My Lovely Junior : +PLUS

Cerita sebelumnya…. Baca [Senpai~ Suki Deshita!] [MLJ : Another Side Story]

Sepasang manusia yang berbeda jenis bertemu. Itu adalah takdir. Seperti aku yang memang hadir demi dirimu, aku tak merasa sayang walau kuberikan segalanya. Di dunia ini, diantara sekian banyak orang, aku bertemu denganmu.

Sakura, aku mencintaimu…

@@@

 My Lovely Junior

Chapter: 2/2
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno
Rate: T / M (?) *buat jaga-jaga*
Genre: Romance, Comfort 
Disclaimer: NARUTO and all character in Naruto belong to MASASHI KISHIMOTO
Length: 3.209 words
WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue. Beberapa adegan diperuntukkan untuk usia +17 tahun, jadi yang belum cukup umur harap sadar diri. Haha~ but it’s all up to you, read or not read, just Happy Reading!!

 Story by

Me!! [FuRaha] 

 ~Itadakimasu~

=0=0=0=0=


“Baiklah, sekarang katakan dengan jujur Haruno-san, apa alasanmu masuk Akatsuki?”

Gadis cantik berhelain soft-pink sebahu itu mengerucutkan bibirnya. Manik Emerald hijaunya bergulir. Jidat lebarnya sedikit berkerut. Sebentar dia topang wajah cantiknya dengan kedua tangan diatas meja. Tampak sedang berpikir keras. Aku jadi geli sendiri melihat reaksinya yang bingung seakan baru saja kuajukan pertanyaan selevel sulitnya soal Matematika.

“Hmm, aku masuk Akatsuki karena ingin jadi dokter. Selain itu,…” Jeda sejenak, Sakura tersenyum nakal seraya mengedipkan sebelah matanya padaku, “Tentu saja untuk mengejar Senior yang kucintai, hehe~…”

“Hn.” Aku hanya mengangkat sebelah alisku, tak menunjukkan reaksi berlebih mendengar jawabannya. “Siapa senior yang kau maksud itu?” tanyaku datar.

Sakura mengembungkan sebelah pipinya. Mungkin kesal karena aku pura-pura tak mengerti maksudnya. “Ya, siapa lagi, tentu saja pacar tercintaku.” kata Sakura.

“Hmm, memang siapa orang yang kau cintai itu, jangan-jangan si Saba…”

“Sasu, Sasu,…” potong Sakura cepat. “Bukan Saba, tapi Sasu, Sasuke Uchiha. Kau dengar, pacarku itu Sasuke Uchiha! Puas?!”

“Ng? Sungguh bukan Sabaku Gaara?” godaku sekali lagi.

Dan itu bikin Sakura tambah kesal, “Iih, kau ini, masih saja suka bahas soal Gaara. Kenapa sih Sasu? Hampir lima tahun kita pacaran masih saja kau ragukan cintaku. Sebal!” Sakura memalingkan wajahnya.

Aku nyengir, walau rada miris juga saat mengingatnya. “Habis, tak kusangka si Gaara itu ternyata cukup pintar sampai dia masuk Universitas elit seperti Akatsuki. Dan kau lagi, malah ikut-ikutan masuk Akatsuki. Apa seperti dulu, kau masuk sekolah yang sama karena ingin kejar cintanya?”

“Yeeh, kan sudah kubilang aku masuk Akastuki karena mengejarmu, Sasuke Baka!! Kalau kau tak kuliah disana aku juga tak akan mengejarmu ke sana, Dasar gak peka!” Sakura makin marah.

“Hn.”

“Huff~ sudahlah. Terserah kau.” Sakura menyerah. “Aku lelah. Kau selalu saja bahas soal ini. Apa tak bosan?”

“Hn.” Aku menggeleng pelan, kembali menggodanya.

“Aaaahh~ Sasu~…” rengek Sakura sambil cemberut. Dia lekas beranjak dari bangkunya dan memilih duduk di pangkuanku. “Bagaimana caranya supaya kau yakin padaku, heuh?” tanya gadis itu seraya mengalungkan kedua lengannya di leherku.

“Menurutmu?” aku malah balik bertanya.

Dia sedikit menyunggingkan bibirnya, membuat satu senyum menantang. Disibakkannya helaian rambut panjangnya kebelakang telinga dan mulai mempersempit jarak diantara kami. Aku sudah mengerti apa maunya saat kulihat emerald itu terpejam. Saat tak ada lagi jarak diantara kami, lekas saja onyx-ku kusembunyikan dan biarkan indera lain kini lebih berperan aktif  untuk dapat saling merasakan. Peluk, cium, kusentuh dia lebih banyak dan lebih mesra. Sampai pasokan udara kami benar-benar habis, aku kembali mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan french kiss tadi yang sempat tertunda. Tapi kalau seperti ini saja tak cukup memuaskan bagiku.

“Kyaaa~…” Sakura menjerit kaget saat aku mengangkat tubuhnya lalu menjatuhkannya ke atas ranjang. “Sasuke…” pekik gadis itu dengan wajah merona merah, “Mau apa ka….”

“Hmmph….” Langsung saja kubungkam kembali bibir itu dengan bibirku. ‘Jangan munafik Sakura, kau juga menikmatinya kan?’ pikirku, jadi geli sendiri saat Sakura yang asalnya berontak kini balas mencium dan memelukku. Bahkan dengan agresifnya dia sampai meremas belakang rambut ravenku.

Bagus, kalau seperti ini terus mungkin kami bisa…

‘Nee ki koe masuka…’ Rythem-Harumonia itu mengalun, sejenak menyita perhatian.

“Hmm, ponselku…” kata Sakura, cepat melepaskan pagutannya. “Ada telepon, Sasu…”

“Nanti saja, sebentar lagi…” kataku manja, enggan membiarkannya beranjak dari sisiku.

“Iya, makanya sebentar. Cuma angkat telepon doang.” kata  Sakura seraya mendorongku jauh. Dia lekas mengambil ponselnya dari atas meja. “Tuh kan, telepon dari orang penting.” lanjut gadis itu sambil melirikku dan mengangkat sebelah alisnya. “Hallo, nii-san?”

“Jiaaah~…” aku mendengus kecewa mengetahuinya. “Sa~so~ri~…” Lagi-lagi kenapa setiap kali kami hampir melakukannya, dia pasti selalu muncul dan mengganggu.

Tch,…

Aku layangkan pandanganku memperhatikan setiap sudut kamar. “Dia tak pasang cctv di sini, kan?” gumamku, karena rasanya aku seperti diawasi bahkan saat berada di kamarku sendiri.

“Iya, Sasuke cuma bantu mengerjakan tugasku kok.” kata Sakura, masih berbicara dengan Sasori di telepon. Sebentar dia rapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. “Hmm, tentu saja di ruang santai. Haha~ mana mungkin kan, sekali pun aku tak pernah masuk kamar Sasuke tuh.” Sakura sedikit menjulurkan lidahnya dan terkekeh melihatku.

Hn, pintar bohong juga dia. Sakura memang datang buat mengerjakan tugas kuliahnya. Tapi itu cuma selingan dari kebanyakan waktu yang kami habiskan untuk mengobrol dan bermesraan. Memang benar Sakura tak pernah sekali pun masuk kamarku, melainkan berkali-kali, haha~…

“Ng? kami tidak berdua, disini ada Ayame kok.” jelas Sakura pada Sasori.

Ya, di rumah ini  memang tak hanya kami berdua tapi ada juga Ayame. Dan tentu saja maid itu sibuk dengan pekerjaan rumah sementara aku dan Sakura asyik berduaan.

“Hah, sekarang?” Sakura tampak panik. “Oh, iya, iya, baik. Aku akan secepatnya kesana. Jaa~…” usai menutup telepon, dia langsung sibuk membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja.

“Kenapa?” tanyaku, baru mulai bangun dari ranjang. “Sudah mau pulang?”

“Iya, Chiyo-baa datang. Kami mau sama-sama menjemputnya ke airport.”

“Mendadak sekali.”

Sakura mengangguk, “Aku pulang dulu ya Sasu~”

“Aku antar.” tawarku, bersiap mengambil kunci mobil.

“Tidak usah. Sasori-nii sudah menjemputku. Barusan dia telepon katanya sudah sampai di jalan depan komplek.”

“Hah? Cepet amat.”

“Iya~ makanya aku harus buru-buru supaya dia tak curiga.” gumam Sakura, “Baiklah, aku pergi.” pamit gadis itu.

“Eh, heh, tunggu!” panggilku kembali. Sakura sebentar menoleh. Aku cepat dekati dia. “Sasori pasti membunuhku kalau lihat kau begini.” kataku seraya membenarkan satu kancing kemeja Sakura yang terbuka memperlihatkan belahan dadanya.

“Hahaha~ iya.” dengan wajah merona gadis itu tertawa pelan. “Terima kasih. Sampai nanti.” ucapnya sebelum pergi seraya mengecup sebelah pipiku.

“Hn.”

BLAM…

Dari balkon kamar masih kupandangi gadis musim semi itu, tampak berlari-lari kecil keluar gerbang rumah menuju sebuah mobil yang menunggu dan lekas membawanya pergi. Rasanya sayang, aku kecewa setiap kali melihatnya pergi dariku meski pasti dia akan kembali lagi padaku. Yang kuinginkan adalah Sakura selalu ada di sisiku. Tak perlu sesekali datang dan pamit pulang ke tempat yang berbeda denganku.

Aku berjalan menuju laci di sebuah lemari. Kuambil sebuah kotak kecil berbalut velvet biru didalamnya. Sewaktu kubuka, tampak sebuah cincin cantik dengan batu berlian kecil berbentuk hati. Jantungku berdebar kala memikirkan rencana itu.

“Mungkin sudah saatnya kuberikan ini pada Sakura.”

Akan kutegaskan perasaanku padanya.

=0=0=0=0=

Sebuah motor City Sport-One hitam berhenti tepat di depan pintu Ichiraku café. Seseorang tampak turun dari motor itu lantas melepaskan helm ber-google yang dikenakannya, memperlihatkan helaian rambut soft-pink panjang terurai. Sebentar gadis cantik itu tersenyum seraya melambaikan tangan. Dengan ceria melepas kepergian sang pengendara yang sudah mengantarnya jauh ke tempat ini.

Saking kesalnya melihat pemandangan itu, aku nyaris memecahkan gelas jus tomat dalam genggamanku. Tapi untung saja masih bisa kukendalikan perasaanku dan menghalau jauh kecemburuan itu. Berpikirlah positif Sasuke, pasti ada alasan tepat kenapa Sakura datang terlambat dan malah diantar Gaara.

“Maaf. Aku ikut kuliah tambahan jadi baru keluar kelas jam dua siang. Kau bilang kau akan marah kalau aku terlambat. Jadi sewaktu Gaara menawariku tumpangan, aku bersedia ikut. Tapi sepertinya tindakanku salah ya~…” Sakura yang sedari tadi menundukkan pandangan kini sedikit melirikku.

“Hn, kau benar. Aku lebih suka kau datang terlambat daripada melihatmu bersamanya.”

“Maafkan aku. Tak akan kuulangi lagi.” ucap Sakura dengan wajah tampak menyesal. “Kau mau memaafkanku kan?”

Diam sejenak, aku masih picingkan mata dan menatapnya tajam. Tetap bersikap dingin.

Sakura lekas menyambar kedua tanganku. “Sasuke~ aku mohon…” pintanya penuh harap.

Ugh~ siapa yang tahan lihat puppy eyes emeraldnya. “Hn. Baiklah.” kataku, akhirnya bersedia memaafkan Sakura.

Senyum ceria kembali tampak di wajah cantiknya, “Terima kasih Sasuke.”

“…”

“Ng, lalu ada apa? Katamu ada yang ingin dibicarakan.” tanya Sakura to the point.

Sebentar kugulirkan pandangku, mulai merasa gugup. Kembali ragu untuk terus melanjutkan percakapan ini. Tapi kalau tak cepat kukatakan, aku takut tak temukan kesempatan lain sebagus cerahnya cuaca hari ini. Lalu karena semuanya juga sudah dipersiapkan jadi memang aku harus…

“Sasu~.. Sasuke?” panggil Sakura, membuyarkan lamunanku. “Kau kenapa sih? Wajahmu berubah tegang. Sebenarnya ada apa? Apa kau punya masalah? Katakan padaku.”

“Eu~ ya.” Aku mulai berani mengangkat tegak wajahku, serius menatap Sakura. “Memang ada yang ingin kukatakan padamu.”

Sakura mengernyit, dia terdiam menanti aku bicara.

“Sakura, aku… aku pikir sebaiknya sekarang kita jangan lagi pacaran.”

Senyum di wajah gadis itu seketika pudar setelah mendengar ucapanku. “A, apa maksudmu?”

“Iya, aku tak mau lagi pacaran denganmu.” kembali kuulangi maksud itu.

“Jangan bercanda, kau tak serius mengatakannya kan?” tanya Sakura.

Rahangku mengeras, kedua tanganku terkepal, “Tidak, aku serius.” jawabku terus terang.

“Ha ha ha~ Sasuke, aku, aku bilang jangan bercanda.” kata gadis itu disertai tawa yang terdengar memaksa. Bibir Sakura bergetar sementara cairan bening mulai tampak menumpuk diatas iris emeraldnya. “Jangan jadikan itu candaan, baka!”

“Makanya kubilang aku serius. Kukatakan sekali lagi, aku sudah tak mau lagi pacaran denganmu!” balasku.

“Ka, kau mau kita putus?” bisik Sakura pelan, dengan suara tercekat.

Aku palingkan wajahku, enggan menjawabnya. Melihat sikap dinginku, gadis itu lekas menutup mulutnya dengan kedua tangan. Menahan isak serta tangis yang tak bisa lagi dia tahan. Aku makin tak enak hati menghadapinya.

“Kenapa? Kenapa kau lakukan ini padaku? Apa karena kau masih marah?” tanya Sakura, emosinya makin terlihat, “Apa karena Gaara lagi? Bukannya tadi kau bilang, kau memaafkanku. Mengertilah Sasuke, aku bukannya sengaja. Sungguh, karena situasinya tadi seperti itu aku terpaksa melakukannya. Dan aku benar-benar menyesal. Tak kukira kau akan semarah ini hanya karena aku jalan sama Gaara. Kenapa kau tetap tak mau percaya? Berulang kali aku selalu bilang, aku tak punya perasaan sedikitpun padanya. Itu sudah lama berakhir. Gaara tak pernah ada lagi di hatiku. Perasaanku semuanya untukmu. Jadi tolong jangan meragukanku.”

“Hn.”

“Jangan ‘Hn’ doang, katakan sesuatu!” bentak Sakura, “Katakan kalau kau tadi cuma bercanda. Kau sungguh tak ingin putus dariku!”

“…”

“Sasuke, jawab!” desak Sakura.

“Ini bukan soal Gaara.” jawabku.

“Apa? Lalu apa? Apa ada alasan lain? Gadis lain? Kau, apa sebenarnya kau suka pada gadis lain, heuh? Kau tak mau pacaran denganku lagi karena ada gadis lain?!”

Braakk…

Aku lekas berdiri sambil menggebrak meja. “Jangan asal tuduh!” desisku, lalu tanpa basi-basi memilih melengos pergi meninggalkan Sakura. Membuat gadis itu terhenyak dan menatapku tak percaya. Sampai aku keluar menuju taman belakang café, Sakura masih syok dan duduk terdiam.

Disinilah taruhannya.

Kugenggam erat seutas pita yang sudah kupersiapkan. Kalau 10 detik Sakura tak beranjak mengejarku, aku kalah dan mungkin sungguh akan benar-benar kehilangan dirinya.

10

9

8

7

Aku mulai cemas. Lima detik berlalu dan dia masih diam.

4

3

Aah~ akhirnya. Senyumku mengembang seketika melihat Sakura bangkit berdiri lalu cepat berlari keluar menghampiriku.

2

1

“Sasuke!” panggil Sakura.

Sreet… Langsung saja kusodorkan benda dalam genggamanku itu tepat kehadapannya. Sebuah cincin yang terikat pada pita balon gas warna-warni yang jumlahnya belasan.

Emerald itu membulat, “Aaa…” Saking terkejutnya gadis berhelaian merah muda itu sampai tak sanggup berkata-kata.

“Sakura, maaf sudah buatmu salah paham. Maksudku tadi bukan minta putus. Tapi aku memang sungguh tak ingin lagi pacaran denganmu. Aku inginkan lebih dari hubungan itu.” Perasaan tegang mulai menyelimutiku. Wajahku serasa terbakar. Blushing berat. Merasa panas saking malunya. “Aku memang bukan pria romantis, jadi mungkin tak bisa mengatakannya dengan baik.” Kutatap kembali Sakura lekat-lekat. “Kono ore-sama to kekkon shiro!” ucapku dengan tegas.

“Sasu…”

“Menikahlah denganku!” kulamar gadis yang paling kucintai, paling berarti dalam hidupku dengan setulus hati.

“…”

Bukannya menjawab atau menunjukkan reaksi gembira. Satu senyum tipis pun tak muncul di wajahnya yang tegang. Sakura terdiam dan malah menundukkan kepalanya. Aku jadi putus asa. Apa dia tak suka dengan cara atau ajakanku? Apa aku terlalu cepat? Apa perasaannya padaku tak sampai sejauh itu? Apa bagi Sakura sebenarnya aku tak begitu berarti?

“Hmm, ya, aku mengerti.” gumamku pelan. “Kalau kau tak suka, aku tak akan memaksa. Tapi aku butuh jawabanmu sekarang. Ambil cincinnya kalau kau mau, atau ini akan lepas dan terbang jauh bersama perasaanku. Kau terima atau tolak aku…”

Perlahan kukendurkan genggamanku pada pita itu. Cincinnya nyaris terlepas, begitu pula dengan perasaanku yang seakan terhempas. Mungkin memang bukan takdirnya aku dan Sakura…

Greep….

Dengan cepat Sakura menyambar cincinnya dan langsung berhambur memelukku.

“Sakura…” aku cukup terkejut dengan reaksinya.

‘Tentu saja, Sasuke.” kata Sakura, berbicara dengan lembut di telingaku. “Aku terima. Tak hanya cincin dan lamarannya, aku terima dirimu sepenuhnya.”

Aku tak bisa menahan bibirku untuk tak tersenyum. Bahagia. Aku sangat bahagia. Luar biasa senang mendengar jawabannya. “Sungguh?” tanyaku masih setengah tak percaya. Aku kendurkan dekapannya dan menatap emerald-nya lekat-lekat. “Kalau begitu…”

“Iya.” Sakura mengangguk mantap, “Aku mau menikah denganmu.”

Maka kulepaskan untaian pita yang membelit cincin itu. Membuat balon-balonnya berterbangan jauh, tinggi ke atas langit biru yang cerah. Bukan membawa perasaan kecewa melainkan menggambarkan masa depan yang masih jauh terbentang luas. Masa depan yang akan kami jalani penuh kebahagiaan. Mulai sekarang, dengan banyak harapan, seraya kusematkan cincin itu  di jari manis Sakura, aku janjikan semua itu padanya.

Aishiteru…” ucapku sembari kembali mendekapnya erat lantas mengecup bibir Sakura lembut.

Aishiteru mo~… Sasuke-kun.” balas Sakura, “Arigatou~…

=0=0=0=0=0=

Aku tersentak, sedikit terkejut saat mendapati sepasang tangan putih tiba-tiba merangkulku dari belakang. Kugulirkan onyx-ku melihat kepala berhelaian merah muda yang menelusup diantara jenjang leherku.

“Sasuke~ pekerjaanmu sudah selesai?” bisik wanita itu. Ya, dia bukan lagi seorang gadis sekarang, melainkan seorang wanita. Sakura Haruno. Eh, salah… kuralat Sakura Uchiha, istriku.

“Hn. Belum. Masih banyak dan ini harus selesai besok. Sepertinya aku akan lembur.” kataku, disela kesibukanku berkutat dengan laptop, catatan dan berkas laporan kerja.

Sakura mendengus. Hembusan nafas sejuknya terasa menggelitik kulitku. “Hmm, baiklah. Lanjutkan. Semangat ya. Kalau gitu aku tidur duluan. Oyasumi~…” kata Sakura lantas mencium pipiku.

Sedikit kulirik dia saat berlalu pergi. Melihat sosoknya dari belakang, dengan helaian rambut terikat digelung keatas, memperlihatkan jenjang kulit leher mulusnya. Lalu tubuhnya yang berbalut gaun tidur silk lembut tipis tampak begitu menggoda. Kalau disuruh pilih antara terus duduk sepanjang malam bekerja di luar jam kerjaku seharian dengan menghabiskan waktu berdua bersama Sakura, tentu saja aku pilih mengabaikan tumpukan berkas itu dan langsung beranjak ke tempatnya

“Sasu~…” kaget Sakura saat aku tiba-tiba memeluknya. “Apa yang kau…” cepat kubungkam perkataannya. Sebentar mencium wanita itu. “Hmmp, Sasu, pekerjaanmu?” ucapnya disela pagutan.

“Sstt, ada pekerjaan lain yang lebih penting malam ini. Kau bersedia membantuku, kan?” bisikku sambil menyeringai.

Emerald itu mengerling, menghindari tatapan onyx-ku yang menggoda. Sakura tampak malu-malu tapi aku yakin dia mengerti apa mauku.

Tok…tok…tok…

Bunyi ketukan pintu itu terdengar mengusik, sejenak menghentikan aktifitas kami. Aku dan Sakura saling berpandangan. Kutatap dia dengan wajah kecewa saat wanita itu putuskan untuk menyingkirkanku dan cepat beranjak dari ranjang.

“Ugh~ ganggu aja. Baru juga mulai.” dengusku.

“Jangan gitu Sasu~…” kata Sakura, berjalan menuju pintu kamar sembari membenarkan kembali kaitan bra-nya yang terlepas di balik gaun tidur. “Kau sudah tahu kan dia siapa.” lanjut Sakura.

Kulirik jam dinding yang terpasang di sisi tembok kamar. Waktu menunjukkan hampir pukul satu malam. Ya, aku tahu siapa yang datang mengganggu kami di jam segini. Memang bukan Sasori, melainkan…

“Kaa-chan…” seru seorang bocah manis berusia tiga tahun itu saat Sakura membukakan pintu.

“Chizu…” panggil Sakura, “Ada apa?”

“Mau pipis…” jawab si bocah dengan wajah polosnya yang lucu.

Sakura terkekeh, lalu dengan senang hati mengantarnya ke kamar mandi.

Bosan menunggu, aku juga ikut bangkit dan mengikuti mereka. Rasa kesalku tadi seketika hilang kala melihat mereka berdua. Istri dan anakku. Chizuru Uchiha. Anak perempuan manis yang lahir sebagai bukti cintaku dan Sakura.

“Nah, sudah selesai. Kembali tidur ya nak.” kata Sakura seraya membantu merapihkan piyama Chizuru.

Anak itu menggeleng pelan, tangan kecilnya cepat mencengkeram baju Sakura. “Kaa-chan, Chiju atut tidul cendili. Chiju mau tidur di kamal Kaa-chan yaa~….”

“Hmm, baiklah.” jawab Sakura.

“Heeh, tidak bisa.” cegahku.

“Sasuke, apa yang kau bicarakan? Biar saja Chizu tidur sama-sama kita.”

“Stt,…” desisku sembari men-death glare-nya. Dasar Sakura gak peka, apa dia tak berpikir kalau terus membiarkan Chizuru tidur bersama, aktifitasku dengannya kan jadi terganggu.

Kuhiraukan Sakura lantas menghampiri anakku itu. Aku berjongkok menyamakan tinggiku dengannya. “Chizu sayang, kau ingat apa yang selalu Too-san bilang? Kau seorang Uchiha, kan?” tanyaku. Anak kecil itu menggangguk, “Bagus, jadi karena kau seorang Uchiha, kau tak boleh takut. Hup…” kupangku Chizuru dan lekas membawanya ke kamar, “Kau harus berani tidur sendiri.” kataku.

“Sasuke, kau ini…” protes Sakura.

Sampai di kamar Chizuru, kamar cantik yang ditata unik bernuansa biru dan merah muda, lekas kubaringkan dia diatas ranjangnya yang empuk. Sakura membantu membenarkan letak bantal dan menyelimutinya. Mengatur letak boneka yang banyak berserakan disekitarnya.

“Oyasumi~…” bisik Sakura seraya mengecup kening Chizuru dan membelai rambut raven yang persis milikku itu.

“Kaa-chan, Too-chan…” panggil Chizuru. Emeraldnya yang serupa Sakura menatap teduh. Tangannya menggapai tangan Sakura, tak ingin dilepaskan.

“Hn. Tenang saja, akan kami temani kau sampai tidur.” kataku pada Chizuru, “Jadi cepat tutup matamu, udah malem.”

Chizuru mengangguk, menurut memejamkan matanya. Sementara dia mulai menikmati setiap belaian lembut Sakura yang mengusap-usap kepalanya.

“Kau tahu Sasuke, manjanya sama sepertimu.” bisik Sakura menyindirku.

Aku kerucutkan bibirku, “Hn, wajah tidurnya sama jeleknya denganmu.” balasku.

“Apa?” Sakura melotot, “Kau mengatai Chizu jelek?!”

Aku lekas menggeleng, “Tidak. Cantik. Putriku sangat cantik seperti ibunya.” pujiku.

“Halah, gombal.” balas Sakura, setengah bercanda. Kembali dia tatap Chizuru sambil tersenyum. “Kupikir dia sama mempesonanya denganmu.”

“Hmm, ya tentu saja, dia kan seorang Uchiha.” kataku bangga.

Saat dirasa Chizuru sudah tertidur lelap, diam-diam kami keluar dari kamarnya. Aku cium dulu keningnya dan doakan dia agar bermimpi indah.

“Sasuke, aku sangat bahagia.” kata Sakura, berjalan sambil merangkul lenganku. Kepalanya sengaja dia sandarkan dibahuku.

Aku tersenyum mendengarnya, “Tak perlu kau katakan pun aku sudah tahu. Aku juga sama, Sakura. Aku sangat bahagia miliki kau dan juga Chizuru.” ucapku seraya mendekapnya erat.

“Sasu~…”

“Hn. Karena Chizu sudah tidur. Ayo kita lanjutkan yang tadi lagi Sakura…”

“Kyaaaa~…” Sakura terkejut saat aku tiba-tiba menggendongnya ala brindal style sampai ke kamar kami.

“Sama-sama kita buat banyak Uchiha kecil, hehe~…” lanjutku.

“Sasuke~…” Dengan wajah merona istriku itu menatapku malu-malu.

BLAM…

Pintu kamar tertutup rapat. Tanpa gangguan lagi kami nikmati malam panjang berdua penuh cinta.

~ F.I.N ~

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Bachot session from Author:

Ya-Ha~… (^-^)/ Akhirnya selesai juga. H-O-R-E!!

Wkwkwkwk~… gak nyangka bisa bikin mpe sejauh ini. Mesumnya otakku bahkan berpikir apa buat bikin sekalian lemonnya, haha~… #Plakk

Untung ga jadi L walo aga kecewa, hehe~… *maksud loe?*

Ya, karena SasuSaku sudah menikah dan Chizuru lahir. Sudah dipastikan mereka berhasil melakukannya tanpa gangguan dari Sasori^-^..

Btw soal adegan lamaran Sasuke, apa kesannya lebay banget ya (=_=”)… terinspirasi dari MV Super Junior – No Other. Sambil ngiler bayangin Yesung berikan cincin terikat balon itu untukku (>///<)/ kyaaaa~… #Bletak *dilempar bakiak*

Soal nama, bingung juga cari yang cocok buat anak SasuSaku. Tadinya mau “Chidori” biar kesannya masih Sasuke banget, tapi ga jadi, dan akhirnya memilih “Chizuru” yang berarti “Seribu bangau” terdengar lebih manis, bukan? Hehe~… *teringat judul lagu GazettE favorit gw*…

Yupz, sepertinya cukup bachot kali ini. Seperti biasa saya benar-benar ucapkan banyak terima kasih kepada anda semua yang sengaja or gak sengaja udah nemu dan baca FF saya yang GaJe ini. Syukur klo ceritanya suka dan maaf klo masih jauh dari yang diharapkan. Karena itulah Komen/Review sangat diharapkan… m(_ _)m

OK, See you in the other FanFiction by Me!![FuRaha]…

Jaa~ (^-^)/

51 Comments

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *