Money [LOVE] Gamble: Chapter 10

Cerita Sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4] [Chap 5[Chap 6[Chap 7[Chap 8] [Chap 9]

~( $_$ )~

Money [LOVE] Gamble: Chapter 10

sasusaku-again

Chapter: Sakura vs Matsuri
Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort, Friendship
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length: 7.508words
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue (=A=)

Story by

FuRaHa

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!!!

~Itadakimasu~

~( $_$ )~


.

.

.

“Hmm, Sasuke~…” panggil Sakura pelan. Sesaat gadis itu merasa ragu untuk mendekati sosok lelaki yang tengah duduk frustasi menyembunyikan wajah tampannya yang tertunduk dalam telapak tangan. “Maaf~…” lanjutnya sembari mengguncangkan bahu Sasuke. Tapi sekali lagi tak ada respon dari lelaki itu. Terang saja bikin Sakura makin tak enak hati. “Kenapa kau marah?”

Onyx yang sedaritadi tersembunyi pun akhirnya muncul. Sasuke angkat pandangannya dan lekas gulirkan satu tatapan tajam pada emerald. “Masih tanya kenapa?” desisnya, “Kau tak tahu apa yang sudah kau lakukan?” Sungguh dalam batin Sasuke sekarang, lebih dari sekedar kesal, dia gemas sekali pada pacarnya yang super duper tak peka dibanding dirinya sendiri.

“Apa karena kejadian tadi siang? Gitu aja marah…”

“Ya jelas aku marah. Tega sekali kau menjadikanku taruhan lagi, Sakura!” potong Sasuke cepat. Kesabarannya sudah diambang batas. “Aku pasti sudah gila kalau aku tak marah karena kelakuanmu itu!”

“Habisnya aku juga kesal!” Bukannya merasa bersalah, Sakura malah balas membentak. “Punya hubungan apa antara kau dan dia? Sikapmu tadi padanya tak seperti kau memperlakukan fansgirl-mu yang biasa. Dia juga sudah seenaknya mengataiku. Menantangku. Kau lebih suka aku mengaku kalah padanya? Menyebalkan. Aku kan…” Sakura kerucutkan bibirnya. Wajah cantik itu berubah cemberut.

“Apa?” tanya Sasuke.

“Cemburu, baka!” teriak Sakura.

HAH?!… Sebelah alis Sasuke terangkat. Dalam hati, dirinya sedikit tak percaya. Seorang Sakura cemburu? Mana mungkin. Rasanya mustahil. Segitu sukanya gadis itu sama Sasuke, tak mungkin akan sampai cemburu terhadap gadis lain.

“Jadi kau cemburu, eh?” tanya Sasuke. Lelaki itu mendekat, memerhatikan raut wajah Sakura dengan seksama. TUK… Didorong-dorongnya jidat lebar gadis itu dengan jari telunjuk. “Huh, kau pikir aku tak tahu isi kepalamu? Cemburu apanya, tujuanmu paling cuma buat taruhan dan dapatkan uang, kan?!”

“Eh, he he he…” Sakura nyengir, “Ketahuan ya~…” ucapnya tak bersalah sambil menggaruk-garuk sebelah pipi yang mendadak gatal.

“Terlihat dari wajahmu.” kesal Sasuke, “Kau ini dengar kata taruhan saja langsung lupa siapa aku? Aku ini pacarmu, Sakura. Tanpa persetujuan dariku, kau seenaknya menjadikanku taruhan. Menyuruhku kencan sama gadis lain? Apa kau tak pikirkan hubungan kita? Malah ikut taruhan begitu. Bodoh, apa itu lebih penting buatmu?”

“Lho, kenapa kau protes? Bukankah dulu kau sendiri pernah bilang kalau kau akan terima sosokku yang gila taruhan ini?” balas Sakura dengan polosnya.

Sasuke mengeram, diam tak membalas. Tetapnya dia tak bisa berkutik. Dia tahu apa yang diucapkan Sakura benar. Entah kenapa Sasuke sedikit menyesal sempat mengucapkan kalimat itu dulu padanya. Sepertinya keputusan untuk menerima sosok Sakura yang gila taruhan itu salah.

“Lagipula siapa yang menyuruhmu kencan sama gadis lain? Sudahlah, tak perlu sampai seheboh ini. Kau tenang saja. Aku akan berusaha untuk menang. Tidak. Aku pasti menang.” kata Sakura mencoba menenangkan Sasuke.

“Hhh~ terserah deh.” Sasuke mendengus pasrah, “Yang pasti aku tak mau tahu kalau kau nanti sampai kalah.”

“Iya, iya, aku juga gak ridho kok, kalau sampai itu terjadi.”

Eh, gak ridho? Apa maksudnya Sakura gak ridho kalau Sasuke jalan bareng Matsuri meski hanya sehari?

“Aku kan gak mau kalau sampai kehilangan uang taruhan itu darinya…” lanjut Sakura santai.

GUBRAK

Mendengar hal itu tentu bikin Sasuke tambah down. Sebal. Tak ada yang berubah dari Sakura. Dia bahkan lebih mencemaskan uangnya daripada Sasuke sebagai pacarnya.

“Kau yakin sanggup mengalahkan Matsuri?”

“Apa susahnya? Kami kan sesama cewek, gampang kali.” jawab Sakura penuh percaya diri. “Lagian cuma basket doang…”

“Serius bicara gitu? Kau tahu Matsuri itu jago main basket?”

“Oh ya?” cengang Sakura tak percaya. “Sehebat apa dia?”

Sasuke mangangguk mantap, “Dia pemain andalan tim putri Kazekage. Bahkan tahun ini masuk daftar calon pemain regular perwakilan daerah untuk tim nasional.”

WHAT THE?!

Sakura membeku. Gadis itu melohok tak percaya. Wajahnya mendadak berubah pucat. Jiwanya barusan seakan terhempas saat mendengar kabar itu dari Sasuke. Dalam hati gadis itu pun kini diliputi perasaan cemas. Aneh, padahal baru juga beberapa detik lalu masang tampang penuh percaya diri, eh tahunya sekarang jadi stress gitu setelah tahu kemampuan lawan sesungguhnya.

“Ti―tim nasional? Serius? Dia jago main basket? Aaaa―gimana ini… kalau tahu dia itu profesional, aku juga tak akan terima tantangannya.” gumam Sakura panik. Gadis itu jambak helaian merah mudanya, menekan kepala yang mendadak sakit. “Aduuuh, aduh, gimana nih? Mana aku sudah menjadikanmu…” Emerald itu bergulir menatap Sasuke takut. “Taruhan~…”

“Tuh kan. Makanya lain kali jangan sembarangan ikut taruhan. Gegabah. Lihat akibatnya!”

“Aaarrgghhh~ gimana dong sekarang, Sasuke?!” teriak Sakura frustasi, “Aku kan gak bisa main basket. Huaaa~ Gimana dong? Gimana? Aargh, Sasuke, bantuin! Aku mesti gimana hadapi Matsuri~…”

“Ck~ terserah,” ucap Sasuke cuek, “Kau memang perlu diberi pelajaran, Sakura…”

AHA!

TING…

Tiba-tiba satu ide muncul dalam pikiran Sakura. Gadis itu berhenti merajuk dan sejenak menatap Sasuke lekat-lekat. Sasuke jadi punya firasat buruk ketika dipandangi oleh emerald yang mendadak berubah puppy-eyes. Sebelah alis Sakura terangkat. Senyuman manis di wajahnya kini berubah menjadi seringai. Gadis itu dekap erat kedua tangan sang Uchiha.

“Sasu-koi~ pacarku yang baik dan tampan, ehem…” Emerald itu mengerjap-erjap penuh harap, “Kau bisa ajari aku main basket, kan?!” pintanya kemudian.

HEEE?!

“Mengajarimu?”

“Pliiiisssss… Aku rela lakukan apapun agar tak buatmu kecewa.”

“Hn, sungguh?”

.

.

.

SasuSaku-Funny

.

.

.

“Hhh~ hhh~ hhh~…” Meski dada kini terasa begitu sesak, “Sassssuuuukkkeeee~…”

“Apa?!”

Dengan nafas terengah-engah, “Sudah cukup… hhh~ hhh~ hhh~… hentikan.”

“Tidak!”

Tubuh terasa begitu lelah, “Aku… tak… sanggup… lagiiiihhh~…”

“DIAM! Jangan banyak mengeluh. Lebih cepat Sakura!”

Namun masih tak boleh berhenti.

“Aaahh, tapi… hhh~ tapi masalahnya… hhh~ hhh~ kenapa… hhh~ hhh~ hhh~ aku harus…”

DRAP DRAP DRAP

“LARI-LARI KAYAK GINI?!” teriak Sakura.

“Hn, nikmati saja latihanmu.”

Derap langkah kaki itu menggema. Sakura terus berusaha. Bersusah payah tak menyerah dan tetap berlari. Basahnya keringat yang membanjiri tubuh pun tak dihiraukan. Lelahnya tubuh bahkan rasanya nyaris hancur. Tak masalah memang. Fisik gadis itu cukup kuat. Namun satu hal yang tak bisa Sakura pungkiri, yaitu perasaan batinnya yang bergejolak kesal. Dongkol. Ini tak seperti bayangannya selama ini soal latihan basket. Kenapa Sasuke sampai menyiksa dirinya seperti ini? Sengaja? Atau memang dia benar-benar serius mengajarinya?

“Terus lari!” teriak Sasuke yang berdiri di pinggir lapangan sambil sesekali cekikikan memerhatikan Sakura. “Ayo cepat selesaikan! Tambah lima putaran lagi, Sakura!” lanjutnya sadis.

Kuso!”

Mengajari Sakura main basket bagi Sasuke tak masalah. Dia sih senang-senang saja ditawari hal semacam itu. Diluar niatnya untuk membantu Sakura agar bisa menang dari Matsuri, ternyata Sasuke juga bermaksud sedikit memberi Sakura pelajaran. Yah, hitung-hitung balas dendam karena telah menjadikannya sebagai taruhan. Jadi tak ada gunanya bagi Sakura untuk mengeluh sekarang. Itu justru hanya akan membuang-buang tenaga saja.

Usai selesaikan putaran terakhir, Sakura pun lekas menepi. Gadis itu menghampiri Sasuke di bangku penonton dan langsung menyambar botol air minum yang tengah Sasuke pegang. Tanpa basa-basi dia tegak habis air itu sampai cairan beningnya jatuh belepotan dari bibir dan mengalir menyatu dengan keringat. Tangan Sasuke hendak menyeka jenjang leher Sakura yang basah tapi malah ditepis kasar oleh gadis itu, sementara onyx menerima tatapan sinis emerald.

“Tega! Kau menyiksaku seperti ini.” ketus Sakura, “Apa belum cukup aku berlari lima belas putaran tadi dan harus ditambah lima putaran lagi? Sadis. Padahal porsi latihan basketmu sehari-hari saja tak sampai seperti ini.”

“Hn.” Sasuke hanya sunggingkan bibirnya. Tersenyum tipis. Tak balas mengatai Sakura. Dia maklumi keadaan gadis itu dan sadari betapa lelahnya Sakura sekarang.

Sakura langsung mengistirahatkan tubuhnya, duduk sambil selonjoran. Dia atur kembali napasnya yang terengah dan mencoba mengembalikan stamina. Seluruh tubuhnya kini terasa pegal-pegal dan sakit. Meski beberapa menit telah berlalu tapi Sakura masih bisa merasakan debaran jantungnya yang berdegup kencang usai berlari tadi.

“Hei, jangan bilang kalau seorang Haruno sudah menyerah cuma karena kesal disuruh lari.” kata Sasuke seraya mendekat dan memposisikan diri duduk dibelakang gadis itu sementara dia coba pijat pelan kedua bahu Sakura.

“Tentu saja tidak.” jawab Sakura terdengar optimis. Namun sedetik kemudian wajah itu kembali berubah muram. “Tapi kupikir rasanya percuma. Matsuri itu kan sejak awal sudah jago main basket. Kalau aku cuma latihan khusus selama seminggu, aku tak yakin bisa menang darinya.”

“Kenapa bicara begitu?” Sasuke tak mengangka Sakura bisa sampai kehilangan kepercayaan dirinya seperti ini. “Kau lupa, aku akan mengajarimu sampai bisa?”

“Iya, tapi aku lari saja sudah payah begini. Bagaimana nanti bisa mengalahkan Matsuri?!”

“Sakura!” panggil Sasuke, dia paksa gadis itu berbalik menghadapnya. “Ingat baik-baik,” Ditatapnya lekat kedua manik emerald, “Pertandingan ini tak akan ada artinya kalau kau kalah. Tumbuhkan rasa percaya dirimu. Bisa-bisanya kau menyerah sebelum mencoba sampai titik darah penghabisan. Mana sosok Sakura Haruno yang selalu bersemangat tiap kali dia menghadapi sebuah tantangan? Apapun yang terjadi kau harus menang. Harus menang! Ngerti?!”

“I―IYA!” jawab Sakura lantang. Senyum di wajahnya kembali mengembang. Sepertinya lumayan. Kata-kata Sasuke barusan membuat Sakura bersemangat. Gadis itu bangkit. Charge tenaga sudah selesai. Baterai sudah terisi penuh. Sasuke terlihat senang melihat awan suram keputusasaan gadis musim semi itu perlahan memudar.

Kembali ke tekad awal. Mengalahkan Matsuri. Apapun yang terjadi Sakura harus menang. Karena itu sekarang bukan saatnya untuk menyerah dan bersantai-santai. Sakura tak sendirian. Ada Sasuke yang akan selalu berada di sisinya dan membantunya.

“Ayo semangat! Latihan baru dimulai!”

.

.

Sasuke-Uchiha

.

.

Maka beragam aktifitas baru pun jadi santapan Sakura sehari-hari. Tiap pagi wajib lari minimal lima belas putaran. Belum lagi latihan khusus cara mendribel bola, shoot dan teknik-teknik basket lainnya. Semua harus bisa Sakura kuasai dalam waktu seminggu ini.

Dug… Dug… Dug… Sakura mendribel bola.

“Hmm, lumayan.” komentar Sasuke.

“Ehehehe~ ya iyalah, kalau sekedar dribel aku pasti bisa.” ucap Sakura ke-pede-an. Namun tiba-tiba dia kehilangan kontrol. Bolanya menyentuh ujung sepatu dan menggelinding jauh keluar lapangan. Gadis itu segera berlari-lari mengejarnya.

Sasuke mendengus, seraya menggelengkan kepala. Teknik yang satu ini ternyata harus banyak dipelajari lagi.

ZRANK

Bola yang dilemparkan Sakura meleset dan hanya mengenai bibir ring. Entah itu lemparan keberapa puluh kali sepanjang siang ini. Gagal lagi. Gagal lagi. Masalahnya ada pada shoot. Bolanya tak pernah masuk.

“Heh, gimana sih, sudah kubilang posisi badanmu itu salah. Lompat yang lebih tinggi lagi!” kata Sasuke memperingatkan.

“Habis bolanya berat~…” rajuk Sakura, “Bisa gak kita pakai bola yang lebih kecil dan ringan?”

“Berat apanya?!” Sasuke tak mau tahu apapun alasan Sakura, “Kau pikir main basket bisa pakai bola beklen apa? Ayo jangan malas! Coba seratus kali shoot lagi!”

Beberapa hari kemudian,

“Aaarrgghhh, SUDAH CUKUP!”

Sakura hempaskan bola basket di tangannya kesembarang arah. Dengan perasaan kesal gadis itu menepi ke pinggir lapangan. Keringat di pelipis tampak bercucuran. Badan pun terasa panas seakan terbakar. Belum lagi degup jantung yang berpacu cepat. Semua itu membuat Sakura merasa lelah. Sasuke benar-benar melatihnya dengan serius selama lima hari belakangan ini.

“Heh, apa yang kau lakukan? Kubilang jangan berhenti sampai dapat poin lima puluh…”

“Percuma.” kata Sakura menyela ucapan Sasuke. “Aku payah. Sama sekali tak ada perubahan. Padahal aku sudah berusaha keras.” keluh gadis itu kecewa, langsung tenggelamkan diri dalam lipatan tangan yang memeluk kedua lututnya.

Seraya mendekat, sejenak Sasuke menatap gadisnya yang tampak lelah. Dia maklumi keadaan Sakura. “Baiklah, istirahat sepuluh menit. Setelah itu kita lanjutkan lagi.” Diserahkannya sebotol air mineral. Sementara gadis itu meminumnya, Sasuke bantu lemaskan kaki dan tangan. Memijatnya perlahan dan juga menyeka keringat di wajah Sakura.

Sakura tertegun menikmati perlakuan lembut kekasihnya. Inilah salah satu yang buat dia makin merasa tak nyaman. “Maaf,” ucap Sakura lirih, “Aku mengecewakanmu ya? Aku payah…”

“Sstt,” desis Sasuke, “Jangan pikirkan hal semacam itu. Kau hanya harus bersemangat, berusaha keras dan jangan menyerah…”

“Tapi aku―” Sakura gigiti bibir bawahnya, ragu tuk berucap. “Yang aku khawatirkan itu justru dirimu, Sasuke. Sudah cukup. Berhentilah melatihku. Aku bukannya akan menyerah. Tapi kupikir sekarang lebih baik aku berusaha sendirian saja. Kalau sekedar latihan fisik aku juga bisa, kau tak perlu mengawasiku. Aku tak akan curang. Pulanglah, Sasuke. Belajar. Aku tahu besok kau ada ulangan biologi. Harusnya kau tak buang waktumu untuk melatihku seperti ini. Kau jangan terlalu fokus padaku…”

Onyx itu menatap lembut. Sasuke tersenyum, diletakkannya sebelah tangan menangkup wajah cantik yang usai dia seka keringatnya. “Kau lupa? Aku kan sudah bilang, aku akan selalu di sampingmu. Aku akan membantumu sampai akhir.”

“Tapi kenapa?” tanya Sakura. “Padahal mungkin saja hasilnya nanti…”

“Jangan pikirkan. Meskipun kau kalah, aku tak akan kecewa. Karena aku tahu kau sudah berusaha keras. Aku tahu sampai mana kau berjuang menghadapi tantangan ini. Makanya jangan menyerah.” jawab Sasuke.

Sakura tak tahu betapa dia begitu diperhatikan. Selama ini Sakura pikir latihan yang diberikan Sasuke padanya hanya untuk menyiksanya. Tapi ternyata salah, sejak awal Sasuke memang serius berniat membantu Sakura. Memastikan Sakura menang. Harusnya hal ini tak boleh disia-siakan oleh Sakura. Pengorbanan lelaki itu begitu berarti baginya.

“Lagipula aku juga tak mau pergi kencan dengan gadis lain.” lanjut Sasuke. “Jadi kulakukan semua ini bukan semata karena dirimu, kulakukan juga untuk diriku.”

“Lalu ujianmu? Orochimaru-sensei lho…” Sakura paham betul betapa sulitnya mata pelajaran itu.

Sasuke tersenyum miring, “Tenang aja. Kau seperti tak mengenal diriku. Aku ini kan sudah pintar, tak terlalu banyak belajar juga pasti bisa jawab soalnya.”

“Huuh, dasar belagu!” gumam Sakura, mengerucutkan bibirnya. Dan CUP―tak terduga langsung disambut sekilas kecupan ringan oleh bibir Sasuke.

sasusaku-kissu

“Kita tak punya banyak waktu. Kalau sudah baikan, cepat bangun!” perintah lelaki itu, “Sudah kuberi sekalian charge tenaga lebih tuh barusan…”

“Aaa―kau…” Jelas saja tindakan Sasuke tadi sontak bikin Sakura blushing-ria. “Curi kesempatan. Dasar mesum!”

Hei, tapi jadinya Sakura tambah semangat, kan?!

.

.

.

~( $_$ )~

.

.

.

Dua motorsport Aprilia RSV1000 Factory merah dan Ducati 1098S biru tampak berhenti di pelataran teras sebuah toko. Dua pemuda itupun segera turun usai memarkirkan kendaraan mereka dan melepaskan helm fullface yang dikenakannya. Memperlihatkan dua wajah tampan Uchiha bersaudara. Sambil masih bersenda gurau, mereka perlahan mendorong pintu kaca Gedo Mazo, sebuah toko olahraga di pinggir jalan itu.

Okaeri~…” sambut dua wajah lain yang sudah tak asing lagi bagi Sasuke dan Itachi tatkala melihat kedatangan mereka. Sasori dan Deidara tampak dengan seragam kerja mereka, polo shirt hijau tua lengkap dengan name-tag nama mereka.

Suasana di tempat ini terlihat sepi. Maklum toko olahraga memang jarang didatangi banyak orang. Tak aneh bila para pegawainya pun terlihat santai. Tiap kali datang, anggota Akatsuki yang lagi pada kerja part time di Gedo Mazo biasanya cuma duduk-duduk santai atau sesekali latihan ngulik gaya free style baru. Bahkan untuk menghilangkan kejenuhan mereka menjaga toko, terkadang mereka bermain basket di Half Field, sebuah lapangan basket dalam toko.

Gedo Mazo Rebound Ringball adalah Street Basket Hall and Real Sneakers Shop. Salah satu toko olahraga yang bonafide. Barang-barang yang dijualnya bermerk, gak pasaran dan jarang ada di sport shop lain. Terutama untuk basket, toko ini selalu up to date menyediakan barang-barang baru. Dan yang lebih seru lagi, di dalam toko ada lapangan basket indoor yang sengaja disewakan untuk para pengunjung yang ingin bermain basket. Lumayanlah dengan mengeluarkan uang 30.000 ryo per jam mereka bisa menikmati fasilitas yang memuaskan.

Kebetulan lima anggota Akatsuki kerja part time di tempat ini. Sangat berpengaruh bagi mereka dengan kerja di Gedo Mazo. Selain dapat sponsor tim, mereka juga dapat diskon khusus dan kalau lapangan indoor-nya tak terpakai, bisa sekalian gratisan main disitu.

“Lho kok sepi-sepi aja nih?” tanya Itachi menghampiri Deidara. Kedatangannya kemari adalah untuk bekerja. Biarpun secara finansial sebagai seorang Uchiha dirinya tak butuh kerja part time segala, tapi khusus di Gedo Mazo Itachi bekerja demi kesenangannya terhadap basket sekalian belajar buat pengalamannya kelak kelola bisnis keluarga.

“Sepi? Menurutku ada sepuluh orang di sini saja rasanya sudah ramai.” jawab cowok berambut blonde itu sambil santai kibaskan poni panjangnya.

Ya, Sasuke setuju dengan jawaban Deidara tadi. Meski kedengarannya sedikit, tapi memang terlihat lebih ramai dibandingkan dengan hari terakhir Sasuke datang ke tempat ini. Lain dengan Itachi, Sasuke datang buat belanja. Makanya begitu masuk toko, dia langsung melihat-lihat produk di rak.

“Cari apa?” tanya Sasori.

Hand band.” jawab Sasuke “Gak ada yang bagus ya. Kalian punya barang baru?”

“Barang baru? Ah, iya ada sih. Kebetulan banget. Sini… sini…” si tampang baby face itupun langsung mengajak Sasuke menuju rak di pojok ruangan. “Warnanya merah. Mungkin tak sesuai dengan imej-mu. Tapi kujamin kau pasti suka. IVERSON model baru. Limited edition.”

Merah? Kebetulan sekali. Pikiran Sasuke langsung teringat Sakura. “Hn, aku beli.”

“Sip, bungkus!” riang Sasori. Senang barang jualannya laku.

Sementara bayar belanjaan di kasir, samar terdengar di telinga Sasuke bunyi gema dentaman bola berpadu gesekan sepatu karet yang berdenyit pada lantai. Derap langkah kaki orang yang berlari-lari, serta gemerincing rantai ring basket yang terkena tembakan bola terdengar dari arah Half Field.

“Lapangan indoor-nya ada yang pakai?” tanya Sasuke, pandangannya menelisik menerobos masuk melalui jendela kecil di pintu yang memisahkan bagian toko olahraga itu dengan sisi lapangan.

“Biasa. Siapa lagi kalau bukan cewek itu.” kata Deidara.

“Si Matsuri.” lanjut Sasori. “Pelanggan setia kita selama seminggu ini.”

“Ya ampun, rajin amat sih dia latihan. Lagaknya udah kayak mau hadapi pertandingan basket tingkat kota. Heran deh…” kata Itachi.

“Hn.” Sasuke hanya tersenyum kecut mendengarnya. Pertandingan basket tingkat kota? Yang dia tahu sebenarnya Matsuri berlatih mungkin untuk menghadapi Sakura besok.

Dug… dug… dug…

Matsuri berlari mendribel bola mendekati ring. Matanya tertuju pada sasaran. Merasa sudah tepat pada posisi untuk menembak, gadis itu segera melompat seraya melecutkan tangan.

PLOOSE… Dan bola pun masuk dengan indah.

Sekali lagi. Gadis itu kembali berlari dan melakukan gerakan yang sama. Kali ini lompatannya lebih tinggi dan lagi-lagi bolanya masuk dengan sempurna mencetak angka.

Sasuke tertegun melihatnya. Bila dibandingkan dengan Sakura, kemampuan Matsuri jauh lebih tinggi. Kalau hari minggu nanti kondisi Matsuri seperti ini atau bahkan lebih, bisa-bisa Sakura kalah. Kenapa ya, justru sekarang malah Sasuke yang pesimis Sakura akan kalah? Menyesal juga dia putuskan untuk mengintip sesi latihan Matsuri barusan.

“Heh, kau datang buat memata-matai?!” kata Matsuri yang akhirnya menyadari kehadiran Sasuke di dekatnya. Gadis itu berjalan menghampiri sambil menenteng bola basket di pinggang kanannya.

“Hn, memangnya aku tak boleh lihat kau berlatih?” Sasuke malah balik nanya, “Lagipula siapa yang mau memata-matai…”

“Alaaah, aku juga tahu. Mungkin saja kau sedang mencari titik kelemahan permainanku.”

“Hah? Untuk apa aku melakukan hal seperti itu? Tak ada untungnya.” balas Sasuke tak mau kalah.

“Oh yah? Kau pikir aku tak tahu kelakuanmu. Kalau ternyata kau diam-diam melatih si pinky jidat lebar itu main basket!”

“Sakura maksudmu? Siapa yang diam-diam? Aku terang-terangan kok melatihnya main basket.”

“Ya, justru itu yang dilarang. Harusnya kau sebagai barang taruhan tak boleh memihak pihak manapun.”

WHAT THE?!… Sasuke sweatdrop. Barang taruhan? Ugh, sungguh istilah yang buat Sasuke muak mendengarnya.

“Kalau ini turnamen betulan, aku akan protes.” lanjut Matsuri.

“Kau serius sekali menghadapi Sakura. Padahal dengan kemampuanmu sekarang, tak perlu berlatihan khusus seperti ini juga kau pasti bisa menang. Sakura itu berbeda denganmu. Kau dari kecil sudah main di mini basket. Sedangkan Sakura sama sekali tak bisa.”

“Aku tak peduli. Mau dia jago atau enggak, musuh tetap musuh. Apapun yang terjadi aku harus memenangkan pertandingan besok. Karena aku…” kalimat Matsuri mengambang. Gadis itu tak meneruskan kata-katanya.

“Kau masih menyukaiku?” tanya Sasuke, mencoba menebak perasaan Matsuri.

“Hahah…” Matsuri tertawa kecil, “Apa kau berharap aku masih menyukaimu, Sasu~…?”

“Kalau itu bukan alasannya, lalu untuk apa kau menantang Sakura? Kau lakukan semua ini karena taruhan itu, kan?”

Tanpa ragu Matsuri mengangguk.

“Tch, jadi benar. Kau sungguh ingin berkencan denganku, artinya kau masih menyukaiku.”

“Apa itu salah?” sela Matsuri. “Apa kalau aku masih menyukaimu itu salah?

“Hn. Entah.” Sasuke tak peduli. Tepatnya dia tak mau repot-repot menjawab apalagi memikirkannya. Dengan cuek, pemuda itu memilih berbalik dan pergi. Sampai…

Baka!” Matsuri melempar bola basket ditangannya dan berlari memeluk Sasuke dari belakang. Buat pemuda itu tersentak kaget karenanya. “Curang! Kau curang, Sasuke~…!” teriak Matsuri dibalik punggung sang Uchiha. “Kalau kau bersikap seperti ini, aku makin tak tahu harus bagaimana menghadapi perasaanku.”

Merasa tak nyaman, perlahan Sasuke kendurkan dekapan Matsuri. Dia berbalik dan melihat gadis berambut cokelat itu menatapnya nanar.

“Aku sudah lama menunggu,” lanjut Matsuri. “Dan apa yang terjadi kini, ternyata kau sudah banyak berubah. Apa karena gadis bernama Sakura itu? Memangnya sehebat apa dia? Gadis itu payah, tak bisa main basket, bukankah itu sangat bertolak belakang dengan tipe gadis yang kau suka selama ini? Dia tak cocok denganmu. Kau tahu itu? Dan yang paling tak kumengerti, aku tak percaya, kau masih mau pacaran dengannya meski dia sudah seenaknya menjadikanmu taruhan. Pacar macam apa yang…”

“DIAM!” desis Sasuke, lekas menyela perkataan Mtasuri. “Jangan bicara sembarangan. Kau tak tahu apapun.”

“Kau lebih membelanya? Apa dia orang yang begitu berarti bagimu?!” tanya Matsuri tak percaya.

“Ya.” jawab Sasuke tanpa ragu. “Tentu saja.”

“Sampai kapan?”

Sasuke sedikit angkat sudut bibirnya, “Kuharap untuk selamanya.”

“Hah, hahahaha~…” Matsuri tertawa dengan wajah yang menangis, “Bodoh, bisa-bisanya kau bicara sejujur itu padaku. Kau tahu kan aku masih menyukaimu, Sasuke. Meskipun sudah basi, jadi bangkai sekalipun, rasanya perasaanku padamu tak terhapuskan. Meski aku tahu ini sia-sia karena sampai kapanpun cintaku ini cuma sepihak. Kau kejam, hiks… hiks…hiks… teganya kau katakan itu padaku…”

Sejenak Sasuke tertegun. Melihat keadaan Matsuri seperti ini rasanya dia kembali teringat peristiwa dua tahun lalu, saat gadis yang berdiri dihadapannya itu mengutarakan perasaan tulusnya.

“Matsu, aku mengerti perasaanmu. Tapi aku…”

“TIDAK!” potong Matsuri cepat, “Jangan katakan! Aku tak mau mendengar kalimat penolakanmu itu untuk kedua kalinya.”

“Heh, bukan itu…”

“Iya, iya, iya. Aku tahu aku ditolak. Aku ditolak!” teriak Matsuri mulai histeris. Gadis itu tutupi kedua telinganya.

“Oi, Matsuri…” Merasa khawatir Sasuke segera menghampiri Matsuri dan berusaha untuk menenangkannya. “Bukan itu. Bukan itu yang mau aku katakan…”

Grep… Matsuri malah berhambur memeluk Sasuke.

Di sisi lain tempat. Pintu kaca Gedo Mazo terbuka. Seorang pemuda 17 tahun berambut merah mentereng memasuki toko dan langsung disambut hangat para pelayan. Sebentar mereka bercakap-cakap, sambil Gaara―pemuda itu―melihat-lihat produk yang dipajang.

“Eeh, Sasori-nii. Iverson yang itu mana ya?”

“Ng, apa?”

Hand band.” kata Gaara, “Yang minggu lalu aku incar. Aku umpetin di sini kok gak ada…”

“Oh, yang itu… udah kejual tuh.”

“Lho, aku kan pesan duluan. Kok malah dijual sama orang lain sih?!” protes Gaara.

“Salahmu sendiri gak buru-buru.” kata Deidara. “Makanya kalau suka tuh langsung ambil.”

“Eh, tapi kan aku udah bilang, aku akan beli barangnya hari ini karena mesti nabung dulu. Uangku kemarin habis dipakai beli Sneakers baru.” keluh Gaara, “Padahal kalau aku pakai hand band itu bareng sama sepatuku bakal nge-match banget.”

“Ya sudah sana, cari aja hand band lain. Banyak kan?” timpal Itachi.

“Gak bisa. Aku maunya yang itu.” ucap Gaara keukeuh. “Re-stock lagi dong!”

“Itu limited edition, kalau mau pesan harus tunggu paling cepat 6 bulan.”

Tampang Gaara langsung jadi bête.

“Ah, tapi kalau kau mau, coba saja bicara pada Sasuke.”

“Sasuke?”

“Iya, Sasuke yang belinya. Coba sana bujuk dia, siapa tahu mau jual lagi barang itu padamu. Tuh, kebetulan orangnya masih ada di Half Field.” tunjuk Itachi.

Dan tak menunggu lama, tanpa ragu Gaara segera beranjak menemui Sasuke.

Di tempat Sasuke dan Matsuri…

“Aku masih menyukaimu. Tapi aku juga tahu kalau terus seperti ini aku hanya akan makin terpuruk. Aku pun ingin membuang rasa ini. Melupakan sosokmu dari hatiku. Tapi aku tak tahu caranya. Sasuke, kalau kau ingin aku terus menunggu, aku sanggup melakukannya. Yang penting aku bisa mendapatkanmu.” ucap Matsuri lirih.

“Tidak. Jangan lakukan hal konyol seperti itu.” kata Sasuke melepaskan dekapan Matsuri, “Penantianmu akan sia-sia. Tak perlu menungguku. Lupakanlah…” Matsuri terdiam mendengarnya. “Kau tunggu selama apapun, perasaanku akan tetap sama. Rasa sukaku padamu hanya sebatas teman, sahabat, tak lebih.” lanjut Sasuke.

“Jadi aku harus bagaimana?” tanya Matsuri.

Sasuke tersenyum tipis, “Carilah orang lain yang pantas kau cintai. Bukan aku.”

Matsuri tertunduk. Gadis itu berpikir sejenak, mencoba menenangkan kembali perasaannya. Apa sudah saatnya dia melepaskan perasaan terhadap Sasuke, orang yang dicintainya selama ini?

“Baiklah… akan aku coba.”

“Hn.”

Sasuke menghela napas, bersyukur akhirnya gadis itu mau mengerti. Menyadari kalau Sasuke tak mungkin membalas perasaannya. Bagi Sasuke sendiri, Matsuri memang berbeda dengan fansgirl lain yang mengejarnya. Matsuri pernah berhasil membuat dirinya merasa nyaman. Ya, itu karena mereka punya hobi yang sama. Kedekatan itu tercipta saat mereka bermain basket bersama-sama dulu. Tapi sekali lagi perlu disadari, perasaan seseorang tak bisa dipaksakan dan tumbuh seenaknya. Bagi Sasuke, Matsuri cukup sebagai sahabat. Terlebih karena sekarang sudah ada Sakura diantara mereka, Matsuri sepertinya tahu siapa yang sudah Sasuke pilih dan cintai.

“Tapi kau tak akan menganggapku pengkhianat kan, kalau misalnya setelah ini aku berpaling darimu dan naksir sama orang lain?” tanya Matsuri.

Sasuke terkekeh, “Hah, ya enggaklah! Justru aku senang kalau kau bisa berbahagia dengan orang lain. Kenapa memang, sudah temukan orangnya?”

“Ehm,…” Sedikit semburat merah tipis tampak di wajah Matsuri. “Aku tak tahu. Hanya saja aku merasa belakangan ini dia begitu perhatian padaku. Dan rasanya nyaman seperti saat aku bersamamu…”

“Hn. Dia?” heran Sasuke.

CLEK… pintu Half Field terbuka. Surprise juga Sasuke dan Matsuri mendapati sosok Gaara tiba-tiba muncul.

“Eh, Gaara?! Hai…” sapa Matsuri akrab.

“Oh, hai…” balas Gaara rada salting. Pandangannya terus beralih dari Matsuri ke Sasuke, Matsuri lagi, bergantian, “Uhm, aku tak tahu kalau kau juga ada di sini, Matsu…”

“Aku sudah dari tadi kok, kaunya saja yang baru datang.”

“Err, iya sih. Aku memang baru datang.” kata Gaara tersenyum kaku, “Maaf, sepertinya aku mengganggu…” ucapnya seraya memutar langkah.

“Oi, Gaara!” kata Sasuke sedikit tak suka dengan sikap Gaara itu. Buru-buru disusulnya pemuda berambut merah itu. “Biasa saja, aku juga sudah tak ada urusan lagi dengan Matsuri. Apa kau mencariku?”

“Tidak.” ucap Gaara, “Lupakan saja.”

“Aku pakai lapangannya dari jam satu tadi, ditambah lima kartu diskon ini, lalu sebotol pocari, semuanya berapa?” tanya Matsuri begitu selesaikan sesi latihannya dan keluar dari Half Field menghampiri Itachi di meja kasir.

“33.500 ryo.”

Matsuri serahkan selembar uang lima puluh ribuan, “Kembaliannya belikan softdrink saja. Hari ini aku traktir kalian.”

“Wah, Sankyu~…” Semuanya bersorak gembira. Senang sekali di hari panas begini ada yang mentraktir minum. Apalagi Kisame, pegawai yang baru datang itu langsung buru-buru berlari membuka pintu lemari es dan mengambil botol minuman kesukaannya. Dasar norak.

“Kau tajir juga. Lagi punya banyak uang, tiap hari sengaja latihan di sini?” tanya Sasori.

“Yup, aku memang sengaja. Aku butuh persiapan untuk pertandingan penting. Jadi sampai ketemu besok siang kakak-kakak. Jaa~…” pamit Matsuri sebelum pergi.

“Besok? Memangnya kita besok bakal ketemu dia? Orang kita semua pada latihan, siapa yang mau part time di sini?” tanya Deidara.

“Besok dia akan datang ke Akatsuki.” jawab Sasuke.

“Oh ya? Untuk apa, ikut latihan bareng kita juga?”

“Memangnya kalian tak tahu apa kalau besok ada Big Match!” seru Gaara tiba-tiba menyela sembari melengos pergi dan menjawab dengan nada sedikit tinggi. Sikapnya itu membuat yang lain saling berpandangan heran.

“Iih, kenapa tuh anak? Serem banget.” celetuk Kisame.

Sasori gendikan bahunya, “Meneketehe.”

Itachi melihat kearah Sasuke, “Gara-gara kau pastinya…”

Sasuke mengernyitkan dahi tak mengerti, “Aku? Apa salahku?”

“Yah, kau… kau itu sudah seenaknya rebut kecengan dia.” lanjut Itachi.

“Hah?!” kaget Sasuke, “Maksudnya…”

“Iverson yang kau beli itu incaran Gaara selama ini. Dia tadi mencarimu memangnya tak bicarakan itu?”

Sasuke hanya menggeleng.

“Eh, tapi masa sih cuma karena Iverson?” tanya Deidara polos.

“Yaah, kau seperti tak kenal tabiat saudaraku itu saja.” jawab Sasori.

Benar juga, batin Sasuke. Kalau cuma Iverson, masa Gaara sampai seketus itu?

Dan sore itupun menyisakan sedikit kejanggalan dalam pikiran Sasuke. Entah kenapa hatinya tiba-tiba merasa tak enak pada Gaara.

.

.

.

SasukeSakuraThePrinceandPrincess

.

.

.

Hari minggu yang cerah. Mentari pagi terlihat bersinar terang diatas langit biru bersih tanpa awan. Disertai dengan angin yang berhembus sejuk membuat Sakura tambah bersemangat. Ini hari penentuan baginya. Hasil pertandingan dengan Matsuri nanti akan sangat berpengaruh untuk kehidupan cintanya dan Sasuke kedepan.

Sasuke kembali dipertaruhkan. Mau tak mau Sakura harus memenangkan pertandingan ini. Demi Sasuke yang sudah bersusah payah melatihnya bermain basket. Demi Sasuke yang menaruh kepercayaan terhadapnya. Sakura berjanji tak akan melupakan kerja keras lelaki itu. Tak akan membuat Sasuke kecewa. Hmm, lagipula… gimana ya, Sakura juga kan ingin dapat uang taruhannya, fufufu~… sungguh alasan nyata khas Sakura.

“Aku yakin kau pasti bisa.”

Sakura yang tengah mengencangkan tali sepatunya mendongakan kepala melihat Sasuke berdiri di hadapannya. “Tentu saja. Apa sih yang tak bisa dilakukan oleh seorang Haruno?” kata gadis itu penuh percaya diri.

“Hn, Dribel payah. Nge-shoot jarang masuk. Masih lambat tiap kali merebut bola. Kira-kira apa lagi?” ejek Sasuke.

“Ugh, kenapa kau mengataiku?” keluh Sakura cemberut, “Tadi kasih semangat, eh, sekarang malah menyindirku. Kau berharap aku kalah karena aku payah?!”

“Marah nih ceritanya?” goda Sasuke. Dia terkekeh dan mengacak-acak gemas helaian poni merah muda gadis itu.

“Apa sih?” Sakura tepis tangan itu, “Jangan-jangan aslinya kau ingin Matsuri yang menang taruhan?” Sakura mulai kesal, “Ya sudah sana kalau kau ingin kencan dengan dia, kencan saja, baka!”

“Heh, aku kan cuma bercanda.” Sasuke mencoba menenangkan Sakura, “Kau tahu sendiri kalau aku sangat berharap kau menang. Harus berapa kali kukatakan?”

“Huh,” Sakura palingkan wajahnya. Tapi buru-buru Sasuke tarik sebelah tangan gadis yang masih tampak kesal itu dan menggenggamnya sebentar. Sakura kembali sedikit melirik, sementara Sasuke pasangkan sebuah hand band merah miliknya pada pergelangan tangan Sakura. “Apa ini?” tanya Sakura polos memperhatikan handband itu.

“Meski di lapangan nanti kau berdiri sendiri, kau harus yakin kalau aku juga ada bersamamu. Membantumu.” ucap Sasuke. “Jadi ingatlah kalau seminggu ini kau sudah berusaha mati-matian. Karena itu…” CUP―Sasuke kecup pucuk kepala Sakura, “Menanglah!” lanjut Sasuke.

Aaaah~ Sakura tak bisa ekpresikan perasaannya sekarang. Dia senang, terharu, gugup, semua bercampur menjadi satu. Terlebih diperlakukan Sasuke seperti ini. Cara luar biasa yang buatnya bersemangat.

“Sankyu~ Aku janji tak akan mengecewakanmu. Aku pasti menang.” kata Sakura sembari tersenyum.

“Hn.”

sakura haruno cool cosplay

Pandangan Sasuke tak juga beralih dari sosok Sakura yang sedang melakukan pemanasan sesaat sebelum pertandingan. Entah itu mencoba three point shoot atau beberapa kali lay-up. Gadis itu tampak serius melakukan latihan terakhir sebelum berhadapan dengan Matsuri. Entahlah, sepertinya Sasuke jadi sedikit cemas dan merasa ragu. Apa Sakura akan menang? Gadis itu sama sekali tak bisa main basket. Rasanya mustahil bisa mengalahkan Matsuri. Apalagi hanya berlatih selama seminggu. Dan Sasuke kesal pada dirinya sendiri yang kenapa kini malah jadi meragukan kemampuan Sakura. Bisa-bisanya dia berpikir begitu.

“Pacarmu pasti kalah kau seperti ini.” kata Gaara yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di bangku samping Sasuke. “Kalau kau tak percaya padanya.”

Sasuke mengangguk setuju, “Benar. Aku harus percaya pada Sakura. Dia bisa melakukannya sendiri. Tapi…” pandangan onyx beralih pada sisi lapangan lain tempat Matsuri berada. “Tiap kali aku melihatnya, aku ragu dan takut Sakura tak mampu mengalahkannya.”

Gaara terkekeh, dia angkat sedikit sudut bibirnya. “Payah. Kau harus yakin dia mampu. Mau taruhan siapa yang menang?’

“APA?!” kaget Sasuke.

“TARUHAN.” Gaara mengulangi kata-katanya.

“Aaaaa―tidak. Jangan sebut kata itu padaku. Aku muak sama yang namanya taruhan.” Gaara cekikikan melihat Sasuke yang berlagak kesal menutup kedua telinganya. “Langsung saja, tanpa taruhan, prediksimu sendiri siapa yang akan menang?” tanya Sasuke.

“Prediksiku? Coba tebak!” Gaara malah balik nanya.

“Pasti Matsuri.” jawab Sasuke, “Kita kenal baik siapa dia. Kemampuannya jauh bila dibandingkan dengan Sakura. Meskipun Matsuri itu perempuan, tapi kadang dia bisa selevel dengan kita. Apalagi sekarang musuhnya cuma seorang amatir. Sakura butuh lebih dari sekedar keajaiban untuk bisa menang.”

Gaara mengangguk setuju, “Kau benar. Pertandingan yang tak seimbang biasanya tak akan seru. Tapi… sepertinya kali ini akan berbeda.”

Pandangan Sasuke kembali beralih pada Sakura, “Ya, semoga saja.”

‘Gila. Aku pasti gila, dulu terima tantangan ini.’ batin Sakura dalam hati, pesimis tatkala memerhatikan sosok Matsuri. ‘Duh, padahal sesama cewek, tapi dia kekar banget. Seorang pemain basket sejati memang beda. Body-nya sampai berotot gitu. Perfect. Dibanding aku yang lembek gini…” Sakura sentuh otot-otot tangannya, “Pasti kalah saing. Ck~ Matsuri itu sudah cantik, jago main basket, super tomboy, cocok banget sama tipenya Sasuke. Apa gak salah dulu dia pernah tolak gadis itu? Padahal sudah ada yang sempurna seperti Matsuri di sampingnya, tapi kenapa Sasuke lebih memilihku yang under level ini.” Sakura despair.

Pandangan emerald pun kini beralih pada Sasuke yang duduk di bangku penonton sana. ‘Bodoh, kau pasti menyesal melatihku yang gak becus ini main basket, toh aku pasti akan kal…’

“SAKURA!” teriak Sasuke dari seberang sana, “Ganbatte ne~!”

‘Aah, iya. Benar juga. Aku sudah berjanji padanya untuk menang.’ Sakura tersenyum dan balas melambaikan tangan pada Sasuke. Dia sadari sekarang bukan saat yang tepat untuk membandingkan dirinya dengan Matsuri. Dia harus berusaha menang, Sasuke percaya padanya.

Maka dengan langkah tanpa beban Sakura memasuki lapangan. Pandangannya tak lagi tertunduk. Seolah jiwa yang tadi hilang kini telah kembali. Sakura balas menatap Matsuri yang berdiri dengan angkuh di hadapannya.

“Tch, ada nyali juga seorang amatiran sepertimu bertarung denganku.” ucap Matsuri ketus.

Sakura tersenyum tipis, “Nyali? Aku memang amatir, tapi kalau sekedar untuk mengalahkan dirimu yang belagu itu…” Senyum pun berubah jadi seringai, “Jangankan cuma basket, MATSURI KAU PASTI KUKALAHKAN!”

“Wkwkwkwkwk~…” terdengar gelak tawa dari Akatsuki cs di bangku penonton. Sasuke sendiri langsung mengusap wajahnya, tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Padahal cuma latihan seminggu belum tentu bisa menang. Tapi bicaranya Sakura justru belagu gitu.

“Oooh, jadi ini Big Match-nya!”

“Heh, baka ototou, tak kusangka kau lebih populer dariku.”

“Cie cie, duel perebutan Uchiha.”

Sasuke makin tambah malu mendengar selintingan dari kakak dan teman-teman Akatsuki-nya.

“Hahahaha~ menarik,” Gaara tertawa kecil, “Semangat pacarmu boleh juga. Aku dukung deh!”

“Hn, kau bukannya selalu mendukung Matsuri?” tanya Sasuke heran.

Gaara menggeleng, “Kali ini tidak. Aku ingin dia kalah. Jadi kau boleh senang karena bukan hanya kau seorang yang berharap Sakura menang.”

“Eh, kenapa? Jangan-jangan kau…”

Gaara tak menjawab, dia hanya sunggingkan sedikit sudut bibirnya.

Priiiittt… Peluit Itachi berbunyi nyaring. Uchiha sulung itu turun ke lapangan jadi wasit.

“Fufufufu~ seru ya, jadi ini pertandingan buat rebutin posisi calon adik iparku?” katanya sambil bercanda. “Ok, kita main per poin saja biar cepat. Siapa yang mau jadi defense or offense…”

“Apa itu?” sela Sakura tak mengerti.

“Aah, yang bertahan atau menyerang…” jelas Itachi.

Offense.” Sakura pilih menyerang. Dia pikir dia lebih punya kesempatan untuk melawan Matsuri daripada jadi pihak yang bertahan.

“Baik, Matsuri kau defense. Dengar Sakura, di sini kalau kau bisa menembus pertahanan Matsuri dan berhasil memasukkan sepuluh poin dalam batas waktu maksimal satu jam, kau-lah yang menang. Tak ada time out. Jadi apapun yang terjadi tak ada yang boleh ganggu pertandingan ini. Kecuali kalau kau memilih menyerah sebelum pertandingan berakhir, itu artinya kau langsung kalah.” Itachi jelaskan aturan permainan, “Mau pakai gaya streetball? Singkatnya kalian boleh main rada kasar.”

“Err, ya, terserahlah. Aku tak peduli.” kata Sakura setuju. Toh dia memang tak mengerti apa-apa.

Setelah aturan disepakati, maka pertandingan pun dimulai.

Priiiiittt…

Itachi segera melemparkan bola yang ada ditangannya pada Sakura sedangkan Matsuri dengan serius langsung masang kuda-kuda pertahanan. Diawal terlihat Sakura tak mau kalah, dia mulai mendribel bola, sementara emerald berkeliling mencari posisi tembak yang tepat.

Selangkah demi selangkah Sakura mendekat, Matsuri dengan sigap menghalanginya ketat. Dengan cekatan Sakura segera memutar badan dan ketika Matsuri sedikit lengah, gadis musim semi itupun melompat tinggi. Melemparkan bola mengenai bibir ring. Bolanya bergulir sebentar dan…

“Yes!” teriak Sakura gembira, dia berhasil mencetak poin pertama.

“Whoaaaa~…” Dari bangku penonton orang-orang bertepuk tangan dan kembali memberi semangat. Sementara Matsuri hanya bisa mendengus kesal.

“Jangan senang dulu.” kata Matsuri seraya memberi Sakura bola kedua.

“Ya, kau benar. Masih ada sembilan poin lagi.” kata Sakura langsung berlari menembus pertahanan Matsuri, kembali melompat dan sekali lagi mencetak poin.

“Aargh!” Matsuri sudah kecolongan dua angka. Dia baru sadar kalau dirinya terlalu meremehkan Sakura. Lain dengan Sakura, gadis ini malah makin tegang setelah mencetak poin kedua. Pertahanan Matsuri makin ketat, Sakura jadi sulit untuk menerobosnya.

“Wah, katanya gak bisa main basket, tapi lumayan juga tuh pacarmu.” komentar Gaara.

“Hn, aneh. Aku juga baru lihat. Tak kusangka, padahal selama latihan boro-boro dia bisa nge-shoot sama dribel kayak gitu.” kata Sasuke.

“Makanya, apa kubilang, kalau kau percaya padanya pasti berhasil. Gak sia-sia perjuanganmu korbanin banyak waktu untuk melatihnya.”

“Hn.”

“Ugh, sial!” dengus Sakura kesal sembari mengejar bola yang menggelinding hampir keluar lapang. Aduh, gimana nih padahal tinggal lima poin lagi, batin Sakura di sela gerakannya yang kembali gagal menerobos Matsuri.

Matsuri tambah serius melawan Sakura. Benar-benar tak ada celah untuk menerobosnya. Semakin Sakura berusaha untuk menyerang, benteng pertahanan Matsuri semakin kuat.

“Sudah, menyerah saja!” kata Matsuri, “Percuma kau terus menyerangku, hampir setengah jam nih dan kau gagal terus.”

Sakura hiraukan omongan itu. Memang benar daritadi dirinya terus menerus gagal melewati Matsuri. Tapi kalau sekarang Sakura menyerah, itu bukan diri Sakura sesungguhnya. Dalam kamus hidup Sakura kan tak ada kata ‘menyerah’.

“Kenapa? Capek?” lanjut Matsuri melihat Sakura yang terengah. “Kubilang juga cepat sana nyerah!”

Ya, sebenarnya Sakura mulai merasa lelah. Daritadi lari sana, lari sini, menghabiskan banyak tenaga. Matsuri mungkin manusia tak normal. Padahal jantung Sakura sendiri serasa hampir mau meledak, tapi lain dengan Matsuri yang masih tampak sanggup bertahan. Sama sekali tak terlihat lelah. Tapi tentu saja Sakura sendiri masih miliki satu hal yang buatnya tetap bertahan.

“Aku lelah, tapi aku tak akan menyerah.” Gadis itu berlari dengan kencang mendekati ring.

PLOOSE… bola basket-nya masuk dengan mulus, memberikan poin ke enam pada Sakura.

“Tinggal empat lagi,” Sakura sejenak seka keringat di pelipis, “Jangankan cuma satu jam, mau kita main sampai besok pagi pun aku pasti sanggup melakukannya!”

“Whoaaaa~ hebat! Sakura hebat!” seru para penonton.

“Keren!”

“Yeaaahhh, Sakura!”

Sasuke menutup telinganya. Berisik sekali mereka daritadi teriak-teriak, termasuk Gaara yang duduk di sebelah. Perasaan justru malah Gaara-lah yang begitu bersemangat memberikan Sakura dukungan dibanding Sasuke yang cuma diam sambil harap-harap cemas.

“Woi, Sasu~ Gila… pacarmu itu pakai doping apa sih staminanya kuat banget.” kata Gaara. “Jiaaah, lagian kenapa sih kau ini justru malah murung gitu. Tinggal tiga poin lagi tuh, eh,…” Belum selesai dia bicara, cowok berambut merah itu kembali bersorak kencang ketika melihat Sakura mencetak angka lagi. “Gyaaa~… tinggal dua poin lagi!”

“Hn,”

Sasuke melirik jam tangannya. Waktu tersisa 10 menit lagi dan Sakura masih tertinggal dua poin. Meski dia tak bisa ungkapkan dengan terang kegembiraanya atas hasil yang didapat Sakura, Sasuke percaya gadis itu mampu selesaikan pertandingan ini sebelum waktu habis. Tapi kalau lihat kondisinya sekarang, Sasuke sadari, walau dari luar Sakura masih terlihat kuat, bahkan gadis itu masih sanggup berlari kencang meski benar-benar memaksakan dirinya, Sasuke tahu tubuh Sakura semakin lemah.

“Hhhhh~ hhh~ hhhhhhh~…”

Tarikan nafas yang berat dan cepat. Degup jantung yang saling berpacu. Desir darah pada urat nadi. Dan paru-paru yang serasa hampir meledak. Mungkin itulah gambaran yang sekarang tengah Sakura rasakan. Tapi gadis itu masih berusaha berlari menerobos sosok Matsuri yang jauh terlihat lebih kuat dibandingkan dirinya.

DUGH

“Aaaaa―”

Sakura berguling, terjatuh, tersikut Matsuri saat dirinya hendak mencetak poin terakhir. Gadis itu meringis kesakitan mendapati lutut kirinya robek juga tangan lecet-lecet. Ingin rasanya Sakura menangis. Tapi bukan karena luka itu. Sakura bahkan tak peduli dengan darah segar yang bercampur sedikit pasir dilututnya sekarang. Dia hanya kesal karena daritadi terus gagal. Padahal waktu semakin sempit. Tinggal enam menit lagi dan Sakura masih tertinggal satu poin. Bagaimana ini, kalau terus menerus gagal pasti Sakura akan kalah.

“Heh, sudah sana nyerah! Percuma kau bangkit, kau pasti kalah.” kata Matsuri.

Sakura sendiri mulai merasa putus asa. Benar apa kata Matsuri. Apapun usaha yang dilakukannya sekarang pasti gagal. Mustahil dalam waktu sesingkat ini bisa menyelesaikan pertandingan dan menang.

Tidak. Aku payah. Aku tak bisa mengalahkannya. Aku kalah, batin Sakura yang langsung terbaring lemas di lapangan. Pandangannya menatap lurus kearah langit yang masih tampak biru cerah.

Sasuke uchiha Cool Cosplay

Sakura!, Sasuke bangkit dari duduknya, menatap kondisi Sakura cemas.

“Sasu, gimana tuh, kok pacarmu malah pasrah gitu? Padahal masih ada waktu lho.” kata Gaara sama cemasnya.

Ayolah Sakura, jangan nyerah. Jangan bikin usahamu selama ini sia-sia, batin Sasuke.

“Woi, Sasu… kok diam aja sih. Sana, kau juga, kasih semangat kek!”

Bagaimana ini, adakah cara yang bisa dilakukan untuk buatnya kembali bangkit?

“Menyerahlah!” ucap Matsuri menghampiri Sakura, melihat luka gadis itu menganga. “Bukannya aku tak peduli dengan keadaanmu sekarang, tapi kita sudah sepakat apapun yang terjadi waktu satu jam ini tak boleh diganggu. Meski kau terluka sekalipun, tak ada time out. Tinggal tiga menit lagi dan kau kalah!”

“Aku kalah…” gumam Sakura pelan dan mulai menutup matanya.

Tapi tiba-tiba…

“SAKURA!”

Teriakan Sasuke terdengar keras. Mengagetkan semua orang termasuk Sakura sendiri yang langsung membuka mata dan mengedarkan pandangan melihat kearah pemuda raven yang tengah berdiri diatas bangku penonton.

Ah, Sasumaaf, aku membuatmu kecewa, batin Sakura merasa bersalah.

Lalu apa sebenarnya yang hendak dilakukan Sasuke? Mau protes atau sekedar menyemangati sang pacar? Pemuda itu tampak segera merogoh saku celana, membuka dompet dan mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dari dalamnya.

“20.000 ryo!” Sasuke bicara lantang, “Kalau kau menang aku beri kau uang 20.000, Sakura!”

HEEEEE?!

Semua orang menatap Sasuke tak percaya. Terkejut mendengar apa yang barusan dia bilang. Kasih semangat sih iya, tapi kok malah pakai uang segala. Memangnya ada cara seperti itu, apa Sakura bisa bangkit setelah Sasuke melakukannya?

“Hoi, gak salah ngomong tuh?!” kata Gaara yang tercengang.

“Ayo Sakura, 20.000 nih!” teriak Sasuke sekali lagi. Tak peduli apa kata orang.

Gaara menatap Sasuke lekat-lekat seolah ingin menebak maksud cowok itu. Ah, ternyata begitu ya, ada juga cara seperti ini untuk membuat Sakura bangkit. Cara jitu khusus menyemangati money lover.

“20.000 ryo plus softdrink!” teriak Gaara, sama-sama bangkit dari duduknya.

“Aku juga!” kata Deidara, “Kuberikan 2.000 ryo kalau kau menang.” Dia keluarkan dua lembar uang seribuan dekil miliknya.

“Jiahaahahahaha~…” Tak mau kalah, Hidan pun ikut-ikutan berteriak, “Nih, aku kasih goceng kalau menang.”

Lalu entah kenapa semua langsung pada latah, tiba-tiba mereka jadi berteriak seperti itu menyemangati Sakura, hendak memberikannya sejumlah uang jika Sakura memenangkan pertandingan ini.

“Seribu plus lollipop sebungkus.” teriak Tobi. Bahkan si maniak permen ini pun rela memberikan harta miliknya.

Sebuah dompet kulit dilemparkan Kisame ke tengah lapang. “Ambil tuh semua isi dompet gue!”

“Huuu, blagu…” cibir semua orang kompak. “Sok ngelempar dompet segala.”

“Tch, kayak yang isinya ada aja.”

“Yoi, padahal kita tau kalau itu kosong.”

“Stt, stt… jangan bilang-bilang. Si Sakura kan gak tau.” bisik Kisame.

“Heh, apa-apaan kalian?” kata Sasuke, “Kok pada ikut-ikutan…”

“Biarin. Terserah kita dong.” kata Konan sambil terkekeh.

“Kalau kau boleh kenapa kita enggak?” lanjut Yahiko yang juga bakal ngasih duit goceng.

“Harusnya kau senang Sasu, kita dukung pacarmu.” kata Itachi sembari tersenyum dan sedikit mengacak-acak rambut adiknya. “Hahaha~ aduh, aku makin iri padamu. Berhasil temukan gadis yang menarik.”

Sasuke hanya mengangguk. Dia tersenyum tipis. Jujur dalam hati merasa senang melihat kakak dan teman-temannya yang tadi sempat meremehkan Sakura mulai ikut memberikan semangat. Pandangan Sasuke kembali pada Sakura. ‘Lihatlah Sakura, sekarang bukan saat yang tepat buatmu menyerah. Kami mendukungmu. Semua berharap kau menang. Terlebih aku. Ayo Sakura, cepat bangun!

“Sakura! Sakura! Ayo Sakura!”

Saat ini terdengar jelas di telinga gadis itu setiap kata-kata yang keluar membahana di sekitar. Lalu melihat lembaran-lembaran uang di tangan mereka yang mencoba untuk memberinya semangat, Sakura tak mengerti kenapa mereka semua melakukannya. Padahal sudah jelas dia akan kalah. Kenapa? Kenapa?

Karena aku percaya kau pasti menang…

“Eh?!” tiba-tiba Sakura tersentak mendengarnya. Entah kenapa terdengar suara Sasuke dengan jelas dalam pikiran. Gadis itu segera bangkit, pandangannya beralih pada sosok Sasuke yang mengangguk dan tersenyum padanya.

“Wah wah, masih belum nyerah juga?” kata Matsuri.

Ambil bolanya!… Sekali lagi suara Sasuke itu terdengar. Dan tanpa banyak berpikir Sakura langsung mengambil bola basket yang ada di sampingnya lantas mendribel-nya sebentar.

“Ok, biar kulayani usahamu semenit ini.” lanjut Matsuri yang langsung masang pose siaga pertahanan.

Bawa bolanya ke sisi kiri ring…

Sakura bergerak cepat sesuai kata hatinya yang dibimbing Sasuke.

‘Dimana?’

Stop! Yah, nice possition.

‘Terus…’

Rileks aja, tetap jaga bolanya ditanganmu.

Tangan Matsuri nyaris berhasil merebut bola di tangan Sakura, namun dengan sigap Sakura tetap mempertahankannya dengan segala cara. Memutar, mendribel kesana, dribel kesini, lari-lari lagi. Susah juga menjaganya ditengah kondisi kaki Sakura yang terluka, luka lecetnya terasa semakin perih.

‘Sampai kapan aku harus begini?’ batin Sakura.

Bawa ke kanan.

Dengan cepat Sakura menyalip Matsuri.

Eh, mending ke tengah aja.

‘Disini maksudmu?’

Sakura bersiap menembak.

Tunggu… kiri aja deh kiri.

‘Apa? Gimana sih, yang benar dong ngasih taunya!’

Lari… konsentrasi… lihat kotak hitamnya… langsung loncat… lepasin bolanya… sekarang!

Syuuuttt…

Bola basket itu menjulang tinggi. ZRANK… Langsung mengenai bibir ring dan bergulir sebentar di atasnya. Semua orang tegang menanti dengan perasaan berdebar. Dan ternyata… PLOOSE… Bolanya masuk bersamaan dengan berpindahnya angka nol pada stopwatch Itachi.

Priiiitttt… Peluit pun berbunyi nyaring. Menandakan berakhirnya pertandingan ini.

“HORE!”

Ditengah sorak-sorak atas kemenangan Sakura, Matsuri masih menatap tak percaya bola yang sekarang menggelinding ke arahnya. Dirinya tak habis pikir, bagaimana bisa Sakura mengalahkannya barusan? Nyaris. Padahal dia yang harusnya menang.

Sambil menghela nafas panjang, Sakura langsung terkapar lemas. Akhirnya berakhir juga. Kerja kerasnya selama ini ternyata membuahkan hasil. Tanpa sadar air mata pun mengalir membasahi pipi. Air mata kebahagiaan.

“Aku menang, Sasuke…” ucap gadis itu lirih, seraya tersenyum dan menutup mata.

~( $_$ )~

TBC….. Next to Chapter 11

~( $_$ )~

SasuSaku-cherry11


AfterWord:

Gyaaaa~ akhirnya updet (^-^)/ *meski tidak kilat, cepat, asap* hehehe~ (^-^)a

Maaf ceritanya saya skip sampai sini. Padahal rencana awal mau buat sampai Sakura ceritakan masa lalunya. Tapi karena kepanjangan jadi dipotong 2 chapter (-_-)

Apa cerita kali ini jadi aneh? Mungkin feel pas pertandingan gak kerasa. Saya sadar saya tidak cukup bagus menggambarkan pergerakan jalannya pertandingan Saku-Matsu. Tapi semoga saja adengannya bisa terbayang oleh readers (^-^)v

Yupz, itu saja mungkin. Tidak usah banyak bacot, saya juga mau kejar hutang updet fic lain (=_=) #suram *teringat project*

So, Thank you very very much minna~ for read my fanfiction 😀

See you on next chapter 11 : Because of you


Special Thanks to

Jile Sing, Itha, Judy Maxwell, YaYaK, zogakkyu, Chii, Ichi, rilojack, KazuhaRyu, Marshanti Lisbania Gratia, Noera Jani Wijaya, qori, raditiya, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, Rei-reixki-ki, Anindi, nurjanah, graceflorencemanroe, Eguchi Kimizaky, Leyah De LouvRa

And

All of You Silent Readers

(^-^) Berkenan Komen? (^-^)/

47 Comments

Leave a Reply

3 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *