe-de-an gitu deh. Gak mungkin Sasuke mau jadian sama salah satu dari kalian. Bullshit tuh kalau cowok naksir cewek gak mandang fisik.”

“Terus menurut kalian cocoknya dia jadian sama siapa?” tanya Hinata polos.

“SAMA AKU!” jawab mereka semua pada kompak. Lalu entah kenapa tiba-tiba seakan ada aliran listrik yang saling beradu keluar dari mata mereka. Pada ribut ngomongin Sasuke. Berharap bisa jadi pacar cowok itu.

Sementara yang lain masih sibuk membicarakan Sasuke, Sakura malah tenggelam dalam pikirannya yang rumit. Masih memikirkan tentang taruhan yang ternyata semakin dipikir, peluang kemenangan Sakura semakin tipis. Sakura jadi ragu apa ini harus diteruskan atau tidak?

“Mungkin malah jadian sama kamu…”

Sakura yang masih melamun langsung tersentak kaget kala pinggangnya sedikit dicolek oleh Ino. Dia baru sadar dan merasa heran kenapa semua orang tiba-tiba memandanginya.

“Gimana kalau misalnya yang pacaran sama Sasuke itu Sakura?”

Diam sesaat. Orang-orang tampak berpikir. Sedang Sakura mulai merasa risih, tak enak hati karena dirinya jadi pusat perhatian sekarang. ‘Sialan Ino, dasar bawel…’ Emerald itu berkilat tajam, tak suka dengan tindakan sahabatnya yang sudah keceplosan ngomong yang aneh-aneh.

“Aku dukung.” Tiba-tiba saja Yuki bicara. Mengucapkan kata yang buat semua orang kini tercengang dan balik melihat ke arahnya. “Kalau gadis itu adalah Sakura, aku rela. Masih mending daripada Sasuke sama Karin kan, hehe~…”

Yang lain pun mengangguk-angguk setuju. Senyum Ino dan Hinata mengembang. Sedangkan Sakura dalam ekspresi kaku hanya angkat sedikit sudut bibirnya, tak tahu harus berpendapat apa. Setengah bagian dirinya terus terang merasa senang, mendapat dukungan dan dipandang lebih unggul dari Karin. Tapi sebagian dirinya yang lain pun bimbang, karena fakta tak menunjukkan demikian. Dia masih belum berbuat apa-apa, tak ada tindakan nyata yang sungguh dia lakukan untuk bisa menang dari Karin. Rasanya Sakura seperti seorang pecundang. Belum apa-apa sudah besar kepala karena Sasuke sedikit perhatian padanya. Tadinya dengan licik dia pikir dia mungkin bisa sedikit memanfaatkan perasaan lelaki itu.

‘Curang. Ini tak seperti diriku yang biasa.’ batin Sakura berkecambuk, ‘Apa sebenarnya tujuanku? Uang? Taruhan? Harga diriku untuk menang dari Karin? Atau…’

“Tapi masalahnya, apa Sakura suka sama Sasuke?” tanya Yuki kemudian. Dan itu sukses bikin Sakura kembali terbebani oleh pertanyaan yang bahkan dirinya sendiri belum temukan jawabannya. “Yang namanya pacaran itu baru bahagia kalau dua-duanya saling menyukai kan?”

‘Iya benar, apa jadinya kalau nanti aku sungguh pacaran sama orang itu, sedangkan aku gak punya rasa apa-apa sama dia?’

~( $_$ )~


~( $_$ )~

Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok.

Bunyi detik jam memecah kesunyian malam, seakan menemani seorang gadis yang masih terjaga saat itu. Entah kenapa Sakura merasa gelisah dan sulit untuk memejamkan mata, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam lewat. Berulang kali dia balikan badannya ke kiri dan kanan, terkadang menutupi wajah dengan bantal. Bahkan menghitung uang pun telah ia lakukan, tetapi tetap saja tak bisa membuatnya terlelap.

Sakura teringat hal-hal yang dilakukannya dalam empat hari ini. Sejak dimulai rencana ‘PDKT‘ terhadap sang target taruhan, Uchiha Sasuke. Belakangan ini dia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Meski Sakura punya banyak teman lelaki baik di sekolah maupun di luar sekolah dan sering berinteraksi dengan mereka terkait dengan ajang taruhan yang rutin dia lakukan, tapi baru pertama kali ini dia merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali berdekatan dengan Sasuke. Padahal dari awal gadis itu sama sekali tak berminat sama yang namanya cinta, cowok, apalagi pacaran. Bahkan kalau tak dipaksa dan terus disemangati oleh dua sahabatnya, Sakura lebih terkesan ogah-ogahan untuk mendapatkan targetnya.

Melihat keakraban Karin dan Sasuke tempo hari, terus terang membuat gadis berhelaian merah muda itu pesimis. Ino bilang salah satu tips mendapatkan hati lelaki adalah melalui penampilan. Kalau dibandingkan dengan Karin yang cantik, manis dan terkesan ‘cewek banget‘, jelas Sakura yang bergaya cuek, labil––tomboy enggak, feminim enggak––belum lagi soal kebiasaan liarnya ikut taruhan dan kecintaannya terhadap uang bikin dia kalah poin dari Karin. Walau sebenarnya gadis musim semi itu pasti lebih unggul kalau saja mau mengurus dirinya sendiri dengan sedikit berdandan.

…#…

“Coba ubah model rambutmu, sesekali beri pita atau jepit-jepit cantik. Perhalus nada bicaramu, jangan sering nyolot dan pakai kata-kata kasar. Bersikaplah lebih anggun dan feminim. Sesekali bertingkah manja padanya juga boleh. Naikan juga sedikit rokmu. Dan ayo sini, aku dandani kau ya Sakura. Tebalkan lagi bedakmu dan ganti lipgloss warna naturalmu dengan yang lebih mencolok…”

Sakura sweatdrop saat mendengar penjelasan Ino. Dia bahkan langsung kabur ketika sahabatnya itu mulai mengeluarkan peralatan make-up coba mendandani dirinya.

TIDAK!

Tolak Sakura. Hmm, yah, untuk tips yang satu ini sementara dia simpan dulu. Kesannya malah jadi aneh kalau tiba-tiba dia berubah sedrastis itu cuma buat Sasuke terkesan. Sakura juga tak mau melakukannya. Lagipula…

Bruk…

Berlari keluar kelas melewati lorong, tak sengaja Sakura bertubrukan dengan seseorang.

“Duuh, sialan! Jalan tuh lihat-lihat dong!” sewot gadis itu yang kini terduduk di lantai, meringis sakit karena pantatnya mendarat duluan. Belum lagi tertimpuk buku-buku milik orang yang ditabraknya barusan.

“Hn, yang gak lihat tuh siapa?”

Sakura mendongak, merasa kenal dengan suara bariton itu. “Eh, Sasuke…?!” surprise juga dia mendapati pemuda itu kini berdiri di hadapannya. Satu tangan putih terulur, Sasuke bantu Sakura kembali berdiri. “Makasih.” balas Sakura, bergumam pelan.

“Terus ‘maaf’-nya mana?” sindir Sasuke yang kini punguti buku-bukunya yang jatuh berserakan.

“Err, iya deh, maaf.”

Merasa tak enak hati, Sakura lekas membantunya. Ikut berjongkok dan memunguti belasan buku catatan siswa yang hendak Sasuke bawa ke ruang guru. Pas lagi punguti satu buku terakhir, tak sengaja mereka sama-sama memegangnya. Sakura kalah cepat dan jadinya malah memegang tangan Sasuke. Sadari tindakannya itu, refleks dia tarik kembali tangannya. Mendadak malu. Sontak emerald itu pun lekas menghindar ketika dia sadari sang onyx balas melihatnya dengan tatapan agak *ehem*–aneh (?) Dan ada apa dengan ekspresi si Uchiha itu, bibirnya sedikit tersungging. Walau tampak seperti seringai tipis tapi itu tetap sebuah senyuman bukan?

“Nih…” Segera setelah selesai, dengan cueknya Sakura serahkan buku yang berhasil dipungutnya pada Sasuke. Lalu tanpa basa-basi cewek itu segera angkat kaki dari sana. Lagi-lagi kabur duluan dari cowok itu.

Sesampainya menuruni tangga, Sakura yang lelah sejenak berhenti untuk sekedar mengatur kembali nafas yang terengah. Gadis itu bersandar, merasa ada yang aneh dengan dirinya. Jantungnya berdebar kencang, tapi pasti bukan karena tadi berlari. Dia angkat dan pandang sebelah tangan kanannya. “Aneh, padahal sebelum ini aku sudah pernah salaman sama dia. Tadi juga dia bantu aku berdiri pas jatuh, tapi kok rasanya beda ya kalau aku yang sentuh tangan itu duluan. Ng?” Sakura tak mengerti.

…#…

‘Apa mungkin aku sudah mulai punya sedikit rasa cin…?’

TIDAK!…

Dalam kegelisahan insomnia-nya Sakura menggelengkan kepala. Lekas singkirkan prasangka yang sempat muncul di benaknya. “Aku sama si Uchiha itu? Cih, yang benar saja…” Dia sanggah rasa itu. ‘Aku tak kenal sama yang namanya cinta.’ ucap Sakura dalam hati.

Teringat akan sesuatu, dia gapaikan sebelah tangannya meraih dompet yang dia taruh di meja samping tempat tidur.

Sret.

Selembar uang 10.000 ryo dia keluarkan. Dengan bermodal sedikit cahaya remang lampu jalan yang menerobos masuk lewat celah jendela kamarnya, emerald itu menerawang lembaran tipis hijau bergambar Hokage IX.

“Kalau cinta sama ini sih, baru aku kenal.” gumam Sakura kemudian, sambil senyum-senyum sendiri. Apalagi bayangan kejadian pas dia menang taruhan siang tadi di sekolah pun kembali terlintas dipikirannya. “Fufufufu…”

–dasar gila uang.

.

.

.

.

.

Tik. Tok. Tik. Tok. Tik. Tok.

Waktu terus berjalan. Dan rasanya terasa begitu lambat bagi Sakura. Masih saja dia tak bisa tidur. Sekali lagi berguling ke kiri dan kanan. Tetap tidak bisa. Bingung harus berbuat apa, sambil melamun, gadis itu malah memperhatikan pola gambar pada kain seprai ranjangnya. Motif buah-buahan. Sama sekali gak terkesan manis dan terlalu kekanak-kanakan buat menghiasi kamar seorang gadis berusia 17 tahun. Yah, biasanya sih Sakura selalu pakai kain warna polos atau kotak-kotak dan polkadot. Tapi berhubung yang lain masih di laundry jadi terpaksa dia pakai seprai bergambar norak yang dipilih ibunya di pasar.

Apel. Jeruk. Mangga. Pisang. Jambu. Melon. Semangka. Strawberry… Dan sesaat emerald itu terpaku menantap buah lainnya. Tomat. Seketika pikirannya melayang teringat kejadian dua hari lalu di sekolah.

…#…

Tips kedua. Hinata bilang, “Buat Bento!” Untuk mencuri perhatian lelaki, cobalah pancing dia lewat makanan.

“Hah? Memangnya Sasuke itu Naruto atau Chouji?” cengang Sakura. Belum apa-apa gadis itu sudah malas duluan kalau disuruh masak. “Hmm, kalau cuma sekedar makan, apa gak bisa kalau aku traktir saja dia di kantin?” tawarnya dengan enteng.

“Serius nih, lebih pilih traktir dia daripada masak sendiri? Kau rela mentraktirnya makan?”

“Eh, iya juga ya. Traktiran kayaknya lebih mahal.” pikir Sakura ketika teringat isi dompetnya mungkin akan terancam. Kalau masak sendiri kan bahan-bahannya juga sudah tersedia di rumah.

Maka esok harinya, gadis musim semi itu pun bangun pagi-pagi sekali untuk buat bekal makan siang. Tapi sayang, rencana itu gagal. Ketika dia dapati isi kulkas kosong, hanya tinggal sisa beberapa jenis sayuran, daging kornet seadanya dan makanan beku.

Ck~… Sakura lupa kalau semalam teman-teman ibunya datang untuk main mahjong. Mereka bersenang-senang sambil makan-makan. Menyisakan banyak piring kotor, botol-botol minuman kosong dan sampah bungkus camilan setelahnya.

“Duh, gimana nih?” dengus Sakura. Sebelum akhirnya dia dapatkan ide untuk sedikit bereksperimen dengan bahan masakan yang masih tersisa. “Yah, kita coba saja pakai yang ada.”

Di sekolah.

Ternyata siasat yang sama pun dilakukan oleh Karin. Hendak menjerat Sasuke dengan bekal makan siang buatan sendiri. Sakura terdiam, sejenak hentikan langkahnya dan memperhatikan Karin yang membawa kotak bento tiga tingkat yang sepertinya berisi banyak makanan mewah untuk diberikan pada lelaki itu. Sakura menghela nafas kecewa sambil melirik sedih kotak bekal makan siang miliknya yang kecil dan sederhana dibalut syal merah muda kotak-kotak. Rasanya belum apa-apa dia sudah kalah duluan. Karena tak mungkin bisa bersaing dengan Karin kalau kondisinya seperti ini. Maka dari itu Sakura urungkan niatnya untuk ikut menemui Sasuke ke kelas dan memilih memutar langkahnya kembali.

Gadis musim semi itu berjalan lesu menuju atap gedung sekolah. Tahu akan jadi begini, dia tak akan habiskan banyak waktu untuk memasak pagi tadi. Atau memilih pergi bersama Ino dan Hinata ke kantin untuk habiskan waktu istirahat makan siang bersama-sama seperti biasa. Dan dalam keputus-asaannya, Sakura berpikir mungkin lebih baik dia sendiri yang makan bekal makanannya itu sekalian cari udara segar––daripada mubazir.

Whuuusssshh…

Semilir angin sejuk berhembus lembut menerpa wajah cantik gadis itu tatkala dia melangkah menjejakkan kakinya di atap gedung sekolah yang sepi. Manik emeraldnya langsung menangkap pemandangan outdoor yang indah. Hamparan langit biru cerah dengan semburat awan tipis seperti kapas menghiasi. Rasanya tenang sekali. Lain dengan waktu istirahat yang selama ini biasa Sakura lewatkan dalam kebisingan suasana kantin atau sorak sorai semangat pertaruhan. Sepertinya tak buruk juga dia putuskan untuk datang kemari siang ini.

Gadis itu duduk bersandar di salah satu sisi tembok gudang perlengkapan barang. Satu-satunya tempat yang terlihat teduh dan nyaman di sini. Cocok untuk membuka bekal makan siang yang dibawanya. Sambil bersenandung kecil, sekedar menghibur dirinya sendiri, Sakura mulai buka kotak bentonya itu. Sejenak dia tatap susunan menu sederhana yang tersaji, seraya mengambil sumpit dan mulai ucapkan doa sebelum makan.

“Itadaki…” / HOAAAM / “…masu?” sontak kegiatan gadis musim semi itu pun terhenti. Dia tolehkan kepalanya ke kiri, menyadari kehadiran sesuatu yang aneh didekatnya kini. Dari sisi tembok lain tampak sebelah tangan terangkat ke udara. ‘Ada orang lain?’ pikir Sakura yang lekas melongok melewati sudut tembok tempatnya bersandar.

“Eeh…?!”

Seketika itu emerald membulat, tatkala dia dapati sesosok pemuda berambut raven tengah berbaring selonjoran sambil menggeliat kecil meregangkan otot-otot badannya. Dan keterkejutan lain pun sama dirasakan pemuda itu, onyx kelam yang tadinya menyipit kini terbelalak kaget. Waktu sesaat seakan terhenti ketika dua orang itu sama-sama membeku menyadari kehadiran satu sama lain.

“Sa, Sasuke…? Kenapa… ada disini?” heran Sakura. Takdir atau kebetulan? Sedangkan dia pikir tadinya mungkin si Uchiha itu sedang asyik menikmati makan siangnya bersama Karin. Tapi sekarang justru malah ada di hadapannya

“Hn.” Pemuda itu segera bangkit dan ambil posisi duduk. “Aku bolos pelajaran keempat,” jelasnya. Sebentar dia tepuk-tepuk dan pijat bahu serta lehernya yang terasa pegal usai berbaring beralaskan beton tadi. “Ternyata sudah jam istirahat ya?” lanjut Sasuke, sekilas onyxnya melihat bento yang terbuka di samping Sakura.

“He’eh…” Sakura hanya mengangguk lantas kembali duduk ke tempatnya semula. Kedua tangannya lalu membungkus lagi bento yang dia bawa dengan kain serbet. Entah kenapa perasaan aneh itu muncul lagi. Setelah dia sadari ada Sasuke didekatnya dan mereka hanya berduaan di sini, malah membuat Sakura ingin cepat-cepat kabur dari tempat itu.

“Apa aku mengganggu?” tanya Sasuke, melihat gelagat aneh Sakura yang tampak tak nyaman bersamanya.

Gerakan Sakura terhenti, emerald itu sedikit melirik. “Tidak,” jawab sang gadis musim semi, “Mungkin justru aku…” Dia sendiri pun merasa tak enak. Siapa tahu barusan dia sudah membangunkan tidur sang pangeran.

Sasuke sedikit terkekeh jadinya, menyadari maksud perkataan Sakura. “Aku juga tidak. Sudah waktunya makan siang, aku juga lapar. Kau teruskan saja…” Lelaki itu bangkit. Berpikir mungkin sebaiknya dia-lah yang pergi dari sini.

“Tunggu!” Satu kata itu meluncur begitu saja dari mulut Sakura. Dia sendiri pun kaget tiba-tiba menghentikan kepergian Sasuke. Sejenak kepala raven itu menoleh, menanggapi panggilannya. “Uhm,… itu, kalau mau…” Sakura mendadak gugup. Tapi dia coba tahan dan tetap bersikap biasa. “Makan sama-sama saja, eh?” Dalam hati Sakura berteriak tak percaya, kalimat ajakan itu berhasil dia ucapkan. Bukankah memang bekal ini dia siapkan untuk Sasuke, tapi jujur sebelumnya dia tak berpikir akan sungguh serahkan bekal itu pada yang bersangkutan.

Satu senyuman tipis tampak tertoreh di wajah tampan sang Uchiha, “Boleh?”

“Err, iya, anggap saja kau menemaniku yang lagi makan sendirian, seperti waktu itu, heu~…” balas Sakura dengan kata-kata yang sama yang dipakai Sasuke saat mereka pertama kali berkenalan di kantin dulu.

“Hn. Baiklah.”

Kikuk. Itulah suasana yang tercipta antara Sakura dan Sasuke selama mereka habiskan waktu makan siang berdua. Lebih dari perasaan tegang Sakura dulu saat di kantin, biar sekarang dia tak berhadapan langsung dengan pemuda itu, tapi justru yang paling parah adalah saat duduk berdampingan seperti ini. Pink dan raven duduk selonjoran bersender pada tembok. Hanya ada jarak sekitar 30 centi diantara mereka, terpisahkan oleh kotak bekal yang sengaja disimpan di tengah-tengah. Tak banyak bicara. Tapi emerald dan onyx sesekali saling lirik, lalu refleks bergulir ke arah lain kalau kebetulan tak sengaja keduanya beradu pandang.

“Kenapa?” tanya Sakura, memecah keheningan yang lama tercipta diantara mereka. Gadis itu melihat ada yang aneh dengan ekspresi Sasuke setiap kali melahap makanannya. “Apa bekalnya tak enak?” Perasaan Sakura jadi was-was.

“Uhm…” Sasuke menggeleng pelan, masih mengunyah telur dadar gulung dalam mulutnya. “Enak kok.” lanjut cowok itu. Jeda sesaat. Sambil menelan makanannya, Sasuke tutupi mulutnya dengan sebelah tangan dan sedikit terkekeh di baliknya. Entah apa maksud lelaki itu, tapi Sakura malah menyangka dia sedang meledeknya.

“Huh, bilang saja terus terang. Aku juga tahu aku tak bakat masak.” dengus Sakura.

“Aku bilang enak, kan? Buktinya ini aku makan…” balas Sasuke seraya comot lagi sepotong chicken katsu saus tomat.

“Terus kenapa tadi ketawa?”

“Hn. Kenapa ya?” Setengah bercanda, sambil gulirkan onyx-nya Sasuke malah balik tanya. “Mungkin aku ge-er lagi…” gumamnya kemudian.

“Ge-er…?” Sakura mengernyit tak mengerti.

“Hn. Habisnya aku pikir kau memang sengaja buat bekal ini khusus untukku.”

Blush… Perkataan Sasuke itu langsung tepat sasaran. ‘Memang sengaja, kan?!’ teriak Sakura dalam hati. Tapi dari luar, demi imej, gadis itu coba tetap bersikap biasa. Gawat juga kalau sampai Sasuke tahu tujuan sebenarnya. Lakukan semua ini untuk cari perhatian. Deketin dia cuma buat taruhan. “Ha ha ha, kenapa aku harus melakukan hal merepotkan seperti itu?” dusta Sakura, sok polos.

Sasuke gendikkan bahunya, “Entahlah. Hanya saja isi bekalmu semuanya makanan kesukaanku…”

“Eh?!” Sakura menatap tak percaya. “Benarkah? Makanan kesukaanmu?” Gadis itu tak tahu. Sama sekali belum tahu, makanan apa yang Sasuke suka. Dia juga tak mengerti, padahal isi bekalnya terbilang sangat sederhana. Pagi tadi Sakura nyaris kehabisan ide, melihat bahan masakan yang dia punya saja tak cukup variatif. Nasi, telur, daging, kornet, baso, sosis, sayuran dan semuanya dia padukan dengan bahan utama, yaitu…

“Hei, apa kau suka tomat?” tanya Sakura kemudian, mengingat dia banyak beri campuran rasa buah setengah sayur itu dalam masakannya. Dijadikan saus, ada dalam bumbu, diluar garnish dan dibuat jus sebagai minuman.

“Hn.”

“Oh, begitu rupanya…” Sakura tak menyangka. Padahal dia tak sengaja. Kebetulan saja memang di rumah lagi punya banyak tomat. Ada tetangga yang memiliki perkebunan kecil membagi-bagikan hasil panennya kemarin. Gadis super irit ini sungguh hanya memanfaatkan apa saja yang tersedia.

Sambil tersenyum tipis, sejenak Sasuke balas menatap Sakura dengan pandangan yang sulit diartikan. Lelaki itu lekas berdiri, seraya ambil buah tomat terakhir yang masih tersisa. CRAUSH… langsung digigitnya buah itu dengan nikmat. Tekstur buah yang lembut dan basah bikin cairan buah berwarna merah itu sedikit mengalir melewati sudut bibir. Dan saat Sasuke coba jilat sedikit ujung bibirnya, Sakura bersumpah gadis manapun yang lihat adegan itu pasti akan terpesona kalau tidak menjerit-jerit histeris. Atau minimal seperti dirinya, yang walau diam tapi tanpa sadar jadi berpikir kata ‘kawaii‘ saja tak cukup menggambarkan sosok Sasuke kini yang jadi terlihat begitu sensual. Menyeka bibirnya dengan ibu jari seusai makan buah kesukaannya, seolah ingin tunjukkan betapa nikmatnya barusan.

Glek… Sakura bahkan sampai menelan ludah untuk menghalau rasa gugup. Ketika selintas otaknya malah berpikiran mesum, membayangkan si Uchiha itu melakukannya sehabis menikmati sebuah ciuman di bibir––misalnya.

Thanks for lunch.” ucap Sasuke, sambil pasang pose ‘sok cool‘ dengan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Aku suka masakanmu. Lain kali buatkan lagi untukku ya, Sakura~…”

Blush…

…#…

“Kyaaaaa~…” Sakura lekas tutupi wajahnya dengan kedua tangan. Plok. Plok. Plok… Dia tepuk-tepuk pipinya, coba sadarkan kembali pikirannya yang melayang-layang. Membayangkan kejadian waktu itu saja sudah buat jantungnya kembali berdebar-debar kencang. Teringat Sasuke membuat hatinya diselimuti oleh perasaan aneh yang belum dia kenal.

“Ada apa denganku? Cuma karena senyuman itu… kata-kata manisnya… dan tomat sialan, ck~…”

Tanpa Sakura sadari, rencananya yang semula hendak menggaet Sasuke justru malah berbalik membuatnya terpesona pada lelaki itu.

“Ini gila. Aku pasti sudah gila. Sadarlah Sakura…” gerutu gadis itu. Makin dia dekap erat tubuhnya sendiri, meringkuk dalam selimut. “Ini bukan rasa suka. Apa lagi cinta. Kau cuma terbawa suasana. Ya, si Sasuke itu bukan apa-apa. Dia cuma target taruhanku! Tak lebih… tak lebih… jangan berlebihan memikirkannya… sadar… sadar… sadar…” berulang kali Sakura yakinkan hal itu pada dirinya sendiri.

Sakura gulingkan badannya kembali terlentang. Menghadap langit-langit kamarnya yang tinggi. Matanya mengerjap-erjap, merawang jauh melihat kedalam kegelapan. Selama beberapa menit gadis itu menghela dan menghembuskan nafas panjang. Dan sepertinya cara ini cukup ampuh untuk membuatnya kembali tenang. Walau tetap saja pikiran itu tak hilang. Ketika sosok Sasuke masih menguasai alam sadar-tak sadarnya. Menjadikan satu kebimbangan dalam dirinya. Terlebih lagi ketika dia teringat pembicaraannya dengan Sasuke sepulang sekolah hari ini.

…#…

Sore di stasiun kereta bawah tanah dalam perjalanan pulang sekolah seperti biasa. Hanya saja kali ini jadi luar biasa, ketika seseorang menepuk bahu kiri Sakura dan membuat gadis itu cukup surprise mendapati sosok Sasuke-lah pelakunya.

“Yo,” sapa cowok itu, “Mau pulang bareng?” ajaknya.

What the…?! Emerald itu sontak terbelalak, “Pu, pulang bareng? Hah, memangnya rumahmu dimana?” Seingat Sakura dia tak pernah sekalipun satu kereta dengan Sasuke selama ini. Biar penumpang ada ratusan, tapi pengalaman lebih dari 5 tahun jadi penumpang setia shinkanshen bikin gadis itu setidaknya hafal siapa saja siswa-siswa Konoha yang langganan jadi penumpang kereta bersamanya.

“Hn, Sharin’gan Resident Hill.” jawab Sasuke, menyebutkan satu nama komplek perumahan elit tempatnya tinggal.

“Huh, apanya yang pulang bareng, tujuan kita jauh berbeda gitu. Harusnya kau antri di jalur kereta sana dan bukannya di sini.” kata Sakura sambil tunjuk jalur di seberang dengan dagunya. Mengingat stasiun tujuan mereka berbeda.

Jreng… Sasuke malah tunjukkan karcis kereta yang sama dengan tujuan Sakura. “Aku salah beli tiket tadi. Pas antri lagi ternyata sudah habis. Jadi terpaksa aku putar arah dan harus dua kali naik untuk sampai ke Shinjuku.”

Sakura tautkan alisnya, memandang Sasuke setengah tak percaya. Bagaimana bisa cowok itu sampai salah beli tiket segala? Atau justru dia malah sengaja? Supaya mereka bisa satu kereta? Sasuke melakukannya untuk mendekati Sakura? TIDAK!… Lekas gadis itu enyahkan pikiran barusan dan memilih diam. Sepenasaran apapun dia sekarang, Sakura putuskan untuk tak banyak tanya. Enggan dianggap ge-er kalau semisal dia tanyakan hal itu langsung pada Sasuke.

Kereta datang, para penumpang segera berhamburan. Ada yang naik, ada yang turun. Suasana penuh dan ramai. Sakura yang berhasil menerobos duluan beruntung mendapatkan tempat duduk. Tapi itu tak lama, sebelum dia putuskan untuk berdiri saja ketika melihat seorang nenek tua kebingungan. Dengan ramah dan sopan gadis itu mempersilahkannya duduk. Hatinya sudah merasa senang walau hanya sekedar mendapatkan ucapan ‘terima kasih’ dari sang nenek. Sasuke yang kebetulan melihat kejadian itu pun tersenyum tipis dan memandang kagum Sakura, berpikir betapa baik hatinya gadis itu.

Berhenti di stasiun berikutnya, penumpang makin penuh dan berjejalan. Terlebih lagi sekarang pas bubaran kantor. Banyak karyawan dan siswa sekolah pulang naik kereta. Jangankan berharap bisa dapat tempat duduk, Sakura terpaksa harus makin merapat hingga dirinya bersandar di sisi dinding dekat kereta. Sakura cukup merasa risih dengan keadaan ini. Dia paham betul tak semua orang dalam kereta adalah orang baik-baik. Beberapa pria berpikiran cabul terkadang memanfaatkan situasi untuk gerayapan––grepe-grepe––anak cewek di dekat mereka.

“Heh, merapatlah padaku…” bisik Sasuke. Dia juga paham situasi ini, apalagi melihat Sakura tampak tak nyaman ketika seorang karyawan kantor yang berdiri didekatnya sesekali melirik dengan tatapan mesum. “Mereka tak akan berani macam-macam kalau tahu kita bersama.” lanjut Sasuke coba ingin lindungi Sakura.

“Uhm,…” Sakura tadinya agak ragu. Berdekatan dengan Sasuke bukankah sama tak amannya? Tapi dipikir-pikir mungkin lebih baik kalau sama orang yang dikenal. Lagian kalau si Sasuke itu berani macam-macam, dia akan lebih mudah menghajarnya kapanpun dia mau.

Sakura geserkan posisinya lebih merapat pada Sasuke. Bersamaan dengan itu, onyx melirik tajam si pria mesum tadi serta keluarkan aura mengancam––jangan macam-macam, dia milikku–– Dan itu cukup sukses buat si pria menyingkir dan bergeser jauh, cari incaran lain. Dasar mesum!

Masih dalam perjalanan kereta yang mendebarkan. Sengaja atau tak sengaja, terdorong penumpang lain dari belakang membuat jarak Sasuke dan Sakura makin dekat. Tak ada cara lain. Sakura mengerti keadaan ini ketika Sasuke terpaksa harus melepaskan pegangannya pada ringhandle dan menaruh sebelah tangannya di dekat sisi kepala Sakura untuk menjaga keseimbangan.

‘Oh Kami-sama… Demi apapun juga, bunuh saja aku sekalian!’ batin Sakura berteriak resah tatkala dia sadari posisinya kini berada sangat dekat dengan Sasuke. Bahkan ujung sepatu mereka bersentuhan dan kalau saja Sasuke tak menahan tangannya pada sisi dinding kereta, sudah dipastikan kedua orang itu akan benar-benar saling menempel sekarang.

Sakura dekap erat tas sekolah di dadanya. Selain coba menjaga jarak agar tak terlalu bersentuhan dengan lelaki didepannya kini, dia pun ingin sembunyikan degup jantungnya yang meledak-ledak. Terus terang saja jantungnya sekarang jadi berdetak dengan kecepatan abnormal. Dan dia pun berharap semoga tak muncul semburat bodoh garis kemerahan di wajahnya kini, walau rasanya gadis itu seperti sudah terbakar panas saking malunya.

Emerald itu tertunduk, tak berani menatap langsung sang onyx. Karena sekali saja dia angkat pandangannya, matanya akan menangkap sosok Uchiha tampan yang sedikit tersenyum menyunggingkan bibirnya. Bisa bikin lumer hati gadis manapun yang melihatnya. Lain dengan Sakura, sepertinya Sasuke cukup merasa nyaman dan mungkin malah keenakan dengan posisi mereka sekarang.

Beruntung itu hanya berlangsung sampai sepuluh menit-an ––tetap saja waktu yang lama buat Sakura. Sampai di stasiun berikutnya, banyak penumpang yang turun sehingga suasana kereta kembali lenggang dan gadis berhelaian pink itu kini bisa bernafas lega.

“Fuih~ hampir saja…” dengus Sakura pelan.

“Apa?” tanya Sasuke yang tak sengaja mendengar gumamannya. “Hampir apanya?”

“Eh, ti, tidak…” Sakura menggeleng, “Bukan apa-apa.”

“Kau gugup?” Sasuke tanya lagi. Dan pertanyaan itu tepat langsung mengenai Sakura. Seolah sengaja ingin menggoda gadis itu, Sasuke geser lagi badannya kembali merapat pada Sakura. “Apa kau gugup berdekatan denganku seperti ini?”

‘Tentu saja, baka!’ erang Sakura dalam hati. Tapi yang nyata meluncur dari mulutnya, “Heh, jangan macam-macam kau, sana menyingkir dariku!” ketus gadis itu. Dia dorong Sasuke dengan menggunakan tasnya. Masih mencoba menahan diri untuk tak langsung menimpuk cowok itu. Tak boleh. Sasuke kan belum berbuat yang tidak-tidak padanya.

“Hehe~…” si Uchiha itu malah terkekeh pelan.

“Apanya yang lucu?” heran Sakura.

“Kau, kau yang lucu Sakura…” kata Sasuke. Bikin Sakura melotot dan menggembungkan pipinya kesal, merasa ditertawakan. “Kau aneh. Kadang aku tak mengerti dengan tingkahmu. Sesekali kau marah dan tampak kesal padaku, tapi kadang kau baik dan seakan coba curi perhatianku. Kau seolah sedang mendekatiku tapi kau juga selalu menghindariku. Benar begitu, kan?” lanjut lelaki itu.

“Hah?!” Sakura cukup terkejut mendengarnya. 100% analisa sempurna, tuan Uchiha.

“Tidak. Aku tak seperti itu.” ucap Sakura, balas berdusta. “Kapan aku coba curi perhatianmu dan kapan aku berusaha mendekatimu? Jangan berpikir berlebihan.”

“Aku tahu kau suka padaku.”

“Idih, kata siapa?” bantah Sakura.

“Teman-temanmu kan? Mereka bilang…”

“Eh, sudah kukatakan itu cuma sama salah paham. Kau ini dasar sok keren. Ke-Ge-eR-an. Menyebalkan…”

“Aku menyebalkan?” Sasuke tunjuk dirinya sendiri. “Apa yang buatmu aku menyebalkan?”

‘Err,… Sebenarnya tak ada.’ kata Sakura dalam hati. Dia hanya anggap Sasuke menyebalkan karena belakangan ini hatinya sering resah dan gelisah dengan debaran aneh yang selalu muncul saat mereka tengah bersama. Tapi tentu saja hal seperti ini tak bisa jujur Sakura ungkapkan. “Menyebalkan yah menyebalkan saja…” Emerald itu bergulir ke arah lain. Sok cuek. “Tak ada alasan…”

“Hn.” Sasuke hanya mengangguk-angguk kecil. Lelaki itu diam sejenak, sebelum kembali bertanya, “Hmm, kalau gitu apa kau punya cara buat menghindari orang yang menyebalkan?”

“Hah? Memangnya kau mau menghindari siapa?” Tanpa sadar Sakura malah terbawa dalam pembicaraan.

“Err, itu… si Karin.” jawab Sasuke.

Sakura memandang serius wajah Sasuke. “Kenapa ama cewek itu?” tanyanya penasaran.

“Aku bosan menghadapinya,” Sasuke sedikit bercerita. “Akhir-akhir ini dia sering berkeliaran di sekitarku…”

Sasuke teringat setiap kejadian belakangan ini yang membuatnya merasa sebal. Tiap hari pasti selalu sama. Pagi-pagi begitu datang ke kelas, Sasuke dapati Karin sudah menghampirinya buat ngajak ngobrol. Biar selalu dia acuhkan, tapi Karin terus saja nyerocos dan menempel padanya. Baru sampai bel masuk berbunyi, gadis itu pergi dan Sasuke bisa kembali bernafas lega. Tapi kalau kebetulan sama-sama ada pelajaran kosong, kelas mereka yang berdekatan memudahkan akses Karin yang bisa bebas keluar masuk untuk mendekati Sasuke lagi. Bikin lelaki itu kesal setengah mati tiap dengar si cewek berambut merah terus ngoceh di dekatnya.

Siang hari, pas jam istirahat kalau Sasuke tak cepat-cepat pergi keluar kelas, pasti Karin datang untuk mengajaknya makan bersama. Kalau tidak, gadis itu bakal ngasih dia kotak bekal, cokelat, kue, permen, snack, softdrink atau camilan lainnya. Belum lagi di luar pertemuan langsung dengan gadis itu di sekolah, Sasuke harus hadapi juga serentetan miss-call atau SMS yang memenuhi ponselnya dengan beragam pesan basa basi Karin. Yang entah dapat info darimana, dia bisa tahu nomor pribadi Sasuke.

“Sebenarnya tadi juga dia ajak aku pulang bareng. Itu sebabnya aku kabur duluan dan beli tiket berbeda. Supaya dia gak ikutin aku lagi. Pokoknya kita udah kayak main kucing-kucingan, tch, menyebalkan…”

Sakura tertegun mendengar cerita Sasuke. Dia tak tahu bahwa Karin melakukan banyak cara seperti itu untuk memenangkan taruhan. Ternyata gadis itu lebih bersemangat dibandingkan dengan dirinya. Sampai berusaha keras untuk merebut perhatian sang Uchiha. Sedangkan apa yang dilakukan Sakura? Tak ada. Mungkin ambisi Karin lebih besar dibandingkan tekad kuat Sakura yang hanya ingin menang taruhan dan dapatkan uang.

“Lho, bukannya kau dan Karin kelihatan akrab?” tanya Sakura, coba tanggapi.

“Huh, akrab dari mana?” keluh Sasuke.

“Aku pernah lihat kalian berdua ngobrol dan kayaknya asyik banget.” jawab Sakura. “Terus kenapa gak pulang bareng dia? Rumah kalian bukannya searah?”

“Ih, kan sudah kubilang, siapa juga yang mau pulang bareng si bawel itu.”

“Lalu soal tindakan Karin selama ini, dia kan hanya perhatian padamu. Cowok itu bukannya suka sama cewek yang perhatian kayak gitu ya?”

“Relatif. Lihat dulu siapa ceweknya. Kalau terlalu over kayak dia kan aku juga jadi risih.”

“Hah, kalau gitu kau tipe yang suka pilih-pilih sama kebaikan orang dong?”

“Yah enggak juga.” jawab Sasuke sambil gendikkan bahunya. “Sudah kubilang relatif.”

“Hahaha~… Kalau pandanganmu begitu, jangan-jangan aku juga termasuk cewek yang nyebelin buat kamu ya?”

“Enggak.” Sasuke menggelengkan kepala, “Sebaliknya, justru kau yang keliatan sebal kalau melihatku.”

“Emang.” jawab Sakura singkat, sambil setengah bercanda.

“Ck~ Kok jawabanmu jujur gitu sih.” protes Sasuke.

Sakura nyengir, “Tentu saja, aku kan harus jujur.” Gadis itu cekikikan lagi.

“Oh ya? Jadi aku benar-benar orang yang menyebalkan di matamu?” tanya Sasuke, yang kini masang tampang serius.

Tawa Sakura lekas pudar ketika emerald itu menangkap adanya kesungguhan dalam manik onyx yang menatapnya intens. Selama beberapa saat mereka terdiam, lagi-lagi, perlahan tapi pasti debaran aneh yang belakangan ini sering dirasakannya saat sedang bersama Sasuke pun kembali muncul.

“Sakura, apa kau membenciku?” tanya Sasuke, bergumam pelan. Onyx masih menatap emerald. “Atau kau menyukaiku?”

Deg!… Sakura diam seribu basa. Kalimat itu mampu merasuk jauh ke dalam dirinya. Buat dia bingung harus jawab apa. Terlebih lagi suasana diantara mereka mendadak berubah serius. Selama onyx masih mengunci emerald dalam tatapan penuh harap, hati Sakura makin jadi tak enak.

“Jawab yang jujur!” pinta Sasuke, mendesis pelan namun dengan nada memerintah. “Suka… atau tidak?”

“…”

…#…

Pembicaraan mereka terhenti sampai di situ. Beruntung bagi Sakura ternyata keretanya sudah sampai di stasiun tujuan. Gadis itu buru-buru pamit dan segera melangkah pergi tanpa berikan jawaban apapun atas pertanyaan Sasuke yang terakhir. Senja di hari itu menorehkan satu tanda tanya besar bagi Sasuke dan merupakan PR sulit buat Sakura.

.

.

.

‘Apa susahnya?’ pikir Sakura kini. ‘Padahal tadi aku hanya tinggal jawab antara YA dan TIDAK.’

Sakura sendiri tak mengerti bagaimana perasaannya pada Sasuke. Memang apa yang membuatnya mendekati Sasuke? Tentu saja karena uang dan taruhan. Hanya karena dua hal itu. Kalau bukan karena taruhannya dengan Karin dan tekadnya untuk mendapatkan uang, mungkin sedikitpun dia tak akan pernah mempedulikan kehadiran Sasuke dalam hidupnya yang damai. Yang dulu hanya kenal uang dan taruhan.

Lalu bagaimana dengan perasaan Sasuke?’

Sakura tahu perasaan Sasuke tulus terhadapnya. Terlalu tulus sehingga Sakura merasa tak pantas menerimanya. Bagaimanapun juga kalau sampai itu terjadi, maka Sakura sungguh sudah mempermainkan perasaan orang hanya demi uang.

‘Aaaaarrghhh…’ Seraya bangkit dari tidur dan mengambil posisi duduk, Sakura menjambak dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Batin gadis itu berteriak. Mulai frustasi dengan keadaan ini.

“Tidak, ini tidak benar. Aku tak boleh berpikir seperti itu.” resah Sakura. Sejenak dia hembuskan nafas panjang. Mencoba menenangkan kembali hati dan pikirannya. Kebimbangan seperti ini membuatnya lemah.

Gadis itu merenung, menerawang menatap tembok kamar dihadapannya. Tak lama, setelah cukup merasa yakin, dia mengangguk-angguk mantap. “Ok, kembali ke tekad awal.” Sakura bicara pada dirinya sendiri. “Apa yang aku suka? Uang dan taruhan. Harus selalu seperti itu. Lagipula sudah terlambat. Tak ada cara lain untuk menghentikan semua ini.”

Sakura sudah putuskan, tapi kata hatinya yang lain mulai bicara.

Baka, apa kau tak pikirkan Sasuke? Kau sungguh akan manfaatkan perasaan cowok itu? Dasar kejam! Coba kau pikir kalau kau berada di posisinya?!’

“Lalu aku harus gimana?!” Sakura bertanya kembali pada diri sendiri. Gadis itu galau lagi.

Bagaimana kalau kau batalkan saja kesepakatan itu?’ jawab inner-Angle Sakura. ‘Gak usah ikut taruhan untuk mendapatkan Sasuke.’

“Enggak. Gak bisa.” Sakura menggeleng tak setuju. “Mustahil aku batalkan. Kau tahu sendiri kan Karin begitu bersemangat. Cewek itu mana mungkin mau usahanya selama ini jadi sia-sia. Tiba-tiba minta dibatalkan. Lalu bagaimana dengan harga diriku? Itu sama saja aku kalah darinya.”

Kalau gitu nyerah aja?’

“APA?! Enak aja. Nyerah tanda tak mampu. Gak sudi banget kalau nanti aku mesti jadi pembokat Karin.” Sakura merinding bahkan untuk sekedar membayangkannya.

Huh, ya udah deh terserah kamu! Pusing aku mikirinnya.’

PLOP… Dan bayangan Angel-Sakura itu pun menghilang.

Jam sudah menunjukkan pukul satu malam ketika Sakura melirik wekernya. “Hhhh~…” Gadis itu mendengus. Rasanya barusan dia sudah hampir gila gara-gara memikirkan masalah ini. Kembali dia hempaskan tubuhnya berbaring terlentang di ranjang, seraya menarik selimut sampai menutupi wajah. Tak ada gunanya terus bergelut memikirkan kegalauan ini, lebih baik sekarang tidur. Siapa tahu akan ada petunjuk lewat mimpi. Setelah berdoa, Sakura langsung memejamkan mata. Sambil berbisik, dia mulai menghitung uang.

“Satu ryo… Dua ryo… Tiga ryo…”

Jurus jitu khas Sakura agar cepat tertidur. Karena besok mungkin akan ada hal menarik lain yang akan dilaluinya.

~( $_$ )~

TBC….. Next to Chapter 5

~( $_$ )~


Bachot Session from Author:

Yeah~ akhirnya publish juga (^-^)/

Maaf lama. Berhubung kemarin masih fokus selesaikan Love Me Again dan bikin fic project baru (PRECIOUS), MLG jadi agak terbengkalai, hehe~… (^-^)a Tapi moga aja nanti bisa updet cepat, karena saya sedang bersemangat pikirin ide chapter depan yang kemungkinan SasuSaku akhirnya bakal jadian, kyaaaa~… (spoiler)

Menma juga akan muncul lagi (spoiler)

Dan karena banyak yang berpikir soal karakter Sakura disini yang mirip Tsunade dan Kakuzu (bagian suka taruhan dan uang) saya memang akan memunculkan Kakuzu yang ternyata punya hubungan sama Sakura. Kalo Tsunade sudah jelas disebutkan sebagai ibunya Sakura, lalu Kakuzu (?) hihihihihi~… Dia sebagai apa ya? (spoiler) *Tenang, bukan bokap-nya kok*

Oia, banyak juga yang tanya soal kurs “ryo” itu berapa?

Berdasarkan sumber info dari salah seorang admin Narutopedia Indonesia yang saya dapat, katanya:

1 ryo = 10 yen

1 yen = 122,1930 rupiah (cek valuta asing okt’12)

1 ryo = 1221,93 rupiah

Jadi, hitung saja harga taruhan Sakura-Karin untuk mendapatkan Sasuke itu berapa? hehe~…

Tapi tolong bedakan antara standar Konoha dan Indonesia dalam Fic ini ya, semisal harga Sasuke itu ternyata mahal banget (100000 ryo = 122193000 rupiah) OwO

Ok, itu saja mungkin omake-nya 😀

Special Thanks to:

Jile Sing, Itha, Judy Maxwell, YaYaK, zogakkyu, Chii, Ichi, rilojack, KazuhaRyu, Marshanti Lisbania Gratia, dan kamu yang udah baca tapi gak tinggalkan jejak komen.

Apa ada kesan, pesan, pendapat, pertanyaan, concrit, etc…?

Yang berkenan silahkan sekarang komen ya (^-^)v

.

.

.

NB: Eh, ternyata fic ini masuk seleksi nominasi IFA (Indonesian Fanfiction Award) 2012? Wah~ ga nyangka (^w^)/ Makasih buat yang rekomendasiin, mohon dukungannya m(_ _)m

26 Comments

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *