Cherry, LOVE me [again] : Chapter 4

Cerita sebelumnya… Baca [Chap 1][Chap 2][Chap 3]

***

Hhhh~ Hhhh~ Hhhh~….

Aku dapati diriku tengah berlari menyusuri jalan setapak tak berujung. Tak ada apapun disini, hanya kegelapan dan jajaran pohon bunga sakura yang tumbuh besar di sisi kiri dan kanan jalan. Biasanya jutaan kelopak merah muda itu terlihat cantik saat berguguran, tapi kali ini bagiku justru nampak menakutkan.

“Sa~su~ke~… Sa~su~ke~… Sa~su~ke~…” Samar terdengar namaku berulang kali disebutnya.

Aku menoleh. Dari belakang nampak sekelebat bayangan muncul.

Tidak!

Onyx-ku seketika membulat. Mendapati wajah itu… Sosok berlumuran darah itu… Tangannya yang terulur kian berusaha meraihku. Aku semakin percepat lajuku. Lari dan terus berlari, menghindari sosoknya yang bergulungan bersama kabut kelam terus saja mengejar.

Lama-lama dia semakin dekat. Sampai akhirnya aku pun terjerat.

Tidak!!

Aku berontak. Namun seolah tak berdaya, aku malah makin terperangkap. Sementara perasaan aneh mulai menjalar ketika seluruh tubuhku didekapnya erat. Aku bergidik merasakan aura kejam yang dihantarkannya.

“Sasuke~” bisiknya pelan.

Aku membeku. Wajah pucat itu tersenyum. Bukan senyuman manis yang biasa dia torehkan selama ini. Entah kenapa, tapi ada sedikit perasaan takut ketika perlahan kedua tangannya beralih mencapai leherku.

“Aku sakit…” desisnya, sembari mempererat cengkeraman tangannya pada leherku.

“Tidak! Jangan Sakura…” pintaku, setengah memohon. Mulai merasa tercekik.

“Sakit! Sakit! Sakit! Sakit! Sakit! Sakit! Sakit tahu!” teriaknya histeris, “Coba kau rasakan sendiri! Aku sakit dan itu karenamu, Sasuke!”  

Aaargghhh~…

….

=0=0=0=

Cherry, LOVE me [again] : Chapter 4

Chapter: 4/?
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno
Rate: T
Genre: Romance, Hurt
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length: 4.345 words
WARNING: OOC, Canon, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
 

Story by

Me!! [FuRaha]

 

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

 WHATEVER!!!

~Itadakimasu~

*

*

*

Ohok~ Ohok~ Ohok~…

Aku tersentak. Lekas terbangun dari tidurku dengan nafas terengah dan keringat dingin bercucuran. Kusentuh dadaku yang terasa sesak. Jantungku masih berdetak kencang. Aslinya kini kurasakan seluruh tubuhku lelah. Seolah barusan aku benar-benar sudah berlari jauh dan tercekik. Tapi syukurlah, ketika kulayangkan pandanganku ke sekitar, kudapati diriku masih berada di dunia nyata dalam kamar bernuansa biruku yang damai.

“Huff~ biarpun cuma mimpi, tapi rasanya mengerikan…” dengusku seraya menelusuri jenjang leherku yang entah kenapa terasa sedikit pegal.

Akhir-akhir ini selalu saja terjadi. Perasaan bersalahku atas kejadian yang menimpa Sakura berubah menjadi mimpi buruk yang selalu hadir di setiap malam. Aku benar-benar berharap bisa melupakannya. Tolong hapus mimpi buruk ini. Tapi rasanya tak bisa. Karena aku akan selalu teringat dengan tangan berlumuran darah yang mencoba menggapai-gapaiku lemah.

Kenangan yang terus berulang. Waktu itu dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, ditengah kondisinya yang sekarat, setengah sadar Sakura masih sempat membuka matanya. Aku bergeming ketika onyx-ku menangkap emerald miliknya. Tahu-tahu sebelah tangan Sakura sudah mencengkeram  erat ujung bajuku. Persis seperti biasa yang sering ia lakukan untuk mencoba menahan setiap kepergianku. Tapi itu hanya sesaat sebelum Sakura kembali lunglai. Yang tersisa setelahnya hanyalah noda merah pekat di t-shirt putih yang  kukenakan.

Deg!…

Teringat kondisi Sakura sekarang itu membuatku merasa semakin terhenyak. Sakit. Aku tak bisa lagi menahan perasaanku.

Kuhempaskan diriku kembali berbaring dan memejamkan mata. Aku tahu setelah ini aku tak akan bisa tidur. Bukan karena takut menghadapi mimpi burukku. Itu tak nyata. Lebih dari apapun, yang kutakutkan sekarang adalah kondisi Sakura. Aku pasti akan teringat segala kesakitan yang kini tengah dideritanya. Dan itu akan membuatku merasa bersalah.

“Sampai kapan ini akan terus berlangsung, Sakura? Kalau kau mau mati, mati saja. Akhiri segalanya. Jangan menakutiku. Jangan mempermainkanku dengan hadir di mimpi-mimpiku lagi. Atau…”

Sekelebat bayangan gadis itu muncul dalam pikiran. Meski aku tak begitu ingat, tapi wajah Sakura yang tersenyum terlihat cantik dan membuatku rindu.

“Tetaplah hidup. Bangun dan buat aku kembali muak dengan segala tingkahmu. Itu masih lebih baik, daripada kau siksa aku dengan rasa bersalah seperti ini…”

=0=0=0=0=

=0=0=0=0=

Pandanganku menerawang. Bukan melihat jajaran pepohonan yang tumbuh di halaman sekolah atau ramainya siswa yang tengah mempersiapkan panggung festival perpisahan untuk besok. Bukan pula sedang kunikmati pemandangan langit di siang hari yang cerah. Bukan. Bukan itu. Sebenarnya tak ada yang benar-benar aku perhatikan sekarang. Hanya termenung. Sendirian. Sambil menopang wajahku dengan sebelah tangan, menatap jauh keluar jendela kelas.

“Sasuke~….” Panggilan manja itu mengusikku. Dari suaranya sudah kukenali siapa yang datang. Gadis berambut merah itu langsung berhambur merangkulku mesra dari belakang. “Hmm, Sasu~ sayang, apa yang kau lakukan disini? Kenapa sendirian? Kau tak mau keluar bersamaku?”

“Hn. Karin, pergilah. Jangan ganggu aku hari ini.” kataku dengan malas, sembari melepaskan rangkulannya.

Karin cemberut dan tampak kecewa aku menghindarinya. “Huff~ lagi-lagi kau seperti ini. Kenapa sih Sasuke, sikapmu belakangan ini berubah. Apa kau sedang ada masalah?”

“Hn.”

“Jangan ‘Hn’ doang dong. Katakan padaku ada apa?” tanya Karin, menatapku lekat-lekat.

Jujur, aku pun ingin ungkapkan segalanya. Berpikir mungkin bebanku bisa sedikit berkurang kalau kubagi bersama orang lain. Tapi ini bukan masalah biasa yang bisa dengan mudah kuceritakan. Bahwa selama ini ada hal yang kusembunyikan. Terutama pada Karin. Tentang Sakura, aku masih belum bisa mengatakannya.

“Sa~su~ke~…” panggil Karin tiba-tiba, gadis itu mendekat seraya mengalungkan kedua tangannya dileherku. “Jangan tunjukkan wajah stress-mu itu dong. Kau pikir aku ada disini untukmu buat apa, kalau aku tak bisa menyenangkanmu.” Gadis itu semakin mendekatkan wajahnya, bicara dengan bisikan menggoda. “Ya, terserah apapun masalahmu, kau bisa lupakan itu saat kita bersama. Aku tahu cara buatmu semangat lagi, sayang~…” lanjut Karin sambil tersenyum nakal.

Sudah kutebak apa yang mau dilakukannya. Tapi cepat aku berpaling sesaat sebelum bibir itu nyaris mendarat di bibirku. “Maaf Karin, aku sedang tak ingin.” tolakku padanya, seraya menjauh dan menyingkir dari gadis itu.

Kalau saja suasana hatiku tak sedang galau, aku pasti sudah tergoda rayuannya. Kupikir ini bukan saatnya aku melakukan itu sekarang. Mana bisa aku bermesraan dengan Karin sementara Sakura terbaring sakit. Aku sudah tak bisa lagi sekejam dulu. Menjadi manusia tak berperasaan dan mengabaikan rasa bersalahku yang semakin menjadi setiap kali teringat Sakura.

“Iih, menyebalkan. Lagi-lagi kau tolak aku. Sasuke~ cium aku dong. Ayo cium~…” rengek Karin terus memaksa.

“Euh, sudah kubilang aku tak mau.” Aku terus menolak dan menghindar, bergegas keluar dari kelas.

“Ayolah, Sasu~…”

Sreg…

Begitu keluar kelas, aku terkejut ketika mendapati Naruto sudah berdiri di depan pintu.

Karena langkahku terhenti, Karin jadi bisa menangkapku. Dengan manjanya, lagi-lagi dia peluk aku dari belakang tanpa rasa malu.

“Dobe?” / “Wah, Naruto?” …. tanyaku dan Karin nyaris bersamaan.

“Ya ampun, Teme. Kirain sedang apa kau di kelas sendirian. Tahunya…” Naruto nyengir, melihatku dan Karin. “Malah lagi berdua.”

“Hmm, iya, begitulah.” jawab Karin asal. “Kau tahu, barusan kami lagi asyik tapi kau malah datang dan mengganggu, tahu!”

“Ye~eh, orang belum sempat ketuk pintu juga, ganggu apanya?” protes Naruto.

“Sudahlah, Dobe. Kami tak lakukan apapun kok.” sanggahku cepat sebelum dia salah paham.

“Hmm,…” Naruto manggut-manggut, “Ya, terserah sih, aku tak peduli kalian berdua di kelas tadi lagi ngapain juga, hehe. Masalahnya Teme…” Cowok berambut kuning duren itu mengerling ke sebelah kiri. “Ada yang cari kamu, tuh!”

Aku menoleh mengikuti arah pandang Naruto yang seperti ingin menunjukan sesuatu padaku. Seketika onyx-ku membulat, lebih dari keterkejutanku tadi saat mendapati Naruto ada disini. Jiwaku kini seakan hilang. Aku benar-benar mati. Ya, aku pasti akan mati. Sekarang juga, setelah kulihat sosok wanita separuh baya itu ternyata sudah berdiri di lorong sana tak jauh dari kami. Menatapku tajam penuh amarah.

“Siapa wanita itu?” tanya Karin.

Aku sadar aku masih dipeluknya. Langsung saja kulepaskan kedua tangannya yang melingkar dipinggangku. Walau rasanya itu sudah sangat terlambat.

“Mikoto Uchiha.” jawab Naruto.

“Okaa-san…” gumamku pelan. Jantungku berdetak kencang saat kulihat dia mulai berjalan menghampiriku. Derap langkah high-heel di lantai lorong sekolah kini terdengar horor bagiku.

Tap…Tap…Tap… Aku sudah siap untuk sesuatu yang buruk. Tapi…

Syut… Kaa-san malah berlalu begitu saja melewatiku. Tanpa bicara atau mendelik sedikit pun tidak. Terus berjalan meninggalkanku.

“Lho,…” Kami semua terheran-heran melihatnya.

“Hah? Benar dia ibumu?” tanya Karin. “Kok cuek?”

“Iya. Kenapa malah pergi? Padahal tadi dia benar mencarimu lho, Teme.” kata Naruto.

Aku terdiam memandangi punggung Kaa-san yang berlalu. Sikap tenangnya barusan bukan berarti tak ada masalah. Justru sebaliknya. Yang sedang kuhadapi kini adalah kemarahan besar seorang Uchiha.

“Okaa-san!” panggilku, kukejar dia sebelum pergi jauh.

Kaa-san menghentikan langkahnya dan sedikit menoleh padaku.

“Err, aku bisa jelaskan semuanya.” lanjutku.

“Iya,…” jawab Kaa-san, “Kita memang perlu bicara, Sasuke.”

Sedikit aku angkat pandanganku yang sedari tadi tertunduk dihadapan Kaa-san yang mulai bicara serius.

“Pagi ini saat aku mampir ke Rumah Sakit, Tsunade bilang dia mau pergi ke sekolah untuk mengurus surat kelulusan Sakura. Aku pikir biar aku saja yang pergi menggantikannya. Dan ternyata tindakanku tepat. Tak seharusnya Tsunade melihat hal yang tak pantas seperti yang kulihat tadi.”

“Hn.”

“Sasuke, katakan, apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?” tanya Kaa-san.

Kubuang pandanganku ke arah lain, tak berani menatap langsung wajahnya sekarang.

“Siapa sebenarnya gadis itu?” tanya Kaa-san lagi. Yang dia maksud tentu saja gadis yang dia lihat tadi memelukku.

“…”

“Katakan siapa?!” desak Kaa-san. “Sasuke, jujur pada Ibu!”

“Hmm, dia itu Karin.” gumamku.

“Karin? Siapa Karin, kenapa dia berani memelukmu seperti itu, dan kenapa kau membiarkannya?”

“Err, sebenarnya dia …” lidahku sesaat kelu, sebelum aku bisa dengan jelas mengatakan dengan jujur “Karin itu, dia pacarku.”

“Pa, pacar?” Kaa-san tampak syok. Onyx miliknya terbelalak tak percaya seketika mendengar jawabanku. “Kau, kau punya pacar, Sasuke? Maksudmu kau berhubungan dengan gadis lain selain Sakura?”

“Hn.” Aku mengangguk mengiyakan.

“Apa Sakura tahu?!”

Dengan berat hati, sekali lagi aku mengangguk pelan.

Plakk…

Tanpa basa-basi Kaa-san langsung menamparku. “Anak kurang ajar! Tak kukira kau bisa setega itu!”

Sakit. Pipiku terasa sakit dan panas. Aku meringis namun tetap aku tahan. Ini masih belum seberapa dibanding ungkapan kesal dan kemarahan Kaa-san padaku selanjutnya.

“Ya ampun, bagaimana bisa kau lakukan hal kejam seperti ini, Sasuke?! Kau punya Sakura untuk apa pacaran dengan gadis lain?! Memangnya kau tak mencintai Sakura? Kau tahu kan dia sangat mencintaimu? Setidaknya kalau kau punya hati, kau jangan sakiti dia seperti ini.”

Aku hanya bisa diam menerima segala kekesalan Kaa-san. Yang diucapkannya memang benar. Aku tahu aku jahat. Tak berperasaan. Sudah sangat menyakiti gadis itu. Hal inilah yang sekarang memang sedang membebani hatiku.

“Yang kami tahu hubungan kalian berdua selama ini baik-baik saja. Setiap saat Sakura selalu tersenyum. Tak pernah sedikitpun dia mengeluh tentang dirimu, Sasuke. Dia bilang kau selalu memperlakukannya dengan baik dan lembut. Tapi nyatanya, apa semua itu bohong?”

“…”

“Pantas saja rasanya ada yang aneh. Terakhir kalian bersikeras ingin menunda pertunangannya. Dan kau, kau bahkan ingin membatalkannya kan Sasu? Itu sebabnya Sakura tampak putus asa.”

“…”

“Tak menyangka besoknya malah mendengar kabar dia bermaksud bunuh diri. Kami tak habis pikir apa alasan dia nekat melakukan semua ini.” Kaa-san mencengkeram kuat bahuku. Onyx-nya yang sembab menatapku lekat. “Jangan bilang kalau kaulah penyebabnya, Sasuke…”

Deg!…

Jantungku berpacu, rahangku mengeras, mendengar tuduhan Kaa-san. Tidak, bukan tuduhan. Memang itulah nyatanya. Sebab Sakura berbuat senekat itu adalah aku.

“Maaf.” Sambil menunduk, cuma kata itu yang bisa aku ucapkan.

“Tidak! Mustahil! Teganya! Kau kejam! Keterlaluan!” Maki Kaa-san sambil memukul-mukulku. “Kenapa harus seperti ini? Kenapa nasib Sakura begitu malang. Sasuke, berulang kali Ibu selalu bilang, harusnya kau jaga, harusnya kau bahagiakan dia. Bukan menyakitinya seperti sekarang. Bisa-bisanya kau lakukan semua ini, hik…hik…hik…”

Seketika itu tangis Kaa-san tumpah. Dia memelukku sambil berulang kali menyebut nama ‘Sakura’. Segala emosi kini bercampur aduk. Kaa-san ingin marah, tapi kesedihan di hatinya mungkin lebih besar. Aku sendiri tak tahu harus apa. Hanya balas memeluk Kaa-san erat, meredam tangisannya, mencoba menenangkan. Walau hatiku sendiri tak pernah bisa tenang.

=0=0=0=0=

=0=0=0=0=

Bruuk…

Setibanya di kamar aku langsung menghempaskan diriku jatuh keatas tempat tidur. Berbaring sambil menatap langit-langit kamarku yang tinggi. Sejenak menghela nafas panjang, sungguh merasa lelah, mengingat banyak hal telah terjadi hari ini.

“Ibu tak akan bilang pada siapapun, tapi tak juga menganggap masalah ini tak ada. Cepat selesaikan urusanmu dengan gadis itu. Yang pasti Ibu tak akan maafkan kalau kau coba sakiti Sakura lagi.” kata Kaa-san sebelum mengakhiri pembicaraan siang tadi.

Jadi maksudnya aku harus putus dengan Karin demi Sakura? Ya, bukannya aku tak mau.  Tapi aku ingin temukan alasan lain dan bukan karena dipaksa. Jujur saja selama ini aku pacaran dengan Karin juga bukan karena aku benar-benar mencintainya. Aku hanya manfaatkankan dia untuk memanasi Sakura. Berpikir Sakura pasti akan membenci dan melepaskanku kalau aku pacaran dengan gadis lain. Tapi nyatanya, dia tetap saja mencintaiku.

Lalu, bagaimana dengan perasaanku sendiri terhadap Sakura sekarang? Setelah apa yang terjadi padanya dan semua yang kulakukan, tidakkah aku jadi sedikit miliki perasaan lebih terhadapnya?

Entahlah. Berulang kali kutanyakan itu pada diriku, masih saja tak kutemukan jawabannya. Tapi setidaknya, belakangan ini aku tak terlalu benci pada gadis itu. Entah karena dia sudah tak lagi muncul dan berkeliaran mengusik hidupku.

Jadi, apa benar aku bahagia kalau Sakura tak ada?

Deg!…

Kalau pikirkan itu, rasanya hatiku malah jadi sakit.

Sambil melamun, aku layangkan pandanganku kesekeliling. Mataku tiba-tiba menangkap sebuah benda yang tak biasanya ada di kamarku. Aku lekas kembali bangkit dan berjalan menuju meja tempat sebuah kotak kayu cantik dengan ukiran unik dan hiasan bermanik itu diletakan.

Ini milik Sakura. Bibi Tsunade yang memberikannya padaku beberapa hari setelah Sakura masuk Rumah Sakit. Dia bilang ini benda paling berharga bagi Sakura dan ingin aku menyimpannya sementara. Atau kalau kelak terjadi sesuatu, dia pikir aku pun bisa menyimpan suatu kenangan milik Sakura. Waktu itu aku sama sekali tak berminat, makanya lama kotak itu terabaikan begitu saja olehku.

Srook… sroook… srok…

Sebentar aku goyangkan kotak itu. Dari suara yang terdengar, sepertinya ada banyak barang didalamnya. Membuatku penasaran. Ya, tentu saja kalau ingin tahu apa isinya, aku harus membuka terlebih dahulu gembok dengan kunci empat angka ini.  Ada banyak kemungkinan dan aku tak tahu angka berapa yang digunakan Sakura. Mau tak mau aku harus coba satu per satu atau menebak kombinasi angka yang mungkin benar.

Setengah iseng, aku mulai asal memasukkan beberapa angka.

0001…0002…0003…0004…0005…0006…0007…0024…0089…1111…2222…3333…4444…5555…6666…7777….8888…9999…2589…8693…0123…1234…1313…6358…4567…7890…2445…3456…7589…7592…1556…4568…3356…4584…7954…9865…8564…

Sudah lebih dari setengah jam aku coba dan tak ada yang cocok.

“Ugh, sial…” dengusku kesal, nyaris membanting kotak itu. Sepertinya daripada berpikir mencari tahu kombinasi empat angka kunci tersebut, akan lebih mudah kalau langsung saja kuhancurkan kotak itu.

“Yang benar saja. Masa harus  coba sampai 15.120 kali untuk membuka benda bodoh ini.”

Merasa lelah, aku singkirkan kotak itu sebentar. Sejenak meregangkan badan dan tiduran. Aku sudah hampir menyerah. Rasanya  percuma. Lagipula untuk apa aku lihat isi kotak itu. Paling isinya cuma barang tak berguna yang dianggap Sakura berharga. Kapan-kapan lagi deh, aku coba buka lagi.

Tapi makin diabaikan, orang malah makin penasaran. Lama kuperhatikan kotak itu malah makin menarik.

“Ayo~ Sasuke~ buka aku~…” kata si kotak itu bicara dengan nada menggoda.

Hah?!… Aku kembali bangkit ke posisi duduk. Sepertinya sesuatu dalam diriku sekarang sudah jadi gila sampai memikirkan hal konyol seperti tadi.

“Hmm, baiklah. Akan kucoba lagi.” kataku seraya mengambil kembali kotak itu dan mengotak-atik lagi kuncinya.

Sekarang berpikirlah Sasuke. Kombinasi empat angka. Angka kesukaan Sakura? Hmm, aku tak tahu.

Empat angka itu bisa juga diambil dari nomor ponsel. Tapi tadi sudah kucoba dan tak berhasil.

Hmm, kalau gitu gimana dengan tanggal lahir? Ya, ulang tahun Sakura kalau tak salah 28 Maret. Jadi mungkin 2803.

Bukan juga.

0328.

Bukan juga.

Lalu apa?

“Tunggu, jangan-jangan…” Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam pikiranku. Langsung saja dengan perasaan berdebar aku kembali memutar deretan angka pada kunci itu. Mulai memasukan kombinasinya.

2

3

0

7

Klek…

Hah? Terbuka?…

Tak kupercaya aku berhasil menebaknya. 23 Juli. Ulangtahunku. 2307. Sakura memakai kode ulang tahunku sebagai kuncinya. Harusnya  cepat kusadari itu daritadi.

“Nah, sekarang coba kita lihat apa isinya…” Tak menunggu lama, langsung saja kulepaskan gembok kuncinya dan perlahan membuka tutup kotak itu.

Jreng… Jreng… Jreng…

Yah, karena ini bukan animasi yang akan mengeluarkan efek cahaya menyilaukan dari dalam kotak saat aku membukanya, jadi langsung saja yang ada dalam kotak itu…

Seutas pita berwarna biru, bungkus kado riksek dan jepit cantik berbentuk kupu-kupu.

“Ini kalau tidak salah adalah hadiah ulang tahun pertama dan terakhir yang pernah aku berikan padanya. Ya, pantas saja kalau masih dia simpan.” kataku, seraya mengeluarkan ketiga benda tadi.

Kembali aku mengubek-ubek isi kotak lainnya dan menemukan sesuatu yang cukup mengejutkan.

“Hah,  untuk apa si bodoh itu menyimpan benda kotor seperti ini? ckckck~…” gumamku tak percaya saat kutemukan sapu tangan bernoda merah yang khas. Aku tak mengerti apa yang Sakura anggap berharga dari sapu tangan ini. Seingatku dulu ini cuma pernah dia pakai untuk mengelap sisa tumpahan jus tomat di bajuku.

Hmm, yang berikutnya kutemukan sebuah permen chupa-chup strawberry yang kuingat pernah kuberikan padanya karena aku tak suka makanan manis. “Eh, masih dia simpan? Padahal sudah lengket gini. Jelas sudah kadaluarsa kan, kenapa tak dia buang?”

Sesaat aku mengernyit, menatap sebatang tusuk kayu es krim. “Hmm, apa lagi ini? Apa ini pemberian dariku juga ya?” Aku sama sekali tak ingat cerita tusuk kayu itu. Mungkin dulu kami pernah makan es krim sama-sama sewaktu musim panas. Atau ini sisa sampah yang sudah kumakan? Haha~ dasar Sakura aneh.

Aku tak mengerti dengan kebiasaannya masih menyimpan barang-barang yang sudah selayaknya disebut sampah. Apa karena itu menyimpan kenangannya bersamaku?

Seperti sebuah botol kaca bening berisi kelopak bunga sakura kering yang kutemukan ini. Aku ingat ini bunga yang dia kumpulkan sewaktu kami pergi melihat Hanami musim semi kemarin. Aku mengerti kenapa dianggapnya berharga, mungkin karena aku pun ikut membantunya mengumpulkan bunga-bunga itu. Yah, memang bukan niatku sih, itu karena Kaa-san yang suruh aku melakukannya. Intinya, kalau tak dipaksa, aku selalu enggan melakukan sesuatu yang ada hubungannya dengan Sakura.

“Ck~ sudah kuduga, isinya cuma barang tak berguna.”  dengusku ketika tak kutemukan benda lainnya lagi selain beberapa lembar fotoku bersama Sakura yang diambil saat kami tengah menghadiri acara keluarga.

Aku geli sendiri melihatnya. Tak ada satu pun pose yang menunjukkan kebahagiaan. Jelas setiap kali di foto, aku sama sekali tak tersenyum. Tapi Sakura, sesaat aku perhatikan wajahnya disana, hmm, baru kusadari kalau senyuman manisnya terlihat cantik.

“Hhhhh~… Sadarlah Sasuke, memang kenapa kalau dia cantik. Kau tetap membencinya, kan?” gumamku pada diri sendiri.

Dan terakhir. Yang paling besar dan agak tebal. Buku harian berwarna pink. Dengan hiasan pola bunga sakura pada sampulnya. Buku yang benar-benar menunjukkan ciri khas sang pemilik.

Sepintas aku lihat diary  itu isinya tak ada beda dengan agenda yang dulu pernah dipermasalahkan Karin. Banyak namaku tertulis didalamnya. Hanya saja yang ini lebih banyak cerita.

Sebenarnya aku tak mau membaca diary itu dengan seksama. Rasanya seperti mengintip isi hati orang lain. Dan itu sifatnya privasi. Tapi lagi-lagi rasa penasaran mengambil alih diriku. Aku ingin tahu cerita apa saja yang Sakura curahkan dalam buku itu.

Kupikir toh aku sudah buka kotak tadi dengan cara yang benar. Tak membongkarnya dengan paksa.  Lagipula bibi Tsunade sendiri yang menyerahkannya padaku. Dia bilang supaya aku mencari tahu lebih dalam tentang Sakura. Artinya aku boleh baca diary ini juga kan?

“Sakura, aku baca ya…” gumamku, seolah meminta izin pada pemiliknya.

Sret…

Maka mulailah aku buka lembar demi lembar kertas merah muda bermotif itu…

=== Sakura POV Diary : ON ===

 

** Feb 20xx

 

Oh, Kami-sama perasaan apa ini?Jantungku tak bisa berhenti berdebar kencang setiap kali mengingatnya. Seperti inikah rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku suka. Aku jatuh cinta padanya.

 

 

Sore tadi untuk pertama kalinya aku bertemu dengan orang itu. Sasuke Uchiha. Orang yang selalu Kaa-san dan Too-san bilang akan jadi pendamping seumur hidupku. Dari foto yang mereka berikan padaku dulu, aku sudah tahu kalau Sasuke memang tampan. Tapi tak kukira aslinya dia luar biar biasa istimewa.

 

 

Aku suka sasuke. Apa Sasuke suka padaku?

 

….

 

** March 20xx

 

Hik…hik…hik…

Aku sedih. Tadi Sasuke membentakku. Dia memanggilku “Baka!”. Sikapnya ketus padaku. Sepertinya dia tak suka padaku.

 

 

** March 20xx

 

Salahku apa? Sasuke bilang aku menyebalkan.

 

 

** March 20xx

 

Kapan main lagi ke rumah bibi Mikoto, itu mungkin masih sebulan lagi. Huh, padahal aku rindu ingin bertemu dengan Sasuke.

Sekarang Sasuke sedang apa ya?

 

 

** April 20xx

 

Belajar. Belajar. Belajar.

Semangat!

Bagaimanapun caranya aku harus lolos Ujian Masuk Konoha Gakuen. Aku ingin satu sekolah dengan Sasuke. Jadi nanti setiap hari aku bisa bertemu dengannya.

 

 

** May 20xx

 

Yeah, aku lolos. Aku siswa Konoha Gakuen sekarang. Satu sekolah dengan Sasuke pasti menyenangkan.

 

 

** May 20xx

 

Perayaan masuknya kami ke Konoha. Aku suka acara makan malamnya. Aku senang bertemu Sasuke hari ini. Tapi aku sedih, dia sama sekali tak menyapaku.

 

 

** May 20xx

 

Hari pertama sekolah…

Sasuke menemuiku. Setengah mengancam dia bilang, aku harus berpura-pura tak mengenalnya kalau di sekolah.

 

 

** June 20xx

 

Meski hanya beberapa detik. Dan aku tahu Sasuke melakukannya karena dipaksa bibi Mikoto, tapi aku senang sekali dipeluk olehnya hari ini. Andai waktu berhenti saat itu juga aku rela. Aku tak ingin melepaskannya.

 

 

** Sept 20xx

 

Seperti biasa, hari ini pun Sasuke terlihat tampan. Seragam musim panas memang cocok untuknya. Aku suka Sasuke…

 

 

** Sept 20xx

 

Kami sekeluarga pergi liburan. Tak kusangka bisa bertemu Sasuke juga. Ternyata Kaa-san dan bibi Tsunade yang merencanakannya. Sasuke tampak tak bersemangat, tapi aku senang sekali hari ini bisa foto bareng dengan Sasuke.

 

 

** Sept 20xx

 

Hei, Sasuke, senyum dong!

Sekali saja padaku.

 

 

** Oct 20xx

 

Total hari ini 5 kali Sasuke memanggilku “Baka!”

Hhhh~…

 

** Oct 20xx

 

Sasuke menghabiskan jam istirahat di bangku pojok kantin bersama Naruto, Sai dan Shikamaru. Memesan semangkok ramen dan jus tomat tanpa es. Akhir-akhir ini cuaca memang tak menentu dan dia tampak tak sehat. Aku khawatir Sasuke terkena flu….

 

 

** Nov 20xx

 

Hatiku hancur. Itu bukan sekedar gosip. Sasuke benar jadian dengan Karin.

 

 

** Nov 20xx

 

Sasuke, kenapa kau setega itu padaku?

 

 

** Nov 20xx

 

Kami bertengkar. Lagi-lagi Sasuke mengataiku. Dia marah. Aku kembali dibenci olehnya.

 

 

** Des 20xx

 

Kapan kata “Daikirai” yang keluar dari mulutmu berubah jadi kata “Daisuki”

Sasuke?

 

 

** Des 20xx

 

Sabar. Suatu hari nanti, pasti cintaku terbalas.

 

 

** Des 20xx

 

Sasuke marah. Aku tak tahu apa salahku.

 

 

** Jan 20xx

 

Aku kaget, tak sengaja melihat Sasuke dan Karin bergandengan tangan di sekolah. Kenapa dia tega melakukan itu dihadapanku. Tanganku saja tak pernah digenggam seperti itu olehnya.

 

 

** Jan 20xx

 

Pulang sekolah Sasuke menunggu Karin. Karena masih ada kelas tambahan, sore ini aku  jadi tak bisa mengikuti mereka. Mungkin tadi Sasuke pergi nonton di XXI, main ke rumah Naruto atau hanya mengantar pacarnya itu pulang ke rumah….

 

 

** Feb 20xx

 

Aku suka Sasuke.

Sasuke, kapan kau akan suka padaku?

 

 

** March 20xx

 

Aku mengikuti Sasuke kencan sampai ke Ichiraku café. Harusnya yang berdiri disampingnya itu aku dan bukannya Karin.

 

 

** March 20xx

 

Dibentak olehnya masih lebih baik daripada dia mengacuhkanku.

 

 

** July 20xx

 

Jam istirahat hari ini separuh siswa kelas tiga heboh. Anak-anak kelas A mengadakan pesta ulang tahun kejutan untuk Sasuke. Dia dibuat babak belur juga dilempari tepung dan telur. Meski awalnya terlihat kesal, tapi dia senang. Karin muncul dengan membawa kue Black forrest dengan lilin berjumlah 18 buah. Sasuke dapat banyak hadiah. Dia bahkan langsung memakai T-shirt yang dihadiahkan Karin. Gadis itu mencium pipi Sasuke, suasana kelas semakin heboh.

“Happy Birthday” aku hanya bisa mengucapkannya dari jauh…..

 

 

** July 20xx

 

Telat seminggu. Tapi aku senang aku masih bisa serahkan hadiahku.

Semoga Sasuke menyukainya…

 

 

** Sept 20xx

 

Aaaaarrrggghhhhhh….

Aku benci hari ini. Aku muak mengingatnya. Aku menangis. Tak pernah merasa terluka seperti ini. Sasuke tega sekali kau lakukan itu padaku.

 

 

** Oct 20xx

 

Ciuman itu harusnya hanya milikku seorang. Jangan kau berikan pada gadis lain.  

 

 

** Nov 20xx

 

Aku cemburu. Aku sakit hati…

 

 

** Jan 20xx

 

Dalam angket buku kenangan, Sasuke masuk nominasi “cowok terkeren” dan “cowok terpopuler”. Tentu saja aku melingkari namanya. Lalu untuk daftar “pasangan terserasi” nama Sasuke dan Karin juga ada. Aku ingin mencoret nama Karin dan menggantinya menjadi namaku….

 

 

** Jan 20xx

 

Sasuke Uchiha x Sakura Haruno

 

 

** Feb 20xx

 

“Sasuke itu milikku. Dia tunanganku.” Aku ingin teriakan hal itu agar seluruh dunia tahu. Tapi pasti Sasuke tak akan suka. Ya, sudahlah. Aku diam saja.

 

 

** Feb 20xx

 

Dia bilang “benci” lagi padaku.

Terserah.

Aku tetap “suka” padamu, Sasuke…

 

 

** March 20xx

 

Karin dan Sasuke berbagi sekaleng cola. Itu artinya ciuman tak langsung kan? Aku cemburu, kalau memikirkan mereka sudah melakukan lebih dari itu….

 

 

** April 20xx

 

Ini hari terburuk dalam hidupku. Karin menemukan agendaku. Aku dilabraknya. Bahkan sampai ditampar. Rasanya sakit. Tapi juga menggelikan, terutama saat dia bilang aku tak tahu diri. Padahal kalau ingin marah, aku bisa balas mengatainya. Berkata aku yang lebih berhak atas Sasuke karena aku tunangannya. Tapi aku tak bisa melakukannya. Sasuke pasti tak suka kalau aku mengusik Karin. Lagipula aku sudah berjanji pada Sasuke tak akan biarkan siapapun di sekolah tahu hubungan kami. Jadi kuterima saja semua perlakuannya.

 

Lebih dari apapun, yang paling menyakitkan bagiku adalah tatapan tajam Sasuke. Lagi-lagi aku dibencinya. Aku jadi merasa tak berguna. Aku cengeng. Hanya bisa menangis. Sasuke benar, aku bodoh dan egois. Harusnya dari dulu kulepaskan dia. Percuma terus melanjutkan perasaan cinta yang sepihak ini.

 

 

Terjawab sudah alasan Sasuke membenciku. Dia bilang aku menyebalkan. Menyusahkan dan paling benci dengan keberadaanku.

 

Sasuke bilang, sebaiknya aku mati saja.

 

Hahahaha… begitukah?

 

Memang harusnya aku tak ada. Coba dari awal aku tak bertemu dengannya. Tak jatuh cinta padanya. Pasti aku bisa dengan mudah meredam perasaanku dan membencinya.

 

 

Sasuke kejam. Dia jahat. Tak berperasaan. Kasar. Mengacuhkanku. Ada banyak alasan aku membencinya. Tapi tak pernah bisa. Aku pasti mencintai lelaki itu.

 

Perasaanku begitu dalam, Sasuke. Sadarilah…

 

=== End of Sakura POV Diary ===

=0=0=0=

Hatiku bergetar setiap kali membaca lembar demi lembar tulisan dalam diary itu. Membayangkan dengan perasaan seperti apa Sakura menulis semua ini. Segala luka, kepedihan yang kuberikan padanya, masih dia tanggapinya dengan tulus dan senyuman.

Aku mencintaimu.

Aku ingin Sasuke bahagia.

Apapun akan kulakukan.

Bahkan bila memang aku harus mati, seperti keinginanmu.

Glek!…

Aku menelan ludah. Rahangku mengeras. Onyx-ku membulat. Aku terhenyak, ketika sampai pada kalimat terakhir dalam buku itu. Kutekan dadaku lebih keras. Menahan sesuatu dalam diri yang tiba-tiba terasa sakit seakan tertusuk.

Akan kulakukan…

bila harus mati…

sesuai keinginanmu…

Apa kau bahagia, Sasuke?

Seketika itu air mataku tumpah. Aku menangis. Untuk pertama kalinya perasaan seperti ini muncul dalam diriku. Penyesalan yang begitu mendalam. Semakin kusadari besarnya cinta Sakura padaku, semakin besar rasa bersalahku padanya.

Aku tahu.

‘Maaf.’

Meski kata itu beribu kali kuucapkan, sepertinya dosaku tak terampuni.

Sakura, sungguh… aku benar-benar menyesal.

=0=0=0=0=

TBC……….. Next to Chapter 5

=0=0=0=0=

Bachot session from Author:

Karena sekalian updet dua chap, jadi No Bachot deh ya, langsung aja cekidot chap 5 (^-^)/

This chapter special for YaYaK, kazunarilady, Dwi Kharisma, asdf,  Marshanti Lisbania Gratia, Lailan slalu mencintai ghalma, Sarah Zakila, sv3p, Jile Tamariska Sing, Decha dan kamu yang udah baca Fic ini tapi gak komen. Berikutnya komen dunk ya, hehe~

Arigatou~  😀

25 Comments

Leave a Reply

9 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

  7. Pingback:

  8. Pingback:

  9. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *