Money [LOVE] Gamble: Chapter 11

Cerita Sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4] [Chap 5[Chap 6[Chap 7[Chap 8] [Chap 9] [Chap 10]

~($_$)~

“Sakura!”

Suara itu terdengar memanggil. Dalam penglihatan manik emerald yang perlahan terbuka, nampak sesosok bayangan mendekat. Sebuah tangan putih terulur,

Game yang seru. Sebagai seorang amatir, kau bermain sangat hebat.” ucap Matsuri. “Selamat atas kemenanganmu.”

“Hn, thank.” balas Sakura, tersenyum dengan bangga. Diraihnya tangan itu dan lekas bangkit berdiri. “Kau juga hebat. Taruhan kali ini menakjubkan. Kau lawan tersulit yang pernah aku hadapi.”

Sesaat kedua gadis itu sama-sama tertawa. Permainan selesai, tapi ada sesuatu yang baru akan dimulai. Ketika Sakura rentangkan kedua tangan, mendekap sang mantan lawan, tanpa ragu Matsuri pun menyambutnya.



~( $_$ )~

Money [LOVE] Gamble: Chapter 11

sasuke-sakura-kissu-kissu

Chapter: Because of you

Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno 

Rate: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort, Friendship

Lenght: 7.976 words

Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue (=A=)

Story by

FuRaHa

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!

~Itadakimasu~

~( $_$ )~


.

.

.

Gomen ne… atas semua sikap kasarku padamu.”

“Err, ya, tak apa. Aku bisa mengerti kenapa kau melakukannya.”

Tatapan hazel itu nampak gelisah. Sebenarnya ada hal lain yang ingin Matsuri sampaikan, tapi mendadak gadis itu merasa ragu untuk mengatakannya. Pantas tidak bila kini dia menyinggung soal hubungan Sasuke dengan Sakura sekarang.

“Soal Sasuke…” Eeh, ternyata malah Sakura duluan yang mengatakannya, “Matsuri, aku tahu kau menyukainya dari dulu. Dan kau berusaha mengalahkanku hari ini juga pasti karena taruhan itu. Mungkin selama ini kau sudah berharap banyak, maaf kalau ternyata tiba-tiba aku muncul di antara kalian. Mungkin aku telah merusak sebagian besar harapanmu terhadap Sasuke dan pasti membuatmu kesal. Tapi aku pikir, kalau kau masih mengharapkannya, lebih baik biarkan Sasuke sendiri yang tentukan. Err, apa kau masih berminat pacaran dengannya? Mungkin bukan kencan seharian, tapi aku akan bilang pada Sasuke kalau…”

“Tidak,” sela Matsuri, “Hmm, ya juga sih, aku suka Sasuke. Aku menyukainya jauh sebelum kalian pacaran. Awalnya pun aku ingin mengalahkanmu karena taruhan itu. Tapi… setelah kupikir ternyata aku yang salah. Aku sudah menyadari kalau Sasuke memang bukan untukku. Seandainya hari ini aku yang menang, aku tak akan mau pergi berkencan dengannya.”

“Eh, kenapa? Bukankah kau…”

“Untuk apa kulakukan. Untuk apa bisa bersamanya kalau kelak―aku yakin, yang ada dalam pikiran dan hati Sasuke hanya dirimu seorang. Tak berguna. Itu akan semakin menyakitkan, bukan?”

“Matsu…” Mendengar jawaban Matsuri itu membuat Sakura sejenak tertegun.

“Ehm, ya, itu saja mungkin. Kesepakatan kita berakhir. Aku kalah.” lanjut Matsuri.

Sakura mengangguk, tapi tak lama dia lekas ulurkan sebelah tangannya, “Kesepakatan memang berakhir, tapi kuharap akan ada awal hubungan baru yang lebih baik antara kita setelah ini. Bertemanlah denganku, Matsuri?!” ajaknya.

Manik hazel sesaat membulat. Matsuri tersenyum kecut, tak menyangka Sakura masih mau berbaik hati dan menerimanya. Gadis musim semi ini sungguh di luar dugaan.

“Baiklah.” jawab Matsuri seraya menyambut uluran tangan Sakura. “Kau yang minta. Dan kuharap karena itu kau bersedia melupakan semua hal yang pernah terjadi di antara kita.”

“Hn, ya tentu saja.” Sakura hanya mengangguk-angguk. Awalnya dia tak begitu mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Matsuri. Namun ketika sejenak memperhatikan sosok sang mantan rival yang sudah menyingkir dari hadapannya, sepertinya Sakura merasa telah melupakan sesuatu yang penting.

“Eh, hei! Tunggu! Tunggu dulu, Matsuri!” panggil Sakura langsung berlari mengejar Matsuri, “APA?! Kau tadi bilang apa?”

“Yang mana? Soal kita berteman?” tanya Matsuri tak mengerti.

“Bukan itu… lanjutannya?” Sakura ngotot.

“Hmm, melupakan semua hal yang pernah terjadi di antara kita?” dengan ragu Matsuri mengulangi kata-katanya.

“HAH, LUPAKAN? KAU GILA?!” teriak Sakura yang tiba-tiba bersikap kasar. Gadis itu cengkeram kedua bahu Matsuri kuat-kuat, sambil masang tampang seram. “Enak saja kau bicara. Setelah apa yang terjadi diantara kita sampai hari ini, kau menyuruhku melupakan semua hal? Kau benar-benar keterlaluan. Kau permainkan perasaanku?!”

HEEE?! What’s wrong with u, Sakura…

“Apa maksudmu?!” balas Matsuri tak kalah sinisnya.

Nah lho, kok dua gadis ini malah jadi berantem lagi? Padahal baru juga beberapa menit lalu mereka baikan, saling kibarkan bendera putih, gencatan senjata, eh, sekarang malah ribut (?)

“Heh pinky, kau sudah menangkan taruhannya. Aku kalah dan aku gak jadi kencan sama Sasuke. Sekarang apalagi? Belum puas kau sudah buat aku malu di hadapan anggota Akatsuki? Dikalahkan seorang amatir. Apa lagi maumu, eh?” lanjut Matsuri kesal.

“UANG.” jawab Sakura singkat, padat, jelas―membuat Matsuri cengo seketika.

“U―uang?” cengang Matsuri, masih dengan tampangnya yang terhenyak.

Sakura mengangguk, “Mana uangku? Bukankah taruhan ini tak sekedar tentang Sasuke. Kalau aku menang, kau janji memberiku uang, kan?”

GUBRAK

‘Ya ampuuuun… Sakura, kau itu memang money lover sejati ya?’, batin Matsuri. Sambil masih menatap tak percaya, dia pun segera merogoh saku tas ransel yang ditentengnya. “Ck~ berapa sih? Lima puluh ribu ya…”

“Seratus ribu.” sela Sakura, “Kau janji akan memberiku 100.000 ryo. Masa kau lupa~…” rengeknya sambil harap-harap cemas. “Seratus ribu~ seratus ribu ryo, Matsu~ pliiisss…”

“Aah, iya iya, aku ingat. Nih, 100.000 ryo…” Matsuri serahkan uangnya, “Puas kau?!”

“KYAAA… TENTU SAJA!” teriak Sakura, wajah gadis itu berubah bahagia, tampak berseri-seri, ceria usai dapatkan uangnya, “Hore dapat uang! Senangnya! Cihuy! Sankyu~ Matsu…”

Matsuri hanya tersenyum kaku, sambil merinding ngeri ketika melihat Sakura yang lagi fly karena uang, “Dasar gadis aneh.” dengusnya tak percaya.

“Hei, setelah ini jangan kapok buat tantangin aku lagi ya, Matsu?!”

Matsuri sedikit sunggingkan sudut bibirnya, “Iya, tunggu saja. Lain kali kita tanding lagi. Dan aku pastikan berikutnya kau-lah yang akan kalah. Lalu setelah itu, aku akan benar-benar pergi kencan dengan Sasuke. Tidak. Akan kurebut dia darimu.” balas Matsuri tak mau kalah.

“Hihihihi~… jangan bercanda.” Efek bahagia yang dirasakan Sakura ternyata masih ada. Dengan santainya gadis itu menanggapi perkataan Matsuri. “Ah, kau ini jangan suka menjilat ludah sendiri. Tadi kau bilang kau tak mau pacaran sama Sasuke, kan? Heh, dengar ya, kalau mau tantangin aku lagi jangan bawa-bawa dia. Mending kita langsung saja pakai uang, biar tambah seru…”

“Hah, itu sih buatmu keenakan.” dengus Matsuri sambil menghela nafas panjang. “Hei, Sakura, sebenarnya ada tujuan lain aku menantangmu hari ini. Aku ingin menguji seberapa pantas dirimu buat Sasuke.”

“Eh, benarkah? Lalu menurutmu…”

“Yah, lumayan. Kau lulus.”

Sakura kembali tersenyum bangga mendengarnya.

“Karenanya tolong jaga dia baik-baik. Aku titipkan Sasuke padamu. Buat dia bahagia di sisimu. Kalau gadis itu adalah kau, aku yakin pasti bisa. Aku percaya padamu.”

“YA!” Sakura mengangguk paham, “Tenang saja. Aku akan lakukan yang terbaik. Kau bisa percaya padaku karena bukan hanya kau seorang yang ingin buat dia bahagia.”

“Janji ya? Kalau aku sampai dengar Sasuke tak bahagia, kau-lah orang pertama yang akan kucari untuk kumintai pertanggung jawaban.” ancam Matsuri terlihat serius. “Jangan pernah buat Sasuke kecewa.”

“SIAP!” jawab Sakura sambil hormat.

“Dan terakhir, jangan kau jadikan lagi Sasuke ajang taruhan!”

“HEEE?! Err, kalau yang itu sih aku gak bisa jamin.” jawab Sakura, sedikit bercanda dia julurkan lidahnya dan menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal.

Dua gadis itu pun sesaat terkikik geli. Ah~ habisnya kalau dipikir oleh Sakura, taruhan dengan melibatkan Sasuke itu banyak untungnya, fufufufu~

Pandangan Matsuri beralih melihat sosok Sasuke tampak berjalan menghampiri mereka. “Hmm, kupikir itu saja. Jangan lupa semua yang aku bilang barusan.” kata Matsuri kembali mengingatkan seraya pamit pergi pada Sakura. “Jaa, Sakura-chan~…”

“Hn.”

“Sudah mau pulang?” tanya Sasuke ketika berpapasan dengan Matsuri.

Gadis berambut cokelat itu mengangguk, “Iya, lagipula untuk apa aku berlama-lama di sini? Sudah tak ada urusan, sebaiknya pulang.” Sejenak Matsuri menatap Sasuke lekat-lekat, “Kau benar Sasu, Sakura itu gadis yang berbeda. Sekarang aku paham kenapa kau bisa tertarik padanya.”

Satu sunggingan kecil diperlihatkan Sasuke, “Dia begitu spesial.”

Matsuri mengangguk. “Aku sudah pikirkan. Aku sudah tahu jalan mana yang harus kuambil setelah ini. Sasu~ terakhir kalinya a―aku ingin bilang…”

“Cukup,” potong Sasuke sembari menepuk bahu Matsuri, “Aku tahu apa yang mau kau sampaikan. Kalau kau sudah temukan, cobalah mendapatkannya. Meski kau tahu dia menunggumu, tak ada artinya kalau kau diam dan tak mengejar. Kau tak perlu ucapkan selamat tinggal. Karena tak akan ada seorangpun yang akan pergi diantara kita. Aku akan selalu ada disini sebagai temanmu.” lanjut Sasuke seraya melangkah pergi meninggalkan Matsuri. “Kuharap kau bahagia.”

Ah~ sesuatu terasa menusuk kembali luka lama. Hati Matsuri bergetar ketika mendengarnya. Tak tahu harus bagaimana―merasa senang? Sedih? Ingin menangis? Tapi tak mungkin kan kalau dia harus tertawa.

‘Curang! Kenapa kau harus bicara seperti itu? Membuatku semakin bingung, baka! Tak perlu kau bicara pun aku sudah paham. Meski kau menyuruhku jangan ucapkan selamat tinggal, tapi tetap saja harus kukatakan…’ Matsuri memandang Sasuke yang dengan wajah ceria menghampiri Sakura. “Sayonara Sasuke-kun…” bisiknya lirih, seraya berbalik dan melangkah jauh.

Sasusaku-happy

“Ehem, cie cie, yang baru saja menang taruhan,” goda Sasuke seraya mendekat, “Saking senangnya sampai lupa daratan.”

“Argh, Sasuuuuu~…” Sakura masih cengar cengir, gadis itu berhambur memeluk Sasuke sebentar sebelum dia melompat-lompat kecil mengekspresikan kebahagiaannya. “Arigatou. Arigatou. Arigatou na Sasu-koi~ atas semua bantuanmu selama ini. Kalau tak ada kau, aku pasti tak akan menang.”

Sasuke tersenyum, diacak-acaknya sebentar pucuk kepala berhelaian merah muda itu. “Apa yang kau bilang, tentu saja kau menang karena usahamu sendiri. Aku tak melakukan apapun.”

“Hmm, tapi tetap saja kau punya peranan penting dalam kemenanganku ini.”

“Hn, ya. Tapi tak kupercaya selama ini kau membohongiku.” dengus Sasuke. Dia picingkan onyx-nya, menelisik menatap Sakura. “Sok bilang gak becus main basket, tahunya kau diam-diam punya kemampuan, eh? Gerakanmu yang terakhir tadi keren banget. Sakura, kau sudah melakukan yang terbaik.”

“Benarkah? Aneh. Aku juga tak tahu. Saat terakhir itu, tiba-tiba aku bergerak sendiri serasa kau berbisik padaku. Aslinya Sasu~ aku sungguh dengar kau bicara. Tiba-tiba kudengar kau menyuruhku mengambil bola, lari kesana-kesini, menyuruhku melompat, melecutkan tangan di saat yang tepat dan menembakan bolanya pas di sisi kiri…”

“Oh ya?” Sasuke mengeryitkan dahi, “Kok bisa?”

“Whaaa~ jangan-jangan gara-gara pakai handband ini.” teriak Sakura, mengangkat sebelah pergelangan tangannya. Sasuke pun turut memperhatikan. “Apa mungkin kita berdua punya ikatan batin?”

“Hn? Mustahil kan…”

“Kak Sakura?!” panggil Konohamaru. Bocah kecil itu berlari-lari menghampiri Sakura dan Sasuke.

“Ada apa?”

“Ini hadiah dariku untukmu.” Konohamaru menyerahkan dua buah permen loli pada Sakura, “Aku hanya bisa kasih ini, tak seperti yang lain.”

Dengan senang hati Sakura menerimanya, “Wah, makasih. Padahal kau tak harus sampai memberiku hadiah segala.” Sakura langsung melirik Sasuke, “Benar juga. Ngomong-ngomong, perasaan tadi banyak banget yang mau kasih aku uang kalau aku menang.”

“Hn.” Sasuke serahkan beberapa lembar uang pada Sakura, “Ini dari yang lain. Kau sih keasyikan ngobrol sama Matsuri. Mereka tadi pulang duluan sampai tak sempat ucapkan selamat.”

AAAAHH~…

Hati Sakura kembali melambung tinggi saking senangnya, “Yey, dapat uang lagi ternyata. Senangnya. Makasih, makasih semuanya. Hore~…!” Sakura langsung menghitung pendapatannya hari ini. “Eh, sepertinya masih ada yang kurang. Kalau tak salah ada yang janji kasih aku 20.000 ryo tapi kok gak ada. Siapa ya~ tadi yang udah janji?” emerald itu mengerjap-erjap melirik onyx.

“Tch, kau meledekku!” kata Sasuke.

“Siapa yang meledekmu?” balas Sakura.

“Ck~ nih, dariku.” Sasuke langsung menyerahkan uang 20.000 ryo miliknya pada Sakura.

“Whaaa~ uang lagi. Oh jadi kau yang tadi janji mau kasih aku uang ya Sasu~…” kata Sakura pura-pura bego, sambil pasang tampang sok polos.

“Kenapa? Gak mau? Sini… sini… balikin…”

“Eits, gak bisa. Katanya ngasih, kok malah diminta lagi.” elak Sakura sambil cengengesan.

Melihat gelagat gadis itu, rasanya Sasuke jadi gemas. “Oh iya, kalau gitu mana uang bayaranku?”

“Eh, bayaran apa?” tanya Sakura tak mengerti.

“Masih nanya? Tentu saja uang pelatihan. Memangnya aku melatihmu seminggu ini gratisan apa? Ayo bayar!”

“HAH?!” cengang Sakura, “J―jadi ada tarifnya?”

“Hn,” Sasuke mengangguk. Sedapat mungkin tetap pertahankan wajah stoic-nya ketika melihat ekspresi Sakura yang stress berat―mulai tampak kecewa akan kehilangan uang.

“Jadi latihan basketku itu gak gratis?”

“Enggak.”

“Jadi aku harus bayar?”

“Hn.”

“Benar-benar harus?”

“Iya.”

“Serius?”

“Ho’oh.”

“Sungguh?”

“Iya. Kenapa? Kau tak mau bayar?!” bentak Sasuke pura-pura kesal.

Melihat keseriusan Sasuke menagih honor pelatihannya, dengan terpaksa Sakura menyerahkan kembali uang pemberian Sasuke yang 20.000 ryo tadi. “Nih, ya sudah aku kembalikan uangmu.”

“Masa cuma segini? 20.000 ryo untuk seminggu? Murah amat!”

“Aaa―ini…” Sakura kemudian menyerahkan uang recehan yang dia dapat dari anggota Akatsuki tadi.

“Masih kurang!” kata Sasuke.

“Huff~…” Kali ini Sakura menyerahkan permen loli hadiah dari Konohamaru. “Sudah cukup?” tanya Sakura.

Sasuke menggelengkan kepalanya.

“Huaaa―kau jahat! Nih, kalau gitu ambil semua hartaku!” kesal Sakura sembari memberikan lembaran uang terakhir miliknya yang dia dapat dari Matsuri, “Memang tarifmu itu berapa sih?!”

Sasuke mendekat, berbisik di telinga Sakura. “Gratis.”

WHAT THE?!

Wajah Sakura langsung merah padam. “Maksudmu…”

Sasuke cekikikan, “Hihi~ Gratis ya gratis. Kau paham kalau gratis itu apa? Artinya kau tak perlu bayar. FREE. Nih, aku kembalikan semua hartamu.”

BUAGH… Satu pukulan keras mengenai bahu Sasuke.

“Sialan. Jadi kau menggodaku?! Argh, sebal! Sasu~ jahat!”

“Hehe~…”

Sasuke hanya tertawa, lain dengan Sakura yang masih tampak kesal. Sebal banget barusan dibercandain Sasuke seperti itu. Kirain dia memang minta bayaran. Mana Sakura sudah cemas duluan terpaksa harus kehilangan seluruh pendapatannya hari ini. Kalau benar hartanya dirampas Sasuke, Sakura bakalan nangis dan menyesal karena menang taruhan. Mending dari awal dia ngalah aja biar Sasuke kencan sama Matsuri, biar cowok itu menyesal seumur hidup. Menang atau kalah gak ada artinya sama sekali. Kalah gak dapat uang, menang uangnya dirampas Sasuke. Argh, Sebal! Untung saja tidak.

.

.

Sementara itu di waktu yang sama. Di sebuah taman masih di dekat lingkungan perumahan, seorang gadis berambut cokelat tampak duduk termenung seorang diri. Matsuri tenggelam dalam pikirannya yang tak tentu. Dalam benaknya segala perasaan kembali bercampur menimbulkan beban tersendiri di hati.

Meski dia bertekad untuk tidak bersedih, tetapi entah sejak kapan ketika terlintas bayangan Sasuke muncul dalam pikiran, perlahan air mata itu pun mengalir. Matsuri tak sanggup lagi membendungnya. Dalam keheningan, dalam dinginnya hembusan angin sore, sembari memeluk kedua lutut, Matsuri hanya bisa menangis. Matsuri tak tahu apa yang harus diperbuatnya ditengah kesendirian dan saat dirinya benar-benar merasa terpuruk. Adakah cara lain untuk membuat hatinya menjadi lebih baik selain menangis? Dalam hati dia berteriak minta tolong, berharap seseorang memberinya jawaban. Mengulurkan tangan membantunya.

Siapa saja…

“Heh, cengeng!” sapa seseorang.

Kembali ke tempat SasuSaku yang sudah rukun usai bertengkar kecil karena uang. Dan masih saja, ada uang yang dipermasalahkan oleh Sakura.

“Wah, kok kurang 20.000? Aneh…” heran Sakura.

“Masa? Aku sudah kembalikan semuanya kok. Jumlahnya memang segitu, kan?” kata Sasuke.

“Iih, beneran kurang tahu! Mana si Gaara?” tanya Sakura celingak-celinguk nyariin sosok lelaki berambut merah, “Kalau gak salah tadi dia janji mau kasih uang plus softdrink, kan?” Menyangkut uang, ingatan Sakura begitu tajam.

“Gaara sih tadi masih ada. Dia duduk di sana bersamaku…”

“Aaah, dia kabur ya? Sialan. Dasar pendusta. Penipu. PHK. Penyebar Harapan Kosong.” gerutu Sakura kesal, langsung jadi bête karena gagal dapatkan uang dari Gaara.

“Hn?” Tiba-tiba Sasuke terpaku melihat ada benda berkilauan di atas bangku kayu. Aneh juga ada dua kaleng softdrink di dekat tasnya yang menahan selembar uang dua puluh ribuan di bawahnya agar tak terbang. “Sakura!” panggil Sasuke. “Sebaiknya tarik lagi ucapanmu tadi. Gaara tepati janji.” ucap lelaki itu seraya serahkan apa yang barusan didapatkannya pada Sakura.

“Eh, itu dari Gaara?”

“Hn, siapa lagi yang mau memberimu softdrink dan uang ini?”

“Terus orangnya mana?”

“Sudah pulang mungkin, atau jangan-jangan…”

“Jangan-jangan apa?”

Sasuke sedikit sunggingkan bibirnya. Tersenyum miring teringat Gaara. Mungkin dia tak tahu dimana Gaara sekarang. Tapi firasatnya mengatakan kalau Gaara tengah bersama dengan orang itu di suatu tempat.

“Eeh, tunggu! Terus mana kak Kisame?!” tanya Sakura tiba-tiba heboh lagi. “Aku belum dapatkan isi dompetnya. Dia kasih aku uang berapa…”

‘Huff~ ya ampun Sakura. Sebaiknya jangan harapkan itu dari Kisame.’ batin Sasuke sweatdrop. Antara miris dan prihatin―dia bingung hadapi kelakuan pacar money lover-nya.

Dasar Sakura!

.

.

.

Di tempat Matsuri

“Siapa yang cengeng?!” Matsuri buru-buru menyeka air matanya. Dari pandangan hazel yang tampak sedikit buram, Matsuri melihat sosok Gaara. Lelaki berambut merah itu berdiri memandanginya dengan tatapan sulit diartikan.

Sesaat keduanya terdiam. Matsuri yang merasa malu langsung memalingkan wajah, berusaha menghindari Gaara.

“Aslinya kau lemah.” ucap Gaara, membuka pembicaraan. “Kau berlagak kuat, tapi itu tak berguna, bukan? Kalau kau mau menangis, menangis saja. Jangan pura-pura…”

“Siapa yang pura-pura?!” bantah Matsuri. “Aku tak menangis!”

“Sasuke mencampakanmu. Menangislah!” bentak Gaara.

“K―kau…” Kata-katanya barusan begitu menusuk hati. Sontak membuat Matsuri tak kuasa menahan diri. Sehingga tanpa sadar cairan bening itupun kembali berkumpul. Berlinang diatas iris hazel.

“Cepat menangis!” bentak Gaara lagi, dicengkeram eratnya kedua bahu kecil Matsuri. “Tumpahkan semua kesedihanmu. Menangislah sampai kau puas. Kalau belum puas juga, pukul aku sekalian. Tak berguna kau berpura-pura kuat tapi hatimu yang menangis!”

Tes,

Entah kenapa tiba-tiba Matsuri jadi tak mampu menahannya lagi. Padahal sudah bertekad untuk tidak menangis di hadapan orang ini, tapi sekarang rasanya malah Matsuri tak sanggup untuk menghentikan kesedihannya. Dia biarkan air matanya mengalir membasahi pipi.

“Huaa―jahat! Teganya kau menyuruhku menangis!” BUGH… Matsuri pukul-pukul dada bidang Gaara, sementara Gaara justru perlahan menariknya masuk dalam pelukan. “Kau jahat. Sasuke juga jahat. Kenapa semua orang jahat padaku… hiks… hiks… hiks… Sialan. Aku benci. Aku benci kalian semua. Kenapa tak ada yang memahami perasaanku… “

“Stt,” desis Gaara, “Aku tahu. Aku paham perasaanmu. Makanya aku ingin kau menangis. Lebih baik kau tumpahkan air matamu sepuasnya. Daripada terus memendam dan menangis dalam hati. Menangislah, Matsuri… aku ada di sini untuk menampung air matamu.”

“Hiks… hiks… hiks… kau benar. Aku memang ingin menangis. Aku juga ingin ada orang yang tahu perasaanku ini. Aku ingin menangis dan berkata kalau aku sakit hati. Menumpahkan semuanya pada seseorang.”

Gaara memandang Matsuri dengan seksama. Seraya dia tangkup kedua belah pipi yang basah itu, perlahan dia seka cairan bening yang masih tampak mengalir. Setetes, dua tetes, tiga tetes… banyak sekali tetesan air mata Matsuri yang dihapus oleh Gaara. Demikian seterusnya sampai ketenangan menyelimuti Matsuri.

“Sudah selesai?” tanya Gaara lembut.

Matsuri mengangguk pelan. Satu sunggingan kecil tersirat di wajah, “Yang seperti ini, rasanya dulu juga pernah terjadi. Gaara, aku ingat kau pernah datang di saat aku sedang menangis. Tapi kapan ya…”

“Dua tahun lalu, saat kau ditolak Sasuke.”

“Ugh,” Perasaan Matsuri kembali bergetar saat mendengarnya. Perlahan kenangan pahit itu kembali terlintas dalam pikiran.

Matsuri teringat kenangannya. Saat pertama kali dia bertemu Sasuke di Akatsuki dulu, dirinya langsung suka. Mungkin bisa disebut sebagai love at the first sight. Alasan Matsuri terus berlatih basket pun awalnya karena pengaruh Sasuke. Hanya lewat basketlah Matsuri bisa mendekati lelaki super cuek dan dingin itu. Padahal Matsuri sudah melakukan banyak hal untuk membuat Sasuke tertarik pada dirinya, menyukainya, tapi hasilnya nihil. Sasuke sama sekali tak membalas perasaan Matsuri. Rasanya sakit sekali saat Sasuke menolaknya.

Suka? Sebenarnya aku juga menyukaimu. Tapi rasa suka kita berbeda. Milikku tak tumbuh jadi perasaan.”

Itulah yang dikatakan Sasuke padanya. Dan dalam keterpurukan itu, Gaara pernah datang menemaninya persis seperti sekarang.

Matsuri mengangguk-angguk, “Iya, benar. Aku dulu menangis karena Sasuke.” bisiknya lirih, “Dan sekarang pun sama. Sekarang aku menangis karena dia.”

“Ayolah, Matsu. Cukup. Makanya hentikan perasaanmu. Mau sampai kapan kau terus menyukai Sasuke? Ingat dia sudah menolakmu. Dia sudah punya Sakura sekarang. Aku mohon dengan sangat, lupakan dia.”

“Hahahaha~…” Matsuri tertawa hambar, “Lupakan? Gimana caranya? Kau pikir gampang apa melupakan sosok Sasuke dari hatiku?!” bentak Matsuri rada emosi, “Kau tak pernah ada di posisiku makanya kau tak mungkin mengerti. Gimana susahnya melupakan orang yang kita sukai, Gaara, kau tak tahu ap―mmpphh…” Kalimat Matsuri terputus. Terhenti karena terbungkam bibir Gaara yang tak terduga menempel di bibirnya.

Gaara-Matsuri-kiss

“Siapa bilang?” balas Gaara seusai kecupan, “Aku mengerti semuanya. Aku tahu rasanya saat orang yang kita sukai malah menyukai orang lain. Karena aku…”

Menghela sejenak. Gaara angkat pandangannya, menatap hazel lekat-lekat. Sesuatu yang aneh dirasakan Matsuri. Gadis itu tertegun saat mendengar Gaara bicara sementara jantungnya berdegup kencang. Entah karena perlakuan Gaara yang mengejutkan barusan, atau dia sudah punya firasat tentang sesuatu yang lain yang akan Gaara ungkapkan.

“Aku tak pernah bisa melupakanmu.” lanjut Gaara, “Saat kau menyukai Sasuke, aku menyukaimu Matsuri.”

gaamatsu29bymomochan510

.

.

.

.

“YEAH, AKU MENANG! HAHAHAHA…” teriak Sakura untuk kesekian kali.

Sambil menikmati sekaleng softdrink dan sepotong sandwich sebagai camilan pengganti makan siang, Sakura tak henti-hentinya tertawa dan tersenyum-senyum GaJe mengekspresikan kebahagiaan di hatinya. Sasuke hanya mendengus, terkadang menggeleng tak percaya melihat pacarnya jadi gila seperti ini. Dengan sabar Sasuke sesekali menyuruh Sakura berhenti berteriak, berisik banget soalnya.

“Heh, sudahlah. Aku bosan…” kata Sasuke. Dia masih berjongkok melihat kondisi luka di lutut Sakura. Padahal lukanya sedang diobati, tapi masih saja gadis itu berteriak memberitahu pada dunia tentang kemenangannya berulang kali meski terkadang meringis perih saat Sasuke mengoleskan povidone iodine pada luka tersebut.

“Hihihi~ maaf ya Sasu, habisnya aku sedang senang sekarang. Kau tahu, padahal tadinya kan kalau aku menang cuma bakal dapat uang dari Matsuri, eh ternyata malah dapat hampir dua kali lipat dong dari semuanya. Kau juga sampai memberiku hadiah. Sankyu~…”

“Hn.” Sasuke tempelkan plester pada luka Sakura, “Tapi apa kau selalu seperti ini kalau menang taruhan?” tanyanya.

“Eh?!” Ditanya seperti itu Sakura langsung berhenti tertawa. Gadis itu sejenak berpikir. “Hmm, mungkin. Kadang-kadang. Malah bisa lebih gila lagi. Tergantung taruhannya apa. Tapi wajar kan, aku ini hanya mengungkapkan kebahagiaan dalam diriku. Ayolah, Sasu~ kau tak benar-benar menganggapku gila, kan? Tindakanku ini masih dalam batas normal. Aku memang selalu seperti ini. Senang rasanya kalau habis menang taruhan. Mau itu taruhan uang atau bukan, pasti buat hatiku bahagia.”

“Lalu apa yang buatmu senang taruhan? Karena uangnya? Hadiahnya? Atau…”

“Bukan.” sela Sakura, “Semua karena orang itu. Aku tak akan seperti sekarang kalau bukan karena dia…”

Sasuke mengernyitkan dahi tak mengerti, “Dia?”

Emerald balas menatap onyx, “Kau mau tahu awal dari semua ini, alasan kenapa aku suka taruhan?”

“Hn?”

Sakura tersenyum. Mengenang kembali kisah lama yang selalu ada dalam memorinya. Alasan dibalik dia begitu menyukai uang dan taruhan semuanya terjadi sekitar 12 tahun yang lalu.

sakura-haruno-kid

Gadis musim semi berusia 5 tahun itu tampak manis dan lucu dengan helaian merah mudanya yang dihiasi bandana berwarna merah. Baru pertama kali Sakura kecil mendapatkan selembar uang yang tak sengaja ditemukannya di taman bermain TK pagi itu. Kemudian muncul-lah sosok si Bocah, anak nakal yang juga mengaku sebagai pemilik uang itu.

Mereka saling berebut sampai Sakura lontarkan sebuah tantangan. Sialnya si Bocah tak mau terima dan malah balas menantangnya. Mau tak mau Sakura harus menghadapinya. Taruhan pertama Sakura adalah siapa yang berhasil mencapai puncak pohon jambu di halaman belakang sekolah, dialah yang menang dan berhak atas uang itu. Dibekali dengan keinginan yang kuat untuk mendapatkan uang, Sakura tepis rasa takutnya pada ketinggian dan nekat untuk mengejar si Bocah yang jauh lebih hebat dalam urusan panjat memanjat.

“Jadi sudah kalah, kau jatuh dari pohon?” Sasuke sedikit tertawa, “Haha, kebayang gimana sakitnya. Kau pasti nangis. Gak dapat uang, malah lecet-lecet. Kasihan…”

“Hei, jangan sok tahu, kata siapa aku gak dapat uangnya?” protes Sakura.

“Eh, bukankah kau kalah? Berarti kau tak dapat uangnya kan, atau jangan-jangan kau memanfaatkan tangisanmu untuk membuat orang terharu dan terpaksa memberimu uang?”

“Sembarangan. Memangnya aku selicik itu? Memanfaatkan air mata untuk mendapatkan uang. Kalau begitu mengemis dan merengek saja sekalian di jalan, pasti dapat banyak.”

“Lalu?”

“Makanya dengar dulu ceritaku sampai selesai.” sejenak Sakura menghela nafas sebelum kembali melanjutkan cerita. “Waktu itu aku memang tak berhenti menangis. Bukan cuma karena rasa sakit atau perasaan syok akibat jatuh dari pohon, tapi karena aku kalah taruhan dan gagal merebut uang itu. Semua orang bingung memikirkan bagaimana caranya agar buat aku berhenti menangis. Dan kau tahu apa yang dilakukan si Bocah itu padaku?… Dia membagi kemenangannya, memberikan uang seribu itu.”

“Eh?!” Onyx Sasuke membulat, sepertinya cukup terkejut mendengarnya. “Keren.” desisnya, “Gentle banget dia, sampai rela menyerahkan uang itu padamu.”

“Hn,” Sakura mengangguk. “Dan karena itu adalah uang pertama yang aku dapat dari taruhan, jadi sampai sekarang aku masih menyimpannya.” Sakura kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. Selembar uang seribu ryo yang telah lusuh dia letakkan di atas telapak tangan Sasuke.

Sejenak Sasuke tertegun memperhatikan uang itu, “Ini harta terpenting untukmu?”

“Ya, bisa dibilang begitu.” jawab Sakura sambil nyengir.

“Tunggu, tapi ini…” Sasuke baru menyadari satu hal, “Kenapa uangnya cuma sepotong?” heran lelaki itu menyadari uang Sakura bentuknya hanya setengah lembar. “Hah, masa sih? Jangan bilang kalau taruhan pertamamu itu untuk memperebutkan uang yang robek begini?!”

“Tentu saja gak. Gak ada kerjaan banget memperebutkan uang begituan. Awalnya sih utuh, tapi sengaja dirobek. Yang satu buatku, yang satu lagi ada di anak itu.”

“Kenapa mesti dibagi dua segala?”

“Gak tau… itu cerita lama, aku tak begitu ingat apa alasannya. Lagipula tak lama setelah kejadian itu aku pindah sekolah.”

“Hn, menggelikan. Kalian itu bodoh atau apa, padahal kalau niat serius dibagi rata sih mending uangnya ditukerin dulu. Masing-masing kan bisa dapat lima ratus. Daripada dirobek…”

Sakura mengangguk, “Iya, kadang aku juga berpikir begitu. Kenapa harus dirobek? Uangnya kan jadi gak laku. Gak bisa dijajanin. Gak berguna. Hee~ waktu itu aku polos banget ya?”

“Hmm, tapi tidak juga.” pikir Sasuke, “Kalau lihat sisi baiknya. Karena uang ini tak bisa kau gunakan, maka sampai sekarang kau masih menyimpannya baik-baik kan? Kau jadi tak pernah melupakan kenanganmu itu.”

“Ah, iya…” Sekarang baru terpikir juga oleh Sakura alasan seperti itu. Benar apa kata Sasuke, Sakura selalu teringat tentang masa lalunya setiap kali melihat potongan uang lusuh itu.

“Kalau kejadiannya seperti itu, apa seharusnya kau justru benci sama taruhan? Semacam trauma psikis misalnya.”

“Justru sebaliknya. Anak itu pernah mengatakan sesuatu. Seperti memotivasiku melakukannya. Setelahnya aku malah jadi suka uang dan taruhan. Benar-benar suka sampai terkadang tak bisa kukendalikan. Aku sadar kalau taruhan itu salah, juga perbuatan yang buruk. Tapi mau bagaimana lagi… aku suka debaran perasaan saat tengah dalam persaingan, perasaan saat akan mendapatkan uang, perasaan ketika mengetahui hasil akhir pertandingan. Menang atau kalah. Kau mungkin tak mengerti, tapi aku merasakannya. Di setiap tantangan punya aura yang berbeda. Ini mengasyikan.”

“Hn, aku memang tak bisa merasakannya. Tapi aku bisa melihatnya. Dan baru pertama kali ini kulihat kau sebahagia sekarang memenangkan taruhan.”

Sakura mengangguk, “Tentu saja. Karena taruhan kali ini aku dapatkan banyak hal. Bukan hanya kemenangan, uang, teman baru, lebih dari itu…” gadis itu berikan senyuman termanis yang dimilikinya pada Sasuke, “―karena aku tak mengecewakanmu. Aku berhasil mempertahankan orang yang aku sayangi tetap di sisiku.”

Blush

Sedikit demi sedikit warna rona kemerahan nampak terlihat di wajah Sasuke. “Orang yang kau sayangi? Ehem, maksudmu… aku?”

“Ya, siapa lagi?” Sakura terkekeh, “Orang yang kusayangi, Sasuke Uchiha.”

Sungguh perasaan bahagia langsung meluap dalam diri Sasuke saat mendengarnya. Mengingat kata-kata manis dan perlakuan romantis tak pernah dia dapatkan dari sosok Sakura yang terkadang biasa saja menjalani hubungan mereka. Sejenak onyx menatap lekat, Sasuke bangkit dari duduknya. Dia kecup luka berplester pada lutut gadis itu. Seperti sedang memberi mantra agar cepat sembuh. Lelaki itu berdiri seraya menangkup kedua sisi wajah kekasihnya. Dia condongkan sedikit tubuhnya dan mengecup pucuk kepala sang gadis musim semi.

“Terima kasih sudah berjuang untukku, menganggapku berarti. Aku juga menyayangimu, Sakura. Selamat atas kemenanganmu.”

Deg,

Sebuah perasaan aneh seperti menyerang Sakura. Tiba-tiba diperlakukan seperti ini oleh Sasuke tentu sangat mengejutkan. Tapi dia merasa lain. Kecupan pada luka dan keningnya barusan, rasanya seperti bukan yang pertama. Seolah dulu pun pernah terjadi.

Déjà vu?

Ah, entahlah. Apapun itu sepertinya ini adalah hadiah terbaik dari sekian banyak hadiah yang didapatkan Sakura atas kemenangannya.

Arigatou Sasuke-kun…”

Sasusaku love

.

.

.

~( $_$ )~


~( $_$ )~

.

.

.

Mentari pagi bersinar terang. Angin sepoi di pertengahan bulan ini menerpa Sasuke yang tengah berjongkok sembari memainkan kuas cat yang sedang dipegangnya. Memberikan sedikit rasa sejuk di tengah lelahnya dia bekerja. Sesekali lelaki itu mendengus. Terdengar mengeluh, protes atas tindakan Yahiko selaku ketua basket yang menyuruhnya mengecat jump ball area yang warnanya sudah memudar itu dengan cat hitam, merah, putih―khas Akatsuki. Mungkin ini memang salah Sasuke. Dua minggu kemarin dia absen latihan karena sibuk ujian sementara anggota lain melakukan kerja bakti membersihkan lapangan. Sekarang juga Sasuke ditinggal sendiri, sedangkan yang lain sengaja datang siang biar tinggal menikmati kerja kerasnya.

Seorang gadis tampak iseng mendekat. Dengan hati-hati dia melangkah, berharap tak menimbulkan suara. Sambil menyembunyikan dua contong es krim di balik punggungnya, Sakura mengendap-endap menghampiri Sasuke yang masih terlihat sibuk dengan kuas cat di tangannya. Sudah tepat pada posisi. Sakura cekikikan di belakang Sasuke. Satu ide jahil terlintas di pikiran.

“WOIIIII~!” teriak Sakura tepat di telinga Sasuke.

Spontan lelaki itu tersentak kaget. Nyaris terjatuh karena selain berteriak, Sakura juga mendorong punggungnya. Kedua tangan Sasuke menyentuh cat yang masih basah ketika hendak menahan tubuh agar tak terjerembab.

“Hei, apa-apaan sih? Iseng banget. Mau bikin aku jantungan?!” dengus Sasuke kesal, “Lihat nih, kena cat!”

“Hihihi…” Sakura cuma nyengir dan menjulurkan lidahnya masang tampang tak bersalah kemudian ikutan jongkok di sebelah Sasuke. Sementara Sasuke masih berwajah sebal atas perbuatan Sakura tadi. “Gimana mang, ngecat-nya udah beres?”

“Mang?” Onyx bergulir, melemparkan deathglare. “Kau pikir aku tukang bangunan apa? Gimana mau beres kalau daritadi di ganggu mulu. Makanya bantuin dong!”

Sakura mengeluarkan strawberry mix ice cream dari balik punggungnya sedang satu contong es krim lain masih dia sembunyikan.

“Hmm, panas-panas gini enaknya makan es krim lho~…” goda Sakura sembari menjilati es krim di tangannya dengan nikmat tepat di hadapan Sasuke.

Sasuke menelan ludah dan sedikit membasahi bibirnya dengan lidah. “Apa lagi? Sudah menggangguku, meledekku, bikin kaget, sampai tanganku jadi belepotan cat begini, ternyata kau masih belum puas juga sebelum bikin aku ngiler melihatmu makan es krim, eh?”

“Hei, jangan sembarangan menuduhku. Aku kan cuma mau menghiburmu yang daritadi serius bekerja…”

Sasuke kembungkan sebelah pipinya, masih pasang tampang cemberut, “Huh, menghiburku apanya?”

“Taraa~… nih, spesial untukmu!” dengan cepat Sakura mengeluarkan Moccachinofrezz-nya.

Surprise juga Sasuke tiba-tiba disodori es krim oleh Sakura. Tak menyangka ternyata pacarnya itu cukup perhatian.

“Ayo cepat ambil! Mau gak sih?” tawar Sakura.

Hn, tadi berani mempermainkanku, awas kau ya Sakura!, batin Sasuke. “Ehem, gimana mau ambil, gak lihat tanganku kotor begini?” Sasuke perlihatkan kedua telapak tangannya yang berlumuran cat hitam.

“Huff~ ya sudah aku yang pegang.” Karena merasa bersalah, Sakura akhirnya memegangi es krim itu sementara Sasuke tinggal menikmati Moccachinofrezz-nya.

Sesekali Sasuke melirik Sakura dan terkekeh dengan cara makan es krim gadis itu, “Kau makan seperti anak kecil.”

Sakura mengernyit tak mengerti dan masih menikmati es krimnya dengan santai. Baru setelah Sasuke menunjuk ujung bibir kanannya Sakura baru sadar kalau dia belepotan. Sakura berusaha membersihkan krim strawberry itu dengan punggung tangannya. Namun yang terjadi bukannya tambah bersih, malah makin melebar kemana-mana karena setiap kali Sakura berusaha membersihkannya, es krim dalam pegangannya menempel lagi dan tambah bikin belepotan.

Sasuke cekikikan melihatnya, “Sudah. Sini, biar aku bantu bersihkan.”

“Ah, tidak…” tolak Sakura, “Tanganmu kotor begitu gimana bersihkannya? Yang ada entar wajahku malah kena cat.”

“Hn, kalau gitu jangan pake tangan.” lanjut Sasuke, “Aku kan masih bisa bersihkan pakai…” Dengan cepat Sasuke mendekatkan wajahnya, mengincar bagian sudut bibir Sakura yang belepotan krim. Mungkinkah mereka akan…

Sasuke-sakura-raven-n-pink

CKIIITT

DUAK

Suara benturan keras barusan sungguh mengagetkan, sontak buat SasuSaku segera memalingkan wajah mereka. Raut keterkejutan beserta rasa penasaran menyelimuti. Entah kenapa Sakura jadi punya firasat buruk mengenai suara itu. Mobil yang mendadak mengerem karena menabrak sesuatu dilanjutkan dengan lengkingan keras dan teriakan orang-orang membuat Sakura segera bangkit.

“Kau dengar?” tanya Sakura.

“Hn.” Sasuke yang masih tetap berjongkok hanya mengangguk. Sepertinya dia pun merasakan hal yang sama dengan Sakura―firasat buruk.

“Ayo cepat! Penasaran…” ajak Sakura yang segera berlari menuju gerbang, membuang es krim di kedua tangannya dan berhambur ke jalan. Sasuke pun sama-sama panik, langsung membersihkan tangannya dengan kain lap dan berlari mengejar Sakura.

Sampai di lokasi yang letaknya tak jauh dari lapangan Akatsuki, SasuSaku melihat banyak orang telah berkerumun di tempat kejadian. Sepertinya benar terjadi sebuah kecelakan. Rasa ingin tahu Sakura mendorongnya untuk menerobos lebih jauh dan mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Dan begitu melihatnya secara langsung, Sakura benar-benar terhenyak. Gadis itu syok melihat apa yang sedang dikerumuni orang-orang disekitarnya ternyata…

“KONOHAMARU!” teriak Sakura dan langsung mendekati tubuh bocah kecil itu yang tergeletak pingsan begitu saja di atas jalan berlumuran darah. “Aaaa―tidak…” desisnya lirih, dengan hati-hati Sakura mengangkat tubuh kecil itu keatas pangkuannya. Tak peduli darah segar kini mengotori pakaiannya.

“Apa yang terjadi?” tanya Sasuke yang baru datang menerobos kerumunan. Dia pun sama terhenyaknya melihat Konohamaru berlumuran darah begitu di pangkuan Sakura. “Cepat panggil ambulans!” teriak Sasuke memerintahkan. Kecemasan menyertainya. Merasa takut akan terjadi hal buruk yang akan menimpa Konohamaru kalau tetap dibiarkan.

“Sasuke…” seorang gadis berambut cokelat mendekat, “Aku sudah telepon rumah sakit. Katanya sekitar setengah jam lagi baru datang.” kata Matsuri menjelaskan, “Tapi melihat kondisi Konohamaru sekarang, lebih baik kita bawa langsung aja ke sana.”

“Kenapa bisa begini? Apa yang terjadi?”

“Dia tertabrak mobil.”

“APA?! Kalau gitu mana pelakunya?” berang Sasuke, “Setidaknya harus tanggung jawab membawa Konohamaru secepatnya ke rumah sakit.”

“Pelakunya kabur. Beberapa warga juga pergi mengejar. Gaara, kak Sasori, kak Kisame, kak Deidara dan kak Itachi pun ikut mengejar.”

Tabrak lari?! Kurang ajar. Manusia brengsek itu tak mau bertanggung jawab. Seenaknya kabur membiarkan Konohamaru kesakitan seperti ini. Ingin rasanya Sasuke ikut mengejar mereka dan bahkan menghajarnya habis-habisan tanpa ampun. Tapi sepertinya ada hal lain yang lebih penting daripada melakukan itu semua. Konohamaru lebih membutuhkan dirinya di sini. Lagipula sudah ada Itachi dan lainnya yang mengejar mereka. Pasti mereka pun menyimpan perasaan yang sama seperti Sasuke sekarang. Tak akan membiarkan orang-orang itu berbuat seenaknya.

“Tapi kenapa, kenapa Konohamaru bisa samapi jadi korban tabrak lari seperti ini?” tanya Sakura.

“Aku juga tak tahu persisnya bagaimana. Kami juga baru sampai dan melihat kejadiannya begitu cepat, tahu-tahu Konohamaru sudah pingsan sementara Gaara langsung tancap gas mengejar mobil itu.”

“Aku melihat anak ini menyeberang. Suasana di jalan tak terlalu ramai. Padahal dia sudah sampai tapi malah balik lagi seperti memungut sesuatu di tengah jalan. Tahu-tahu mobil silver itu melintas, melaju kencang dan menabraknya sampai terlontar.”

“Supirnya mungkin sedang mabuk. Menjalankan mobil ugal-ugalan.”

“Masih mending setelah dia berbuat salah, dia berhenti dulu sekedar memastikan keadaan. Eh, ini lansung tancap gas. Kabur.”

Yah, begitulah penuturan beberapa orang yang menjadi saksi mata. Sepertinya mereka juga merasakan hal yang sama. Benci, marah, kesal sekaligus khawatir dengan keadaan Konohamaru. Sakura mulai tampak panik melihat darah terus menerus mengalir dari kepala bocah itu. Pasti terasa sakit sekali saat mengalaminya.

“Kita tak bisa terus menunggu. Konohamaru harus secepatnya dibawa ke rumah sakit!”

“Tapi gimana? Apa ada yang berkenan mengantar Konohamaru ke rumah sakit sekarang?!”

Seorang gadis cantik berambut merah tampak menyela dan menghampiri, “Sakura!”

Sakura mendongakkan kepala, “Karin?!” kaget juga dia melihatnya, “Kenapa ada disini?”

“Hanya kebetulan lewat. Sudah jangan banyak tanya. Kalau kalian mau anak ini selamat cepat bawa dia ke mobilku. Kita ke rumah sakit sekarang.” perintah Karin.

“Hn.” Tanpa banyak bicara Sasuke segera memangku Konohamaru dan membawanya ke mobil yang ditunjuk Karin. Sakura dan Matsuri mengikuti mereka dari belakang.

Konohamaru dibaringkan di jok belakang. Kepalanya ada pada pangkuan Sakura. Matsuri segera masuk juga kedalam mobil Jazz merah itu turut menjagai Konohamaru sementara Karin telah siap dibangku depan.

“Sasuke, kau tak ikut?”

Sasuke menggeleng, “Aku urus masalah di sini dulu, kalau sudah sampai di rumah sakit jangan lupa hubungi aku. Nanti aku akan menyusul.”

“Gaara akan menghubungiku kalau pelakunya sudah tertangkap.” kata Matsuri.

“Ya, pokoknya jaga Konohamaru baik-baik.”

Kaca pintu mobil segera ditutup. Jazz merah itupun melaju kencang. Nyawa Konohamaru menjadi taruhan. Dalam kepanikan itu semua hanya bisa berdoa.

“Karin!” panggil Sakura, yang dipanggil hanya memandang lewat kaca spion depan sementara dia konsentrasi menyetir, “Terima kasih.”

“Apa yang kau bicarakan? Simpan dulu ucapan terima kasihmu itu. Kita belum sampai ke rumah sakit, tak ada jaminan nyawa anak itu akan selamat.”

“Maaf merepotkan.”

“Tidak.” Sejenak Karin menghela nafas, “Kita ini kan teman. Tak salah kan kalau aku membantumu.”

Eh?!

‘Teman’

Tak disangka satu kata ini terlontar dari mulut Karin. Sakura jadi merasa senang mendengarnya, ternyata Karin tak lagi menganggap dirinya sebagai musuh dan saingan.

“Err, iya tapi apa tak masalah kami ikut menumpang mobilmu?” lanjut Sakura, “Kau tak takut mobilnya jadi kotor? Jok kursinya kena darah… dan katanya noda darah itu susah buat hilangnya.”

“Ya, gak apa-apalah.” kata Karin sembari tersenyum, “Yang penting anak itu bisa selamat.”

“Ehm, ta―tapi kan biaya bersihinnya mahal. Habis urusan ini beres kau tak akan minta ganti rugi pada kami, kan?”

“Aduuuh Sakura, please deh… disaat genting gini sementara jangan pikirkan uang dulu.” dengus Karin dan membuat Matsuri tertawa kecil mendengarnya. “Iya, iya, aku gak akan minta ganti rugi.”

Dalam perjalanan itu Sakura lebih banyak diam dibanding dengan Matsuri yang beberapa saat sibuk menghubungi teman-temannya atau Karin yang konsen menyetir cari jalan alternatif. Sepertinya Sakura masih mencemaskan kondisi Konohamaru. Darah yang mulai mengering mengotori pakaiannya serta bau amis yang menyengat hidung. Wajah Konohamaru yang pucat tanpa ekspresi semakin membuat Sakura khawatir. Sesekali Sakura memeriksa denyut nadi bocah itu, memastikan tidak terjadi hal buruk lainnya.

“Eh Sakura, sepertinya Konohamaru megang sesuatu deh di tangannya.” kata Matsuri sembari menunjuk sebelah tangan Konohamaru yang masih terkepal.

Segera Sakura membuka perlahan kepalan tangan Konohamaru dengan hati-hati, penasaran dengan apa yang sebenarnya Konohamaru genggam.

Padahal dia sudah sampai tapi malah balik lagi seperti memungut sesuatu di tengah jalan…

Perkataan saksi mata tadi kembali terngiang dalam pikiran Sakura. Sekarang dia tahu sedikit gambaran kejadiannya. Dirinya begitu terhenyak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Selembar uang 1000 ryo lusuh yang terkena bercak darah itu ada dalam genggaman Konohamaru.

“Eh, uang ini… Tidak. Mustahil. Jadi yang dipungut Konohamaru di tengah jalan itu…” Jantung Sakura berdegup semakin kencang. Hatinya mencelos mengetahui kenyataan ini. “Sa―salahku… ini salahku…” gumam Sakura berbisik pelan. Dia gigiti bibir bawahnya menahan tangis, walau cairan bening telah lebih dahulu mengalir membasahi pipi, “A―aaku… Konohamaru jadi seperti ini karena aku…”

.

sakura-haruno-cosplay

.

Mikoto Uchiha mengernyitkan dahi tak mengerti, merasa heran ketika melihat tingkah aneh yang dilakukan anak kesayangannya siang itu. Daritadi bolak-balik keluar masuk kamar. Jalan sana, jalan sini. Sibuk menelepon. Terlihat panik. Ditambah lagi ngobrak-ngabrik isi lemari pakaian lama seperti sedang mencari-cari sesuatu.

“Apa yang kau lakukan?” Mikoto beranikan diri bertanya pada Sasuke. “Ya ampun Sasu~ jangan bikin berantakan gini dong. Memangnya nanti mau kau bersihkan sendiri? Ini sudah rapih kenapa diacak-acak lagi?”

Kaa-san, kalau jaket dan baju-bajuku yang waktu masih kecil disimpan di mana ya?” Sasuke malah balik tanya.

“Memang buat apa?

“Konohamaru. Dia alami kecelakaan. Sekarang ada di rumah sakit. Takutnya mesti dirawat inap gitu, mungkin butuh jaket atau apalah. Setahuku dia tak punya banyak pakaian bersih.”

“Eeh, yang benar? Kecelakaan?”

“Tabrak lari. Nii-san aja sekarang lagi urus pelakunya.”

Baru deh setelah itu Mikoto ikut-ikutan panik. Membantu Sasuke menyiapkan keperluan Konohamaru sembari terus bertanya-tanya perihal keadaannya.

Sesampainya di rumah sakit, segera Konohamaru dibawa ke ruang UGD setempat. Sakura, Karin dan Matsuri mengikuti para perawat dan dokter dari belakang. Tiba di ruang pemeriksaan mereka bertiga hanya bisa menunggu hasilnya dengan perasaan cemas.

Karin pergi mengurus bagian administrasi. Sejenak Matsuri perhatikan Sakura yang duduk di sebelahnya. Terlihat bahwa kekhawatiran gadis itu terhadap Konohamaru belumlah sirna meski dia telah dibawa ke rumah sakit. Memang tak ada jaminan Konohamaru akan selamat walaupun sudah ditangani pihak terkait. Apalagi kelihatannya kondisi Konohamaru sangat gawat.

Dalam hati mereka terus berdoa. Memohon kepada Tuhan untuk keselamatan Konohamaru. Sementara jauh direlung hati Sakura sendiri masih diliputi perasaan bersalah. Entah kenapa Sakura merasa apa yang terjadi pada Konohamaru adalah tanggung jawabnya.

“Tenanglah, Sakura-chan. Konohamaru pasti selamat.” Sambil menggenggam sebelah tangan Sakura yang berkeringat dingin, Matsuri mencoba menenangkan. Dia pun mengerti perasaan Sakura saat ini.

Sebuah jaket biru dongker dikeluarkan Mikoto dari dalam lemari dengan paksa, membuat pakaian-pakaian lain diatasnya jadi jatuh berantakan. Buru-buru kembali Sasuke bereskan. Bau apek mulai menyengat hidung saat Mikoto tepuk-tepuk jaket tersebut.

“Ck~ Ya ampun…” dengus Mikoto sambil geleng-geleng kepala, “Coba lihat nih, Kaa-san nemu banyak harta karun.” Plastik kue, bungkusan permen, cangkang kacang yang sudah garing dan menghitam serta remah-remah biskuit dikeluarkan Mikoto dari dalam saku jaket tersebut. “Kenapa kau simpan sampah seperti ini di saku baju?”

“Hee~…” Sasuke cuma nyengir. Sepertinya itu kebiasaan buruknya waktu kecil. Mungkin niat Sasuke hanya mau menyimpan sampah itu sementara dan membungnya nanti. Tapi entah karena lupa atau apa, ternyata sampah yang bertahun-tahun itu masih tersimpan dan baru ketahuan sekarang. Untung saja hanya sampah-sampah kering dan kecil, sehingga tak sampai tercium bau busuk.

“Huh, bahkan sampai uang seribu dekil beginipun juga ada. Mending kalau masih utuh. Yah ini udah kucel, robek juga. Kau ini…” lanjut Mikoto ketika menemukan sepotong uang kertas 1000 ryo dari dalam saku jaket yang lainnya.

“Uang seribu apa?” heran Sasuke yang buru-buru mengambil uang itu dari tangan Mikoto.

Deg,

Perasaan aneh dirasakan Sasuke. Entahlah tapi sepertinya Sasuke merasa bahwa benda itu dulu begitu berarti baginya. Tapi apa? Dimana? Dimana dia pernah melihat yang seperti ini sebelumnya? Baginya ini tampak tak asing. Rasanya baru kemarin. Tapi apa? Uang seribu itu…

“Tu―tunggu!… Kalau tak salah ini kan…” pikiran Sasuke melayang, teringat sebuah kenangan.

.

…#…

.

Sasuke-uchiha-kid

“Huaaaaa~…aaaa―”

Melihat gadis kecil itu menangis, Sasuke sungguh merasa bersalah. Secara tak langsung dialah yang menyebabkan gadis itu terluka. Kalau saja Sasuke tak berebut uang dengannya dan menantang dia untuk memanjat pohon mungkin semua ini tak akan terjadi. Sasuke menyesal, seandainya waktu itu dia mau mengalah.

“Hik… hiks… hiks…”

Gadis kecil itu masih menangis. Shizune-sensei juga bingung. Tak tahu harus bagaimana agar membuatnya tenang. Padahal sudah ditawari banyak macam hal. Seperti kue, permen, mainan dan lainnya, tapi tetap saja tangisan itu tak kunjung berhenti.

“Hei, sudah jangan nangis lagi!” kata Sasuke datang menghampiri.

Gadis kecil itu mendongakkan kepala dan memandang Sasuke sembari menyedot ingusnya yang nangkring diatas bibir―terus meler dari hidung seperti apollo sebelas. Masih dengan tubuh yang bergetar dan sesegukan dia seka sedikit air mata di wajahnya.

“Nih ambil!” kata Sasuke kemudian, seraya menyerahkan uang di tangannya. “Uangnya untukmu.”

“Uhm, ta―tapi kan yang duluan sampai diatas pohon itu kamu. Kau yang menang. Jadi uangnya sekarang…”

Sret,

Tak terduga Sasuke justru malah merobek uang itu. “Kalau gitu kita bagi dua saja uangnya. Kau juga menang. Bisa dapat setengah. Ini baru adil. Ambillah!”

Bukannya lekas menurut, sang gadis malah menatapnya nanar. Tampak kebingungan. Ugh, Sasuke makin tak suka melihat wajah yang bersedih itu. Dengan sedikit memaksa Sasuke tarik tangan kecil si gadis dan mengenggamkan separuh uang itu. Sasuke lirik bekas luka robek pada lutut si gadis. Entah apa yang mendorongnya saat itu, dia malah berjongkok dan mencium luka tersebut sebelum beralih pada kening lebar si gadis yang juga dia kecup.

Sasu-saku-kid-kissu

“Kau mau dapatkan uangnya? Lain kali cobalah untuk menang. Jangan takut kalah. Taruhan seperti apapun bisa kau lakukan.”

Hebat. Cara yang dilakukannya benar-benar ampuh. Gadis kecil itu seketika langsung berhenti menangis. Tapi Sasuke sadar apa yang dilakukannya ternyata cukup memalukan, maka dia pun buru-buru pergi. Sambil menggenggam erat separuh lembaran uang satunya lagi yang dia simpan dalam saku.

sasusaku_kids_by_justingirl104-d2xqgwn

.

…#…

.

Ah, ingatan itu.

Satu senyuman kecil tersirat di wajah tampan Uchiha bungsu. Sasuke ingat semua masa lalu itu. Kenangan masa kecilnya.

Arigatou Kaa-san…” Sasuke langsung memeluk dan mencium pipi Mikoto dengan sayang.

“Heh, kenapa kau ini, seperti anak kecil…” kata Mikoto malu-malu.

Kaa-san benar-benar temukan harta karun milikku!” kata pemuda itu yang segera bangkit.

Setelah menyiapkan segala sesuatu keperluan Konohamaru, Sasuke pamit pergi ke rumah sakit. Kebahagiaan kecil menyertainya. Rasanya Sasuke sudah tidak sabar ingin memberitahu Sakura tentang apa yang baru saja telah ditemukannya. Sakura pasti akan terkejut.

Kembali ke rumah sakit, terlihat Sakura mulai tampak kesal. Sudah satu jam setelah Konohamaru masuk ruang pemeriksaan tapi sama sekali belum ada kabar tentang kondisinya sekarang. Rasa cemas dan khawatir masih meliputi. Sakura jadi berpikiran negatif, ditambah lagi Karin juga belum muncul-muncul memberikan kabar dari bagian administrasi.

“Sakura!” teriak Hinata dan Ino.

Sakura terkejut melihat kemunculan dua makhluk itu di sini.

“Aduh, sampai berlumuran darah begini. Pasti sakit.”

“Brengsek tuh yang nabrak. Biar aku hajar.”

“Kita cemas nih pas dapat kabar kalau kau ada di Rumah Sakit.”

“Buru-buru deh kita kemari.”

“Tapi kenapa kau malah jalan-jalan gini? Bukannya istirahat kek…”

“Seenggaknya diobati.”

“Benar kau kecelakaan…”

Ino dan Hinata terus menerus berceloteh tanpa sedikitpun memberikan kesempatan kepada Sakura untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

“Heh, eh, eh… tunggu bentar!” potong Sakura cepat, “Sepertinya kalian salah paham. Aku baik-baik saja. Masih sehat walafiat. Amiin.”

“Eh, tapi katanya kau…”

“Apa? Kecelakaan? Bukan aku. Tapi Konohamaru.” kata Sakura memberikan penjelasan, “Memangnya siapa yang kasih kabar kalian kalau aku ada di sini?”

“Itu aku.” jawab Matsuri tiba-tiba. Otomatis semua pandangan tertuju padanya, “Aku disuruh Karin menghubungi kalian. Katanya mungkin Sakura butuh bantuan kalian berdua di sini.”

“Karin? Cewek rese itu juga ada di sini?” heran Ino.

“Iih, gimana sih? Aku gak ngerti. Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Hinata.

“Terus kau sendiri siapa?” tanya Ino menunjuk Matsuri.

“Soal itu biar nanti kita bahas. Sekarang mending kalian temani Sakura ganti baju dulu. Gak baik dia masih pakai pakaian yang berlumuran darah gitu.” kata Matsuri menyarankan, “Kalian bawa baju ganti buat Sakura, kan?”

Hinata dan Ino mengangguk.

“Tapi Konohamaru?” cemas Sakura.

“Tenang. Biar aku yang jaga. Kalau ada apa-apa nanti aku kabari.”

Tanpa banyak berdebat lagi, ketiganya segera pergi. Sakura mempercayakan semuanya pada Matsuri.

“Kalian keluarga anak ini?” tanya Dokter yang begitu keluar dari ruangan langsung dihadang Matsuri dan Karin.

“Iya. Bagaimana kondisinya?”

“Selain luka luar dan beberapa tulang patah, yang lebih parah adalah kepalanya. Karena terkena benturan keras itu mengakibatkan dia kehilangan banyak darah. Kalau tidak secepatnya ditangani mungkin akan fatal. Sebaiknya harus segera dioperasi…”

“Ada apa?” tanya Sakura cemas yang baru datang menghampiri mereka setelah berganti baju.

“Kritis. Singkatnya mesti buru-buru operasi.” jawab Matsuri.

“Yah, kalau gitu operasi saja. Sekiranya dapat menyelamatkan nyawa Konohamaru.”

“Hmm, tidak semudah itu nona, sebelum operasi ada prosedur yang harus dipenuhi…” kata si Dokter.

Mereka semua langsung punya pikiran yang sama mendengar soal prosedur yang dimaksud si Dokter tadi itu mungkin adalah…

“Lima juta?” cengang Matsuri.

“Tuh, kan benar. Apa lagi sih kalau bukan uang? Sok bilang ‘prosedur’ segala tuh dokter, buang-buang waktu aja bicara. Padahal tadi langsung saja bilang kalau gak ada uang, Konohamaru gak akan bisa dioperasi.” gerutu Ino.

Sakura mundur ke belakang. Sejenak menghindar. Tak mau tahu lagi mendengar omongan dokter atau suster yang tetap menjelaskan banyak hal percuma. Tak perlu dia dengar penjelasan mereka juga, Sakura sudah paham kalau inti dari kesembuhan Konohamaru cuma uang.

Lima juta ryo sebagai uang jaminan? Uang sebanyak itu dari mana bisa mereka dapatkan sekarang. Rumah sakit ini mungkin tak berniat untuk membantu orang lemah. Baru deh mereka akan bertindak kalau ada uang. Batin Sakura sungguh merasa jengkel jadinya, mengingat kalau hal yang mereka paling butuhkan sekarang ini adalah uang.

“Iya, kalau sudah sepakat, silahkan tandatangangi surat-surat ini dan serahkan ke bagian administrasi di depan sana. Uang jaminannya juga…”

“Apa harus sekarang?”

Si suster cuma senyum, “Lebih cepat lebih baik.”

“Operasi Konohamaru harus dilakukan secepatnya. Gimana nih?” tanya Matsuri.

“Operasi ya operasi saja.” kata Hinata.

“Hinata sayang, tapi uangnya mana? Minimal harus ada setengahnya, baru Konohamaru bisa dioperasi.” kata Ino.

“Apa kita gak bisa ngutang dulu gitu?” lanjut Hinata polos.

“Emangnya kreditan panci?”

Sejenak Sakura tenggelam dalam pikirannya yang kritis. Konohamaru bisa dibilang warga yang tak terdaftar. Mengandalkan kartu miskin buat bantu juga sepertinya tak mungkin dan terlalu lama. Bagaimana ini? Bagaimana caranya dia bisa membantu Konohamaru? Uang. Hanya itukah cara satu-satunya?

“Jadi gimana?” tanya Matsuri sekali lagi.

“Operasi saja.” jawab Sakura tiba-tiba.

“Tapi kan…”

“Dengar! Sekarang yang jadi prioritas kita adalah nyawa Konohamaru. Soal uang bisa belakangan.” lanjut Sakura.

“Tuh kan apa kubilang. Jadi kita bisa ngutang dulu.” celetuk Hinata yang langsung dipelototi semua orang, “Eh, bukan itu maksudnya, ya? Hehe~…”

“Ya, Sakura benar. Nyawa lebih penting. Kalau gitu biar aku yang bicara sama pihak Rumah Sakit.” kata Karin, “Hmm, gimana ya? Kalau uang tunai jumlahnya segitu sih aku gak punya. Tapi aku mungkin aku bisa bantu sedikit…”

“Terima kasih, Karin. Hari ini kau sudah banyak bantu kami.”

“Tenang saja.” kata Karin sembari bergegas pergi.

“Ok, kita bagi-bagi tugas. Matsuri, apa kau bisa menghubungi anggota Akatsuki lain? Siapa tahu dari mereka ada yang mau menyumbang untuk pengobatan Konohamaru.” tanya Sakura.

Matsuri mengangguk mengerti. Tanpa disuruh lagi dia sudah mainkan handphone-nya dan mulai sibuk sms-an.

“Kami juga mau bantu.” kata Ino.

“Biar sedikit tapi kami ingin menolong anak itu.” lanjut Hinata.

Sakura mengangguk.

Nee Sakura, lalu kau sendiri?” tanya Matsuri. “Apa yang akan kau lakukan?”

“Aku―” Sakura menghela nafas. Sejenak dia memejamkan mata, tampak seolah berpikir keras. Dan saat emerald itu terbuka, tatapannya berubah yakin. “Akan cari kekurangannya…”

~( $_$ )~

TBC….. Next to Chapter 12

~( $_$ )~

SasuSaku-park


Apa yang akan dilakukan Sakura?

Apa Sasuke bisa sampaikan sesuatu yang baru saja ditemukannya?

Apa yang buat Sakura merasa begitu bertanggung jawab pada Konohamaru?

Apa Konohamaru akan selamat?

Money [Love] Gamble mendekati akhir.

The Last Chapter:

My Treasure

Thanks for Read

~($_$)~

Special for

Jile Sing, Itha, Judy Maxwell, YaYaK, zogakkyu, Chii, Ichi, rilojack, KazuhaRyu, Marshanti Lisbania Gratia, Noera Jani Wijaya, qori, raditiya, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, Rei-reixki-ki, Anindi, nurjanah, graceflorencemanroe, Eguchi Kimizaky, Leyah De LouvRa, Kianzaa, Uchira Shawol Tripel S, Niken,

And

All of You Silent Readers

(^-^) Berkenan Komen? (^-^)/

57 Comments

Leave a Reply

3 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *