Senpai~ Suki Deshita! : Chapter 8

Cerita sebelumnya….
Baca: [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3][Chap 4] [Chap 5] [Chap 6] [Chap 7]

 @@@

Suatu ketika aku bermimpi. Berlari tanpa arah di tengah jalan berkabut. Dan batu kecil pun bisa membuatku jatuh tersandung. Dalam rasa sakit, tak sanggup berdiri sendiri, aku menengadah dan melihat sosok samar orang yang kusukai. Dia hanya terdiam seraya perlahan mengulurkan tangan, menanti aku meraihnya.

Begitulah… tangan itu memang harus kuraih sendiri. Aku harus berusaha menggapainya.

“Akan kuraih…” saat ku berpikir seperti itu, seraya kuulurkan tanganku padanya, kau tahu apa yang terjadi padaku kemudian?…

Tanpa kusadari ada sosok lain yang sudah lebih dahulu mendekat dan membantuku kembali berdiri. Tangannya tak hanya terulur tapi juga dengan erat menggenggamku.

“Tenanglah.” bisiknya, “Aku akan selalu ada untukmu.”

Kabut perlahan tersaput, memperlihatkan dengan jelas sosok didekatku itu. Aku tak terkejut. Aku sudah tahu, ternyata memang dia. Selalu dia…

Sasuke…

@@@

Senpai~ Suki Deshita! : Chapter 8

Chapter: 8/?
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno
Rate: T
Genre: Romance, Friendship, Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:  3.774 words
WARNING: OOC, AU, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.

Story by Me!! [FuRaha]

If you don’t LIKE? Read?

Don’t Read?

Up to You!!!

~Itadakimasu~

*
*
*

Kelima jari itu saling bertaut. Kuperhatikan tanganku terlihat lebih kecil dibandingkan tangan kekarnya. Hangat. Itulah yang kurasa saat dalam genggamannya. Bersama dengan itu pula kurasakan sesuatu yang lain dalam diriku. Kusentuh dada kiriku, tepat diatas jantung yang berdebar kencang. Perasaan seperti ini juga pernah kualami. Persis seperti waktu itu. Saat pertama kali kami melakukannya.

“Kenapa?” tanya Sasuke, membuyarkan lamunanku.

‘Tidak.” Aku mengerjap. Memutar pandangan, melihat kesekeliling sepanjang jalan yang kami lalui. Entah kenapa aku jadi tak berani menatap langsung Onyx itu. Merasa malu. Hal sederhana seperti ditatap olehnya saja bisa membuat wajahku merona.

“Perasaanmu sekarang sudah jauh lebih baik?” tanya lelaki berambut raven itu. Matanya mendelik kebelakang. Aku juga ikut melirik ke arah yang dia maksud.

Berjalan dibelakang kami adalah Gaara dan Matsuri. Mereka berdua masih tampak mesra. Matsuri menggandeng lengan Gaara seperti biasa, sambil tertawa-tawa melontarkan candaannya. Tapi Gaara, dia jadi sedikit berbeda. Sekilas raut cerianya hilang. Berganti tatapan selidik. Entah ditujukan padaku atau Sasuke. Tapi sikapnya berubah. Lain dari sebelumnya.

“Iya. Lumayan.” jawabku sambil menggulum senyum. Memang dari awal lebih baik kalau aku yang berjalan didepan mereka. “Terima kasih untuk hari ini dan yang tadi.” lanjutku kemudian.

Sebelah alis Sasuke terangkat. Dia tersenyum samar. “Hn.” Seperti biasa itu jawaban yang sudah jadi ciri khasnya. “Tumben tadi kau tak marah, menyesal atau menolakku seperti biasa.”

Mendengar perkataannya, aku pun sejenak berpikir. Yah, sebenarnya aku juga tak tahu kenapa kali ini aku diam saja menerima perlakuannya. Kubiarkan dia menciumku dan menggenggam tanganku.

“Entahlah…” kataku sambil menggeleng pelan, “Mungkin karena aku memang mau melakukannya.”

“Dan kau lakukan ini demi dia?” tanya Sasuke. Sudah pasti ‘Dia’ yang dimaksud adalah Gaara. “Saking terdesaknya tadi kau jadi mau melakukannya denganku?”

“Tidak juga. Kulakukan ini untuk diriku sendiri.”

Sasuke menatapku lekat, seolah menanti penjelasan lain.

“Bukankah kau sendiri tadi yang menawarkan bantuan?” tanyaku kembali ingatkan dirinya. “Kau juga pasti punya alasan sendiri kenapa mau membantuku. Sama saja kan?”

“Tapi aku juga tak sebaik itu. Kau tak takut aku punya maksud lain padamu? Kelak jangan sampai kau menyesal, Sakura.”

“Aku tak peduli. Bahkan jika kau hanya mempermainkanku. Aku pikir selama kesedihan itu terhapuskan, luka ini terobati, dan aku bisa melupakan orang itu, aku rela melakukannya denganmu. Karena memang diantara kita tak ada hal yang serius.”

Tap…

Langkah kaki Sasuke tiba-tiba terhenti. Aku juga jadi ikut berhenti. Dalam diam, kami hanya saling bertatapan. Sejenak aku menunggu dia bicara.

“Tak ada hal yang serius…” gumam lelaki itu, mengulangi perkataanku. “Jadi kau sungguh berpikir aku sedang mempermainkanmu?”

Aku mengangguk pelan, “Selalu begitu kan?”

“Tch.” Sasuke berdecih, memandangan kearah lain. “Baka!” dengusnya seraya melepaskan tanganku yang sejak tadi digenggamnya. Lalu kembali melenggangkan kaki, melengos sendiri. Meninggalkanku yang hanya mengernyit heran melihat kepergiannya yang tiba-tiba. Aku tak mengerti, kenapa dia mendadak kesal?

“Heh, Sasu…” ku percepat langkahku dan menyusulnya, ”Ehm, kak Sasuke…” panggilku.

Sasuke hanya mendelik. Tetap mengacuhkanku.

“Apa tadi aku salah bicara?” tanyaku padanya.

“Hn.”

“Kenapa? Apanya yang salah?”

“Hn.”

“Hei, salahku apa?”

“Hn.” Lagi-lagi tak dijawab.

“Kenapa kau jadi marah?”

“Hn.”

“Jangan cuekin aku!”

“Hn.”

“Hei, jawab dong!” kataku sambil menarik lengan blazernya, berusaha menarik perhatian. Langkah kaki Sasuke terhenti. Onyx-nya berkilat tajam memandangku. Membuatku sedikit takut. Sepertinya dia benar-benar kesal. “Doushite…

“Kau bodoh. Jelek. Jidat lebar. Cengeng. Emosional. Kasar. Sama sekali tak punya sisi manis. Kau gadis yang tidak menarik.” jawab lelaki itu.

Aku cemberut mendengar perkataannya. “Heh, apa saking marahnya kau sampai memakiku seperti ini? Aku tak bodoh, prestasiku bagus. Beberapa orang bilang aku cantik. Yah, jidatku memang lebar, terus kenapa? Aku menangis hanya disaat aku merasa sedih. Emosional dan kasar itu karena kau selalu menggangguku. Aku memang bukan gadis yang manis. Terserah kalau kau tak tertarik padaku!” balasku tak kalah kesal padanya.

“Makanya aku heran, apa bagusnya sih dirimu?” tanya Sasuke kemudian, dengan nada setengah membentak. Membuatku terdiam sesaat.

“Hh~…” Sasuke menghela nafas panjang. Mengusap wajahnya seolah sedang membuang rasa lelah. “Dan lagi, yang lebih parah dari semuanya, meski dihatimu ada orang lain, kenapa aku tetap tidak bisa mengabaikanmu? Ini membuatku gila.” lanjut lelaki berambut raven itu. Tampak frustasi. Ekspresi seperti ini baru pertama kali kulihat.

Tak lama dia berjalan selangkah lebih dekat. Aku terperangah ketika perlahan tangan kanannya terangkat dan menyibakan helaian rambutku. Lantas membelai pipiku lembut. “Sa..su…” aku jadi gugup dibuatnya. Mau apa dia??

Onyx berwarna kelam itu menatap teduh. “Sakura, bisakah kau menyukaiku?” bisik Sasuke. Pelan dan dalam. “Hanya aku seorang. Cintai aku.” Kata-katanya berdesir merasuk hati. Tak pernah kulihat wajahnya seserius ini. Dia sungguh mengatakannya dengan segenap perasaan.

“….”

Aku tak bisa berkata-kata. Selama ini dari semua yang pernah dilakukannya, mulai dari membentakku, memarahiku, menggangguku, mengusikku, mempermainkanku, menciumku, memelukku dan menghapus air mataku, ini hal yang paling mengejutkan. Sentuhan tangan dinginnya dipipiku sekarang justru membuatku merasa panas.

“Sasu, aku…”

“Stt…” desis Sasuke. Menutup mulutku dengan jari telunjuknya. “Katakan nanti saat kau sudah benar-benar yakin.”

Aku mengangguk pelan. Dia paham ini masih sulit untukku. Aku yang sekarang cuma akan menjawabnya dengan setengah hati. Entah itu ‘Ya’ atau ‘Tidak’.

‘Bisakah kau menyukaiku? Hanya aku seorang. Cintai aku.’

Dibandingkan pernyataan cinta, itu lebih terkesan perintah. Dan aku tak tahu jawabannya. Bisakah?

.

.

.

@@@

.

.

.

Tuk…

Satu cup puding strawberry tiba-tiba sudah ada diatas nampan makan siangku. Tentu puding itu tak muncul begitu saja. Bukan pula aku yang membelinya. Jam istirahat makan siang hari ini lagi-lagi aku terlambat mengantri, sehingga puding Konoha yang legendaris itu pun sudah terjual habis. Lalu dari mana asalnya? Kugulirkan pandanganku menatap sosok yang kini berlalu pergi setelah menaruh puding itu diatas nampan tanpa basa-basi.

“Setidaknya bilang ‘ini buatmu’, atau ‘maaf untuk yang kemarin’, atau ‘nih pudingnya kuganti, dimakan ya’ gitu. Haah, dingin banget sih kak Sasuke itu.” kata Ino menanggapi apa yang baru saja dilihatnya.

Ya, Sasuke-lah yang barusan memberikan puding ini untukku.

“Tapi ternyata dia baik juga mau mengganti pudingmu. Kalau ingat kejadian waktu itu, kau pergi begitu saja setelah menyiramnya. Suasana kantin langsung heboh. Kak Sasuke menggerutu kesal, cuma karena puding kau sudah mempermalukannya di muka umum. Tapi saat kubilang itu bukan sembarang puding, tapi puding yang Gaara berikan untuk Sakura, raut wajahnya berubah. Apa mungkin saat itu dia merasa bersalah?”

Sesaat aku termenung mendengar cerita Ino. Kalau kuingat kembali Sasuke pernah berkata, “Aku hancurkan pudingnya. Tapi kupikir itu lebih baik daripada kelak dia menyesal sudah makan makanan busuk itu.” Dia bilang begitu setelah tahu Gaara yang memberikannya.

“Hmm, kurasa dia tak mungkin sampai merasa bersalah. Kata maaf pun tak dia ucapkan.” kataku.

“Benar juga.” Ino mengangguk setuju, “Tapi setidaknya dia mengganti pudingmu. Itu artinya dia peduli.”

“Ya, aku tahu.” Sebanyak apa dia sudah peduli padaku. ‘Terima Kasih’ ucapku dalam hati, sambil tersenyum melihat punggung lelaki Uchiha itu. Biarpun tak banyak bicara, namun aku tahu dibalik sikap dinginnya tersimpan kehangatan lebih dari siapapun. Dan bila kuingat setiap hal yang dilakukannya, perlahan tapi pasti, semua itu mampu meluapkan hatiku. Memenuhinya dengan perasaan aneh yang masih belum kumengerti.

“Wah wah wah, apa maksud senyumanmu itu Sakura? Jangan bilang kau sekarang suka sama kak Sasuke.” hardik Ino dengan tatapan penuh selidik.

“Tidak.” jawabku malu-malu, lekas menyantap nasi kare yang kupesan.

“Untuk yang sekarang sebaiknya kau menyerah saja dari awal. Jangan sampai kejadian seperti Gaara kemarin terulang. Kak Sasuke sudah punya pacar, terimalah kenyataan itu.”

Uuhuk…Mendengar kata-kata Ino barusan hampir membuatku tersedak. Lekas kuambil minumanku dan menegaknya sedikit, memukul dadaku yang terasa berat supaya lebih lega. Aku kembali menatap Ino. “Soal gosip yang waktu itu maksudmu?”

Ino mengangguk mantap, “Bukan gosip. Ini asli.”

Emerald hijauku membelalak, “Benarkah?”

“Orang yang pertama kali menyebarkan foto itu sekaligus saksinya sudah ketemu. Memang sulit dipercaya, tapi kak Sasuke pun bahkan tak membantah. Jadi ini sudah pasti benar. Wah, beruntung sekali ya gadis itu punya pacar setampan dan sekeren kak Sasuke. Seorang Uchiha gitu loh. Dia pasti gadis cantik, super manis sehingga bisa menarik dan menggaet hati orang seperti kak Sasuke. Irinya~…”

“Ah, ha ha ha ha…” Aku hanya tertawa hambar menanggapi Ino yang begitu terpesona. Apa jadinya kalau nanti dia tahu gadis yang dibicarakannya itu aku? Yang justru Sakuke anggap bodoh, jelek, jidat lebar, cengeng, emosional, kasar, tak manis dan tak menarik.

“Tapi kasihan juga kalau nanti sampai ketahuan SFC.” lanjut Ino.

SFC ya. Fans fanatiknya Sasuke. Mereka pasti sangat murka dengan kejadian ini. “Kira-kira apa yang mereka lakukan pada gadis itu?” tanyaku sedikit was-was.

“Entah…” Ino hanya mengangkat bahu, “Aku harap gadis berambut mencolok itu sudah siap mental menghadapi mereka.”

“Gadis berambut mencolok?” tanyaku penasaran.

“Iya, saksinya bilang gadis itu punya rambut yang khas. Tapi tak tahu jelasnya seperti apa. Bisa saja itu kak Temari, senior kelas tiga yang dikuncir empat itu. Atau Tenten si anak cina dari kelas sebelah yang dicepol dua. Atau aku yang pirang berekor kuda, hehe, tapi jelas bukan kan. Atau….” Ino memperhatikan rambutku, “Warna bubble-gum milikmu juga khas, Sakura.”

Glek… Aku menelan ludah. Mendadak merasa tegang. “Begitu ya. Eu, kalau misalkan itu aku, bagaimana menurutmu?”

“Hmm,…” Ino memicingkan mata, menelisik memperhatikanku dari atas hingga ke bawah. “Apa bagusnya dirimu, Sakura?” tanyanya. Langsung bikin aku sweatdrop. Sasuke juga menanyakan hal yang sama. Apa aku sungguh tak punya pesona?

“Ke-pe-de-an ih…” lanjut Ino dengan sedikit ledekan.

Huff~…

.

.

.

Sebelum kuhabiskan makan siangku, Ino pamit lebih dulu. Gadis yang lagi kasmaran itu tega meninggalkanku sendirian demi bersama Sai yang kebetulan  lewat dan mengajaknya pergi ke ruang klub lukis. Sai ingin menunjukkan karya terbarunya yang akan diikutsertakan dalam kompetisi. Aku juga diajak, tapi malas bila harus pergi bertiga bersama mereka. Untuk apa aku menemani mereka, sedangkan nanti malah justru dianggap pengganggu.

Dan jadilah disini aku seorang diri. Melamun sambil memainkan puding pemberian Sasuke. Sesaat ragu untuk memakannya. Sungguh tidak penting. Padahal disimpan juga tak berguna. Maka kuputuskan untuk sedikit mencicipinya.

Dingin namun terasa manis dan lembut. Rasa puding itu langsung mengingatkanku pada orang yang memberikannya.

Hmm, Sakuke-senpai….

“Ehem, sendirian aja nih.” sapa seseorang.

Aku mendongak dan menoleh. “Kak Gaara…” Kaget juga aku mendapatinya disini mendekatiku.

“Hallo Sakura-chan.” balasnya ramah, sambil tersenyum. “Ini…” tangannya yang terulur hendak menyerahkan semangkuk puding. Namun terhenti begitu melihat ditanganku juga sudah ada puding yang sama.

“Apa itu untukku?” tanyaku penasaran.

Gaara mengangguk, “Iya, kukira kau tak sempat beli lagi hari ini.”

“Terima kasih, tapi aku….” Kupandang puding ditanganku yang kini sudah habis setengahnya. “Aku sudah dapat ini dari Sasuke.”

“Oh, ya.” Raut wajah Gaara berubah datar. “Jadi aku terlambat memberikannya.” gumam lelaki itu pelan. Tampak kecewa. “Tapi kau masih mau makan dua puding, kan?” tanyanya sambil setengah bercanda.

Aku terkekeh, menggeleng pelan. “Sepertinya tidak tuh.”

“Aku berikan ini khusus untukmu lho, Sakura.” Gaara menaruh pudingnya diatas meja. Lelaki berambut merah itu lekas mengambil tempat dan duduk didepanku. Memangku wajah dengan kedua tangan. “Diterima ya, pliiss….” katanya sambil masang tampang sok imut.

Aku lekas menutup mulutku dengan sebelah tangan. Terkikik dibaliknya. Melihat Gaara sekarang, memelas seperti ini justru membuatku tertawa. Mungkin kalau aku yang dulu pasti akan dengan senang hati menerimanya. Membuang hal yang kumiliki sekarang demi kebaikan kecil yang dia berikan.

“Tidak bisa. Seperti katamu ini sudah terlambat.” jawabku kemudian. Entah kenapa persoalan yang dibahas disini rasanya bukan sekedar tentang puding.

“Yaah~… “ Gaara mendengus, “Baiklah. Kalau begitu lain kali saat kuberikan kau harus menerimanya ya, Sakura-chan.” Tangannya terulur, hendak menyentuhku. Namun refleks aku langsung menepisnya.

“Eh, maaf, tak sengaja.” kataku, jadi merasa tak enak.

Gaara tampak kecewa, tapi tak lama dia kembali tersenyum. Walau terlihat sangat dipaksakan. “Sekarang kau berubah. Tidak mau kuajak bercanda seperti dulu. Apa karena Sasuke?”

“Ehm, Aku berubah?” tanyaku, lebih pada diri sendiri. “Ya, mungkin memang sekarang aku sudah berubah. Tapi ini bukan karena Sasuke. Kak Gaara sendiri lupa soal Matsuri?” Ditanya seperti itu wajah Gaara berubah tegang. “Waktu itu kupikir mungkin kita masih bisa bersikap biasa, tapi nyatanya tetap ada hal yang tak bisa kembali seperti dulu.”

“Kau tidak suka aku pacaran dengan Matsuri?”

Deg… pertanyaan Gaara itu langsung tepat mengenai sasaran.

“Hm, aku minta maaf, terlambat memberitahumu. Bukan berarti selama ini aku menyembunyikannya.” lanjut Gaara.

‘Tch, dasar. Masih saja berlagak polos. Memang sengaja kau sembunyikan, kan? Padahal Kak Sasori saja sudah tahu. Picik sekali kau. Walau kita tak punya hubungan apa-apa tapi kau membohongiku. Terus bersikap baik. Kesannya selama ini kau sudah menduakanku.’ kesalku dalam hati.

“Ini bukan masalah suka atau tidak suka. Apapun jawabanku tak akan mengubah kenyataan kalau kita berdua sekarang masing-masing sudah punya pacar.” jawabku sambil ngeles. Tak mungkin kan aku jujur berkata ‘Tidak suka’, meskipun dalam hati memang itulah yang sebenarnya.

“Iya sih.” Gaara menggaruk-garuk belakang kepalanya yang mungkin tak gatal. “Tapi kalau aku boleh jujur, sebenarnya akulah yang tak suka kau pacaran dengan Sasuke.”

Eeehh??? *shock*… mendengar perkataannya. “Ke, kenapa?” tanyaku dengan perasaan berdebar.

“Entahlah. Hanya saja belakangan ini aku jadi sering memikirkanmu. Aku merasa Sasuke bukan orang yang tepat bagimu.”

“Ha ha…” aku tertawa kecil. Padahal disini tak ada hal lucu yang patut ditertawakan. Tawaku terdengar aneh. Tawa tanpa keceriaan dan perasaan senang. Tawa yang hambar. “Hah, tapi itu tak mungkin kan, masa kak Gaara sampai cemburu pada Sasuke. Bukankah di hatimu hanya ada Matsuri seorang?”

“Aku bukan cemburu.” Gaara mengelak, “Memang dihatiku hanya ada Matsuri. Tapi selain dia, aku juga tak bisa mengabaikanmu.”

Kata-kata itu juga pernah kudengar sebelumnya. ‘Aku tak bisa mengabaikanmu’ … Sasuke yang bilang. Dan sekarang Gaara pun mengatakan hal yang sama. Dua orang lelaki yang katanya tak bisa mengabaikanku. Ini membuatku bingung. Gaara cemburu. Dia juga bilang tak bisa mengabaikanku. Artinya aku dianggap penting olehnya. Bahkan sampai dibandingkan dengan Matsuri.  Harusnya aku senang. Tapi kenapa hatiku sama sekali tidak tersentuh? Lain dengan saat Sasuke mengatakannya. Apa mungkin aku…

“Ra, Sakura…” panggilan Gaara membuyarkan lamunanku. “Kau baik-baik saja?” tanyanya.

Aku mengangguk pelan, masih merasa gugup.

“Maaf, aku tak bermaksud menjelek-jelekan Sasuke.” lanjut Gaara, “Aku sendiri tak begitu mengenalnya. Tapi dari yang kulihat, orang itu justru lebih sering menyusahkanmu. Dia sama sekali tak ada niatan untuk serius menjagamu.”

“Itu tidak benar.” bantahku, “Walau terkadang menyebalkan, tapi ada saatnya aku merasa terlindungi. Dia memperlakukanku dengan baik.”

“Begitu?” Gaara sedikit menyunggingkan bibirnya, terkesan meremehkan. “Tapi apa dia serius menyukaimu? Hubungan kalian sampai dirahasiakan di sekolah. Lalu kudengar juga kalau Sasuke itu…”

“Cukup.” Aku kembali menyela. “Aku tahu siapa Sasuke. Meski dia tak bilang, aku tahu dia menyukaiku.”

‘Sakura, bisakah kau menyukaiku?’ … Aku kembali teringat pertanyaan Sasuke yang masih belum kujawab. Justru akulah yang tak jelas apa aku suka padanya. Karena selama ini aku menyukaimu, batinku ketika melihat Gaara.

Sekarang aku tahu jawabannya.

“Kak Gaara…” Aku lekas bangkit dan berdiri. Gaara menengadah, menatapku. “Terima kasih sudah memperhatikanku. Tenang saja. Aku akan bahagia bersama Sasuke. Karena itu…” kutorehkan satu senyuman lebar. “Sayonara, senpai.” ucapku dengan perasaan lega.

Kulenggangkan kakiku pergi dari tempat itu. Meninggalkan Gaara sendiri. Tak peduli ekspresi seperti apa yang kini terlihat di wajahnya. Aku tak mau menoleh kembali kebelakang. Pikiranku kini hanya terisi oleh orang itu. Aku ingin menemuinya. Aku ingin mengatakannya.

Sasuke, aku…

.

.

.

Silaunya cahaya matahari dan langit biru yang terbentang menyambut saat kubuka pintu menuju atap gedung sekolah. Angin berhembus kencang menyibakan rambutku. Kuambil helaian yang tak sengaja menutupi pandangan, menariknya kebelakang telinga. Nafasku masih berburu cepat. Tadi aku memang berlari menuju kemari. Tanpa pikirkan apapun, hanya ingin bertemu dengannya. Berharap saat ku datang hal pertama kulihat adalah sosoknya. Tapi…

Wuusss…..

Angin kencang bergulung menerbangkan sejumput serpihan sampah kecil di permukaan. Menerbangkannya ke tempat jauh entah sampai mana.

Hanya itu. Kosong. Tak ada siapapun disini.

Kenapa? Mana Sasuke?

Aku putar pandangan, menatap sekeliling. Memastikan sekali lagi keberadaannya. Tak ada. Aneh. Aku mengernyit heran. Padahal orang itu jelas bilang Sasuke sedang ada di atap. Apa aku sudah dibohongi?

Ah, aku teringat sesuatu. Sesaat merasa bodoh kenapa baru kusadari sekarang. Langsung saja kurogoh saku balzerku, mengambil ponsel flip pink metalik-ku. Harusnya dari awal aku tahu. Sekarang sudah jaman teknologi. Mencari orang tak perlu bersusah payah begini. Tinggal hubungi saja ponselnya. Saking terburu-burunya tadi aku sampai melupakan hal kecil seperti ini.

Sebentar ku otak-atik Dialed Calls List ponselku. Kalau tidak salah, waktu kak Itachi menginap di rumah kami, dia pernah pinjam ponselku untuk menghubungi Sasuke. Jadi pasti masih ada nomornya. Dan aku benar-benar berharap ini tak salah ketika kutemukan satu nomor asing yang tertera disana.

Tuut… Tuut… Nada sambung itu terhubung ketika ku coba hubungi.

“Yo…” jawab seseorang diseberang sana. Suara cowok.

Glek… Aku menelan ludah. Entah kenapa mendadak gugup. Perasaanku berdebar mendengar suaranya. “Sasuke…”

“Siapa ini?” tanyanya, “Kalau tak penting jangan hubungi aku. Dan awas kalau kau coba-coba iseng.” ketus lelaki itu.

“Ini aku, Sakura.” jawabku.

“Jidat?!” teriak Sasuke, terdengar kaget.

“Ugh, setidaknya panggil aku Haruno saja kalau tak mau sebut namaku. Iya. Sekarang kau ada dimana? Bisa kita bertemu? Ada hal yang mau kubicarakan. Aku sudah di atap, tapi kau tak ada.”

“Di atap? Ngapain? Aku ada di ruang OSIS.”

“Eeh, tapi tadi temanmu bilang kau ada disini.”

“Teman yang mana? Aku bersama si Baka Dobe, Sai, Shikamaru dan lainnya. Juga ada seorang temanmu yang berisik itu disini.”

“Ino??” Aku cukup terkejut mendengarnya.

“Hn, mungkin. Entah, kalau itu namanya.” jawab Sasuke cuek.

Ah~ tahu gitu tadi aku ikut bersama SaiIno. Tapi mungkin nanti jadi tak bertemu Gaara dan tak kusadari perasaanku. ‘Yah, sudahlah.’ dengusku pasrah.

“Kemarilah, Sakura. Kalau kau butuh aku.” lanjut Sasuke.

Aku mengangguk, “Iya, aku akan segera kesana.” kataku langsung mengakhiri pembicaraan.

Tunggu aku, Sasuke…

Baru saja aku berbalik, hendak pergi, langkahku terhenti saat mendapati seseorang tengah berdiri di depan pintu keluar. Seorang lelaki yang beberapa menit lalu kutemui saat sedang mencari Sasuke.

———- [Flashback] ———

Keluar dari kantin, aku tak tahu harus kemana mencari Sasuke. Yang terpikir olehku adalah mencarinya ke kelas.

“Kau yang bernama Sakura Haruno?” tanya lelaki kurus dengan rambut biru muda lurus berpotongan zig-zag sebawah telinga. Dia memergokiku yang sedang mengintip dari sela-sela pintu kelas yang terbuka. Aku pasti sudah dianggapnya orang mencurigakan. Tapi yang lebih heran, dia tahu namaku.

“I, iya.” jawabku sambil mengangguk.

“Lagi cari Sasuke ya?” tanyanya lagi. Sambil menegak habis sebotol air mineral, pemuda itu memperhatikanku dari atas hingga ke bawah.

“Kenapa bisa tahu?” aku makin heran. Padahal aku belum bilang apa-apa.

Usai minum dengan penuh nikmat dia menyeka bibirnya dengan punggung tangan. “Tentu saja aku tahu. Kau gadis yang digosipkan itu kan?” katanya sambil memperlihatkan seringai disertai deretan giginya yang runcing-runcing.

“Eeh…” Aku terbelalak, benar-benar terkejut. Dia bahkan sampai tahu hal ini. “Ano~ Senpai, sebenarnya aku…”

“Cari di atap.” lanjut lelaki itu. “Sasuke. Kau akan menemukannya disana.”

“Benarkah? Wah, terima kasih.” Tanpa pikir panjang, aku pun lekas pergi ke tempat yang diberitahukannya.

————— [End of flashback] ——————

Aku memandang tajam. Setengah merasa kesal. Ku ikuti sarannya dan ternyata tak kutemukan Sasuke disini. Dia menipuku.

Bersama dengan lelaki itu, berdiri pula dibelakangnya seorang pemuda bertubuh besar dengan warna rambut orange yang mencolok. Sementara satu per satu gadis berpakaian gals pun memaksa masuk. Tampang mereka rasanya tak asing bagiku. Firasatku buruk. Apalagi saat melihat mereka mulai berjalan mendekat.

“Si, Siapa? Mau apa kalian?” aku mundur beberapa langkah. Namun mereka dengan cepat menangkapku. “Lepaskan aku!” teriakku seraya berontak.

“Diam kau!” …. PLAKK… teriak pemuda berambut biru muda itu sambil menamparku.

Aku menatapnya nanar. Air mata itu lekas berkumpul diatas iris emerald-ku. Nyaris menangis. Sakit. Pipiku terasa ngilu. Ini tak main-main. Dengan kuat kedua tanganku ditahan oleh mereka. Tubuhku bahkan kini tak bisa lagi bergerak dengan bebas. Sekuat apapun aku meronta. Rasanya sia-sia. Mereka mendorongku, membuatku jatuh tersungkur ke lantai. Perih mulai terasa dari luka parut di lututku yang robek.

“Kerja bagus!” seru seseorang.

Dengan nafas terengah, aku mencoba berdiri. Tapi ada yang mendorong punggungku dengan kakinya. Tetap menahanku di lantai. Aku meringis. Seluruh tubuhku mulai merasa nyeri. Dalam sudut pandanganku kini masuk sepasang kaki yang berdiri. Mataku perlahan  menelusurinya hingga keatas. Sampai pada wajah seorang gadis cantik berambut merah berkacamata. Yang dengan sinisnya memandangiku sambil berpangku tangan.

“Karin, sayang. Kuturuti perintahmu.” kata pemuda berambut biru muda tadi seraya datang mendekatinya. Memeluk gadis itu dari belakang. Meski terlihat enggan tapi si gadis tak berontak dengan perlakuannya.

“Terima kasih Sui. Kau berguna.” kata Karin.

“Tentu saja. Apapun untukmu.” balas pemuda yang dipanggil Sui itu. Sambil menciumi jenjang leher Karin. Membuat gadis itu sesaat mendesah.

‘Pemandangan macam apa ini?’ batinku. Melihat mereka begitu menjijikan. Setidaknya lepaskan aku dulu kalau mau melakukannya. Aku masih tak mengerti kenapa aku sampai diperlakukan seperti ini. Sial.

“Suigetsu, jangan sekarang.” pinta Karin, dengan sedikit memaksa melepaskan dekapan pemuda itu. “Sebelumnya aku ingin beri pelajaran dulu gadis itu.” Karin berjalan mendekat, lalu menjambak rambutku. “Bawa dia!” perintahnya.

Dua orang gadis gals temannya membantuku berdiri. Tepatnya memaksaku kembali berdiri. Menyeretku. “Tidak. Jangan. Lepaskan aku!” teriakku sambil meronta.

Plakk… satu tamparan keras lagi menghantam wajahku.

“Jugo. Jangan terlalu kasar!” protes Karin pada lelaki berbadan besar yang menamparku barusan. Tetap saja kuduga maksud gadis itu tak berarti membelaku. “Dia barang kesayangan orang ‘itu’, perlakukan dengan baik.”

“Tch.” Suigetsu berdecih. “Inilah satu-satunya hal yang kubenci darimu. Harusnya kuhancurkan saja si Uchiha sialan itu.”

“Jaga ucapanmu.” bentak Karin. “Berani melakukannya kau tak akan pernah mendapatkanku.”

Mata Suigetsu berkilat tajam memandang Karin, “Cepat selesaikan. Ini yang terakhir kan?”

Karin menyeringai. “Iya, ini yang terakhir. Makanya spesial.”

Sesaat aku merasa seperti sedang bermimpi. Tiba-tiba saja diperlakukan begini. Tapi tak ada mimpi yang terasa sakit, kan?

SFC menangkapku.

.

.

.

@@@
TBC……… next to chapter 9
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bachot Session from Author:

Maaf,  lama publish m(_ _)m … sungguh banyak halangan. Bad mood, miskin ide, galau, pekerjaan, etc *curhat ga penting*

Hmm, berdasarkan spoiler chapter 8 yang diberikan sebelumnya, ternyata pas dibikin jadinya panjang banget. Karena itu terpaksa saya pecah jadi 2 chapter saja, hehe~…. Tak apa-apa kan? 😀

Senangnya sejak chapter 7 muncul komentator baru (^-^)b … Nah, gitu donk, Readers yang baik adalah yang komen 😛 hihi~…

So, this chapter special for YaYak, sv3p, Kazunarilady, kimsongeum, Yua-Yuki Bento Gobel, AoLia Seiya, Saifful, Niken, dan kamu yang udah baca Fic ini..

Terima kasih 😀 Jangan lupa komen ya…

C U (^-^)/Abayo~

26 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply to Han Eun Sung (@reshfly3424) Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *