SAKUSASU Fic: HOLD MY HAND ~ Chapter 4

Yatta~ chapter 4 update!
Diluar dugaan ternyata ada juga yang baca Fic ini^-^… so this chapter special for leil and YaYaK yang udah baca dan komen fic ini, juga mengharapkan adanya chapter 4, sehingga memotivasi gue supaya buru-buru update! Sankyu~ ^-^

CHECK IT OUT!

Cerita Sebelumnya….

Sakura yang diam-diam mengikuti Sasuke, menemukan sisi lain dari cowok itu. karena kecerobohannya, kaki Sakura terkilir. Kemudian Sasuke membawanya ke markas Taka. Disana Sakura berkenalan dengan teman-teman Sasuke dari Akatsuki. Di tengah rasa lelahnya, Sakura terlelap, dalam keadaan setengah sadar, dia tak sengaja mendengar pembicaraan tentang rencana kepergian Sasuke.

Chapter: 4/6
Pairing: Sakura Haruno x Sasuke Uchiha
Rate: T
Genre: Romance, Friendship, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO resmi adalah milik MASASHI KISHIMOTO
Length: 3.373 word

If you don’t LIKE, don’t READ!!!

Itadakimasu~

*
*
*

“Tak salah lagi, gadis itu memang dia…”

“Sakura Haruno…”

Terdengar suara samar yang mengusik tidurku. Membuatku terbangun dan perlahan membuka mata. Rasanya ini masih seperti mimpi. Aku berusaha mengumpulkan kembali kesadaranku sepenuhnya. Mengerjapkan mata, melihat-lihat ke sekeliling. Aku merasa heran, mendapati pemandangan tak dikenal disekitarku. Seingatku, aku tertidur di sofa sempit di markas Taka. Tapi sekarang, aku berbaring di atas ranjang empuk yang terasa nyaman. Diselimuti bed cover hangat berbahan lembut.

Aku berada di sebuah kamar bernuansa biru yang tampak asing bagiku. Dengan desain minimalis namun tetap terkesan mewah. Deretan rak-rak buku, seperangkat sound system, home theater canggih, lengkap dengan banyak DVD dan CD yang tertata rapih didekatnya. Meja belajar dilengkapi Personal Computer. Juga lemari penuh koleksi action figure dan gundam kit berbagai model.

Kamar siapa ini?… aku mengernyit. Pandanganku tertuju pada lambang kipas berwarna merah-putih yang terlukis di salah satu sisi tembok kamar. Itu seperti pernah kulihat sebelumnya.

“…”

“Kabur dari rumah?!”

“Kenapa hal ini bisa sampai terjadi…”

“…”

Lagi-lagi terdengar suara samar. Aku memutar mataku, melihat ke arah sumber suara itu. Di ambang pintu, tampak berdiri empat orang yang sedang berbicara. Sasuke… aku mengenali salah satu diantara mereka. Meski sekarang dia berdiri memunggungiku, tapi tak salah lagi, model rambut pantat ayam itu cirinya. Syukurlah, dia juga ada disini. Aku merasa lega, karena aku tak sendirian.

Tapi, siapa yang lainnya? Seorang wanita dan pria separuh baya. Usia mereka tampak tak jauh berbeda dari usia kedua orangtuaku. Selain itu juga ada pria lain, lebih muda, berambut hitam dan sepintas wajah tampannya mirip dengan Sasuke. Aku sempat mengira orang itu Sasuke, kalau saja tak melihat model rambutnya yang lebih panjang, juga garis wajah tegas dan dewasa yang dimilikinya. Mereka berempat tampak sedang dalam pembicaraan yang serius.

“Lalu kenapa gadis itu bisa sampai bersamamu?” tanya wanita cantik yang memiliki mata Onyx hitam seperti Sasuke.

“…”

“Kau juga berkelahi lagi. Benar-benar ingin jadi berandalan…” lanjut si pria separuh baya.

“…”

Aku tak mendengar suara Sasuke. Dia lebih banyak diam.

“Selalu saja berulah. Kau bukan anak kecil. Jangan berbuat seenaknya. Cobalah untuk bersikap lebih dewasa, Sasuke…” yang wanita mengomel lagi.

“Yang kau lakukan sangat mengecewakan kami. Apalagi sampai melibatkannya. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada gadis itu….”

“Sudah. Kaa-san, Too-san. Yang penting sekarang mereka baik-baik saja.” Si pemuda tampan tadi mencoba menenangkan suasana. “Untung, Sasuke bertemu dengannya dan membawanya pulang. Kalau benar gadis itu pergi dari rumah, keluarga Haruno pasti sangat khawatir. Sebaiknya sekarang kita beritahu mereka, kalau putrinya ada disini.”

Eeh? Haruno?…. Yang mereka maksud itu aku?….. aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi? Apa hubungan mereka, Sasuke dan aku?…

“…”

“Kau tidak berbuat macam-macam padanya, kan?”

“Dia Sakura Haruno, putri sulung dari klinik Haruno. Tunangan kakakmu, Itachi….”

Eehh??!!….

Mata hijau Emerald-ku membulat sempurna, membelalak tak percaya saat mendengarnya. Aku benar-benar terbangun dari tidurku. Ini bukan mimpi, kan? Aku jelas mendengarnya. Saat namaku tadi disebut. Saat kata ‘tunangan’ itu terdengar. Saat nama ‘Itachi’ diucapkan.

Aku, Sakura Haruno adalah tunangannya Itachi, kakaknya Sasuke?

“Tunggu…” aku lekas bangkit dan menyela pembicaraan mereka. Keempatnya langsung menoleh padaku. Memandang terkejut. “Apa maksud pembicaraan kalian itu?” tanyaku.

“Ah, kau sudah bangun nona Sakura…” kata Itachi sambil tersenyum ramah. “Maaf ya, kami jadi membangunkanmu. Kaa-san sih, tengah malam begini masih saja mengomel-omel. Too-san juga, marahnya besok saja. Kita jadi mengganggu istirahatnya Sakura-chan.”

“Aduh, maaf ya, Sakura…” Wanita yang tadi berwajah seram khas ibu-ibu yang marah, tiba-tiba ekspresinya melembut. Kemudian berjalan mendekatiku dan duduk disisi ranjang. “Kau pasti terkejut kenapa ada disini. Tenang saja. Sekarang kau sedang berada di kediaman Uchiha. Aku, Mikoto Uchiha. Itu suamiku, kepala keluarga Uchiha, Fugaku uchiha.” Katanya sembari menunjuk pria separuh baya tadi yang masih saja tampak menyeramkan bagiku. “Lalu anak-anak kami, kau pasti sudah mengenal mereka. Itachi Uchiha dan Sasuke Uchiha…”

DEG!
Jantungku berdegup kencang saat mendengar nama itu.

Uchiha!….

“Sa..su..ke Uc..hi..ha…” gumamku pelan, sambil tak melepaskan pandangan dari Sasuke yang balas menatapku dengan ekspresi wajah datar seperti biasa. Tak tampak keterkejutan pada dirinya. Tak seperti aku yang benar-benar shock mengetahui hal ini.

Sasuke seorang Uchiha? Kenapa dia harus menjadi seorang Uchiha?

Uchiha. Nama keluarga itu adalah nama keluarga calon tunanganku. Nama yang paling aku benci setiap kali mendengarnya. Nama yang membuatku sedih dan meluapkan emosiku. Aku benci Uchiha, yang harus ada dengan perjanjian konyolnya di masa lalu, yang berimbas besar pada masa depanku. Aku benar-benar membencinya. Aku bahkan kabur hari ini karena ingin melarikan diri dari nama itu. Tapi apa yang barusan aku dengar? Sasuke, jadi dia seorang Uchiha? Tak hanya itu, dia adalah putra bungsu keluarga ini. Artinya dia punya seorang kakak laki-laki. Dan itu adalah calon tunanganku. Bagaimana hal ini bisa jadi begitu rumit. Kalau begitu kelak hubunganku dan Sasuke mungkin akan jadi saudara ipar.

Tidak! Aku tak ingin mengakuinya. Kutepis jauh-jauh pikiran mengerikan itu. Aku tak mau kalau hal itu sampai terjadi.

“Kau lebih cantik daripada di foto. Aku senang sekali akhirnya kita bisa bertemu. Seharusnya pertemuan pertama kita tak mengejutkan seperti ini ya, Sakura…” lanjut Mikoto, “Ehm, sebenarnya ada banyak hal yang perlu kita bicarakan, tapi pasti kau lelah. Sebaiknya istirahatlah kembali. Kita lanjutkan besok saja. Kami akan memberitahu keluargamu, malam ini kau menginap saja disini ya?”

“Hn.” … Aku hanya mengangguk dan tersenyum samar. Tak tahu apa yang sebaiknya kukatakan. Masih bingung dengan semua ini.

“Ehem,…” Fugaku mendehem, mencairkan kebisuan, “Kalau begitu aku akan menghubungi Haruno-san sekarang. Sasuke, kita bicara di luar.”

Sasuke hanya berdecih dan mengerling. Bersikap cuek. Masih menyandarkan badan ke tembok sambil melipat kedua tangannya didada.

“Tunggu,…” kataku, mencegah paman Fugaku yang akan melengos pergi. “Kalau ini tentang aku, tolong jangan salahkan Sasuke. Dia sama sekali tak bersalah. Aku sendiri yang memutuskan untuk pergi dari rumah. Itu keputusanku. Padahal Sasuke sudah menyuruhku pulang. Tapi aku tak menurut, malah mengikutinya. Semuanya salahku. Aku yang merepotkan Sasuke.”

Onyx hitam Sasuke menatapku tajam. Tampak tak suka dengan apa yang kukatakan. Padahal aku ini sedang membelanya, tapi dia malah bersikap seperti itu.

“Too-san, sebaiknya kita lupakan saja masalah ini. Bagaimana?” Itachi buka mulut, “Yang penting Sakura tak apa-apa. Sasuke tahu dia bersalah karena sudah berkelahi. Tapi dia tidak akan berbuat seenaknya. Aku yakin pasti Sasuke punya alasan kuat kenapa melakukannya. Untuk kali ini, maafkanlah Sasuke, Too-san.”

Sejenak Fugaku menghela nafas, “Baiklah. Kita bicarakan hal ini lain kali saja, Sasuke.” katanya sembari melengos pergi.

Senyumku mengembang. Itachi juga. Sedangkan Sasuke kembali berwajah datar. Aku heran dengan cowok yang satu itu, harusnya yang paling senang mendengar hal ini kan dia.

“Nah, kalau begitu, aku siapkan dulu kamar tamunya. Kau juga harus ganti baju, supaya tidurnya nyaman.” kata Mikoto, bergegas keluar ruangan sebelum aku sempat mencegahnya untuk tak usah repot-repot memperlakukanku.

Maka tinggalah dalam ruangan ini hanya kami bertiga. Aku, Sasuke dan Itachi.

Duak…

Aku kaget melihat Sasuke melayangkan satu pukulan ke arah tembok. Wajahnya tampak sangat kesal.

“Tch, menyebalkan. Hari ini aku benar-benar sial.” dengus Sasuke sambil menjatuhkan dirinya keatas sofa. Sejenak menghela nafas panjang. Merengut, bermuka masam. Baru pertama kali ini aku melihat ekspresi Sasuke yang seperti itu.

“Kau ini… Pakai pukul tembok segala. Memangnya sand bag. Itu sakit, kan?” kata Itachi seraya mendekati Sasuke. Tangannya perlahan menyibakkan sedikit rambut raven cowok itu, melihat bekas luka di kepala Sasuke, “Wah, ini juga pasti sakit. Biar terluka, tapi tadi kau menang, kan?”

“Ya, tentu saja aku menang. Memang kakak pikir aku ini siapa? Mereka bukan lawanku.” Sasuke menyeringai.

Itachi tersenyum, “Luka yang didapat karena melindungi seseorang itu pasti membanggakan, kan?”

“Haa~ jangan salah paham kak. Aku berkelahi bukan karena dia.” Sasuke memicingkan matanya, menatapku tajam, “Aku bahkan tak tahu kalau dia ada.”

What?! Kata-katanya sungguh dalam…

“Dia terluka karena kecerobohannya sendiri.” Lanjut Sasuke.

“Ya, aku ceroboh, Mr. Perfect. Maaf sudah merepotkanmu. Terimakasih atas bantuannya.” Balasku berbicara sama sinisnya.

“Kau tahu diri juga ya. Memang merepotkan. Sangat merepotkan…”

“Sudah, sudah… jangan bertengkar.” Itachi melerai, “Sakura-chan, maafkan atas sikap adikku yang bodoh ini. Dia memang sedikit kasar, tapi aslinya baik kok.”

“Ehm, ya, aku tahu itu kak…” kalimatku terhenti. Enggan meneruskan menyebut namanya.

Itachi tersenyum lagi, orang ini benar-benar ramah. Sikapnya baik dan terasa hangat. “Ah, maaf terlambat memperkenalkan diri. Namaku Itachi. Aku kakaknya Sasuke. Putra sulung keluarga Uchiha. Lalu seperti yang sudah kau ketahui, entah sejak kapan, walaupun belum secara resmi, kita ini bertunangan, nona Sakura Haruno.”

Jantungku berdegup cepat lagi. Jari-jariku mencengkram erat selimut. Emosiku meluap mendengar kata ‘tunangan’. Terlebih lagi diucapkan oleh calonku sendiri. Dihadapan Sasuke. Rasanya aku semakin ingin melarikan diri. Itachi Uchiha, kakaknya Sasuke Uchiha. Pasangan yang seenaknya ditentukan untuk masa depanku.

Aku menatap Sasuke sedih. Dia mengerling ke arah lain, menghindariku. Apa maksudnya?

“Apa kak Itachi tau alasanku kabur?”

“Hmm, ya, Sasuke menceritakan semuanya.”

“Begitu….” Aku masih menatap Sasuke. “Berarti kakak tahu kalau aku tak pernah setuju dengan pertunangan ini.”

Itachi terkekeh, “Sakura, kau ini terus terang sekali. Tapi aku suka kok.”

Apa? Suka? Bukan itu yang aku mau. Yang sedang kulakukan ini adalah penolakan. Apa-apan dia, malah tersenyum innocent begitu, menampilkan sisi wajahnya yang tampan. Harus kuakui dia lebih menawan daripada Sasuke. Tapi itu tak membuatku terpesona dan jadi menyukainya.

“Um, sebaiknya, aku keluar saja.” kata Sasuke seraya bangkit.

“Tunggu, Sasuke…” aku mencegahnya. Tapi cowok itu keburu melengos pergi meninggalkan aku berdua dengan Itachi.

“Adik yang pengertian. Dia tahu kita butuh privasi.”

Aku melotot, tak setuju dengan ucapan Itachi. Aku tak suka Sasuke meninggalkanku berdua dengan orang ini. Pria dan wanita. Di dalam kamar. Malam-malam. Status = bertunangan. Privasi. Memang privasi untuk apa? membuatku tambah sebal.

Tapi aku juga tak mau kalau Sasuke mendengar pembicaraan tentang pertunangan ini. Aku mengingat kejadian sore tadi. Saat kami begitu dekat dan aku bebas menceritakan tentang masalahku padanya. Ironis sekali. Dalam sekejap hal itu berubah. Siapa sangka tunanganku itu kakaknya. Kakak yang sangat dikaguminya. Kakak yang menjadi panutannya. Kakak yang selalu menjadi nomor satu dan tampak hebat di matanya. Sosok yang bagi Sasuke adalah segalanya. Aku teringat ekspresi Sasuke setiap kali membicarakan kakaknya. Betapa dia sangat menyayangi dan menghormati orang ini.

“Lalu… kenapa aku bisa berada disini sekarang?” Itu pertanyaan utama yang dari tadi ingin kutanyakan. Meskipun aku juga tak yakin orang ini bisa menjawabnya.

“Aku yang menjemput kalian dari markas Taka.” Jawab Itachi.

“Hah?! Kenapa?” Aku terkejut.

“Karena adikku yang manis tak juga pulang.”

Sejenak Itachi menghela, menumpangkan sebelah kakinya. Membenarkan posisi duduknya agar lebih santai. “Kau tahu kan kalau hari ini kami punya acara keluarga yang sangat penting. Pertemuan keluarga Uchiha dan Haruno. Sasuke memang bilang tak akan hadir. Aku tahu biasanya dia suka menghabiskan waktu dengan teman-teman Akatsuki-nya. Lalu saat aku menelepon Sasuke, dia bilang dia sedang ada masalah. Seorang temannya terluka dan tertidur pulas. Sasuke tak bisa meninggalkan orang itu di markas Taka sendirian. Mengantarnya pulang ke rumah juga tak tahu dimana alamatnya. Orang itu adalah kau, Sakura. Gadis yang kabur dari rumah. Jadi kami terpaksa membawamu ke rumah kami.”

Aku tertegun mendengar ceritanya.

“Tidurmu pulas. Kau pasti sangat lelah, sampai tak sadar sudah dibawa kemari. Aku belum pernah melihat Sasuke begitu perhatian terhadap orang lain, sampai aku mengira kalau kau itu pacarnya. Tapi kemudian Kaa-san mengenalimu sebagai Sakura Haruno. Dan yang terjadi selanjutnya, seperti yang kau lihat. Kaa-san dan Too-san jadi salah paham. Mengetahui Sasuke yang berkelahi, pulang ke rumah membawa seorang gadis. Terlebih lagi gadis itu tunangan kakaknya. Lalu pertemuan keluarga malam ini yang tak berlangsung sesuai rencana, kau tahu dengan jelas alasan kenapa semua ini bisa sampai terjadi?”

“Karena aku kabur dari rumah.” Jawabku tegas.

“Ya, kau benar. Karena ulahmu itu, keluarga Haruno panik sekali. Terutama ibumu. Dan juga si kecil Sasori. Kau ini, tega sekali Sakura. Sampai melakukan hal nekat seperti itu.”

Kaa-san… Sasori… dalam hati aku merasa bersalah mengingat peristiwa itu.

“Aku hanya berusaha tegas, menolak pertunangan ini.” Lanjutku.

“Kau sepertinya sangat membenciku.”

“Yang kubenci adalah rencana pertunangannya.”

“Benarkah?” Itachi terkekeh, “Tapi aku melihat ada alasan lain. Apa karena Sasuke?”

Deg!

Aku terdiam mendengarnya. Tuduhan Itachi itu memang benar.

“Kau pasti tidak tahu kalau Sasuke itu adikku? Kalau kau tahu, pasti kau enggan berhubungan dengan Sasuke. Sasuke juga sama saja. Selama ini dia tidak tahu kalau tunanganku itu seorang gadis bernama Sakura Haruno. Kalau dia tahu, dia pasti akan menghindarimu.”

“Itulah sebabnya aku jadi semakin membenci pertunangan ini. Karena Sasuke sangat menyukaimu. Aku tahu betapa dia terobsesi pada kakaknya. Aku mohon kak Itachi, kalau kakak mengerti, mohon batalkan pertunangan ini juga.”

Sejenak Itachi terdiam. Wajahnya berkerut, tampak berpikir. Tak lama dia menyeringai, “Itu tidak bisa. Kalau kau mau, coba saja rebut Sasuke dariku.”

“Apa?” aku terkejut mendengarnya.

“Rebut Sasuke dariku. Ubah obsesinya. Saat itu juga aku akan membatalkan pertunangan ini.”

Jadi aku harus membuat Sasuke memilihku daripada kakaknya? kalau Itachi juga tak setuju dengan rencana pertunangan ini, dia bisa langsung membatalkannya juga kan? Tak perlu sampai membuat perjanjian aneh semacam ini.

“Bagaimana Sakura?” tanya Itachi. Menanti jawabanku sambil tersenyum.

Aku mengangguk mantap. Menerimanya.

Itachi lantas berdiri dan berjalan perlahan mendekatiku. Aku sedikit mundur. Merasa risih. Terutama saat tangan kanannya bergerak mengelus-elus kepalaku, mengacak-acak rambut soft pink-ku. Yang dilakukannya terasa seperti sentuhan hangat seorang kakak. Aku juga biasa melakukannya terhadap Sasori.

“Pilihanmu tepat, Sakura.” Katanya.

Lalu satu kecupan lembut Itachi mendarat di atas keningku. Membuatku malu dan blushing sesaat. Karena dia melakukannya secara tiba-tiba.

Aku melihat sekelebat bayangan di ambang pintu. Jantungku kian berdegup kencang melihat sosok Sasuke berada disana. Berdiri melihat kearah kami. Raut wajahnya tampak biasa, tapi tatapan matanya berbeda. Aku tak mengerti ekspresinya itu disebut apa.

“Sasuke…” gumamku pelan.

Itachi ikut menoleh, “Ada apa?”

Sasuke mengerling. Memutar matanya melihat-lihat kesekeliling. Lagi-lagi dia menghindari tatapan mataku. Itu membuatku sangat sedih. Bibirnya sedikit tersungging, menorehkan satu senyuman samar yang kaku.

“Eu, sepertinya aku mengganggu.” kata Sasuke.

“Sasuke, jangan salah paham. Barusan kak Itachi hanya…” aku berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Tapi Sasuke langsung menyela ucapanku.

“Kaa-san bilang kamar tamunya sudah siap.”

“Begitu…” Itachi melihat ke arahku dan Sasuke bergantian. “Tapi sepertinya Sakura akan tidur disini.”

“Apa?!” Sasuke terkejut, “Tapi ini kan kamarku.”

“Semalam saja Sasuke. Ini sudah sangat larut. Kasihan Sakura kalau dia harus berganti kamar. Bilang saja pada Kaa-san, kau yang akan tidur di kamar tamu. Atau kau mau tidur di kamarku?”

Sasuke berdecih, memicingkan matanya. “Hhh, baiklah.” dengusnya pasrah seraya berbalik.

“Sasuke!” aku memanggilnya kembali. Cowok itu sejenak menghentikan langkahnya, sedikit menoleh ke arahku. “Tolong jangan salah paham.” Aku berusaha meyakinkan kalimat itu.

Sasuke terkekeh, “Memangnya itu urusanku.” balasnya dingin, sembari kembali berjalan pergi.

Aku sangat sakit mendengar ucapannya. Ya, mungkin ini bukan urusan Sasuke. Aku tak ada hubungannya. Tapi hatiku tak bisa menahan perasaan ini. Aku tak mau kalau dia sampai salah paham.

“Kau harus berusaha lebih keras lagi, Sakura-chan.” kata Itachi dibarengi dengan senyumannya. “Nah, sebaiknya sekarang kau beristirahat, Oyasumi~…”

*
*
*

Aku tidak bisa benar-benar tidur setelahnya. Kegelisahan itu masih ada. Mengingat situasinya kini semakin rumit. Aku memikirkan Sasuke dan perjanjian dengan Itachi. Bagaimana bisa aku menyelesaikan semua masalah ini? Sekarang semuanya sudah berubah. Bukan lagi karena aku ingin meraih impianku, alasanku sekarang karena Sasuke. Andai dia orang lain, bukan seorang Uchiha, bukan adiknya Itachi. Apa akan menjadi lebih mudah?

Aku bangkit dari tempat tidur. Mencoba menggerakkan kakiku yang terkilir. Rasanya sekarang sudah lebih baik. Aku bisa berdiri sendiri dan mulai berjalan. Meskipun perlahan dan tetap harus menyeret kakiku dengan hati-hati.

“Jadi ini kamar Sasuke…” gumamku sembari berkeliling, melihat-lihat isi kamarnya yang terbilang cukup rapih untuk ukuran kamar cowok.

Beberapa foto Sasuke bersama Itachi tampak terpajang di atas meja. Menampilkan wajah ceria Sasuke yang belum pernah kulihat sebelumnya. Jadi dia selalu berwajah seperti ini setiap kali bersama kakaknya. Tersenyum lepas. Melihat foto-foto itu aku jadi berpikir untuk mencurinya satu lembar. Aku terkekeh sendiri memikirkan ide yang mustahil aku lakukan. Aku tak siap menerima kemarahan Sasuke kalau dia tahu apa yang kulakukan.

Meja belajarnya tampak sedikit berantakan oleh kertas-kertas brosur dan aplikasi universitas. Aku tertegun melihatnya, ternyata Sasuke sepintar ini sampai ditawari kuliah di berbagai universitas ternama bahkan sebelum kelulusannya. Aku terpaku pada satu berkas yang disimpan terpisah dari yang lain. Formulir aplikasi pendaftaran KONOHA International University. Terselip bersama paspor dan sebuah tiket pesawat menuju negara Hi. Entah kenapa satu bagian di hatiku terasa kosong. Jadi Sasuke benar-benar berniat pergi mengejar impiannya sejauh itu.

SREG…

Aku membuka pintu beranda kamar dan langsung disambut oleh udara dingin di pagi hari. Membuatku bergidik dan kian merapatkan tanganku, memeluk tubuhku sendiri. Ini masih jam 05.30 pagi. Samar-samar kabut putih terlihat. Langit masih berwarna biru pucat. Matahari belum tampak terbit. Tapi cahaya lampu taman yang terlihat membuat pemandangan dari paviliun kamar Sasuke ini cantik sekali. Aku terpana melihat betapa luasnya pekarangan halaman rumah keluarga Uchiha. Padang rumput hijau, taman bunga, pepohonan pinus yang berjajar rapih, dan kolam ikan lengkap dengan jembatan kecil sebagai pemanis.

Kubiarkan embun rerumputan hijau membasahi kakiku yang telanjang. Perlahan berjalan santai menyusuri taman. Melihat-lihat kesekeliling dan mengagumi keindahan pagi. Langkahku terhenti saat melihat seseorang yang juga tengah berjalan-jalan disekitar taman ini. Orang itu juga menghentikan langkahnya ketika melihatku, tampak terkejut. Jarak kami terpaut beberapa meter.

“Sasuke…” aku memanggilnya.

“Hn.” Dia hanya mengangguk, lalu sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, cowok itu membalikkan badannya. Kembali berjalan ke arah dia datang tadi.

“Tunggu, Sasuke!” aku mengejarnya, menyeret langkah kakiku secepat mungkin.

Cowok itu terus berjalan, tak mempedulikanku.

“Tunggu! Aku… ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Sasuke…”

BRUK…. Aku terjatuh. Meringis kesakitan. Rasa nyeri di kakiku kembali menjalar.

“Dasar bodoh!” bentak Sasuke seraya mendekatiku, “Kau ini… sudah tau kakimu itu sakit. Kenapa masih saja memaksa?!”

“Makanya kau jangan menghindariku, bodoh.” balasku padanya. Airmata itu cepat berkumpul diatas mata hijau Emeraldku, “Ini sakit sekali tau… sakit sekali…” aku tak bisa lagi menahannya, saat semuanya tumpah membasahi pipiku. Ini benar-benar sakit. Bukan pada kakiku. Jujur saja, nyeri di kakiku itu tak seberapa. Yang terasa begitu sakit adalah hatiku. Sampai membuatku merasa sesak.

Sejenak Sasuke menghela, dia berjongkok dan menatapku lebih lembut. Perlahan tangannya menyeka pipiku, menghapus airmataku. “Begitu saja sampai menangis. Dasar cengeng. Wajahmu jelek…”

Aku sedikit cemberut mendengar kata-katanya. Tapi perlakuan Sasuke ini membuatku senang.

Perlahan Sasuke membantuku berdiri. Dengan hati-hati dia mendudukan aku di sebuah kursi taman tak jauh dari situ. Sebentar memeriksa kakiku, “Semoga saja bengkaknya tak bertambah parah. Tapi lututmu lecet…”

“Terima kasih…” kataku.

“Hn.”

Sasuke lantas berdiri. Dia menoleh kearah paviliun kamarnya, “Sebaiknya sekarang kau kembali ke kamar lagi, Sakura.”

“Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu, Sasuke.” kataku.

Sasuke kembali menatapku, menanti aku bicara.

“Kenapa kau tak bilang kalau kau seorang Uchiha?”

Cowok itu sedikit menyunggingkan bibirnya, terkekeh mendengar pertanyaanku, “Aku bilang kok. Aku katakan padamu aku Sasuke Uchiha. Kukira kau sudah tahu itu.” Sasuke menghela, “Kau sendiri yang tak bilang kalau tunanganmu seorang Uchiha.”

Aku sedikit menundukan pandanganku. Sasuke mungkin benar. Tentang Uchiha, aku memang tak pernah mengatakan hal itu padanya. Karena aku sendiri sangat menghindari nama itu.

“Situasinya jadi seperti ini. Dan ternyata Itachi itu kakakmu. Tapi aku akan tetap melakukan sesuatu untuk membatalkan pertunangan ini. Aku menolaknya.” Sejenak aku menghela, menatap wajahnya lekat-lekat, “Sasuke, aku lebih memilihmu….” gumamku pelan.

Onyx hitam itu membulat. Tampak terkejut. Sejenak balas menatap. Sebelum kemudian kembali berpaling menghindariku.

“Kau ingat, waktu itu kau juga menarik tanganku…” lanjutku.

“Sebaiknya kita kembali ke rumah sekarang, Sakura.” kata Sasuke, cepat mengalihkan pembicaraan.

“Sasuke, aku… aku mencin…” aku berusaha mengungkapkan isi hatiku padanya. Tapi cowok itu langsung menyela.

“Aku bilang kembali!” bentak Sasuke, “Kau sebaiknya menurut saja, Sakura.”

Aku menatapnya sedih.

Kresek… kresek…
Terdengar bunyi mencurigakan dari balik semak-semak. Membuat perhatian kami teralih. Aku lekas berdiri, mendekap lengan jaket Sasuke takut-takut. Sedikit bersembunyi dibalik punggungnya. Sasuke memicingkan matanya, menatap tajam kearah semak-semak. Jantungku berdegup kencang, menanti sesuatu yang akan muncul dari sana.

Tak lama keluarlah sesosok pria tua dengan sebelah matanya yang diperban, sambil membawa sebuah gunting rumput di tangan.

“Kyaaa…” aku berteriak, terkejut melihatnya.

“Sstt…” Sasuke berdesis, “Tenanglah. Dia cuma tukang kebun keluarga kami.”

Hhh… aku kembali bernafas lega.

“Tuan muda Sasuke.” sapa orang tua itu dengan hormat, seraya membungkuk, “Selamat pagi.”

“Hn.” Sasuke hanya mengangguk.

“Maafkan aku sudah mengganggu. Kukira tadi ada kucing liar.” lanjut pria tua itu lagi.

Sasuke menatapku dan pria tua itu bergantian. Perlahan menarik lengannya, melepaskan dekapanku.

“Danzo, bisa kau antar nona Sakura kembali ke rumah? Kakinya terluka. Aku masih ada sedikit urusan.” kata Sasuke seraya melenggangkan kaki pergi dariku. Aku hanya terdiam melihatnya meninggalkanku.

Danzo, si tukang kebun itu mengangguk.

“Oh, iya, satu hal lagi, Danzo…” Sasuke sebentar berbalik, “Kau, jangan bicara yang tidak-tidak pada orang rumah. Jangan khawatir, aku bukan orang tolol yang akan menyentuh wanita milik kakak dengan serius.”

Deg!
Mendengar kata-kata Sasuke itu membuatku semakin sakit.

‘Wanita milik kakak’…

Dalam hati, aku menangis.

*
*
*
TBC …… next to chapter 5

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Bachot Session from Author:

Fuih~ jadinya chapter ini aga panjang. Meski begitu ini masih dalam 1 situasi, jadi susah buat gue potong masuk ke chapter 5.

Wah, Itachi muncul juga, mohon maaf klo gue kurang menggambarkan Itachi dengan keren. Karena gue ga pengen pesona Sasuke kalah *halah*

Danzo jadi tukang kebun (?) wkwkwk~ *ketawa guling-guling* mikirin ide ini.

Nah, gimana lanjutannya? Baca chapter 5 ya, udah mau tamat nih 😀

Oi, jangan lupa komen^-^

9 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *