Money [LOVE] Gamble: Chapter 2

Cerita Sebelumnya…. Baca [Chap 1]

=0=0=0=0=

Money [LOVE] Gamble

Chapter: 2/?
Pair: Sasuke Sasuke x Sakura Haruno
Rate: T
Genre: Romance, Friendship
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length: 4.854 words
WARNING: OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.

Story by

Me!! [FuRaha]

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!

~Itadakimasu~


Kriiiiingggg~…

Bel tanda istirahat pun berbunyi. Siswa-siswa berhamburan keluar kelas menuju kantin, hendak mengisi perut mereka yang sedari tadi berbunyi minta diberi makan. Untuk yang tidak merasa lapar dan lebih memilih membuang tenaga, langsung saja melesat menuju lapangan cuma buat sekedar main bola atau basket. Ada juga yang mampir bentar ke toilet atau cuma nangkring depan kelas sambil ngobrolin ini-itu.

“Keripik kentang dan roti selai kacang yang dibakar setengah matang.” kata Sakura seraya menyerahkan bungkusan plastik pada Choji begitu keluar dari kelas.

Cowok berbadan besar itu meraih bungkusannya, “Makasih ya.”

Dengan wajah cemberut Sakura meninggalkan Choji.

“Ayo semangat! Masih empat hari lagi, kan?!” teriak Choji dari jauh.

“Sial…” dengus Sakura. “Tak kusangka aku akan kalah taruhan darinya saat adu pinalti kemarin.”

Semua ini karena Sakura memakai rok, dia jadi kerepotan berlari saat menangkap bola. Terakhir Sakura meminjam celana milik Naruto saat dipakainya manjat pohon beberapa hari lalu bikin celana itu kotor. Naruto yang kecewa jadi kapok untuk meminjamkan celananya lagi pada Sakura. Hasilnya dia kalah taruhan dan selama seminggu Sakura harus menyediakan makanan pesanan Choji. Keripik kentang dan roti selai kacang yang dibakar setengah matang. Choji licik, si gendut itu memanfaatkan keadaan lahiriahnya untuk menutupi hampir setengah bagian gawang, saking gedenya dia.

Yah, setidaknya itu bukan sesuatu yang berat bagi Sakura. Dia cukup tenang karena tidak perlu mengeluarkan isi dompetnya. Beruntung Choji lebih menyukai makanan dibanding dengan uang. Berat rasanya kalau harus mengeluarkan uang karena kalah taruhan. Berbeda jika Sakura menang, selalu ada tempat dalam dompetnya untuk uang penghuni baru.

.

.

.

Sakura membelalakan matanya tak percaya, begitu sekembalinya dia ke kelas dan melihat kertas ulangan miliknya.

“Lima koma lima enam?” cengang Sakura, “Jelek banget. Aslinya aku dapat nilai segini?” Buru-buru dia langsung mencocokkan jawaban ulangan biologi miliknya dengan Shikamaru, peraih nilai tertinggi di kelas.

“Eh, gimana sih? Ada 3 soal nih yang jawabannya disalahin. Harusnya nilaiku gak segini.” protes Sakura.

“Tugasku juga cuma bagiin kertas ulangannya doang. Urusan nilai menilai kagak tanggung jawab. Kalau mau protes, marah-marah langsung aja sama Orochimaru-sensei.” kata Lee, sang ketua kelas yang sedari tadi jadi sasaran kekesalan Sakura.

Dengan perasaan kesal Sakura bergegas pergi mencari Orochimaru. Guru biologi itu memang rada-rada nyebelin dalam urusan penilaian. Masalah ini harus cepat diselesaikan karena menyangkut dua hal penting dalam hidup Sakura. Nilai raport dan taruhannya dengan Kabuto. Sayang kan kalau perjuangannya belajar semalaman harus berakhir menyedihkan. Harus ikut perbaikan dan kehilangan uang 10.000 ryo dari dompet.

JDUUG … Tak sengaja Sakura menubruk seseorang saat berselisih jalan di lorong. Kepala keduanya saling beradu.

“Eh, Kalau jalan tuh pake mata!” bentak orang itu.

Kaget juga Sakura ketika menyadari sosok dihadapannya adalah Karin. “Jalan pakai mata? Kalau mata kupakai buat jalan, terus kakimu kau pakai buat apa?” balas Sakura tak mau kalah. “Jalan tuh dimana-mana pake kaki, baka~…”

“Oh, ternyata kau. Si Jidat Matre itu. Pantas saja, semua yang terlihat di matamu cuma uang sih.”

‘Ya ampun, kenapa disaat seperti ini harus bertemu dengan cewek sinting ini.’ batin Sakura mendengus. Entah kenapa jadi merasa benar-benar sial. “Maaf, aku lagi buru-buru nih. Tak ada waktu buat main-main denganmu.” kata Sakura sembari bergegas pergi, “Duit ceban lagi nunggu.”

“Cih, lagi-lagi uang. Memang dasar matre.” cibir Karin.

Sakura menghentikan langkahnya dan menengok kembali ke arah Karin, “Apa kau bilang?”

“Yang mana? Maksudnya soal dirimu yang matre itu?” Karin mengulangi.

“Kenapa sih kau suka mengataiku matre?” bentak Sakura, “Kayaknya mulutmu itu gatal kalau sehari saja gak menghina orang.”

“Lho, emang kenyataannya gitu. Kau kan cewek matre.”

“Heh, sekali lagi kau mengataiku matre, awas ya!” ancam Sakura penuh kekesalan.

“Wah, wah, emosional banget. Kenapa? Apa lagi bete karena gak punya uang?” kata Karin lagi-lagi menyindir Sakura.

Sakura berbalik menghampiri Karin, lantas menarik cewek itu ke sudut koridor kelas yang agak sepi. “Iya. Kau mau tahu, sekarang aku memang lagi bete karena kemarin kalah taruhan. Gak dapat uang. Ditambah lagi harus mendengar ocehan dari cewek sinting sepertimu. Gimana gak bikin kesal?”

“Kalau gak suka, ya gak usah didengerin.” balas Karin.

“Bukan cuma itu. Gara-gara kau, aku jadi membuang waktuku yang berharga untuk ambil uangku dari Kabuto.”

“Tuh kan, gimana gak disebut matre, yang diomongin pasti tentang uang atau taruhan. Dasar Jidat matre!”

DUAK… Satu kepalan tangan Sakura menghantam tembok, nyaris mengenai wajah Karin.

“Jangan bicara sembarangan.” desis Sakura, “Memangnya kau siapa? Sekali lagi bilang kalau aku cewek matre, lihat akibatnya!”

“Oh ya? Memang kau bisa apa?” kata Karin terkesan meremehkan.

Sakura menyeringai. “Lain kali tangan ini gak bakalan nyasar. Langsung bisa mendarat mulus di wajahmu yang cantik ini, Karin.” Gadis itu perlihatkan sebelah kepalan tangannya kehadapan Karin, lalu mengelus-elus lembut pipi cewek itu dan menepuknya pelan.

Karin terlihat sedikit panik, wajahnya menjadi pucat masih syok dengan ancaman Sakura barusan.

“Huff~…” Sejenak Sakura menghela nafas, mencoba menenangkan kembali amarahnya yang sempat meledak-ledak. ‘Sabar… Sabar… tak ada gunanya berurusan dengan Karin saat ini.’ ucapnya pada diri sendiri. Merasa sudah kembali tenang, tanpa basa-basi Sakura mulai melangkah pergi.

“Tunggu!” cegah Karin tiba-tiba.

“Apa?! Kau sudah lupa apa yang kukatakan barusan? Atau benar-benar mau coba dicium mesra sama bogem tanganku, heuh?” kata Sakura sembari menunjukkan kepalan tangannya.

“Huuh… gak perlu repot-repot.”

“Kalau sudah siap dihajar bilang saja, dengan senang hati aku akan melakukannya.”

“Heh, aku ingin menantangmu!” kata Karin.

“Haah?” Sakura mengernyit, “Menantangku? Gak salah?”

“Mau terima tantangannya, gak?” tanya Karin.

“Ok. Lima menit, jelasin maksud perkataanmu itu!” Maklum saja, mendengar kata tantangan membuat Sakura bersemangat sekaligus penasaran. Si Karin hendak menantangnya tanding apa.

“Aku tahu kalau kau itu jago olahraga, manjat pohon atau taruhan apapun yang bisa menghasilkan uang. Tapi ada satu taruhan yang tak mungkin bisa kau menangkan.”

“Oh ya, memang apa?” kata Sakura sok percaya diri. Padahal dia lumayan deg-deg-an juga, takut Karin benar-benar tantang sesuatu yang Sakura tak bisa.

“Gimana kalau kita saingan buat dapetin cowok di sekolah ini?”

“WHAT…?!” Sakura terkejut. Tapi tak lama dia malah jadi ketawa ngakak, merasa geli sendiri. “Hahaha, taruhan apaan tuh? Dapetin cowok? Kalau taruhan kayak gitu sih aku gak berminat.” tolak Sakura. “Apalagi kalau hadiahnya bukan uang.”

“Makanya, ayo kita buat kesepakatan biar gak ada pihak yang rugi.”

Sakura berpikir sejenak. Dia jadi rada curiga melihat Karin yang bersikukuh menantangnya. Jangan-jangan cewek ini merencanakan sesuatu. “Maaf deh, aku memang benar-benar tak tertarik.”

“Kenapa? Belum apa-apa kau sudah mengaku kalah. Sadar kalau kau itu tak mampu bersaing denganku.”

“Kalah?” Itu kata tabu yang tak ada dalam kamusnya. Apalagi dikatain tak mampu saingan sama Karin. Sakura tak rela di cap seperti itu. “Baiklah, kau pikir aku takut? Kalau gitu dua hari lagi kita nego.” gadis itu akhirnya memberikan keputusan.

Karin tersenyum mendengarnya. “Baiklah.”

Setelah pembicaraan selesai, tanpa basa-basi lagi Sakura segera melangkah pergi meninggalkan Karin.

Pandangan penuh kebencian terpancar dari mata gadis berambut merah mentereng itu ketika melihat kepergian Sakura. Rasa puas ada dalam hatinya. Sakura tak tahu kalau sekarang dia sudah berada dalam rencana Karin. Satu langkah sudah dilaksanakan. Tinggal beberapa langkah lagi maka semuanya akan menjadi sempurna.

“Lihat saja nanti Sakura, akan kupermalukan kau…”

Padahal semangkok ramen sudah ada di hadapan Sakura. Uap panas yang masih mengepul, harum bumbu penyedap rasa serta wangi khas mie yang begitu menggiurkan tapi sama sekali tak membuat Sakura berselera menyantapnya. Entah kenapa rasa lapar yang ada diperutnya mendadak tak terasa.

“Argh, Sial… Sial… Sial…!” kesal Sakura sembari memukul-mukul meja ketika selintas ia teringat kejadian-kejadian menyebalkan yang menimpanya akhir-akhir ini.

Sakura merenung sejenak sambil menutupi kepalanya dengan blazer. Betapa sialnya Sakura hari ini. Ditengah kekesalannya karena kemarin kalah taruhan, dia harus berurusan dengan Karin si cewek rese itu yang tiba-tiba menantang hal aneh terhadapnya. Belum lagi ketika dia hendak memperbaiki nilai ulangannya pada Orochimaru, guru itu ternyata sudah pulang. Makanya uang dari Kabuto belum bisa dia dapatkan hari ini.

Kemana pula dua sahabatnya, Ino dan Hinata yang mendadak hilang. Membuat Sakura harus keluyuran seorang diri. Padahal Sakura sedang membutuhkan kehadiran mereka.

“Kalau ramennya dingin jadi gak enak loh.” ucap seseorang tiba-tiba.

Sontak Sakura terbangun dan mendongakkan kepala. Sesosok wajah asing tampak berdiri dihadapannya sambil tersenyum samar.

“Uchiha.” kata cowok itu, memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan.

Sakura yang masih bingung cuma tersenyum kaku ketika meraih tangan itu dan bersalaman. Cengo sesaat. Masih belum bisa menebak maksud kedatangan makhluk bernama Uchiha yang tiba-tiba menghampirinya.

“Kau si musim semi itu, kan?” tanya Uchiha.

“Musim semi?” Sakura sama sekali tak mengerti. “Namaku?”

“Haruno.” jelasnya.

“Err, iya, itu memang namaku. Sakura Haruno. So…?”

“Hn. Bunga Sakura di musim semi. Nama yang cantik.” lanjut si Uchiha itu, agak gombal. Tapi cukup bikin Sakura blushing. Tak biasanya ada yang puji namanya.

Tanpa dikomando, pemuda itu langsung duduk dihadapan Sakura sembari meletakkan semangkok ramen juga. Sakura sempat berpikir kalau dia mau menantangnya adu ramen. Mulai lagi tuh pikiran Sakura yang suka beranggapan kalau tiap orang asing yang samperin dia pasti mau nantangin. Tapi ternyata dugaan Sakura itu salah, karena si Uchiha langsung menyantap ramen miliknya.

“Hmm, maaf, kalau boleh tahu, punya tujuan apa kau menghampiriku disini?” tanya Sakura terus terang. Dia ungkapkan langsung rasa penasarannya dan mulai membuka pembicaraan.

“Memang kenapa? Tak boleh? Meja ini milikmu?” balas si Uchiha. Lain dengan sikap ramahnya tadi di awal, kali ini lelaki itu tampak sedikit ketus.

“Tidak. Hanya merasa aneh. Tiba-tiba kau datang, langsung duduk, terus mengajakku bicara. Padahal kita tak saling kenal, kan?” kata Sakura.

Sejenak pemuda itu meletakan sumpitnya, “Iya juga. Kita sebelumnya tak saling kenal.”

Sakura mengangguk setuju.

“Tapi tadi aku sudah memperkenalkan diri. Dan aku juga sudah tahu namamu. Bisa dibilang sekarang kita sudah kenal.” lanjut Uchiha kembali, “Aku ingin duduk disini hitung-hitung menemanimu yang lagi sendiri, boleh?”

Entah kenapa Sakura juga setuju dengan pendapatnya. “Eh, boleh kok. Tentu saja. Gak ada yang larang.”

“Bagus.” jawab pemuda itu sembari tersenyum manis.

Manis… manis banget senyumannya itu. Mengalahkan manis permen sampai-sampai semut pun jadi ingin menjilati bibirnya. *ehem, semut apa semut?*. Sakura sesaat tertegun memperhatikan. Si Uchiha itu miliki mata onyx sehitam arang, dengan garis wajah tampan pada kulit seputih dan sehalus porselen, dibingkai potongan rambut ravennya yang ditata unik, tambah bikin keren.

‘Boleh juga nih cowok, lumayan ganteng. Aku su…’ pikirnya. ‘TIDAKK!’ Sakura gelengkan kepalanya, berusaha enyahkan pikiran itu. ‘Apa barusan aku pikir aku menyukainya? Waduh, gak beres nih.’ batin Sakura rada khawatir. ‘Kayaknya otakku jadi error. Dan kenapa tiba-tiba jantungku juga jadi deg-degan gini? Wah, parah nih kalau sampai perasaanku jadi ikut terpengaruh gara-gara terus merhatiin tuh cowok.’

“Heh, kau kenapa?” tanya Uchiha sedikit cemas melihat Sakura yang jadi bertingkah aneh.

“Eh, enggak kok. Gak apa-apa.” jawab Sakura langsung menunduk, menghindari kontak langsung dengan onyx yang mempesona itu. Sakura lekas menyantap cepat makanannya. Tak tahu kenapa, tapi dia jadi ingin banget kabur dari tempat itu sekarang juga, sebelum hal lain yang lebih tidak mengenakan terjadi.

“Hn. Ngomong-ngomong memangnya pas aku lagi main basket gayanya keren ya?” tanya si Uchiha tiba-tiba.

Sakura langsung berhenti mengunyah makanannya ketika mendengar hal itu. Sedikit mengangkat pandangan.

“Sampai-sampai kau rutin memperhatikanku kalau lagi main.” lanjut tuh cowok.

“Haaah…” Sakura langsung gelagapan, “Si, siapa yang bilang?”

“Hmm, dua temanmu itu.” jawab Uchiha.

Glek…

Sakura menelan sekaligus makanan dalam mulutnya. Tenggorokannya terasa sakit, sampai-sampai membuatnya sulit untuk berkata-kata.

“Ino dan Hinata maksudnya? Uhuk….” tanya Sakura yang langsung dijawab dengan anggukan Sasuke.

Suasana hening sejenak. Sakura segera meminum habis air putih miliknya, berusaha menormalkan kembali tenggorokannya yang sedikit gatal. “Ehm, tunggu, apa kau cowok yang waktu itu pakai sweater biru dongker?” tanya Sakura, memastikan.

“Hn. Daripada blazer, aku memang lebih sering pakai sweater di sekolah.” jawab si Uchiha dengan santai.

Damn!…

Sakura bingung banget. Gak nyangka kalau semua candaannya pada Ino dan Hinata waktu itu membuahkan hasil nyata seperti ini. Sumpah. Sakura sama sekali tak tahu tentang cowok bersweater biru dongker itu, apalagi tentang basket. Semua cuma lelucon dan tebakan asalnya saja yang dianggap serius oleh Ino dan Hinata.

“Jadi gimana? Bener gak?” tanya Uchiha.

“Iya. Ehm, maksudku enggak. Gak tahu. Kayaknya Ino dan Hinata cuma bercanda. Aku sama sekali belum pernah melihatmu main basket, so gak mungkin dong aku memperhatikanmu.” jawab Sakura mencoba mengelak, tapi dia berkata jujur.

“Jadi cuma bercanda ya?”

Sakura mengangguk mantap sambil tersenyum. Sementara ekspesi kecewa sedikit terlihat di wajah sang Uchiha.

“Padahal aku senang sekali kalau itu benar.” lanjut lelaki itu kemudian.

“Hah? Ha ha ha…” Cukup terkejut juga Sakura mendengarnya, “Heh, kau… mending kalau Ino dan Hinata ngomong yang aneh-aneh tentangku gak usah dipikirin. Mereka cuma bercanda. Lalu kau juga jangan gampang ke-ge-er-an gitu dong.”

“Ok. Aku ngaku kalo aku sempet ge-er.” si Uchiha ngomong blak-blakan. Bikin emerald Sakura terbelalak. Setengah tak percaya mendengarnya.

“Kau… dipuji dikit aja udah ge-er?”

“Bukan masalah pujiannya.”

“Maksudmu?”

“Habis yang mujinya kau sih. Kalau orang lain, pasti aku juga gak akan ge-er.”

“…”

Wajah Sakura seketika bersemu merah. *Hayo, jadi sekarang siapa yang ge-er, Sakura?* Terus terang dia mengerti maksud perkataan cowok itu barusan. Tapi ini tak bisa dibiarkan. Kalau si Uchiha ini beneran menyukainya bisa gawat. Sakura terpaksa harus mentraktir Ino dan Hinata. Padahal saat ini kondisi keuangan Sakura sedang tak mendukung. Tambah parah lagi kalau misalkan Sakura juga jadi suka sama dia. Apa kata dunia, Sakura suka hal lain selain uang dan taruhan?

“Kau selalu bicara gombal begini ya sama cewek yang baru kau kenal?”

“Enggak.”

“Norak banget tau gak sih? Dasar cowok. Mentang-mentang punya tampang, langsung tebar pesona. Maaf ya, tapi buatku itu gak mempan!” ketus Sakura.

“Eh, kenapa tiba-tiba kau jadi sewot? Aku cuma mau konfirmasi tentang apa yang dibilang sahabat-sahabatmu itu. Tapi sumpah, yang aku rasakan saat mereka bilang soal pendapatmu tentang aku itu benar. Aku tak bohong. Aku tak bermaksud menggodamu. Kalau kau bilang itu salah, berarti sahabatmu itu yang bicara bohong!”

Lagi-lagi si Uchiha itu balas menjawab dengan pernyataan yang membuat Sakura tak berkutik. Sakura sedikit kesal berada dalam situasi seperti ini. Jarang-jarang ada orang yang bisa bikin dia diam tak membalas. Lelaki ini mungkin makhluk yang terlahir satu dari sejuta orang yang ditakdirkan dapat mengalahkan Sakura.

“Kok malah diem? Ngomong lagi dong!” cibir si Uchiha itu sambil tersenyum meremehkan.

“Heh!” Sakura sontak berdiri, tangannya langsung menunjuk tepat ke wajah pemuda itu.

“Apaan nih? Hampir nyolok mata tau…” si Uchiha perlahan menggeserkan tangan Sakura yang memang nyaris kena onyx-nya.

“Aku tak suka dengan tuduhanmu itu!” kata Sakura sembari menurunkan tangannya, masih tampak kesal.

Dikatain begitu si Uchiha malah tersenyum, seakan sengaja mengeluarkan jurus pamungkasnya yang bisa bikin para kaum hawa terpesona. Apa termasuk Sakura? Yah, sedikit. Cewek itu rada kesengsem juga melihatnya. Tapi sebelum berkelanjutan dan menjadi sesuatu yang dapat membawa Sakura ke lubang hitam percintaan yang horor buatnya, Sakura langsung menendang jauh perasaannya itu.

‘Pokoknya jangan naksir sama nih cowok!’ Itulah tekad Sakura dalam hati.

“Huh, makasih sudah menemaniku makan.” lanjut Sakura, “Tapi aku tak suka padamu! Aku rasa kau itu…”

Onyx Uchiha masih menatap, menanti Sakura melanjutkan kata-katanya. Tapi cewek itu malah berbalik dan melengos pergi.

“Tch,…” desis Sakura sembari mendeliknya.

“Heh, tunggu bentar!” panggil si Uchiha.

Meski malas, tapi Sakura pun menoleh sebentar.

“Kau rasa aku ini apa?” tanya pemuda itu masih penasaran.

“Kau… kau itu udah bikin aku sial hari ini!” teriak Sakura sebelum kembali melangkah pergi.

“Hn. Sial apanya…?”

Di balik punggung gadis berhelaian merah muda yang menjauh meninggalkan kantin itu, si Uchiha sedikit terkekeh pelan. Sebenarnya bisa saja dia mengejar Sakura dan bertanya langsung tentang maksud perkataan gadis itu yang sama sekali tak dia mengerti. Tapi melihat sikap Sakura yang beneran kurang suka terhadap dirinya, si Uchiha rasa Sakura malah akan semakin membencinya.

Kalau Sakura pikir sikap liar dan kasarnya bisa bikin Uchiha itu jadi ilfeel, sepertinya tidak. Karena dia justru malah makin tertarik sama cewek itu.

“Hn. Sakura Haruno ya…”

~( $_$ )~


“Sakura, benar kemarin gak ada cowok yang menghampirimu di kantin?” tanya Ino.

Untuk kesekian kali Sakura menggelengkan kepala, mencoba menutupi kejadian sebenarnya. Belum saatnya bagi Ino dan Hinata mengetahui tentang pertemuannya dengan si Uchiha sialan itu. Sakura masih belum rela mengeluarkan isi dompetnya untuk mentraktir mereka berdua sesuai perjanjian. Sungguh pelit sekali orang ini. Bukan cuma itu saja, Sakura juga tak mau kalau mereka sampai tahu kalau dirinya sedikit tertarik sama yang namanya cowok. Selama ini dia sesumbar cuma suka sama uang dan taruhan. Gimana kalau nanti dua sobatnya ini malah meledeknya.

“Kau tak bohong kan, Sakura?” tanya Hinata.

“Tidak.” jawab Sakura singkat. Langsung masang tampang angel. “Mana mungkin aku membohongi kalian.” Meski dalam hatinya dia sedikit menyesal harus membohongi Ino dan Hinata.

“Aneh. Cowok itu bilang, dia akan menemuimu di kantin.”

“Aduh, please deh. Jangan bahas lagi soal itu. Capek nih daritadi di interogasi. Sudah kubilang berkali-kali kalau itu gak mungkin. Mustahil cowok itu suka padaku. Dan tentunya mustahil juga bagiku naksir juga sama dia. Kecuali kalau dia itu uang, dengan senang hati aku baru bersedia.”

“Yaah, kok samain manusia sama uang.” keluh Hinata.

“STOP…!” potong Sakura cepat sebelum mereka berdua mengatakan hal lainnya. Sakura segera bangkit dari kursi dan buru-buru pergi meninggalkan Ino dan Hinata.

“Heh, mau kemana? Mau kabur sebelum urusan beres?!” teriak Ino begitu melihat Sakura langsung ngacir.

“Kebelet nih! ke toilet bentar.” balas Sakura dari jauh.

.

.

.

Perasaan lega dirasakan Sakura setelah berhasil kabur dari teman-temannya dan sembunyi sebentar di toilet. Aslinya sih dia memang ingin pergi ke belakang. Sakura sudah daritadi menahan pipis karena Ino dan Hinata terus menerus berkomentar sekaligus terus memaksanya berbohong tentang kejadian kemarin. Tak ada cara lain, inilah yang harus dilakukan Sakura agar tidak mentraktir kedua sobatnya itu. Benar-benar cara yang licik.

“Maaf sobat, aku terpaksa harus bohong. Tapi aku janji kalau ada uang lebih, aku pasti traktir kalian.” gumam Sakura penuh penyesalan, seolah bicara pada Ino dan Hinata nun jauh disana. “Huff~ Bakal kualat gak ya kalau kita bohong sama sobat sendiri? Sialan, ini semua gara-gara cowok bersweater biru dongker itu…”

UCHIHA…

Tiba-tiba Sakura jadi mengingatnya. Mungkin dia memang tampan dan elegan, juga terlihat cool. Aura dalam diri lelaki itu atau yang bisa dibilang inner beauty-nya langsung bisa bikin orang berkesan keren. Padahal biasa-biasa saja. Ng, luar biasa juga sih. Tapi senyumnya itu loh. Beneran asli bikin orang terpesona. Sorot matanya… cara dia berbicara… tampangnya itu…

Wuaaaa… Enggak boleh!… PLAKK… Sakura serasa ingin tampar dirinya sendiri supaya sadar.

“Apa sih yang ada dalam pikiranku? Kenapa jadi mikirin cowok sialan itu? Sebal. Benar juga kata orang. Dilarang memikirkan lawan jenis kalau lagi di toilet. Itu bisa merangsang otak berpikir macam-macam. Ck~…”

Merasa sudah cukup lebih baik, Sakura segera keluar dari bilik toilet. Dan betapa kagetnya dia ketika melihat Karin sudah berdiri dihadapannya. “Sedang apa kau? Kebelet juga? Memang toilet yang lain pada penuh?” tanya Sakura cuek.

“Kita nego sekarang!” kata Karin sembari berpangku tangan.

Sakura berjalan menuju wastafel, “Sekarang? Disini?”

“Iya. Karena aku gak punya banyak waktu. Bentar lagi ada pelajaran olahraga.”

“Duh, kita bicara nanti saja, pas jam istirahat.”

“Aku ingin sekarang karena aku tak mau banyak orang yang lihat kita berdua bicara.”

“Cari tempat lain kek, gak level banget nego di toilet.” keluh Sakura sembari mencuci tangannya. “Percuma nego juga. Aku tetap tak berminat menerima tantanganmu itu. Tak ada untungnya buatku. Terserahlah sekarang kau mau panggil aku si Jidat matre atau apapun juga, aku tak peduli.”

Karin tak suka dengan keputusan Sakura. Rencananya bisa gagal kalau gadis itu tak jadi taruhan dengannya.

“Hmm, jadi kau mau melepaskan uang 100.000 ryo begitu aja?” tanya Karin, berusaha membujuk Sakura kembali.

TING… mendengar kata ‘uang’ Sakura jadi penasaran.

“Se, seratus ribu?”

“Iya. Kalau kau menang, aku kasih seratus ribu.”

Sakura lumayan tergoda, tapi… “Enggak ah.” tolaknya, walau rada gak ikhlas.

“Kenapa? Kau bukannya suka uang? Taruhan apapun akan kau terima, kan?”

“Itu… itu…” Sakura sekilas putar kedua manik emeraldnya. “Terlalu rendah. Gimana kalau dua ratus ribu?” tawarnya sambil acungkan dua jari kehadapan Karin.

“Apa?!” cengang gadis berkacamata itu, “Kau mau merampokku? Itu sih pemerasan. Sudah kubilang seratus ribu. Terima atau batal?!”

Ck~… sepertinya negosiasi gagal. Padahal niat Sakura siapa tahu bisa menaikan uang taruhannya.

“Hn. Baiklah. Aku terima. Seratus ribu ya. Jangan dikurangi lagi lho.” kata Sakura.

“Iya, jadi. Tapi dibayar setelah kau menang dan jadian selama sebulan. Untuk menghindari persekongkolan.” jelas Karin.

“Jadian?! Maksudmu pacaran?” Sakura mengernyit, “Bukannya kita taruhan cuma buat PDKT doang?”

“Tentu aja enggak. Kalau cuma PDKT terlalu gampang.”

Sakura sedikit mengerucutkan bibirnya. Agak malas juga sebenarnya kalau harus pacaran. Gadis itu kan sama sekali tak berminat. Tapi karena ini taruhan, ya, boleh-lah. “Lha terus bulan-bulan berikutnya gimana?” tanya Sakura, “Masa langsung diputusin setelah aku berhasil pacaran dan dapat uangnya?”

“Kau ini, kenapa masih butuh uang? Kalau kau menang, kau kan dapat cowoknya. Apa itu gak cukup?”

“Ya iyalah. Aku butuhnya uang, bukan pacar. Bulan-bulan berikutnya kalau belum putus aku minta bayaran delapan puluh ribu. Gimana?”

“Lima puluh ribu.” Karin memberikan keputusan. “Tapi hanya berlaku buat tiga bulan.”

Sakura angkat sebelah alisnya. Tanda setuju. “Nah, terus kalau kau yang menang?”

“Aku minta kau jadi pembokatku selama sebulan. Dan kalau aku masih jadian dengan cowok itu, berikutnya kau harus melayaniku 24 jam penuh selama seminggu. Menuruti semua perintahku. Lalu terakhir, aku ingin kau mengakui kalau kau itu cewek matre di hadapan semua orang.”

Haah?!… Sakura cengo sesaat. ‘Permintaan yang aneh. Memintaku jadi pembokat? Si Karin ini apa berniat menghancurleburkan reputasiku.’ batin Sakura.

“Tapi kalau aku menang, kau jangan panggil aku si ‘Jidat matre’ lagi ya?”

“Gak masalah.” kata Karin sambil gendikan bahunya. “Deal?”

Keputusan yang sulit bagi Sakura. Kalau dia menang, dia bisa dapat uang banyak. Bayaran terbesar yang akan didapatkannya. Dihitung-hitung bisa dapat 250.000 ryo. Tapi kalau kalah, mau tak mau selama beberapa minggu Sakura harus jadi kacung si Karin. Sakura mempertimbangkan untung dan ruginya. Bagaimanapun juga tawaran semacam ini tak akan datang dua kali.

“Deal.” kata Sakura, “Siapa targetnya?”

“Pertanyaan bagus.” kata Karin sembari tersenyum. Kemudian dia mengeluarkan sebuah gelas plastik minuman kosong. “Kita tentukan dengan ini. Didalamnya terdapat gulungan-gulungan kertas berisi nama cowok keren yang masih jomblo di sekolah. Salah satunya bakal jadi target kita.”

“Terserah-lah mau cowok keren, cowok baka, idiot atau yang biasa-biasa aja juga ujung-ujungnya tetep kita manfaatkan.” komentar Sakura tak peduli. Gadis itu lebih gak sabaran, penasaran ingin tahu siapa target incarannya.

“Meski cuma taruhan dan main-main aku tak mau asal jadian dengan orang sembarangan. Payah, seleramu soal cowok begitu rendah.” cibir Karin.

“Uhm,…” Sakura hanya mengerucutkan bibirnya. Dia kan memang tak peduli soal begituan. Cowok dan cinta? Apaan sih, gak penting.

Karin mulai mengocok gelas itu. Layaknya lagi undi arisan. Kemudian dia jatuhkan satu gulungan kertas dari dalam gelas plastik. Entah kenapa Sakura jadi merasa tegang ketika melihatnya.

“Sas…uke… Uchi…ha.” kata Karin menyebutkan satu nama yang tertulis di kertas itu.

Sakura jadi bingung, “Suke… uke… uke… chiha… chihuahua apa kau bilang?” dia lumayan tak begitu jelas mendengar apa kata Karin.

“Sasuke. Masa kau tak tahu siapa dia?”

Sakura mengernyit, mencoba mengingat-ingat nama itu. ‘Siapa itu Sasuke? Sama sekali gak kenal.’ pikir Sakura. Seingatnya tak pernah ada orang bernama ‘Sasuke’ diantara teman-teman yang dikenalnya atau orang yang pernah menantangnya.

“Kalau dalam waktu seminggu diantara kita tak ada yang berhasil. Perjanjian batal.” kata Karin.

Sakura cuma angguk-angguk kepala. ‘Wah, serius nih. Cuma seminggu, kalau tidak aku akan kehilangan uang itu.’ batin Sakura.

“Ok, karena kita sudah sepakat, aku duluan ya. Gak betah lama-lama disini bareng kamu.” Karin melangkah pergi dari Toilet. Menyusul Sakura yang juga sama-sama sudah tak ada urusan lagi di tempat bau pesing itu.

“Eh, satu lagi.” Tak lama Karin kembali memanggil Sakura. “Kalau bisa jaga kesepakatan kita ini baik-baik. Jangan sampai ada orang lain yang tahu, termasuk dua temanmu itu. Tapi terserah sih, kalau mau bilang pada orang lain pun paling kau hanya akan menanggung malu. Apa kata mereka kalau kau pacaran hanya karena uang dan taruhan, Jidat. Camkan itu!”

“Hn.” Sakura mengangguk. Yang diucapkan Karin memang benar, tapi dia tak bisa janji. Gimana kalau Sakura keceplosan bicara dihadapan Ino dan Hinata. Sakura tak mau lagi membohongi kedua temannya itu.

….

“Lho, jam tanganku?” kaget Sakura begitu menyadari jam tangannya tak ada.

Kembali mengingat-ingat, terakhir dia melepaskan jam itu saat mencuci tangan di wastafel. Sakura pun lekas memutar langkah kembali ke toilet dan begitu hendak masuk, Sakura nyaris menubruk seseorang.

“Naruto?” kaget Sakura, terkejut melihat pemuda itu. “Habis darimana?”

Cowok itu cuma nyengir, “Toilet.”

“Toilet cewek?” heran Sakura.

Tanpa memberi penjelasan, Naruto buru-buru pergi. Tanda tanya besar ada dalam benak Sakura.

“Dasar mesum. Sejak kapan dia ada di toilet? Perasaan dari tadi gak ada orang yang masuk. Di dalam juga gak ada. Atau jangan-jangan di pintu paling ujung. Pintunya kan nutup terus. Eh, tunggu bentar. Apa Naruto juga dengar waktu aku lagi bicara sama Karin?”

.

.

.

“Lama banget sih, kau beser atau susah buang air besar?” cibir Ino begitu Sakura datang kembali ke kelas setelah dua sahabatnya itu menunggu hampir setengah jam.

“Mana Naruto?” tanya Sakura tak mempedulikan komentar Ino.

“Kok langsung cari Naruto?” heran Hinata, agak penasaran. “Hmm, karena Kakashi-sensei gak ada, sepertinya Naruto pergi main bola di lapangan.”

Sakura memandang ke seluruh pelosok kelas. Hanya ada segelintir siswa yang masih ada disitu. Yang lain pasti seperti Naruto, memanfaatkan situasi saat Kakashi-sensei si guru yang lumayan killer itu berhalangan hadir. Peristiwa yang jarang terjadi ini tentu saja tak akan disia-siakan. Apalagi ulangan fisika kali ini pun batal.

“Ada urusan apa cari Naruto?” tanya Ino, “Kayaknya penting banget.”

Sakura menghela nafas, “Aku ingin tahu apa tuh anak dengar sesuatu pas aku lagi nego sama Karin.”

“Nego sama Karin?!” cengang Ino dan Hinata.

‘Ups, tuh kan keceplosan ngomong. Padahal udah janji gak bakal kasih tahu siapa-siapa.’ batin Sakura pasrah. ‘Kalau sudah ketahuan begini sih pasti…’

“Nego apa sama dia?”

“Kok mau-maunya berurusan sama si Karin sialan itu.”

“Ayo bilang!”

“Ceritain semuanya!”

“Kau masih anggap kita ini sahabat, kan?”

“Gak ada rahasia-rahasiaan.”

“Jujur.”

“Sakuraaaa~…!”

“Arrggghh…” Sakura berteriak kesal. Sebal juga daritadi disemprot banyak pertanyaan begitu. Ino dan Hinata langsung terdiam. “Satu-satu dong. Kalau kayak gitu mana bisa kujawab.”

“Maaf, habisnya kita penasaran…” kata Hinata sedikit menyesal.

“Jadi gimana ceritanya?” tanya Ino.

Sakura terdiam sejenak, memandang kedua sahabatnya. Mungkin sebaiknya dia ceritakan semua pada mereka. Ditambah lagi dia tak tega melihat manik Aquamarine dan Lavender yang menatapnya puppy-eyes.

“Aku taruhan sama Karin.” gumam Sakura pelan.

“Taruhan?” Ino dan Hinata saling berpandangan tak percaya.

“Saingan buat dapetin cowok. Kalau aku menang, aku bisa dapat uang. Tapi kalau kalah harus mau jadi pembantu cewek rese itu.” Sakura menjelaskan.

“Terus kau terima tantangannya?”

Sakura mengangguk-angguk.

“Kenapa diterima?”

“Karena uang.” jawab Sakura polos. “100.000 ryo dong, kapan lagi ada taruhan sebesar ini?!”

Gubrak… Selalu. Selalu. Selalu karena uang. Harusnya untuk yang satu ini tidak perlu ditanyakan pada Sakura.

“Tapi kalau kau kalah, bakalan kayak Tayuya dan Shion dong.” cemas Hinata.

Siapapun tahu tentang dua orang itu. Dua pengawal pribadi Karin yang setia mengikuti pantat cewek itu kemanapun. Selama ini Sakura, Ino dan Hinata selalu merasa kasihan dengan keduanya. Mau-maunya berteman dengan Karin yang menyebalkan.

“Kau yakin dengan taruhannya?” tanya Ino, “Kau bisa menang dari Karin?”

“Hhh~…” Sejenak Sakura menghela nafas. Terus terang hati kecilnya sedikit menyesal sudah menerima tantangan itu. Taruhan seperti ini baru pertama kali dia lakukan. Sakura sedikit tidak percaya diri. Dibanding Karin, gadis itu sama sekali tak mengerti caranya melakukan PDKT sampai ngajak pacaran segala. Gimana bisa menang?

“Eh tapi, kalau kau berusaha, kau pasti menang.” Ino menyemangati, “Dapetin cowok apa susahnya? Pasti kau bisa. Jangan menyerah dulu, Sakura!”

“Iya, iya, panjat pohon aja kau bisa, masa manjat cowok gak bisa.” sambung Hinata. “Eh, salah ya?” cewek berambut Indigo itu menunduk malu.

Sakura hanya tersenyum samar, putus asa. “Cara menang masih bisa kupikirkan nanti. Masalahnya sekarang,  targetnya pun aku tak kenal.”

“Memang siapa targetnya?”

“Gak tau tuh. Anak yang namanya…” Sakura kembali mengingat-ingat, “Uke, uke apa gitu?”

“Uke? Kok kesannya agak SM ya, hihihi~…” Ino tertawa ngakak memikirkan sesuatu yang sedikit yaoi. “Serius namanya Uke?”

“Err, entahlah. Uke, Suke,… Duh, aku lupa…” Sakura merutuki kebodohannya yang tak bisa ingat nama orang itu. “Tuh kan. Namanya saja terdengar asing buatku. Kira-kira siapa, memang di sekolah kita ada yang punya nama mirip-mirip begituan?”

“Hmm,…” Ketiga cewek itu termenung sesaat. Mikir.

“Ada banyak. Kosuke, Tegosuke, Shinosuke, Sanosuke, Sasuke, Pisuke, Nagosuke,…” gumam Ino dan Hinata.

“Eeh, tunggu, yang barusan siapa?” sela Sakura.

“Nagosuke?”

“Sebelumnya?”

“Shinosuke?”

“Bukan…”

“Sasuke.”

“Hmm,…” Sebentar Sakura mengingat-ingat. “Iya, sepertinya Sasuke. Namanya Sasuke. Aku ingat sekarang. Kalian kenal?”

Ino dan Hinata kembali berpandangan, kemudian sama-sama menggeleng.

“Barusan cuma asal sebut nama, hehe~…” cengir Ino.

“Jiaaahh~… parah. Gimana nih…” dengus Sakura.

“Ah, kayaknya aku tahu.” kata Hinata tiba-tiba.

“Yang bener? Kau tahu siapa?”

“Tidak sih. Aku tak tahu yang mana orangnya. Tapi aku tahu Naruto punya teman anak kelas lain yang kalau gak salah namanya Sasuke.” Hinata ini sepertinya lumayan cukup menyelidiki segala sesuatu tentang Naruto sampai tahu hal sepele seperti itu.

“Wah, benarkah?” kata Sakura. “Bagus Hinata, kau tahu dia siswa kelas berapa?”

Hinata gigiti bibir bawahnya, “Ehm, kalau gak salah sih, 2A.” jawabnya ragu. “Mungkin. Aku tak yakin.”

Sring…

Emerald Sakura berkilat. Senyumnya kembali mengembang. Semangat juang memenuhi hatinya.

“Sasuke 2A, fufufu~… aku dapatkan kau!”

~( $_$ )~

TBC… Next to Chapter 3

~( $_$ )~


Bachot session for Author:

Akhirnya sekalian saja saya updet chapter 2 dalam sehari ini, hihihi~… 😀

Special for Jile Sing yang udah jadi komentator pertama FF ini, hehe~… Yang lainnya dong, setelah baca silahkan tinggalkan jejak, ok 😀

Thanks buat yang udah baca mpe chapter 2 ini. Semoga terhibur. Yang penasaran, ikuti terus ceritanya ya.

Just enough for this chapter and See u~ -(^0^)/ …

34 Comments

Leave a Reply

13 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

  6. Pingback:

  7. Pingback:

  8. Pingback:

  9. Pingback:

  10. Pingback:

  11. Pingback:

  12. Pingback:

  13. Pingback:

Leave a Reply to Shanas Zahira Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *