Senpai~ Suki Deshita! : Chapter 3

Cerita sebelumnya…. Baca: [Chap 1] [Chap 2]

 

Sakura berusaha mendapatkan tandatangan (stempel Uchiha) dari Sasuke sebagai syarat untuk mengambil kartu pelajar KONOHA-nya.

Ditengah perjalanan menuju ruang OSIS, tak sengaja dia berpapasan dengan Gaara yang langsung mengajaknya untuk pulang bersama. Setelah berhasil mendapatkan cap dan berpikir dengan gembira membayangkan akan pulang kencan bersama Gaara, Sakura langsung pergi meninggalkan Sasuke. Sampai cowok itu kembali mengejarnya.

Sakura yang berusaha kabur, nyaris jatuh dari tangga. Untung saja berhasil diselamatkan Sasuke.  Namun setelah itu, terjadi hal yang tak terduga. Sasuke malah mencuri ciuman pertama Sakura.

  

Senpai~ Suki Deshita! : Chapter 3

 

Chapter: 3/?

Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno x Sabaku Gaara

Rate: T

Genre: Romance, Friendship, Comfort

Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Length: 3.210 words

WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. Maap kalo ceritanya jelek dan mengecewakan. Buat yang sengaja dan ga sengaja kebetulan nemu n baca Fic Abal-Abal ini, setidaknya setelah kalian membaca tolong beri komen ya (sangat diharapkan).

 Story by

Me!! [FuRaha]

 

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

 

Up to You!!!

 

~Happy Reading~

 *

*

*

Aku baru saja selesai mandi. Dan masih sibuk mematut diri di depan cermin. Setelah menyisir rapih rambut soft-pink sebahuku, kupakaikan bandana merah diatasnya sebagai pemanis. Serasi dengan t-shirt merah bergaris putih dan celana jins over-all yang kukenakan. Pakaian casual sehari-hari. Setelah itu sedikit kusapukan bedak tipis keatas wajahku, sekedar untuk melindunginya dari sinar UV. Toh tidak berdandan pun aku sudah cantik, fufufu~ pikirku narsis.

Lalu terakhir, ku ambil lip-gloss Cherry favoritku dari atas meja rias. Kuperhatikan kembali bibirku yang memang sudah tampak merah alami. Aku sudah bersiap mengoleskannya keatas bibir tipisku. Tapi kemudian terhenti saat aku teringat akan sesuatu. Bibirku dan lip-gloss rasa Cherry ini…

Membuka kembali kenangan menjijikan kemarin sore.

“Manis. Rasa Cherry. Aku suka.”

“TIDAK!!!” teriakku histeris, mengingat kata-kata itu, disertai ekspresi wajahnya yang tak bersalah. Menyeringai seakan puas.

“Sasuke Uchiha SIAL!!”

Terbayang kembali… saat itu…

Debaran jantung yang abnormal. Tatapan mata yang tak bisa lepas. Hangatnya hembusan nafas dari wajah yang bergerak semakin dekat. Dekat dan sangat dekat. Hingga kemudian tak ada lagi jarak diantara kami, saat bibir itu mendarat dengan mulus diatas bibirku. Lalu melumatnya. Entah kenapa saat itu respon otakku seakan melambat. Dan baru kusadari apa yang sedang dilakukannya ketika sesuatu yang kenyal menyeruak masuk menekan lidahku.

“TIDAK!! TIDAK!! TIDAK!! TIDAK!! TIDAK!!…” teriakku kesal.

Aku menggeleng-gelengkan kepala, berusaha mengenyahkan pikiran itu.

“Benar-benar gila. Kenapa aku bahkan bisa dengan detail mengingat semuanya…” gerutuku semakin kesal sambil menghentak-hentakkan kaki, “Kya~ Sasuke sialan. Ciuman itu untuk Gaara-ku seorang tau. Seenaknya kau curi. Dasar mesum!! Kyaa~…”

Aku melompat ke atas tempat tidur dan mengamuk. Mengambil bantal, membayangkan itu wajah Sasuke lantas memukulnya keras-keras. “Rasakan ini. Dasar mesum! Kepala pantat ayam sial! Harusnya kemarin kau kubuat babak belur seperti ini. Kau pikir karena kau senior, kau boleh berbuat seenakmu. Stempel Uchiha bodohmu itu ditukar dengan ciuman pertamaku yang berharga, sama sekali tak sebanding. Huaa~…” aku makin histeris melontarkan kemarahanku.

“Kartu pelajarku~…” rengekku lagi. Mengingat betapa bodohnya aku saat itu, saking kesalnya malah meninggalkan buku catatan berisi stempel itu disana. Padahal sudah bersusah payah mendapatkan stempelnya, tapi sekarang semuanya malah hilang.

Bagaimana nasib kartu pelajarku? Hik..hik..hik… Tak mungkin kan aku datang menemui Sasuke, menanyakan buku catatanku. Aku tak mau bertemu lagi dengan lelaki mesum itu, bahkan memikirkannya saja sekarang sudah membuatku muak.

‘Nee ki koe masuka…’

Tiba-tiba ponsel plip pink metalikku berdering. Melantunkan lagu Rythem-Harumonia. Langsung saja aku mengambilnya dari atas meja disamping tempat tidur dan cepat menjawab telepon itu.

“APA?!” bentakku kasar, yang masih terbawa emosi.

“Heeh, apa maksudmu bicara sekeras itu padaku?!” ucap si penelepon.

“Eeeh~..” mataku membulat, ketika menyadari suara siapa diseberang sana, “Aniki?!”

Yang meneleponku itu adalah Sasori Haruno. Kakakku. Usia kami beda empat tahun. Sekarang dia kuliah di Universitas Akatsuki. Dan sedang sibuk-sibuknya mengurusi beberapa proyek tugas kuliah, sampai dua hari ini tak pulang ke rumah. Aku sedikit merindukan wajah baby face-nya, suara lembut dan tatapan Obsidian-nya yang mempesona. Juga kangen mengacak-acak rambut merahnya yang membuatku selalu teringat pada Gaara.

“Ckckck~… barusan kau sopan sekali padaku, Sakura.” sindirnya.

“Ma, maafkan aku, nii-san. Tadi aku sedang kesal, jadi tanpa sengaja aku…”

“Iya, baiklah. Aku maafkan…”

Aku terkekeh mendengarnya, “Lalu, ada apa meneleponku?”

“Aku mau tanya, sekarang kau sudah sampai dimana?” tanyanya.

“Eh?” Aku mengernyit tak mengerti, “Sampai mana apanya?”

“Lho~ emang sekarang kamu masih dimana?” tanya Sasori lagi.

“Ya di rumah. Aku ada di kamarku.” Jawabku cuek. Apa sih maksud kakakku ini? Memang aku harus ada dimana? Pikirku masih tak mengerti.

“Iih, gimana sih. Kok masih ada di rumah. Aku kan menyuruhmu cepat datang kemari.” Sasori terdengar kesal.

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal, “Kapan? Kemari kemana?”

“Jiah, kau baca sms-ku semalam tidak?”

Aku melohok, cengo sesaat. “Sms yang mana?”

“Ya ampun, Sakura~…” dengus Sasori.

“Waduh, maaf nii-san, dari kemarin malam aku belum otak-atik ponselku lagi nih. Jadi aku tak tahu kalau ada sms baru di inbox-ku…”

“Huff, aku kan menyuruhmu pagi ini untuk mengantarkan tabung gambarku yang ada di kamar, kemari, ke rumah temanku. Alamatnya juga sudah sekalian aku sms. Itu penting banget. Aku masih sibuk dan tak ada waktu untuk mengambilnya ke rumah. Jadi tolong secepatnya kau antarkan itu padaku sekarang juga!”

“Haah?” aku menghela. “Apa harus sekarang?” Sejujurnya males banget minggu pagi ini bila aku harus keluar rumah.

“Ayolah Sakura~… aku akan ganti ongkos bisnya.” bujuk Sasori seakan dia tahu aku tak mau.

“Hmm…” aku mulai mempertimbangkannya, “Gimana ya?”

“Sekalian aku traktir makan siang juga deh, setuju?” tawar Sasori.

“Wha~..” ini baru aku setuju, “Iya, iya nii-san, aku berangkat sekarang juga.”

“Huuh~… dasar kau ini, giliran ditraktir baru mau.” dengus Sasori. “Ehm, cepat antar ya. Hati-hati di jalan. Terus kalo udah sampai, nanti sms aku.”

“Ok..ok.. nii-san.” jawabku riang.

“Jaa..”

“Jaa ne~..”

Pip… Ku tutup teleponnya dan mulai membuka inbox di ponselku.

“Wah ternyata memang ada sms dari nii-san kemarin malam. Ehm, jadi kemana aku harus mengantarnya?” aku telusuri setiap isi sms itu, lalu tertegun sesaat ketika membaca alamat yang tertera disana…

Jl. Chidori 7A, Komplek Sharin’gan

“Daerah mana tuh?”

.

.

.

Tiit…Tiit… Terdengar bunyi klakson memanggil.

Aku yang sedang berjalan di trotoar sedikit menoleh, mengikuti laju sebuah motor City Sport-One hitam yang melambat dan kemudian berhenti tak jauh didepanku. Si pengendara lantas membuka kaca helm fullface-nya. Senyumku mengembang tatkala melihat tatapan lembut mata hijau zambrud itu.

“Kak Gaara!!” teriakku seraya menghampiri.

“Yo~ Sakura…” sapa Gaara, setelah melepaskan helm-nya. Cowok itu sebentar merapihkan rambut merahnya yang sedikit berantakan.

Wha~ aku tak tahan melihat wajah tampannya itu.

“Mau kemana Sakura?” tanyanya kemudian.

“Halte.” jawabku, “Aku disuruh mengantarkan ini, ke rumah temannya kak Sasori.” Ku perlihatkan selongsong tabung berwarna hitam yang kutenteng dibahuku.

Gaara hanya tersenyum dan mengangguk-angguk kecil.

Sebentar aku memperhatikan penampilannya yang tampak keren dengan jaket hitam, celana jins dan sepatu bot berbahan kulit.

“Ano~.. kakak sendiri mau kemana? Rapih sekali. Jangan-jangan mau pergi kencan nih, hehe..” kataku sambil sedikit menggodanya.

“Ya begitulah…” jawab Gaara, terkekeh sambil garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.

“Eh?…” Aku terpana sesaat melihat ekspresinya yang tampak malu-malu itu. Padahal barusan aku hanya basa basi, tapi Gaara terlihat serius sekali menjawabnya.

Apa dia benar-benar akan pergi kencan?, batinku jadi resah.

“Mau diantar kemana?” tanya Gaara, yang terdengar seperti sedang mengalihkan pembicaraan.

“Itu… aku juga tidak tahu.” Aku sedikit menundukkan pandangan, memainkan jari-jari telunjukku, “Sampai halte nanti, baru mau kutanyakan bis mana yang bisa mengantarku ke Komplek Sharin’gan.”

“Komplek Sharin’gan?” Gaara menaikkan sebelah alisnya. “Wah, ini kebetulan sekali. Aku juga mau kesana. Kita pergi sama-sama saja. Aku antar.”

“Hah? Benarkah?” aku menatap Gaara lekat-lekat.

Cowok itu mengangguk lantas menyodorkan sebuah helm lainnya padaku, “Ayo naik!”

“Eh, tapi…” Sesaat aku ragu, antara senang bisa ikut dengannya dan perasaan takut merepotkan.

“Gak apa-apa. Sungguh. Aku juga mau kesana kok.” kata Gaara seolah tahu isi hatiku. Cowok itu langsung menarik tanganku, menyuruhku cepat naik ke atas motornya, “Ayo, naik Sakura!”

“Hn.”

Kalau sudah seperti ini, aku cuma bisa menurut. Ya, senang juga sih. Langsung saja kupakaikan helm ber-google itu dan sedikit memegang ujung jaket belakang Gaara.

“Apa yang kau lakukan? Kalau tak berpegangan erat, kau bisa jatuh, kan?” Gaara menarik kedua tanganku hingga melingkar dipinggangnya.

Wha~… kurasakan wajahku memanas. Pasti merona merah. Bagaimana tidak jika aku sekarang memeluk Gaara dengan erat. Duuh…

“Kita berangkat Sakura!” seru cowok itu dibalik helm fullface-nya, langsung tancap gas begitu kami siap.

Brrmm… CS-1 itu melaju.

Sepanjang perjalanan aku tak bisa sembunyikan perasaanku. Tersenyum dibalik punggung hangatnya. Memeluknya erat. Sungguh merasa senang.

.

.

.

Ckiit… dengan gerakan halus Gaara mengerem motornya. Berhenti di depan gapura mewah jalan masuk ke sebuah komplek perumahan. Aku lekas melepaskan pelukanku pada Gaara, meskipun dalam hati masih tak rela, hihihi~…

“Sudah sampai.” kata Gaara.

Aku cepat turun dan melepaskan helm-ku, “Sankyu~…” ucapku sambil tersenyum.

“Gak apa-apa. Kan sekalian…” kata Gaara, ramah. “Benar tidak mau kubantu cari rumahnya juga?”

Aku menggeleng pelan, “Tidak usah. Sampai sini saja aku sudah banyak merepotkanmu. Aku bisa cari rumahnya sendiri. Kalau tersesat nanti tinggal hubungi Sasori-nii.”

Gaara mengangguk-angguk kecil, “Ooh, ya sudah…”

“Hn.”

“Kalau gitu, aku pergi dulu ya, Sakura…” pamit Gaara. “Sampaikan salamku untuk kak Sasori. Jaa~…”

“Iya. Hati-hati di jalan.” ucapku sambil melampaikan tangan. Memandang motor hitam yang lekas menghilang di ujung jalan.

.

.

.

Setelah berjalan sekitar 10 menit, akhirnya aku tiba juga di Chidori 7A. Namun masih merasa ragu melihat betapa luas dan megahnya rumah yang berdiri kokoh dihadapanku ini.

“Aku tidak salah alamat, kan?” gumamku sambil memandang kagum sebuah rumah bergaya Eropa yang terkesan mewah itu.

‘Telepon yang anda hubungi sedang tidak aktif, silahkan… bla..bla..bla…”

“Duh, Nii-san kenapa teleponnya gak aktif?” gerutuku kesal. Aku mencoba menghubungi Sasori-nii tapi tak berhasil. Aku jadi tidak bisa memastikan rumahnya benar atau tidak.

Ting… Tong…

Akhirnya aku beranikan diri memencet bel di pintu gerbang itu. Daripada nanti dicurigai hendak berbuat jahat, pontang-panting di depan rumah orang. Lagipula, Sasori-nii sangat membutuhkan tabung gambar ini. Dan Gaara sudah berbaik hati mengantarkanku. Kupikir tak ada salahnya bertanya. Daripada usahaku datang sejauh ini menjadi sia-sia.

“Ya, siapa disana?” seru seseorang dari interkom.

Wha~… aku bingung harus jawab apa. Gak mungkin jawab aku pengantar susu kan? Ehm…

“Ano~ aku mencari Sasori Haruno…” jawabku sedikit ragu.

“Oh, Haruno-san… iya, silahkan masuk.” ucapnya kemudian.

Sreg… tak lama pintu gerbang itu terbuka sendiri.

“Eeh, jadi nii-san beneran ada disini ya?!” cengangku tak percaya. Lalu perlahan aku pun mulai melangkahkan kaki memasuki rumah itu.

Mataku berkeliling memandang kesekitar. Semakin kagum melihat luasnya pekarangan rumah ini. Taman bunga beraneka ragam. Kolam ikan dengan banyak Koi didalamnya. Lengkap dengan Gazebo dan air mancur. Belum lagi rumah besar itu…

“Orang seperti apa sih teman Sasori-nii itu sampai bisa tinggal ditempat seperti ini? Ini sih sekelas bangsawan.” cengangku dalam hati.

Aku meraih gantungan besi berbentuk bulat yang terpasang didepan pintu. Mengetuknya dua kali dan menunggu pintunya terbuka. Sesaat pandanganku terpaku pada ukiran yang tertera diatas gantungan besi itu. Sebuah kipas. Yang rasanya pernah kulihat disuatu tempat.

Ceklek… Lamunanku buyar saat pintu tiba-tiba terbuka.

Munculah sesosok pemuda berwajah tampan yang tersenyum ramah padaku, “Hallo, Sakura-chan ya?” sapanya.

Aku hanya mengangguk sungkan, masih terpana melihat mata Onyx hitamnya yang mempesona. Tampak begitu memikat. Wajahnya tegas dan terlihat dewasa. Tapi garis-garis wajahnya itu tampak tak asing bagiku. Entah kenapa aku merasa dia mirip dengan seseorang.

“Ayo masuk, anggap saja rumah sendiri.” ajaknya, “Sasori ada dibelakang. Dia sedang sibuk. Tidak bisa diganggu, hehe~…” pemuda itu terkekeh.

Aku suka melihat tawa cerianya. Selain ramah, orang ini juga benar-benar tampan. Tapi tentu saja aku tak akan jatuh cinta selain pada Gaara. ‘Cobalah untuk setia, Sakura…’ Kuyakinkan hal itu pada diriku sendiri. Lagipula dia temannya kak Sasori. Sudah kuanggap seperti kakakku sendiri.

“Oh, iya… perkenalkan, namaku Itachi. Itachi Uchiha.” lanjutnya seraya mengulurkan tangan.

‘Eh, Uchiha?!’… Tiba-tiba aku teringat Sasuke. Tidak. Pasti tak ada hubungannya. Kupikir nama Uchiha itu mungkin cukup pasaran. Lekas saja ku enyahkan bayangan Sasuke dalam pikiranku. Menyebalkan sekali kenapa aku bisa sampai mengingat cowok mesum itu segala.

“Namaku Sakura Haruno.” kataku sembari menyambut uluran tangan Itachi.

“Aslinya kau lebih manis ya?” kata Itachi, “Aku sering dengar tentang dirimu dari Sasori.”

“Hn.” Aku hanya tersenyum malu. ‘Apa yang suka nii-san ceritakan tentang aku?’, pikirku dalam hati.

Kuikuti langkah Itachi menuju halaman belakang. Tepatnya sebuah ruang santai yang terhubung dengan taman, lengkap dengan kolam renang. Suasana disana terlihat ramai. Berisik oleh suara musik bercampur tawa dan obrolan. Beberapa orang bersenda gurau, lainnya tampak asyik bermain kartu dan playstation. Lalu…

Mataku membulat tatkala kudapati seorang pemuda berambut merah, dengan wajah coreng moreng dan hanya memakai celana boxer hitam bermotif tengkorak.

“Onii-chan!!” aku benar-benar terhenyak melihatnya.

Sasori. Pemuda berambut merah itu mendongakkan kepala. Berhenti sejenak dari aktifitasnya bermain kartu. Melihat ke arahku. “Eeh, Sakura?! Kau sudah datang?”

“Kenapa dengan wajahmu?” tanyaku langsung menghampirinya.

“Oh, ini…”

“Dia kalah taruhan.” jawab pemuda berambut blonde dengan poni panjangnya yang menghalangi sebelah mata. Aku tahu dia bernama Deidara. Teman baiknya kakakku. “Yang kalah harus lepas baju.”

“Tapi kami tak mungkin menelanjanginya kan? Jadi kucoret saja wajahnya setiap kali kalah, khikhikhi~…” sambung pemuda bertopeng kulit jeruk. Yang tampaknya punya selera humor tinggi.

“Cih, taruhan yang gitu sih gak seru, Tobi.” timpal lelaki berwajah tua dan seram yang sedang asyik dengan playstation-nya. “Taruhan itu ya harusnya uang. Uang!” serunya bersemangat.

“Jiah~ Demi Dewa Jasin. Aku kalah lagi.” dengus seorang pemuda berambut perak klimis yang duduk disebelahnya. “Kau curang, Kakuzu.”

“Enak aja kau menuduh, Hidan. Cepat bayar 5000 ryo padaku.”

Aku menggeleng, menatap tak percaya, “Nii-san, apa maksudnya?! Yang kau bilang sibuk sampai tak bisa pulang ke rumah itu, maksudnya main-main seperti ini, heeh?”

“Eu, Ano~ bukan… ini…” Sasori gelagapan.

“Aku akan bilang pada Kaa-san.” ancamku padanya.

“Jangan salah paham dulu Sakura…” Sasori mencoba menjelaskan. “Ini hanya refreshing setelah semalaman kami begadang menyelesaikan tugas.”

“Uso~.” Aku mendelik tak percaya. Rasanya sia-sia saja kuluangkan waktuku untuk menemui Sasori-nii disini.

“Itu benar, Sakura.” Itachi tiba-tiba menyela, “Sebagian tugas kami sudah selesai. Sisanya tinggal digabungkan dengan gambar yang sekarang kau bawa.”

Aku masih cemberut, sedikit melirik Itachi. Menatapnya ragu. Tapi begitu melihat senyum dan kata-katanya yang terdengar yakin itu, berhasil juga melunakkan amarahku.

“Baiklah. Aku percaya.” Aku menghela, menurunkan selongsong tabung gambar yang sedari tadi kutenteng. Lantas kuserahkan pada pria berambut raven berkuncir itu.

“Yo~… gambarnya udah ada disini! Tugas kita beres!” serunya tiba-tiba, yang langsung disambut sorak-sorai lainnya.

“HORE!!!….”

Aku cengo sesaat melihat kelakuan para mahasiswa Akatsuki ini. Mereka bahkan terlihat lebih kekanak-kanakan dibandingkan bocah SD.

“Nii-san, kalau sudah selesai, aku mau pulang.” bisikku pada Sasori, “Lalu mana ongkos dan uang makan siangku?” Pintaku sambil menyodorkan tangan dan tertawa seram. “Fufufu~… Sudah mempermainkanku, menyuruhku datang sejauh ini. Awas saja kalau nii-san tak bayar aku dengan pantas.”

“Hee~…” Sasori mengangkat sebelah alisnya, “Darimana kau belajar cara mengancam orang seperti itu…”

“Darimu.” jawabku main-main.

“Eh, jangan pulang dulu, Sakura.” sela Itachi, “Kau ikut makan siang disini ya? Ibuku sudah masak banyak.”

“Ano~ terimakasih tawarannya. Tapi…”

“Orang udah baik-baik nawarin, sebaiknya jangan ditolak, Sakura.” Sasori merangkul bahuku erat. “Makan siangnya langsung aku traktir disini.” bisik kakakku itu.

“Curang…” aku mencubit pelan pinggang Sasori, hingga membuatnya menggeliat. Entah sakit atau merasa geli. “Itu kak Itachi yang traktir, kan?!”

“Hihihi~… kau lucu sekali, Sakura.” Itachi terkikik, “Aku jadi ingin punya adik perempuan sepertimu.”

Blush… wajahku sedikit terasa panas. Pasti merona karena malu. Itachi bilang aku lucu…

“Heh, Sakura itu milikku. Kau bukannya sudah punya adik.” timpal Sasori.

“Hn. My lovely baka-ototou itu…” Itachi mengernyit, menaruh sebelah tangannya di dagu, tampak seolah sedang berpikir keras, “Bagaimana kalau kita tukeran adik sehari aja, Sasori?”

Bletak… Sasori menjitak kepala Itachi, “Jangan sembarangan ya…”

“Cuma bercanda, tak perlu sampai memukulku kan…” Itachi sedikit meringis, tapi kemudian terkekeh melihatku, “Jangan pulang dulu Sakura, pokoknya kau harus makan siang disini.” ucapnya kembali mengingatkan.

“Hmm, baiklah…” jawabku sambil mengangguk kecil.

“Bagus.” Itachi nyengir, tampak senang mendengarnya. “Nah, sekarang aku mau lihat dulu menu apa yang sedang dibuat Kaa-san.” pamitnya, langsung melengos pergi.

“Apa benar ibunya sendiri yang memasak? Kupikir rumah semewah ini pasti punya koki pribadi yang dipekerjakan.” tanyaku pada Sasori.

“Kau pernah lihat acara TV Miko-Miko Chef di Channel7 ? Miko Chef itu ya Mikoto Uchiha ya ibunya Itachi.”

“Hee~…” aku terkejut mendengarnya, “Yang dulu pernah meraih penghargaan Yamato Nadeshiko itu kan?”

Sasori mengangguk mantap. “Ah, kau akan lebih terkejut lagi kalau tahu keluarga Uchiha itu sebenarnya seperti apa.”

“Wah, sehebat itu kah?” Aku menatap kagum, “Oh iya, lalu seperti apa adiknya kak Itachi? Cowok ya?” tanyaku lagi.

Sasori mengangkat sebelah alisnya, menatapku curiga, “Aah, kau tertarik?”

“Hah? Tidak. Kupikir dia mungkin saja setampan kakaknya.” gumamku pelan.

“Wakakakak~…” Sasori malah ketawa ngakak. “Hump!” aku lekas membungkam mulutnya.

“Ih, kenapa malah ketawa?” gerutu kesal, malu karena teman-teman Sasori lainnya langsung menatap kami dengan heran. “Apanya yang lucu sih?”

Sasori sejenak bernafas lega setelah kulepaskan tanganku yang membungkam mulutnya. Tapi dia tetap saja masih cekikikan menahan tawa.

“Kupikir kau tak tertarik cowok lain selain Gaara.” kata Sasori.

“Aku kan cuma tanya.” jawabku sambil cemberut, mengembungkan sebelah pipiku. Hn, kakakku ini memang tahu dengan pasti perasaanku terhadap Gaara.

“Sakura…” panggil Sasori.

Aku sedikit melirik kearahnya.

“Terus terang aku lebih suka kalau kau bukan dengan si bocah Suna itu.”

“Eh, memangnya kenapa?” tanyaku heran. Ucapannya barusan terdengar serius sekali.

Sasori mendengus, memasukan kedua tangannya kedalam celana boxernya, “Aku benci melihat rambut merahnya yang seakan mau menyaingiku, haha~…” ucapnya sambil melengos pergi.

“Haah?” aku langsung sweatdrop…

.

.

.

“Ano~ nii-san, toiletnya sebelah mana ya?” tanyaku, sebentar menginterupsi kegiatan Sasori yang mulai bergelut kembali menyelesaikan tugas kuliahnya. Berkutat dengan laptop dan kertas-kertas catatan. Padahal beberapa waktu lalu masih asyik bermain-main, tapi sekarang bisa seserius ini. Aku heran bercampur kagum.

“Oh, belok kiri, pintu paling ujung.” jawab Sasori tanpa sedikitpun melepaskan pandangannya dari laptop.

Aku menghela, rasanya sebal juga dicuekin seperti ini. Harusnya tadi aku langsung minta pulang dan tak perlu ikut makan siang segala.

“Mau kemana, Sakura?” tanya Itachi yang berpapasan di pintu.

“Kamar mandi.” jawabku.

“Wah, kamar mandi yang di ujung sana masih dipake Kisame tuh.”

“Hah? Ya ampun, tu anak masih aja belum selesai mandi?” cengang Sasori.

Itachi hanya mengangkat bahu, “Namanya juga anak Hiu.”

“Keasyikan main air kali dia. Udah dari pagi berenang di kolam juga gak puas.” timpal Hidan.

Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan siapa itu Kisame si anak Hiu. Masalahnya sekarang aku sudah kebelet nih, “Terus…” aku menatap lekat-lekat kak Itachi.

“Kau bisa pakai yang di lantai dua.” kata Itachi seolah mengerti apa yang ingin kutanyakan, “Dari tangga ini naik, belok kanan, lurus, pintu sebelah kiri ya?”

“Hn. Sankyu~..” ucapku langsung bergegas pergi.

Seperti yang tadi diarahkan Itachi, aku baru saja naik ke lantai dua, berbelok ke kanan dan berjalan lurus menuju pintu sebelah kiri. Perlahan aku membuka kenop pintu itu, yang memang tidak dikunci. Begitu aku membukanya…

“Kyaaa~” aku langsung menjerit. Spontan terkejut melihat sesuatu didalam sana.

@@@

TBC……… next to chapter 4

 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bachot Session from Author:

Akhirnya publish juga chapter 3

Maaf untuk keterlambatannya, diluar dugaan minggu ini ada banyak hal yang harus saya urus sampai tidak punya waktu banyak buat ngetik-nya. Klo sekedar Draft sih sambil nganggur dan iseng suka saya ketik di HP trus ntar tinggal salin 🙂

Tadinya ini mau saya publish skalian chapter 4, tapi berhubung sudah banyak yang menanti, langsung saja deh seadanya…

Makanya diakhir cerita agak tanggung. Moga Chapter 4 bisa cepat saya publish (sudah tidak sabar ada apa dibalik pintu kamar mandi itu?) *pikir mesum* #plakk

This chapter special for YaYaKkazunariladykimsongeum dan kamu yag udah baca Senpai~ Suki Deshita! chapter 1-2 tapi ga komen, komen donk ah~

Yosh…

akhir kata

Sankyu~ udah baca m(_ _)m … comment please

See you! [^-^]/  on chapter 4~

20 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *