Money [LOVE] Gamble: Chapter 8

Cerita Sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4] [Chap 5[Chap 6[Chap 7]


~( $ _ $ )~

Money [LOVE] Gamble: Chapter 8

Chapter: Break Up
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort, Friendship
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:   6.491 words
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue (=A=)

Story by

FuRaHa

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!!!

~Happy Reading~

~( $ _ $ )~


.

.

.

Pagi yang cerah, suara cicit burung berkicauan, deru kendaraan di jalanan, keramaian orang yang mulai sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, menandakan hari baru telah datang. Mentari terbit bersinar terang. Cahayanya yang hangat menerobos masuk melalui celah jendela kamar Sakura yang terhalang gorden biru muda bermotif bintang. Meski jam dinding di kamarnya telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tapi gadis yang satu ini tak berniat beranjak dari atas ranjang. Kepalanya yang terasa berat serta suhu tubuh yang sedikit panas seakan memaksanya untuk tetap berbaring dan meringkuk dalam balutan selimut tebal.

Pagi tadi ketika Sakura terbangun, hatinya terasa hampa. Perlahan dia coba menyusun kembali memori tentang ingatan mimpi buruk yang dialaminya semalam. Sakura bermimpi tentang Sasuke―yang bersikap seperti biasa, tersenyum, tertawa dan terlihat gembira berada di sampingnya. Namun keadaan kemudian berubah. Ekspresi dingin itu, sorot mata yang memancarkan kebencian terhadapnya segera terlukis di wajah tampan sang Uchiha. Kenapa? Sakura bisa merasakan betapa besarnya rasa sakit hati dan kekecewaan yang ada dalam diri Sasuke. Begitu nyata, sama seperti apa yang dilihatnya kemarin sore. Ekspresi yang sama seusai kecupan itu dan berakhirnya hubungan mereka. Perih terasa pada luka yang tak beraga, Sakura benci bila mengingatnya.

Cklek,

Tsunade membuka pintu kamar anak gadisnya. “Heh, cepat bangun. Mau tidur sampai kapan? Kau pikir sekarang jam berapa? Mau sekolah tidak?! Cepat siap-siap, nanti terlambat!” Disingkapkannya selimut yang menyelubungi Sakura, namun gadis itu cepat-cepat menariknya kembali.

“Aaaa―tidak. Aku tidak mau sekolah hari ini.” erang Sakura lekas menyembunyikan wajah dibalik bantal.

“Heee~ Memangnya kenapa?” kaget juga Tsunade, tak biasanya Sakura bersikap begini.

“Uhm, kemarin hujan-hujanan. Aku sakit. Gak enak badan.” jawab Sakura sambil coba menutupi suaranya yang sedikit serak serta sembab di matanya.

Disentuhnya sejenak dahi Sakura oleh Tsunade, mengira putrinya itu mungkin saja berbohong. Tapi nyatanya badan Sakura memang demam. “Hmm, yah~ baiklah. Istirahat saja di rumah. Ibu akan hubungi pihak sekolah,”

Sakura menggangguk, sekilas tersenyum tipis.

“―berarti tidak ada jatah uang saku hari ini ya~…” lanjut Tsunade sebelum keluar kamar.

Eh?… Sakura sweatdrop. Mengerucutkan bibirnya, “Aaah~ sial.” degus gadis itu kecewa sambil mengacak-acak rambutnya makin berantakan.

“Jadi Sakura tidak masuk sekolah karena sakit?” tanya Orochimaru, “Sayang sekali, padahal sebelumnya dia tak pernah absen pelajaranku sekalipun. Pasti sakitnya parah sampai berhalangan hadir. Kalau gitu, tolong teman satu kelompoknya pisahkan kertas bahan-bahan praktikum hari ini milik Sakura.”

Bukan hanya Orochimaru-sensei saja yang heran. Anak sekelas juga pada penasaran. Sakura sakit? Cewek yang bahkan waktu dulu sempat terkena cacar air saja maksa masuk sekolah sekarang bisa tumbeng cuma karena virus influenza? Wah, beneran parah nih.

Ino segera menoleh ke arah Hinata yang duduk beda tiga bangku dari tempatnya. Gadis itu kemudian mengangkat ibu jari dan kelingkingnya, memberi kode untuk menelepon Sakura pas jam istirahat. Dari jauh Hinata menangguk setuju.

“Moshi moshi~ Sakura-chan?” tanya Hinata, “A-apa kau baik-baik saja? Katanya kau sakit?”

“Hoi, beneran sakit nih. Apa cuma pengen bolos?” sambung Ino.

“Ehehehehe~…” Dari seberang sana terdengar suara Sakura yang tertawa-tawa kecil, “Iya, aku gak apa-apa kok. Sehat sih sebenarnya, hihihi~ tenang aja, aku masih hidup. Gak mati, uhuk… uhuk…”

“Memangnya kau sakit apa?”

“Uhm, batuk pilek―atau apa yah persisnya, hehe~”

“Sasuke sudah tahu? Kita suruh dia jenguk kamu ya~”

“Eh, Sa―sasuke? Jangan! Hmm, itu―err, eh, eh, tau gak sih kalau tubuh manusia itu aneh,” Enggan membahas lelaki itu, dengan cepat Sakura alihkan topik pembicaraan. “ternyata kalau kita berpikir tidak mau masuk sekolah, badan bisa langsung jadi panas loh! Hmm, asyik juga ya gak sekolah, fufufu~ tidur seharian, makan bubur, nonton TV…”

Tapi sikap Sakura yang seperti itu justru malah bikin dua sahabatnya curiga. “Sakura-chan~…?” heran Hinata, meski terdengar samar-samar tapi sepertinya Sakura berbicara dan tertawa-tawa sambil terisak. Hinata dan Ino saling berpandangan. Mereka jadi sedikit cemas ketika mendengarnya. Pasti bukan hanya karena demam. Ada sesuatu yang terjadi pada Sakura, pikir keduanya.

.

.

.

.

.

Kamar Sakura,

“WHAT THE…!? Dia ngomong kayak gitu!?” marah Ino dan Hinata berbarengan seusai Sakura ceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan Sasuke kemarin.

“Awas ya, tenang aja Sakura, biar kita balas labrak sekalian tuh cowok!” geram Ino penuh emosi.

“Hahaha~… gak perlu. Gak perlu. Gak usah repot-repot urusin dia,” cegah Sakura sambil bercanda, “lagian kalian pasti udah horor duluan hadapi tatapan dinginnya. Aku juga tak mau melibatkan kalian dalam masalah ini. Tak perlu melakukan hal yang tak berguna, toh semuanya juga sudah berakhir.”

“Habisnya kan~ masa cuma karena taruhan itu Sasuke memperlakukanmu sekasar ini. Lagipula kau juga menerimanya sebagai pacar karena kau menyukainya kan? Bukan cuma karena uang dan taruhan.” lanjut Hinata.

“Haduuuh~ tapi kenapa kau ini bodoh banget sih. Kenapa kau juga malah ambil uang yang dia lempar padamu? Sekarang pasti Sasuke makin anggap dirimu rendah. Benar-benar berpikir kalau kau itu cuma manfaatin perasaannya aja.”

Sakura tertawa kecil, “Hehe~ mau gimana lagi, soalnya kalau ditawari uang segitu banyak jelas pasti tergoda. Aku kan memang suka uang…”

“Tapi kalau diterima begitu saja rasanya jadi bukan seperti Sakura yang kita kenal,” kata Hinata, “Sakura itu kan gak suka terima uang dari orang lain dengan cuma-cuma. Hanya mau terima dari hasil kerja kerasmu melakukan suatu tantangan.”

“Atau jangan-jangan kau sengaja?” lanjut Ino, “karena terlanjur sudah menyakiti Sasuke lewat taruhan itu, kau berniat membuat dia semakin benci padamu agar bisa mudah melupakanmu. Supaya Sasuke tak punya alasan untuk menyukaimu lagi.”

Bingo Yamanaka!… Memang itulah alasan sebenarnya Sakura memungut dan mengambil uang yang diberikan Sasuke. Lebih baik menusuk luka dengan dalam sekalian, daripada sedikit demi sedikit justru akan makin terasa sakit.

“Iya, aku mengerti apa maksud kalian,” Sakura tersenyum tipis. Dengan lesu dia tenggelamkan wajahnya diatas kedua lutut yang dia dekap erat. “kalau tahu akhirnya akan jadi seperti ini mungkin sejak awal aku tak usah ikut taruhan itu. Atau sejak awal aku tak usah kenal sama yang namanya uang dan taruhan. Cinta juga ternyata sesuatu yang rumit. Aku menyesal mengenalnya.”

“Hei, sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan. Mungkin ini memang resikonya. Anggap saja seperti taruhan lain yang selama ini kau ikuti. Kalau sudah kalah, ya sudah. Kau kan sudah berusaha.” Ino memberi semangat.

“Iya, Sakura-chan jangan nangis,” Hinata belai lembut helaian rambut sang gadis musim semi, “kau kan sudah janji, kalau terjadi sesuatu kau tak akan menangis. Lagian apa kata dunia kalau tahu seorang Sakura menangis hanya karena ini?”

“Dunia akan bilang kalau aku cewek brengsek yang gak becus!” teriak Sakura. Saat hati terasa begitu terbebani, gadis itu pun jadi terbawa emosi. “Dunia akan bilang aku ini payah. Aku bodoh. Aku tak pantas menyesalinya, hiks…hiks… Aku―aku tak pantas menangisi perbuatanku sendiri. Aku terlambat menyadari kalau semua itu salah,” Sakura berhambur dalam pelukan Ino dan Hinata, “Aku salah melibatkan Sasuke dalam permainan kotor ini, hiks…hiks…”

“Enggak semuanya salah kok,” kata Ino, “Apa kau menyadari satu hal, Sakura? Kalau ternyata sekarang kau lebih menyukai Sasuke dibanding uang dan taruhan?”

Eh? ―Kata-kata Ino barusan langsung membuat Sakura tertegun.

“Pasti kejadian kemarin yang buat hatimu terasa sakit karena Sasuke yang mengatakannya. Kalau orang lain pasti tak akan kau anggap dan pedulikan. Dipandang rendah karena kebiasaanmu ikut taruhan dan dianggap cewek matre karena suka uang bukankah sudah biasa? Karena kau yakin kau bukan gadis seperti itu, selama ini kau selalu menghiraukannya kan? Tapi sejak ada Sasuke, kau sadari kehadirannya membawa perubahan besar dalam hidupmu? Perasaanmu nyata Sakura. Kau memang menyukainya bukan karena taruhan itu.”

Hinata mengangguk setuju, “Orang yang kita sukai akan menjadi nomor satu dalam hati kita. Meskipun kita menyukai hal tertentu, apapun itu tetap akan kalah oleh perasaan cinta. Dan memang benar Sakura, mungkin sosok Sasuke kini telah mengalahkan posisi uang dan taruhan di hatimu.”

Benarkah seperti itu? Lebih menyukai Sasuke dibanding uang dan taruhan? Hal yang selama ini disukai oleh Sakura bisa dikalahkan oleh sesuatu yang belum lama ini dikenalnya? Sosok lelaki Uchiha berhasil mengalahkan kebiasaan hidupnya. Mengenalkannya pada rasa cinta asing yang membingungkan. Tapi kenapa harus Sasuke? Padahal selama ini Sakura belum pernah dikecewakan oleh uang dan taruhan, sedangkan lelaki itu kini mampu membuatnya jadi membenci diri sendiri.

“Hhh~ percuma, semua sudah berakhir,” desah Sakura pasrah. Tapi sedapat mungkin dia tarik bibirnya membuat satu senyuman manis seperti biasa. “aku tak peduli meski Sasuke berada diatas uang dan taruhan, atau bagaimanapun urutan ketiganya di hatiku. Satu hal yang kutahu, aku mungkin sudah kehilangan tiga-tiganya, haha~…”

Tes,

Cairan bening itu nampak mengalir dari emerald yang sembab. Hinata dan Ino segera memeluk Sakura erat. Tak disangka, sudah banyak taruhan yang dilakukan sahabat mereka yang satu ini. Kadang menang dan kalah adalah hal yang biasa. Meski sering melihat Sakura yang tersenyum puas atas kemenangannya, serta wajah cemberut dan kekecewaan saat dirinya kalah taruhan, tapi tak pernah sekalipun gadis itu menangis sampai seperti ini. Apa karena Sakura terlalu terbawa perasaan?

Diatas bupet samping meja belajar terletak sebuah boneka beruang kecil berpakaian gaun berenda cantik dengan hiasan pita tersemat pula disebelah telinganya. Boneka lucu dan imut yang dulu Sakura dapatkan dari Sasuke di kencan pertama mereka. Seraya mengambil boneka itu dari atas meja, mengelusnya lembut, senyuman tipis refleks tertoreh di wajah gadis musim semi tatkala dia kenang masa-masa berbahagia dengan sang mantan.

Ya, ada pula hari-hari seperti itu. Hari-hari bersama dia yang membuat hatiku terasa hangat, pikir Sakura.

Dari boneka, pandangannya beralih pada selembar kertas ukuran kecil yang memuat empat kotak bergambar berbeda. Hasil photo box waktu itu―potret dirinya dan Sasuke dalam berbagai pose. Melihat salah satunya, saat Sakura dirangkul Sasuke dan mengecup sebelah pipinya, samar terlihat semburat merah itu merona dikedua wajah mereka.

Kecupan ya?

Sakura sentuh bibirnya. Mengingat kejadian kemarin, ciuman itu terasa begitu menyakitkan. Dia baru tahu kalau ciuman yang menyedihkan itu mampu membuatnya tak bisa bernapas. Padahal hatinya berdebar. Padahal pikirannya dipenuhi dengan Sasuke. Padahal meski saat itu dia enggan―merasa terkejut karena baru pertama―tapi dia merasa bahagia saat Sasuke melakukannya. Seolah Sakura pun mampu merasakan juga perasaan Sasuke. Perasaan tulus lelaki itu, ya, justru karena tulus itulah semua kecupannya terasa menusuk, merasuk jauh kedalam hati. Seperti apa perasaan Sasuke sebenarnya waktu itu, apakah dia kecup bibirnya penuh kebencian? Setelah sebelumnya dia tahu rahasia Sakura?

Bruk,

Sakura rebahkan tubuhnya di atas kasur, sejenak menatap langit-langit kamarnya yang tinggi. Kata-kata Ino dan Hinata siang tadi saat menjenguknya pun kembali terngiang dalam pikiran. Itulah gunanya sahabat. Yang selalu hadir memberi semangat disaat kau merasa rapuh dan nyaris hancur. Dengan kehadiran mereka, sepertinya Sakura sudah merasa lumayan tenang sekarang. Dia juga sudah tak begitu sedih.

Melamun sejenak, Sakura pikir mungkin rasa suka pada Sasuke itu cuma khayalan. Perasaan sesaat yang tak berarti. Dia tarik kembali selimutnya. Menutupi seluruh tubuh dan meringkuk layaknya gulungan bakpau putih diatas kasur. Samar-samar dari luar jendela kamar terdengar suara rintik hujan turun. Suasana dingin kembali terasa dan lagi-lagi itu mengingatkan Sakura pada peristiwa kemarin sore. Meski dia coba hiraukan, tapi perlahan air mata itupun mengalir tanpa dia sadari.

Bodoh, kalau itu hanya khayalan, kenapa rasanya bisa sesakit ini? Menyedihkan…

.

.

~( $_$ )~


~( $_$ )~

.

.

“Whaaa~ Sakura-chan, matamu kenapa?!” Pagi-pagi Naruto sudah heboh, kaget melihat Sakura sudah masuk sekolah, “Tampangmu kayak patung tanah liat purbakala.”

BLETAK… Satu jitakan kecil mengenai kepala si bocah Kyubi.

“Lelucon gak bermutu.” desis Sakura kesal.

“Itaiiii~…” ringis Naruto, “Duuh, habisnya matamu benar-benar bengkak lho! Apa saking menderitanya kau semalam gara-gara ingus yang nongkrong di hidung gak mau meler-meler keluar, eh?”

“Ck~ Naruto, kau itu jangan berlagak konyol deh!” kata Sakura seraya pergi menuju bangkunya untuk menaruh tas.

Masih ada waktu sekitar lima menit sebelum bel tanda masuk sekolah berbunyi. Sakura pergi keluar sebentar, sekedar melihat pemandangan sekitar dari atas balkon lantai dua kelasnya. Tempat yang strategis bisa langsung melihat ke arah lapang. Sejenak gadis itu tertegun tatkala pandangannya tak sengaja menangkap sosok pemuda berambut raven di kejauhan.

Dua hari tak melihat Sasuke, Sakura pikir setidaknya akan ada yang berubah dengan lelaki itu. Mungkin benar. Sekarang dia jadi makin terkesan dingin. Tak biasanya di waktu senggang Sakura tak melihat Sasuke bersama benda kesayangannya. Tak bermain basket lagi―hanya bersender di tembok lapang. Bahkan ketika bola orange itu menggelinding di dekat kakinya, Sasuke tetap diam. Mengacuhkan ajakan teman-temannya dari lapangan.

Melihat sorot onyx yang nampak kosong itu, Sakura tahu beban dalam diri Sasuke belum hilang. Sebenarnya siapa yang seharusnya merasa sakit disini? Sakura atau Sasuke? Atau justru malah keduanya yang merasakan hal serupa?

“Hhhh~ Gimana sih, aku ini…” keluh Sakura, tertawa miris, “payah!”

“Cie cieee~ ehem… ehem… deuh, yang lagi serius merhatiin seseorang.” goda Naruto, langsung membuyarkan lamunan Sakura.

Kaget juga Sakura, ternyata anak sok kocak itu ikutan nangkring bareng dia di balkon. Sejak kapan?

“Ih, apaan sih? Aku gak lagi merhatiin Sasuke tau!” bantah gadis itu.

“Lho, emang yang aku maksud itu si Teme?” Naruto pura-pura mengelak.

“Argh, ngapain sih kamu di sini? Ikut-ikutan aja, udah sana pergi!” usir Sakura, merasa lagi gak mood bercanda bareng Naruto.

“Eh, jangan sembunyi-sembunyi merhatiin pacarmu dari jauh gitu dong. Pasti kangen kan berhari-hari gak ketemu. Panggil gih, suruh kesini!”

Sakura yang memang lagi malas meladeni pun hanya terdiam.

“―atau mau aku panggilin?” tawar Naruto.

Sontak emerald itu langsung melotot, seakan menyuruh si bocah Kyubi untuk tidak melakukannya.

Naruto sih cuek aja, masih cengengesan. Lalu, “TEMEEEEE!” teriaknya keras―kayak pake toa―sampai-sampai semua orang disekitar langsung menoleh kearah mereka. Sakura dan Naruto jadi pusat perhatian.

Gila!

Buru-buru Sakura bungkam mulut Naruto dan mendorongnya jatuh ke lantai, mengajak lelaki itu bersembunyi sebelum Sasuke benar-benar melihatnya.

“Berisik banget sih! Rese tau gak! Sekali lagi teriak kayak gitu, aku bakal bikin kamu gak bisa teriak selamanya!” desis Sakura tajam, dengan nada mengancam.

Tet… tet… tet…

Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Naruto langsung terduduk lemas ketika Sakura memutuskan untuk melepaskan cengkramannya dan segera beranjak masuk kelas. Sepertinya dia harus berterimakasih pada Danzo, penjaga sekolah yang suka pencet-pencetin bel karena telah berhasil menyelamatkan dirinya dari Sakura secara tak langsung barusan. Cowok blonde spike itu masih melamun, merasa heran dengan sikap Sakura yang benar-benar terlihat berbeda. Ngeri juga ternyata kalau gadis musim semi itu marah. Gimana nasibnya kalau tadi Sakura serius.

.

.

.

.

.

.

“Sasuke!”

Pemuda tampan Uchiha itu refleks menolehkan kepala, menanggapi teriakan seseorang yang memanggil namanya. Secepat itu pula onyx kelam miliknya langsung berkilat memandang tajam dua sosok gadis blonde dan indigo yang berlari-lari kecil menghampiri.

“Ini soal Sakura,” kata Ino tanpa basa-basi.

Sebelah alis Sasuke berkedut, dengan tampang stoic seperti biasa lelaki itu sama sekali tak terlihat kaget ketika mendengarnya. Terus terang dia pun sudah punya firasat pasti alasan kedatangan mereka dihadapannya kini berhubungan dengan Sakura.

“Kita gak pengen ikut campur urusan kalian berdua…”

“Bagus. Jadi ngapain bahas soal dia.” potong Sasuke cepat dan tajam.

“Err,” Merasa tak enak hati, Ino dan Hinata sejenak saling berpandangan. Mereka jadi merasa ragu menghadapi sikap ketus Sasuke. Tapi teringat Sakura, dua gadis ini tak akan menyerah begitu saja demi nasib sang sahabat.

“Tch,” Sasuke langsung melengos pergi.

“Eh, hei!” panggil dua gadis itu kembali.

“Sasuke, tunggu dulu sebentar. Dengar ya, memang benar ini bukan urusan kami, tapi kami tak bisa biarkan kau memperlakukan Sakura dengan kasar seperti kemarin.” kata Ino.

“Iya, benar. Kami hanya ingin memberitahumu kalau apa yang kau pikirkan tentang Sakura itu salah.” lanjut Hinata.

“Asal kau tahu saja, meski Sakura suka uang tapi dia tak pernah melakukan apa yang selama ini kau pikir kotor.”

“Sakura-chan tak serendah itu. Dia bahkan tak mau terima uang cuma-cuma dari orang lain atau bahkan menjual harga dirinya demi uang. Dia hanya…”

“Tapi demi taruhan dia mau, kan?!” tegas Sasuke, sejenak menghentikan langkah dan kembali menyapu tatapan horror pada dua gadis berisik yang berjalan di sisi kiri dan kanannya. “bahkan meski harus memanfaatkan perasaan orang,” desis lelaki itu, “―dia tega melakukannya padaku.” Terdengar kecewa, marah, dan sakit hati, cukup untuk jelaskan segala perasaan Sasuke terhadap Sakura.

“Maaf, mungkin kami juga salah. Kalau tahu akan seperti ini, kami akan cegah Sakura untuk melakukan semua itu.”

“Tapi perasaan Sakura itu nyata. Dia sungguh-sungguh menyukaimu bahkan jauh dari alasan karena uang dan taruhan.”

“Cukup!” kesal Sasuke, “Kalian pikir aku bego apa? Aku tahu semuanya. Bahkan aku lihat dan dengar sendiri Sakura bilang kalau semuanya demi dua hal itu. Uang dan taruhan, cuma itu yang paling dia suka!”

“T―tapi…”

“Tch, sudahlah,” potong Sasuke, “Percuma kalian bicara, sekarang Sakura sudah tak ada lagi di hatiku. Untuk apa kalian membelanya, apa kalian sama brengsek-nya dengan dia, eh?!” ucap Sasuke sebelum kembali dia lenggangkan jenjang kaki panjangnya dan pergi meninggalkan kedua gadis yang kini terdiam melongo mendengar kalimat sadisnya.

Baik Ino maupun Hinata kali ini tak mengejarnya. Kalau Sasuke sudah bicara seperti itu, rasanya usaha mereka akan sia-sia. Tapi kata ‘brengsek’ yang diucapkan Sasuke tadi benar-benar keterlaluan. Ingin sekali Ino membalas kata-kata itu, hanya saja niatnya keburu dicegah Hinata. Bukan hak mereka lagi untuk menanganinya sekarang, saat mereka sadari di ujung lorong telah berdiri sesosok gadis musim semi yang membuat langkah sang Uchiha sejenak terhenti.

Glek,

Ino dan Hinata hanya bisa menelan ludah melihat keduanya. Mereka sama-sama penasaran dengan apa yang akan terjadi saat atmosfir di sekitar berubah tegang dan sunyi, selama tak ada satupun dari pink dan raven yang mulai angkat bicara. Ini adalah pertemuan pertama antara Sakura dan Sasuke setelah hubungan mereka berakhir. Jelas saja berbagai macam perasaan dalam diri kembali bergejolak.

“Sana minta maaf,” desis Sakura, “kau harus minta maaf pada teman-temanku!” Gadis itu memerintahkan Sasuke. Namun cowok itu sama sekali tak mengubris perkataannya meski sekarang Sakura memandang penuh amarah terhadapnya. Jelas saja emosinya terpancing saat tadi dia dengar kata ‘brengsek’ yang diucapkan Sasuke dan merasa tak terima dua sobatnya dimaki seperti itu. “Mereka berdua tak ada hubungannya dengan apa yang jadi urusan kita. Kau tak berhak bicara begitu. Ayo minta maaf!” tegas Sakura.

“Tch,” Tungkai panjang Sasuke mulai beranjak. Lelaki itu pergi―sekali lagi―tanpa memedulikan Sakura.

Segera saja Sakura menahan tangan Sasuke saat mereka berpapasan, seakan menyuruh cowok itu untuk tidak pergi sebelum permintaannya terpenuhi. Meminta maaf pada Ino dan Hinata. “Apa susahnya sih minta maaf?!” bentak Sakura, “kau boleh membenciku, tapi jangan ikut membenci mereka!”

“Menyingkir―” desis Sasuke, onyx-nya lantas melirik tajam sang emerald. “Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu!” lanjutnya seraya mengebaskan tangan Sakura, “Tangan menjijikan yang kau pakai untuk menerima uang taruhan.”

JLEB… Sungguh kata-kata yang langsung menusuk tepat di hati Sakura.

Tap… tap… tap…

Tanpa merasa berdosa Sasuke dengan cueknya pergi begitu saja. Meninggalkan Sakura yang kini membeku seolah sesaat jiwanya telah terhempas jauh. Sakit. Luar biasa sakit rasanya, hati Sakura kini bagai teriris usai mendengar ucapan Sasuke. Sekilas emeraldnya bergulir, memandang punggung sang mantan sampai lelaki itu berbelok di ujung lorong dan menghilang dari pandangan.

Dengan perasaan cemas Ino dan Hinata segera menghampiri Sakura. Mereka takut kejadian ini malah akan memperburuk suasana hati Sakura. Padahal niat mereka berdua tadinya ingin mendamaikan dua orang itu, tapi tak disangka malah akan jadi seperti ini.

“Sakura~” panggil Hinata cemas, dia guncangkan tubuh Sakura yang terdiam. Gadis itu tersentak, seakan baru tersadar dari lamunan. “Kau tidak apa-apa?”

Sakura lekas menarik bibirnya, membentuk satu senyuman dan mengangguk kecil, “Iya, tentu saja. Yuk, kita pergi!” ajaknya, langsung melengos dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.

Sementara itu dari seberang lorong tempat mereka berada, ada rasa puas yang dirasakan oleh seseorang ketika melihat kejadian yang terjadi antara Sakura dan Sasuke beberapa saat lalu. Terang saja Karin merasa senang karena semuanya berjalan lancar sesuai rencana. Mungkin dia tak bisa menghancurkan Sakura secara langsung. Bukan dengan mempermalukan gadis itu di depan umum karena kalah taruhan, seperti apa yang dulu sempat dia rencanakan. Tapi yang ini justru lebih baik, dengan melibatkan perasaan Sakura secara nyata. Karin yakin apa yang dialami oleh Sakura kini jauh lebih menyakitkan dibanding dipermalukan karena kalah taruhan gagal mendapatkan cowok.

Meskipun Karin di awal sudah jelas kalah, tapi ini belum berakhir. Buatnya tak cukup hanya dengan melihat perang dingin antara Uchiha dan Haruno saja. Ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Tentang Sasuke―andai dia bisa dapatkan lelaki itu seutuhnya, maka dirinya baru merasa yakin telah mengalahkan Sakura. Sekarang tinggal merebut kekosongan hati Sasuke dan menggantikan posisi Sakura. Mungkin untuk mewujudkannya bukan hal yang sulit. Toh sosok dirinya dinilai lebih menarik dibanding Sakura. Tentu dengan mudah Karin dapat membuat Sasuke terpesona. Tapi benarkah akan seperti itu?

Hampir lima belas menit berlalu, namun Sakura masih tetap berdiri di depan cermin sembari membasuh kedua tangannya dalam wastafel. Cuci dan terus menerus dicuci. Sampai-sampai tangan itu menjadi dingin dan terasa kesat karena terlalu lama terendam dalam air.

Shion dan Tayuya yang baru keluar dari bilik toilet langsung mengapit Sakura di sisi kanan dan kiri. Pura-pura bercermin, sejenak merapihkan riasan wajah mereka dan mencuci tangan untuk membersihkan diri.

“Ehem, belum selesai juga cuci tangannya?” tanya Shion yang melirik Sakura lewat bayangan cermin.

“Apa sebegitu kotornya tanganmu sampai-sampai sulit dibersihkan?” lanjut Tayuya dengan nada menyindir. “Habis pegang apaan sih?”

Sakura hanya terdiam, tak peduli apapun yang mereka katakan. Mereka pikir tadinya Sakura bakal balik ngajak adu mulut. Tapi gadis musim semi itu sepertinya masih konsentrasi mencuci tangan. Kesal dengan sikap Sakura yang cuek, dua gadis gals itu malah jadi bête dan memutuskan untuk segera pergi.

“Hmm, heh, Haruno!” Shion kembali berbalik, “Usul aku sih, kalau tanganmu itu terlalu kotor, sekalian saja kau cuci pake tanah tujuh kali, hihihi~”

“Hahaha~ dicuci pakai tanah tujuh kali? Najis kalee~…” Tayuya menambahkan sembari cekikikan.

Krit…

Sakura menutup kran air dihadapannya. Sejenak dia angkat pandangan emeraldnya dan melihat pantulan bayangan dirinya sendiri dalam cermin.

Kotor?

Kata itu terus terngiang dalam pikiran. Usai melamun sesaat, Sakura lantas ambil segenggam air dan membasuhkannya ke wajah. Lagi dan lagi. Berkali-kali. Sampai dirasa hatinya cukup merasa tenang. Dengan nafas masih menderu, dengan perasaan yang masih bergejolak, dengan mengingat segala kenangan, satu sunggingan tipis terlihat di wajahnya.

“Fufufufu~…” Sakura terkekeh pelan. Entah menertawakan apa, padahal setetes cairan bening terasa mengalir dan bercampur dengan tetesan air yang membasahi seluruh wajahnya kini. “Hahaha~ benar. Kau benar, Sasuke…,” ucap Sakura, bicara pada bayangannya sendiri. “mungkin memang bener, bukan cuma tangan, tapi semuanya. Kotor. Semua yang ada dalam diriku ini kotor…”

.

.

~( $ _ $ )~

~( $ _ $ )~

.

.

“Oi, Sasuke! Mau ke kantin bareng gak?” tanya Juugo sembari menepuk bahu cowok yang lagi asyik mendengarkan musik lewat IPod.

“Hn, duluan aja deh. Entar aku nyusul,” tolak lelaki Uchiha itu, sejenak membuka sebelah earphone yang dia kenakan di telinga. “tanggung nih, masih nyalin catatan.”

“Oh, ya udah. Tapi bener yah nanti nyusul.”

“Cepetan loh,” sambung Suigetsu, “habis ini kan kau janji se-tim bareng kita ngalahin kelasnya Kiba.”

“Hn,” Sasuke hanya mengangguk, sekilas melihat dua temannya itu pergi meninggalkan kelas sebelum kemudian tangannya kembali sibuk berkutat dengan pulpen dan menulis lagi.

Sampai tiba-tiba…

BRAAK

“Siang, ganteng!” sapa seseorang sembari menggebrak meja Sasuke.

“Aargghhh, sialan. Gimana sih?!” dengus Sasuke marah, langsung melirik Karin dengan tatapan kesal. Gara-gara ulah cewek itu yang sembarangan datang mengagetkannya barusan, jadi aja tulisan yang lagi Sasuke salin kecoret.

“Ups, sorry~ aku gak sengaja, hihihi~” kata Karin penuh penyesalan, sambil pasang tampang sok imut tak bersalah.

“Apanya yang gak sengaja? Kalau kau tadi jatuh terus nabrak meja ini sampai kepalamu jadi bocor baru itu disebut gak sengaja, baka.” kata Sasuke seraya mengambil tipe-x miliknya.

“Huff~ ya udah, gimana kalau aku aja yang gantiin kamu nulis? Tulisanku bagus kok.” usul Karin.

“Gak perlu.” jawab Sasuke dingin.

“Tapi aku benar-benar menyesal~” Karin terus memohon. “Maafin aku ya Sasu~”

“Pergi aja sana!” usir Sasuke malas.

Karin kembungkan sebelah pipinya, masang tampang cemberut, “Kenapa sih kau selalu ketus padaku? Padahal aku kesini kan pengen ngobrol sama kamu.”

“Tch, gak ada bahan obrolan.”

“Eh, ada banyak, kan? Ya kita bisa ngobrol apa aja. Tentang basket? Musik? Pelajaran? Hukum? Politik? Ekonomi? Negara? Teknologi? Perfilman? Mode and lifestyle? Gosip artis? Terserah, kau boleh tanya apapun. Aku tahu banyak hal.”

Sejenak Sasuke berhenti menulis, dia angkat pandangannya menatap Karin dengan serius. Sementara Karin cuma tersipu malu.

“Apaan sih Sasu~ liat-liat aku kayak gitu, aku cantik ya? Hihihi~…” kata gadis itu. Dia ambil sejumput helaian rambut merahnya dan menyelipkannya kebelakang telinga sambil tersenyum-senyum dengan ge-er tingkat dewa.

“Hn, aku ingin tahu satu hal tentang dirimu.” Sasuke mulai bicara.

“Eeh~ kenapa tiba-tiba kau ingin tahu sesuatu tentang diriku?”

Sasuke no comment. Entah kenapa jadi pengen muntah-muntah.

“―apa kau mulai tertarik padaku?” Karin tambah ge-er, “Apa yang ingin kau tahu?”

“Hn, apa kau tahu sesuatu tentang taruh…”

Drap… drap… drap…

―kata-kata Sasuke terhenti ketika dia dengar suara ribut-ribut di luar kelas. Penasaran dengan apa yang terjadi, Sasuke dan Karin langsung beranjak keluar. Banyak siswa yang lagi pada lari-lari di koridor. Ada apa sih? Lagi pada latihan maraton? Main kucing-kucingan? Dikejar setan? Kebakaran? Atau lagi latihan simulasi gempa? Sasuke gak ngerti.

“Eh, ada apa?” tanya Sasuke, menghentikan langkah salah seorang siswa yang terburu-buru.

“Ada yang seru, man. Buruan ikut!” ucap cowok cungkring beralis tebal itu―Rock Lee.

“Kemana?”

“Kantin.”

“Emang ada apa? Bagi-bagi makanan gratis?” tanya Karin.

“Duel,” Lee nyengir, sambil angkat satu jempolnya dan kedipkan sebelah mata. “Mau lihat? Cepetan, entar keburu udahan lagi.”

Sasuke mengernyitkan dahi, “Duel…?”

“Wah~ sepertinya seru,” Karin merasa tertarik. Lekas saja curi-curi kesempatan dia rangkul lengan Sasuke dan menarik paksa lelaki itu untuk ikut bersamanya. “Kita lihat sama-sama yuk Sasu~…”

Di kantin,

Trang… trang… trang… slurp… sluuurp… trang… trang… trang…

Bunyi nyaring denting sendok-garpu beradu mangkuk mungkin terdengar seheboh dalam pertandingan anggar. Tapi bukan itu yang sebenarnya terjadi. Sasuke melihatnya. Ada dua orang yang tengah dikelilingi banyak siswa dan siswi yang berteriak-teriak memberikan semangat. Orang itu sibuk menghabiskan ramen porsi jumbo pada mangkuk terakhir dengan membabi-buta. Mungkin itu mangkok yang kelima yang dia lahap karena ada empat mangkok lain yang sudah habis ditumpuk disebelahnya. Sementara lawan saingnya satu lagi baru selesaikan porsi keempat dan hendak menyambar mangkuk ramen terakhir. Wajahnya mulai pucat, dengan pipi kembung belepotan penuh makanan. Dilihat dari tampangnya, sepertinya orang itu sudah tak sanggup lagi makan saking kenyangnya.

Tadinya Sasuke mau lebih mendekat lagi, menyadari salah satu diantara dua orang yang sedang berduel itu adalah cowok blonde spike kenalannya. Yang tak lain dan tak bukan adalah maniak ramen Ichiraku, Namikaze Naruto―dobe, sahabatnya. Tapi langkahnya terhenti, tak jadi menghampiri setelah dia pun mengetahui siapa yang jadi lawan Naruto. Seorang gadis berambut sewarna permen karet, Haruno Sakura.

“Selesai!” teriak Sakura langsung mengangkat mangkoknya tinggi-tinggi.

“Whoaaaaa~!” Para pendukungnya pun sontak bersorak gembira. Merasa senang jagoannya berhasil menang.

“Euu~…” Sakura bersendawa, refleks keluar dari mulutnya yang belepotan saus ramen. Menandakan betapa kenyangnya dia sekarang. Ekspresinya barusan bikin penonton tertawa geli karena dianggap lucu. Makin bikin suasana tambah ramai.

“Hahahaha~…”

“Selamat ya Sakura, kau hebat!”

“HORE!”

“Sa-ku-chan! Sa-ku-chan!”

“Prikitiiiiwww~…”

“Hebat! Hebat!”

Prok… prok… prok…

“Hehehe~ makasih. Makasih semuanya,” ucap Sakura, membalas dukungan teman-temannya. “Heh, Naruto, aku menang nih.” gadis itu coba ingatkan lawannya.

“Aaaahhh~ iya, iya. Sialan, aku kalah!” dengus Naruto pasrah mengakui. “Kalau bukan Ichiraku, aku tak bisa makan ramen sebanyak itu.”

“Sesuai janji ya, selama seminggu kau harus traktir aku makan.” kata Sakura.

“Err, iya deh iya. Aku―aduduuuh, perutku sakiiiit.” bocah Kyubi itu meremas-remas perutnya, menahan sakit.

“Heh, jangan banyak alasan. Termasuk ramen hari ini pun kau yang harus bayar tagihanku!”

Krruuuukkk…

“Ops, go―gomen Sa-Sakura… terserah deh,” Naruto lekas beranjak dari duduknya, “Aku harus ke toilet, kayaknya mau pup,” Dia lemparkan dompet kodok hijaunya pada Sakura dan berlari ngacir meninggalkan kantin sebelum bom kotoran miliknya meledak di tempat. “Bayar aja semuanyaaaa~!”

“Yes!” desis Sakura, mendengar keputusan Naruto, “Fufufufu~… senangnya~” riang gadis itu sekarang. Traktiran besar nih.

“Wah~ Sakura-chan keren banget! Rekor baru nih, lima mangkok selesai kurang dari satu jam.” puji salah seorang fans.

“Hei, apa gak mual tuh, makan sebanyak itu?”

“Pengen boker juga gak kayak Naruto, hihihihi~…”

Sakura cuma nyengir mendengar semua komentar mereka yang sudah menyaksikan aksinya. Berasa bintang terkenal, gadis musim semi itu pun langsung diserbu beragam pertanyaan para penggemar.

“Berikutnya kau bakal nantang Chouji ya?”

“Hmm, yah, rencananya sih gitu. Minggu depan kali.” jawab Sakura sambil garuk-garuk sebelah pipinya yang gak gatal.

“Chouji kan jauh lebih rakus dari Naruto, apa gak takut kalah?”

“Enggak-lah. Belum juga dicoba, aku tak akan menyerah.” cengir Sakura.

“Apa gak takut sakit perut, jadi mencret gara-gara makan ramen jumbo super pedes sebanyak itu?”

“Wuahahahaha~ aku sih tak peduli. Pokoknya apapun akan kulakukan demi…” Sakura sesaat terperanjat ketika matanya menangkap sosok Sasuke yang berdiri dibelakang kerumunan memandanginya dengan tajam, “Taruhan!” ucap cewek itu dengan jelas dan tegas.

“Yeaahh! Sakura kereeennn~! Sakura! Sakura! Sakura!”

“Tch, baka!” desis Sasuke.

Sakura melihatnya. Ucapan Sasuke itu mungkin tak terdengar di telinga, tapi cukup jelas bagi Sakura yang hanya membaca gerak bibir Sasuke sebelum lelaki itu beranjak pergi meninggalkan kantin.

“Eh, Sasu~ tungguin aku dong!” teriak Karin manja, gadis itu berlari-lari kecil mengejar Sasuke.

Iya, benar. Demi taruhan dan uang, aku rela lakukan apapun.’ batin gadis itu miris. Sakura menunduk sebentar dan menghela napas panjang sebelum kemudian dengan santai kembali menikmati jus strawberry pesanannya.

“Ehem, ehem, cuaca hari ini kayaknya panas ya!” celetuk seseorang entah siapa.

Meski hanya sepintas tapi Sakura melihat Karin tadi yang dengan manja menggandeng lengan Sasuke dan berjalan bersama.

Hhhhh~ Rasanya makin sesak.

.

.

~( $ _ $ )~

~( $ _ $ )~

.

.

“Ok, semuanya lari 20 putaran!” teriak Genma bersemangat.

Priiiiittt…

Bunyi peluit melengking nyaring, bersamaan dengan suara keluh kesah seluruh anggota ketika mendengarnya. Meski awalnya protes, tapi akhirnya mereka pun nurut juga. Pelatih klub basket yang satu ini memang tergolong sadis. Baru juga melakukan pemanasan yang lumayan berat sekarang harus ditambah lari 20 putaran. Bahkan mereka tadi belum sempat men-charge tenaga. Yah, meski memang ada gunanya juga sih melakukan hal seperti ini, sudah terbukti stamina para anggota jadi lumayan fit pas latih tanding.

Tanpa banyak mengeluh Sasuke mulai berlari, mengikuti siswa lainnya yang sudah melenggang lebih dulu.

“Heh Teme, kau itu lagi berantem sama Sakura ya?” tanya Naruto yang tiba-tiba muncul berlari beriringan dengan Sasuke.

Satu delikan malas diperlihatkan onyx, tampak enggan bahas soal itu.

“Seminggu ini aku gak lihat kalian jalan bareng, pasti ada apa-apanya.” lanjut Suigetsu yang juga berlari merapat di sebelah Sasuke―ikut-ikutan nimbrung.

“Wah, curiga nih. Jangan-jangan kalian udahan lagi?” sambung Naruto mencoba menebak.

“Iya.” jawab Sasuke singkat.

“Hah, serius?! Kok bisa?” Naruto dan Suigetsu sama terkejutnya.

“Hn.”

“Eh, apa ada hubungannya sama gosip murahan yang beredar soal Sakura akhir-akhir ini?” tanya Suigetsu.

“Begitulah,” jawab Sasuke, “memangnya siapa yang mau kalau cuma dijadiin ajang taruhan doang?”

“HEEE~…? Jadi Sakura benar-benar ikut taruhan itu?” kaget Suigetsu.

“Eh, eh, taruhan apa?” tanya Naruto tak mengerti.

“Itu lho~” Suigetsu menjelaskan, “ada yang bilang kalau Sasuke dijadiin taruhan sama Sakura. Selama ini dia jadian sama Sasuke karena taruhan itu. Katanya Sakura dibayar mahal. Kau tentu kenal cewek itu gimana, coba tebak apa dia bisa nolak kalau ada orang yang tawari duit banyak?”

“Ooh, kalau yang itu sih aku juga tahu,” kata Naruto, “memang bener kok kalau Sakura taruhan soal Sasuke. Tapi menurutku sih Sakura gak terlalu salah. Yang salah justru yang nantangin dia, si Karin.”

Eh…?! Tiba-tiba langkah Sasuke terhenti, sepertinya sangat terkejut mendengar pernyataan Naruto barusan.

“Hoi, kau kenapa?” tanya Suigetsu, “Kayaknya syok banget,” Segera saja dia tarik lengan Sasuke kembali mengajaknya berlari sebelum ditegur Genma.

“Maksudmu soal Karin?” tanya Sasuke―heran―pada Naruto.

“Hmm, yang nantangin Sakura buat ngedapetin kamu itu kan Karin.” jawab si dobe, polos.

“Huuh, sok tahu,” cibir Suigetsu, “Mulai jadi BiGos loe sekarang.”

“Eeh, aku memang tahu. Orang aku dengar sendiri pembicaraan mereka pas lagi nego di toilet,” Naruto keceplosan ngomong. “ups, gawat. Rahasia ya~” Naruto tepuk jidatnya sendiri. Teringat peringatan Sakura dulu padanya, bikin dia jadi tak enak hati. Duh, bisa dicap ‘mulut ember’ nih sama tuh cewek.

“Hah, di toilet?!” heran Sasuke dan Suigetsu berbarengan.

“Ngapain kamu di toilet cewek?”

“Dasar cabul.”

“Otak mesum.”

“Psyco.”

“Maniak.”

“Pantesan suka bintitan.”

“Mata keranjang.”

“Buaya ngasab.”

“Curang!”

“Eh, curang? Kenapa curang?”

“Sialan, kok gak ajak-ajak aku sih kalau mau intipin cewek…”

Bletak… Suigetsu langsung kena jitak Sasuke.

“Adaaaww… iya, cuma bercanda juga.”

“Ehehehe~…” Naruto terkikik geli, geleng-geleng kepala sembari nyengir. “Ehm, waktu itu aku gak sengaja. Karena kebelet pengen pup, sembarangan aku masuk toilet cewek. Daripada muter jauh ke toilet cowok, jadi pasrah deh masuk tempat itu,”

Pandangan penuh ragu dan selidik masih diperlihatkan Sasuke dan Suigetsu.

“―err, jangan pada negative thinking dulu. Suasananya sepi kok, sampai Sakura juga masuk ke toilet,” Naruto bergidik ngeri, melihat raut wajah Sasuke tampak terlihat kesal, “Ah Teme, jangan pasang tatapan membunuh itu dong. Sumpah aku gak ngapa-ngapain. Aku konsentrasi boker mana ada waktu buat macem-macem. Tanya aja sama Sakura kalau gak percaya.”

“Ooh, jadi kalau gak lagi boker loe bakal macem-macem?” tanya Suigetsu.

“Enggak-lah. Lagian aku juga berada jauh dari bilik tempat Sakura. Kalau aku nekat, sekali ketahuan, kebayang gimana respon tuh cewek. Aku gak berani, bisa-bisa malah kena hajar.”

“Hn, siapa yang ngambek? Terusin aja ceritanya.” kata Sasuke santai.

Sejenak Naruto menghela napas dan mulai bercerita, “Iya, setelah itu Karin datang. Gak terlalu jelas juga sih. Mereka langsung ngomong-ngomong soal nego gitu. Sakura awalnya nolak karena dia gak berminat saingan buat rebutin cowok dengan Karin. Tapi kalian tahu sendiri kan gimana Sakura, akhirnya dia mau ikut serta setelah dibujuk Karin pakai uang. Aku gak tahu mereka pasang taruhan berapa…”

“Waaah~ pasang taruhan? Gila. Udah kayak judi togel aja nih.” Suigetsu geleng-geleng kepala.

“He’eh, dan kayaknya bayaran itu lumayan besar. Makanya Sakura bersedia ikutan.”

“Tch, dasar cewek gila uang,” desis Sasuke sedikit emosi. “Rendahan…”

“Aah, aku gak percaya,” kata Suigetsu, “Meski gila uang juga gak mungkin Sakura sampai segitunya.”

“Apanya yang gak mungkin? Jelas si Dobe sendiri dengar semuanya. Sakura juga pasti gak nyesel tuh putus sama aku. Toh dia udah dapat uang taruhannya.” kata Sasuke. Teringat Sakura bikin hatinya gerah, tapi dia coba untuk tetap menahan diri.

“Enggak,” bantah Naruto cepat, “Sakura belum nerima uang itu dari Karin.”

“Lho, bukannya dia udah jadian sama Sasuke? Berarti Sakura yang menang, kan?” tanya Suigetsu.

“Uang itu bakal Sakura terima kalau dia berhasil jadian sama Sasuke selama sebulan,” jawab Naruto. Kembali dia pandang lekat wajah sobat Uchiha-nya, “―dan karena kalian putus sebelum waktunya, maka Sakura pun batal terima uangnya. Itu sama saja dia kalah.”

Sejenak ketiganya terdiam. Perasaan Sasuke sendiri bercampur aduk, antara percaya dan tak percaya dengan keterangan Naruto barusan. Namun perlahan pandangannya tentang Sakura sedikit berubah.

Priiiiitttt…

Peluit panjang Genma terdengar nyaring, sontak menghentikan langkah-langkah cepat anggota klub basket yang masih berlari. Dengan napas terengah-engah mereka semua segera menepi ke sisi lapangan. Beristirahat sejenak dan mengisi ulang tenaga mereka yang tadi habis terkuras.

Satu botol air mineral pun segera dihabiskan Sasuke. Dengan handuk kecilnya cowok itu menyeka keringat yang membasahi badan.

“Hmm, menurut aku yang salah itu Karin,” kata Suigetsu tiba-tiba, “kalau gak ditantangin begitu sama dia, Sakura juga pasti gak bakalan mau kan? Lagian soal rekaman video pemicu kemarahanmu itu―kayaknya dia sengaja deh. Ini pasti memang rencana Karin.”

“Tapi taruhan tetep aja taruhan,” bantah Sasuke. “aku tetap gak bisa terima alasan itu.”

“Iya, iya, aku ngerti maksudmu Teme. Siapa sih yang pengen dijadiin bahan taruhan?” kata Naruto, sok akrab dia tepuk-tepuk dan rangkul sebelah bahu Sasuke, “tapi yang pasti setidaknya sekarang ada kesalahpahaman yang terselesaikan kan? Sakura itu gak seburuk kelihatannya.”

“Yeah, Sakura memang doyan taruhan dan senang uang. Dia semangat banget soal dua hal itu.”

“Eh, lagi pada omongin siapa? Sakura?” cowok Inuzuka dengan tato taring di pipi langsung ikut nimbrung. “Wah, aku juga pernah nantangin dia manjat pohon tuh dulu. Meski kalah tapi asyik. Kalau dia menang kayaknya entah kenapa aku juga ikut merasa senang.”

“Aah, taruhan yang itu. Iih, sebel banget Kiba, gara-gara itu apa kau tahu celanaku jadi kotor?!” lanjut Naruto, “Hehe, tapi lucu juga sih. Karena setelahnya aku gak minjemin celana lagi sama Sakura, eh dia malah lampiasin kekesalannya pas kalah taruhan sama Chouji. Malah aku disuruh ikut ganti rugi kekalahannya pula.”

“Hehehe, ada-ada aja tuh cewek, ckckck~”

“Iya, Sakura memang seperti itu…”

“Mungkin dia senang uang, tapi setahuku dia tak sembarangan mendapatkannya.”

“Dia juga senang taruhan, tapi tak semua tantangan dia lakukan.”

“Meskipun begitu, aku pandang dia sebagai gadis yang masih punya harga diri kok.”

“Iya benar, pernah tuh dulu ada anak yang nantangin dia macam-macam atau nyuruh dia buat melakukan sesuatu yang rada-rada―ehem―yah, kalian tahu sendiri kan gimana pikiran kotor cowok. Tapi dengan tegas Sakura menolaknya, padahal uang bayarannya pasti lumayan.”

“Ahahaha~ maksudmu soal Menma?”

“Eh, Menma?”

“Iya, aku tahu beberapa hari lalu dia tantang Sakura adu minum cola botol 1, 5 liter. Padahal cuma untuk 15.000 ryo, tapi Sakura berusaha begitu keras untuk bisa menang. Dan setelah menang, Menma coba tawarkan sejumlah uang yang lebih besar asal Sakura mau seharian pergi berkencan dengannya. Dan kau tahu apa yang dilakukan Sakura? Dia menghajar Menma, hahaha~…”

Yang lain langsung sweatdrop mendengar cerita Sakon―ngeri juga.

“Kalau memang dia berniat menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisinya dalam mendapatkan uang, tentu dia pasti mau meski harus menjual harga dirinya.”

Sasuke hanya duduk terdiam mendengarnya, sementara orang-orang itu terus saja berkomentar tentang Sakura. Perlahan tapi pasti sedikit demi sedikit mulai mengubah pikiran buruk Sasuke tentang Sakura. Mungkin lelaki itu selama ini telah salah menilai seperti apa Sakura sebenarnya. Keraguan pun mulai dirasakan Sasuke.

Sejenak dia tenggelam dalam pikirannya yang kritis.

Money dan gamble lover―Sakura senang sekali sama yang namanya uang dan taruhan. Sepertinya dia bahagia kalau punya banyak uang. Ya iya-lah, siapa sih yang gak senang? Kalau dilihat dari latar belakang keluarganya, Sakura berasal dari keluarga yang berkecukupan. Tidak seperti Konohamaru yang sama-sama senang mengumpulkan uang karena memang dipaksa oleh kebutuhan.

Tak ada yang mengerti tentang kelakuan Sakura itu. Alasan dibalik kegemarannya terhadap uang dan taruhan tak ada seorangpun yang tahu. Apa mungkin dia punya masa lalu yang memicunya untuk melakukan semua itu? Mengumpulkan banyak uang? Memenangkan sebuah taruhan? Benar apa kata mereka, Sakura tak sembarangan mengumpulkan uang-uang itu. Sebesit perasaan sesal menghinggapi batin Sasuke. Dia menyesal dulu sempat memperlakukan Sakura dengan buruk dan kejam. Memberinya sejumlah uang setelah menciumnya dan menuduh Sakura sebagai gadis rendahan yang rela melakukan apapun demi uang.

Sasuke jadi ingat, bahkan Sakura sebenarnya tak mau menerima pemberian dari orang lain secara cuma-cuma. Meski memang gadis itu senang dengan apapun yang berbau gratisan. Pernah satu waktu terjadi kesalahpahaman kecil antara Sakura dan Sasuke. Di hari mereka kencan, Sasuke bermaksud membayar barang belanjaan yang dibeli Sakura. Menurut Sasuke, wajar bila dia sebagai pacar setidaknya memberikan Sakura sesuatu atau mentraktirnya. Tapi tetap Sakura bersikeras menolak, Sakura tegaskan dia mampu bayar sendiri. Dia tak butuh uang dari Sasuke. Lagipula Sakura tak mau memanfaatkan keuangan orang lain hanya karena punya status sebagai ‘pacar’.

Sasuke mulai mengerti satu hal sekarang, kalau pandangannya tentang Sakura mungkin salah. Selama ini Sasuke pikir money lover itu tak lebih dari seorang matre, tapi ternyata Sakura…

“Nah, gimana Teme?” tanya Naruto sembari tersenyum, “Apa selama ini kau sungguh sudah mengenal pacarmu dengan baik?”

~( $_$ )~

TBC….. Next to Chapter 9

~( $_$ )~


Bachot Session from Author:

Yo minnaaaa~ akhirnya chapter 8 publish juga (^0^)/

Ehem, ini udah updet kilat kan? Hihihi~ (^-^)v

Err, ya ga kilat-kilat amat juga sih, kilat kan cuma sekejap, sedangkan saya mungkin 30 jam-an ehehehe~…

Maaf chap 7 udah bikin nyesek dan klo ternyata tidak sesuai harapan. Hubungan SasuSaku akan terus berlanjut, makanya tunggu Chapter 9 : The Second Chance publish yang gak bisa saya jamin kapan updetnya, gomen ne~… *Inginnya sih cepet, tapi liat sikon dulu* (^-^)a

Ok, See you next chap~ -(^0^)/


Special Thanks to:

Jile Sing, Itha, Judy Maxwell, YaYaK, zogakkyu, Chii, Ichi, rilojack, KazuhaRyu, Marshanti Lisbania Gratia, Noera Jani Wijaya, qori, raditiya, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, Rei-reixki-ki, Anindi,

And

All of You Silent Readers

35 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *