Money [LOVE] Gamble: Last Chapter

Cerita Sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3] [Chap 4] [Chap 5[Chap 6[Chap 7[Chap 8] [Chap 9] [Chap 10[Chap 11]

Siang di hari yang cerah, matahari bersinar terang. Panasnya mampu merangsang pembuluh-pembuluh kulit untuk melebar dan mengeluarkan keringat. Bibir itu tertarik, menorehkan satu cengiran khas yang tidak pada tempatnya. Karena cengiran itu memang bukan dia tujukan untuk menertawakan sesuatu. Hanya refleks tergerak kala wajahnya menengadah menantang langit biru tak berawan. Mata itu menyipit, sekilas memandang silaunya cahaya mentari.

“Panaaassss~…” desahnya sambil menyeka peluh di pelipis.

“Mau es krim?”

Bocah kecil yang sedari tadi sibuk menggosok lantai semen di pinggir lapangan itupun sontak menoleh. Mendapati seorang gadis manis berambut sewarna permen karet tersenyum sambil membawa dua contong es krim dua rasa di kedua tangannya.

“Sana beli.”

“Ugh, tapi aku gak ada uang…”

“Aku traktir.” tawar gadis itu. Dia berbalik sebentar, menunjukan bokong―tepatnya saku belakang celana. “Ambil dua ribu ryo…”

“Apa?”

“Uangnya… di dalam sakuku ada uang, kan?”

Konohamaru―bocah itu menurut. Diambilnya beberapa lembar uang kertas yang tampak menyembul berantakan dalam saku belakang celana jeans itu. “Tapi gak ada dua ribu ryo.”

“Eeh, yang benar?!” heran gadis itu, seingatnya dia punya recehan uang seribuan sisa kembalian beli es krim. Tapi semua yang ada pada tangan Konohamaru hanya lembaran uang sepuluh ribu dan lima ribuan. Aah~ sial. Pasti terjatuh saat dia terburu-buru tadi menjejalkan uang itu kedalam saku celana. “Yah sudah, ambil yang lima ribu. Pergi beli es krim sana, atau jajanan apapun yang kau suka.”

“Wah~ sungguh? Kau beri aku uang ini? Aku boleh belikan semuanya?” tanya Konohamaru dengan wajah ceria dan mata berbinar.

“Iya.”

“Hehehe~ makasih, kak Sakura. Kakak udah cantik, baik deh.”

“Alaaah~ dasar gombal.”

Konohamaru nyengir, “Kalau gitu aku pergi jajan dulu ya kak.”

“Hn.”

Sakura―gadis itu mengangguk. Dilihatnya sekilas bocah kecil itu pergi dengan perasaan riang usai mendapatkan uang. Tanpa tahu sedikitpun sebuah malapetaka menanti di depan sana.


~( $_$ )~

Money [LOVE] Gamble: Last Chapter

Sasusaku_Cosplay_4d3b1670babac

Chapter: My Treasure

Pair: Sasuke Uchiha x Sakura Haruno

Rate: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort, Friendship

Lenght: 8.870 words

Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

WARNING: AU, OOC, typo, lawakan garing, adegan blushing, alur GaJe cerita se-mau-gue

Story by

FuRaha

If you don’t LIKE? Read? Don’t Read?

WHATEVER!

~Itadakimasu~

~( $_$ )~


.

.

.

Dengan langkah tergesa-gesa Sasuke berjalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit. Onyx itu berkeliling mencari-cari sosok Sakura atau siapa saja dari teman-temannya yang sudah terlebih dahulu tiba di tempat ini. Sebelumnya dia sudah mendatangi beberapa ruangan untuk mencari Konohamaru. Dari mulai UGD di paviliun depan, ruang pemeriksaan umum sampai ruang rawat inap. Tapi menurut suster di bagian informasi mengatakan bahwa Konohamaru ada di ruang operasi. Sasuke mulai khawatir, apa kondisi Konohamaru sebegitu parahnya sampai harus dioperasi?

“Sasu!” panggil Gaara setengah berteriak.

Yang dipanggil langsung menghampiri. Sudah ada beberapa anggota Akatsuki yang berkumpul disana selain Matsuri dan Karin yang masih tampak terlihat cemas.

“Gimana kondisinya?” tanya Sasuke.

“Masih di dalam. Kami belum tahu.” jawab Gaara.

“Ada kabar tentang si pelaku?”

“Ya, tersangkanya berhasil tertangkap. Kakakmu dan kak Sasori terakhir kali menghubungiku katanya masih di kantor polisi untuk memberikan keterangan. Semoga saja sekarang sudah selesai dan secepatnya mereka datang kemari.”

“Aduh, kira-kira Konohamaru bisa selamat gak yah?” gumam Matsuri pelan.

Gaara sedikit menoleh, digenggamnya tangan gadis yang duduk di sebelahnya itu erat-erat, “Tenanglah. Dokter sedang berusaha menyelamatkannya. Kita tak bisa berbuat apapun selain menunggu dan berdoa.”

Sasuke melihat kesekeliling. Rasanya ada yang aneh, dirinya tak menemukan sosok Sakura disini. “Mana Sakura?” tanya Sasuke.

Karin dan Matsuri saling berpandangan.

“Karena tadi ada urusan, dia pamit pergi…” jawab Matsuri.

“Kemana?”

Baru saja Matsuri hendak menjawab, tiba-tiba terdengar derap langkah kaki Hinata dan Ino yang berlari-lari kecil menghampiri Karin sambil membawa sebuah bungkusan.

“Hei, kami sudah dapatkan uangnya.” kata Ino, “Mungkin sedikit, tapi setidaknya ini bisa membantu Konohamaru.”

Karin menerima bungkusan dari Ino itu, ada sejumlah uang didalamnya. Kemudian uang itu dia kumpulkan bersama uang sumbangan lainnya. Jumlahnya sudah cukup banyak, tapi tetap masih kurang dari setengah total jumlah uang yang dibutuhkan. Bagaimana ini, padahal mereka sudah berjanji pada pihak rumah sakit akan secepatnya membayarkan uang jaminan itu sementara Konohamaru ditangani lebih dahulu.

“Oh, iya. Kalau yang ini dari Sakura-chan.” sambung Hinata kemudian, dia serahkan sebuah kotak sepatu pada Karin.

“Apa ini?” tanya Karin disertai tatapan mata penasaran lainnya memandang kotak itu.

Dan rasa penasaran mereka pun terjawab, berganti keterkejutan begitu Karin membukanya dan mendapati ada banyak sekali uang dalam kotak itu. Entah ada berapa, yang jelas ada banyak. Berbagai macam pecahan uang logam dan kertas ada disana. Ini tampak seperti melihat isi sebuah celengan yang baru saja dipecahkan atau menemukan kotak harta bajak laut dengan jumlah tak ternilai.

“Heh, lalu dimana Sakura sekarang?” tanya Sasuke pada Hinata dan Ino.

“Dia bilang dia tak mau masuk. Katanya dia ingin sendiri. Jadi sekarang Sakura…”

sasusaku-daijoubu-sobani iru kara

Meski hujan yang mengguyur kota tadi sore telah reda, namun langit masih terlihat mendung. Menyisakan tetesan air di dedaunan pohon dan kubangan kotor di jalanan. Cahaya bintang dan bulan yang biasa terlihat di malam hari pun sama sekali tak tampak, terhalang awan hitam yang menggantung di atas langit sana. Matahari telah lama terbenam, membawa kegelapan dan angin dingin yang berhembus menerpa tubuh seorang gadis musim semi yang terduduk sendirian di anak tangga teras rumah sakit. Suasana kelam malam ini persis sama dengan suasana yang tengah melanda batin gadis itu sekarang.

Sebuah jaket biru donker perlahan menyelimuti bahu Sakura. Gadis itu mendongak dan dengan tatapan nanar sang emerald dia pandang sosok Sasuke yang berdiri di hadapannya. Sasuke menghela nafas, tersenyum tipis sebelum dia mengambil tempat dan duduk berdampingan dengan Sakura. Seakan mengerti keadaan gadisnya, Sasuke rangkul tubuh itu dan membiarkan Sakura menyandarkan kepala dibahunya. Sementara Sakura susupkan kedua tangannya melingkari pinggang Sasuke, mengeratkan pelukan seraya menangis menumpahkan kesedihan yang lama tertahan.

“Hhh―Sasu~… apa Konohamaru akan selamat? Hiks…hiks…” tanya Sakura lirih. “Aku takut sekali… bagaimana kalau nanti dia…”

“Stt, tenanglah. Iya, dia pasti selamat. Konohamaru pasti sembuh. Mungkin sekarang kita hanya bisa berdoa. Tapi selama kita masih berusaha dan percaya, aku yakin Tuhan pasti akan mengabulkan permohonan kita.”

“Sasuke, apa kau tahu aku terkadang membenci diriku sendiri? Diriku yang begitu suka uang dan taruhan. Merasa sebal ketika orang-orang disekitarku hanya memandangku dengan sebelah mata. Walau aku tampak tak peduli, tapi sejujurnya aku ingin aku membuang kebiasaanku itu. Apalagi saat ambisi untuk mendapatkan uang menutup akal sehat. Tak peduli dengan diri sendiri, mengorbankan apapun demi uang.”

Jeda sejenak. Sasuke terdiam menyimak apa yang dikatakan Sakura sembari membelai lembut rambut softpink-nya.

“Aku menyesal. Aku yang salah. Sasuke, akulah―akulah yang harusnya bertanggungjawab atas kejadian ini. Hiks…hiks… Ko―Konohamaru mungkin… hiks―jadi seperti ini karena aku…”

“Hei, apa yang kau bicarakan? Bukan salahmu. Itu cuma kecelakaan.”

“Tidak. Tidak. Tidak.” Sakura menggeleng. Gadis itu angkat wajahnya dan tampak jelas raut itu menunjukan penyesalan mendalam. “Ini benar-benar salahku. Kau tahu Sasu, apa yang sebenarnya dipungut dari tengah jalan oleh Konohamaru? Uang. Uang. Uang, Sasuke, dia pungut uang itu… coba kau bayangkan.”

“Memangnya kenapa?” heran Sasuke sama sekali tak mengerti apa yang diracaukan Sakura, “Tak ada hubungannya…”

“Uang yang dipungut Konohamaru itu punyaku!” jawab Sakura histeris, tangisannya pecah lagi. “Aku bodoh. Bisa-bisanya aku teledor memasukan uang kembalian itu kedalam saku celanaku. Harusnya cepat kusadari mungkin terjatuh di suatu tempat berbahaya yang ternyata memang mencelakakan Konohamaru. Kau tahu betapa cerianya dia saat kusuruh beli es krim? Dia terlihat senang sekali. Tapi tak kusangka, gara-gara aku… dia… Konohamaru… dia sampai harus mengalami hal mengerikan seperti ini. Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal. Ini salahku. Aku takut. Aku takut bagaimana kalau dia sampai…” Sakura menggeleng. Dia gigiti bibir bawahnya. Batinnya miris memikirkan keadaan ini sampai tak sanggup mengungkapkan perasaannya dalam kata-kata.

“Sakura. Cukup. Jangan salahkan dirimu!” Sasuke mencengkeram erat kedua bahu Sakura. “Dari mana kau tahu kalau uang yang dipungut Konohamaru itu punyamu? Bisa saja orang lain yang…”

“Kyaaa―tidak! Itu pasti punyaku. Aku melihatnya. Aku ingat uang lusuh yang dekil dan ada coretannya itu. Sama seperti yang kudapat dari tukang es krim di pinggir jalan. Uang itu harusnya tak terjatuh. Jadi Konohamaru tak akan sampai mengalami hal seperti ini. Tidak. Harusnya aku tak membiarkan dia pergi sendiri. Tidak. Harusnya aku berikan saja es krim punyaku. Harusnya aku…”

“Sakura, sudah! Kau jangan seperti ini. Ini semua kecelakaan.”

“Ta―tapi tetap saja aku yang…”

“Dengar!” bentak Sasuke, “Memangnya kenapa kalau uang yang terjatuh itu milikmu? Itu tak sengaja. Tak masalah kau membiarkan Konohamaru pergi waktu itu, dia tak akan mengalami hal ini kalau mobil si brengsek yang menabraknya itu tak mengebut, ugal-ugalan dan melarikan diri. Kau tahu sendiri kan Sakura, kalau Konohamaru juga tak mengharapkan kejadian ini menimpanya hanya karena dia pungut uangmu.”

“Uuuhhh―hiks…hiks…hiks…” Sakura masih sesegukan sementara Sasuke mencoba menenangkannya. Perlahan Sasuke seka sedikit demi sedikit air mata yang mengalir dari emerald yang sembab itu.

“Sakura, kau masih percaya adanya Tuhan?” tanya Sasuke, “Kau percaya kalau dengan izin-Nya Konohamaru pasti akan selamat? Apa kau masih percaya pada Konohamaru? Meskipun dia anak kecil nakal yang mungkin terkadang buatmu kesal, tapi kau percaya kan dia itu kuat dan sanggup bertahan melawan rasa sakitnya? Lalu apa kaupun masih percaya pada dirimu sendiri? Percaya kalau jauh di dalam lubuk hatimu kau yakin Konohamaru akan selamat?”

Sejenak Sakura tertegun memerhatikan Sasuke. ‘Kepercayaan’. Satu kata ini perlahan membangun perasaan Sakura menjadi lebih baik.

“Kau masih percaya padaku?” lanjut Sasuke, “Percaya apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu. Aku tak akan pernah membiarkanmu sendiri. Percaya kalau hari esok kita akan melihat Konohamaru bermain basket bersama lagi. Mungkin dia akan menantangmu memperebutkan uang, atau datang menghiburmu saat kau merasa sedih.” Sasuke mengangkat jari kelingkingnya kehadapan Sakura, sebelah alisnya terangkat menantikan jawaban Sakura atas pertanyaan yang diajukannya tadi.

Emerald itu menatap lekat sang onyx, seolah mencari keyakinan lain didalamnya. Setelah sebentar berpikir, perlahan Sakura angkat tangannya dan mengaitkan jari kelingkingnya pada Sasuke bersama-sama.

Sasuke senang melihatnya, “Bagus. Jadi kau percaya semua kata-kataku?”

“Kau tak bohong kan?” Sakura malah balik tanya.

Sasuke terkekeh, “Mau taruhan?” tawarnya, “Kalau yang kukatakan salah, kau yang menang. Dan yang kalah harus mengabulkan satu permintaan yang menang.”

“Hah? Kau menantangku. Kau mengajakku bertaruh? Tumben…”

“Kenapa? Takut?”

“Si―siapa yang takut?!” sanggah Sakura, “Rasanya aneh saja. Ini untuk pertama kalinya kau mengajakku bertaruhan. Seorang Sasuke Uchiha menantangku?”

“Untuk kedua kalinya.” sela Sasuke mengoreksi.

Sakura mengernyit tak mengerti. “Dua kali?”

Sasuke angkat sedikit sudut bibirnya, tersenyum miring, “Kau lupa kalau dulu aku juga sempat menantangmu?”

“Haa―kapan?”

Baiklah. Ini kesempatan bagi Sasuke untuk mengatakan suatu kebenaran. Misteri bagi Sakura yang akhirnya jawaban itu diketahui oleh Sasuke. Sesuatu yang bahkan dirinya sendiri masih belum terlalu percaya, kalau Sasuke merupakan bagian dari masa lalu Sakura. Alasan dibalik kegemaran Sakura terhadap uang dan taruhan…

“Sakura, apa aku boleh mengakui sesuatu?”

“Ngaku? Soal apa?” Lagi-lagi Sakura malah balik tanya, “Apa maksudmu? Kau punya dosa apa padaku, sampai harus mengaku segala?”

“Maaf.” ucap Sasuke. Onyx-nya sebentar mengerling. Tampak gugup sebelum kembali menatap lekat emerald. “Sakura, aku baru menyadarinya, kalau mungkin akulah yang harus bertanggung jawab atas kondisimu sekarang.”

HEE?!

Sakura makin mengeryit tak mengerti, “Bertanggung jawab atas kondisiku apanya? Aku tak sakit…”

“Err, maksudku bertanggung jawab atas kegilaanmu terhadap uang dan taruhan.”

“Hah?” Sakura sedikit miringkan kepalanya, “Maksudmu?”

“Begini. Aku sudah menemukan potongan yang satunya. Jadi aku mau bilang kalau sebenarnya aku ini…”

“SAKURA…!” teriak seseorang yang langsung memotong kalimat yang belum selesai Sasuke ucapkan.

Ugh, apaan sih?! Disaat penting begini kenapa malah ada yang ganggu? dengus Sasuke dalam hati. Diliriknya tajam kedua gadis blonde dan indigo yang baru saja tiba-tiba muncul dihadapan mereka.

“Operasi Konohamaru berhasil!” lanjut Hinata dan Ino nyaris bersamaan.

“Aaaa―benarkah?!” Suasana hati Sakura langsung berubah saat mendengar kabar itu. Seolah segala beban yang tadi bersemayam dalam dada kini seketika terangkat dan lenyap tak bersisa. Lega dengan perasaan haru namun bahagia bercampur menjadi satu. Bagaimanapun Sakura bersyukur, akhirnya Tuhan mengabulkan doanya. Konohamaru selamat. Berhasil melalui tahapan kritis. Tak terjadi hal-hal yang buruk menimpanya seperti sebelum ini dia pikirkan. Gadis itu bangkit, dia menoleh kearah Sasuke yang sekarang pun sudah berdiri di sampingnya, “Sasu~ kau benar. Ternyata aku memang harus percaya.”

“Hn.”

Sambil tersenyum Sasuke mengangguk kemudian seraya menggenggam tangan Sakura mereka berjalan masuk menuju tempat Konohamaru. Tak sabar ingin melihat kondisi anak yang sedari tadi siang sudah berhasil membuat semua orang jadi uring-uringan memikirkannya.

Soal pengakuan tadi, sepertinya untuk sementara masih akan Sasuke simpan.

.

.

.

.

~( $_$ )~

sasusaku-chibisasusaku-chibi

~( $_$ )~

.

.

.

.

“Hoek, gak mau. Aku gak mau makan makanan itu!” tolak seorang bocah berambut cokelat lekas katupkan mulutnya rapat-rapat.

“Apa kau bilang?!” sewot Ino.

“Lho, ke―kenapa? Ini kan enak.” cemas Hinata.

“Heh, kau bisa mati kelaparan kalau kau tak mau makan.” sambung Matsuri.

“Dan jangan berani berlagak sok pilih-pilih makanan ya.” lanjut Karin.

“Dasar bocah, cepat buka mulutmu! Jangan manja!” teriak Sakura.

“Hiiiiii~…!”

Mengerikan. Diancam dan ditatap tajam lima gadis cantik namun sangar bisa jadi menakutkan. Mereka semua menunggu jawaban. Akhirnya dengan sedikit terpaksa Konohamaru membuka lebar mulutnya dan sesuap bubur langsung melesat masuk kedalam. Meskipun tak suka dengan rasa bubur tim sayur yang hambar, tapi perlahan Konohamaru―sambil bergidik ngeri―dia coba untuk mengunyah makanannya.

“Uugh, gak enak~…”

“Ayo cepat, buka lagi mulutmu!”

“I―iya iya~…” desahnya pasrah.

Sudah lima hari berlalu sejak peristiwa itu. Kondisi Konohamaru sekarang perlahan membaik meski dia belum bisa duduk dengan tegak dan menggerakkan kepalanya, karena jahitan bekas luka setelah operasi belum mengering. Itulah sebabnya dia tak bisa melarikan diri dari situasi ini. Walau dari luar tampak harem dipandang orang. Konohamaru sekarang dilayani oleh lima orang gadis cantik di sekitarnya.

“Tch, sama-sama bubur tapi rasanya lebih enak buatan Teuchi-jisan.”

“Ini namanya makanan sehat. Makanya buatmu mungkin terasa lain dan aneh.” kata Matsuri kemudian kembali menyuapi bocah itu.

“Eh, kau itu kepengen banget makan buburnya Teuchi? Ya udah, entar lain kali aku bawakan.”

“Bukan itu.” Wajah Konohamaru berubah muram, “Aku tahu aku tak berhak meminta. Makanya aku jadi kepikiran. Biaya rumah sakit ini kan gak murah. Kalau cuma disuruh istirahat sama minum obat sih lebih baik aku secepatnya pulang ke basecamp. Supaya tidak merepotkan semua orang…”

Kelima gadis itupun terdiam dan hanya saling berpandangan. Sakura mengerti apa yang dirasakan Konohamaru, karena dirinya pun akan melakukan hal yang sama. Memaksa minta pulang kalau teringat berapa uang yang harus dikeluarkan meskipun itu untuk kebaikan dan kesehatan diri sendiri. Sakura melihat Konohamaru sekarang serasa bercermin melihat pantulan dirinya, mereka berdua betul-betul mirip kalau sudah memikirkan uang.

“Yo, bocah!” sapa Itachi yang nongol dari balik gorden dengan wajah so cool-nya, “Waah~ ciecie, lagi disuapin nih!”

“Pengen~…” gereget Kisame. “Asyik ya~…”

“Konohamaru, apa kabar? Makin sehat kan?” Sasori muncul dari balik punggung Itachi kemudian disusul Gaara dan Sasuke. Lalu seketika ruangan pasien itupun jadi penuh sesak dengan kehadiran mereka.

“Iih, jangan banyak-banyak. Besuknya gantian, entar dimarahi sama perawat loh.” ucap Karin, “Dua orang dulu.”

“Iya nih, jadi sempit. Bisa terjadi perebutan oksigen.” Sasori menyikut Gaara, “Sana, loe minggir kek!”

Gaara balas menyikut, “Kenapa bukan loe?”

Calm down guys!” kata Kisame sok nenangin keadaan, “Bangsal di sebelah kosong kan?” Cowok berwajah mirip hiu itupun langsung menyibakan tirai yang berada di dekatnya. Setelah penghalang disingkirkan, ruangan memang jadi terlihat lebih luas. Kisame langsung merebahkan badannya diatas tempat tidur yang kosong itu.

“Lumayan. Bisa tiduran bentar nih.” Kisame udah merem, beneran mau bobo di situ.

“Ehem, maaf kak Kisame, apa kakak tahu kalau anak yang sakit di situ kemarin malam meninggal?” tanya Sakura.

“WHAT?!” Kisame pun langsung loncat dari tempat tidur. Terlihat tegang menatap Sakura, “Yang benar?”

Sakura nyengir, “Bohong deng, hehehe~… aku bercanda.”

“Wkwkwkwk~…” Anak-anak Akatsuki lain langsung pada ketawa. Kisame bernapas lega lantas tiduran lagi, candaan Sakura tadi beneran bikin dia syok.

“Err, tapi gak tahu tuh. Gimana kalau emang beneran?” goda Sakura sekali lagi.

“Hiiiihhh~…” Kisame pun langsung bangkit dan mengusap wajahnya sembari beristighfar.

“Alah, dasar cemen. Tampang doang yang seram. Aslinya penakut.” sindir Sasori. “Ini kan rumah sakit. Wajar dong kalau ada kejadian kayak gitu. Bukannya udah biasa. Gak aneh, ckckck~…”

“Hn.”

Dengan cueknya Sasori langsung duduk di atas tempat tidur itu disusul oleh Gaara. Sedangkan Sasuke dan Itachi memilih tetap berdiri. Dan meski masih ragu tapi akhirnya Kisame pun ikut duduk juga di atas ranjang kosong tadi.

“Gimana kondisimu sekarang?” tanya Sasuke.

Konohamaru mengangguk, “Sudah baikan kak. Malah sekarang aku merasa sangat sehat, kalau bisa sih aku mau minta pulang sekarang.”

“Eh eh eh, mau ngibulin kita ya? Sehat dari mana? Masih sekarat gitu.” sela Sasori, “Mungkin masih sekitar dua mingguan lagi kau dirawat di sini.”

Konohamaru kembali terlihat kecewa, “Aduh, kok gitu sih kak. Aku beneran pengen cepat pulang. Aku gak mau nyusahin kakak-kakak lagi. Terima kasih semuanya. Aku gak bisa membalas semua kebaikan kakak-kakak. Makanya aku gak pengen tambah ngerepotin. Apalagi aku juga gak punya uang…”

Yang lain saling berpandangan, mengerti kalau yang dicemaskan Konohamaru itu pasti tentang biaya pengobatannya.

“Iya…” Sakura tiba-tiba menyela, “Kau memang menyusahkan. Makanya kau harus cepat sembuh.”

“Jangan buat kami khawatir lagi.” lanjut Sasuke.

“Ta―tapi kalau lama-lama di sini, nanti biayanya…”

“Tenang saja, semua sudah ada yang urus.” kata Itachi, “Akan ada yang bertanggung jawab kok. Aku sudah usahakan pelakunya mengganti semua kerugian materi maupun non-materi.”

“Benarkah?”

“Hn.”

“Syukurlah kalau begitu…”

“Eh Kono, apa kau sudah berterima kasih sama dewi penyelamatmu?” tanya Sasori menunjuk ke arah Karin dengan dagunya, “Katanya dia yang berusaha cepat membawamu kemari. Kalau waktu itu dia tak ada, entah nasibmu bagaimana…”

Karin yang tengah duduk di samping Konohamaru tersipu malu. Baru kali ini ada yang memuji atas kebaikannya.

“Terima kasih, kak Karin.” ucap Konohamaru lembut, “Padahal kakak gak kenal sama Konohamaru tapi kakak mau tolongin Konohamaru. Kakak udah cantik, baik lagi. Konohamaru jadi suka.”

JDEEERRR!

Sakura berbalik sebentar dan terkikik geli. Dasar gombal. Si Konohamaru emang jago jilat. Bisa-bisanya dia memuji Karin seperti itu. Belum tahu apa aslinya Karin gimana. Eh tapi, sepertinya Karin tak seburuk pikiran Sakura selama ini. Gadis berambut merah itu mungkin punya sisi baik dalam hidupnya. Terbukti dari perhatiannya terhadap Konohamaru sangat manusiawi (?)

“Iya sama-sama, cepat sembuh juga ya!” balas Karin sembari mengelus helaian rambut Konohamaru.

“Ho’oh tuh, beneran kudu buru-buru sembuh.” kata Kisame, “Banyak bola di lapangan sono kangen pengen loe sikat.”

“Jiahahaha~ ngomong aja loe males beres-beres karena sekarang gak ada Konohamaru kan?” timpal Sasori.

Kisame nyengir, ketahuan juga pikiran tersembunyi miliknya itu. Memang benar karena tak ada Konohamaru yang suka membereskan peralatan usai latihan, sekarang pada anggota Akatsuki harus membereskannya sendiri.

“Pokoknya kita gak mau tahu, kau wajib sembuh terus tanggung jawab.” lanjut Sasori sambil tunjuk-tunjuk wajah Konohamaru, “Karena secara gak langsung, kau itu udah bikin kita semua pada sial gara-gara kejadian kemaren.”

“Iya nih, aku sampai batal kencan sama si ayank gara-gara kelamaan urus laporan di kantor polisi.” keluh Itachi, “Padahal susah banget ngajak cewek rumahan itu keluar pas di malam minggu.”

“Heh, masih parahan gue-lah. Spion motor gue sampai potong gitu, kebanting pas nyerempet mobil si pelaku biar berhenti maju. Body-nya banyak goresan, jadi rusak gitu dah. Sekarang sama tuh, lagi dirawat juga di bengkel.” curhat Kisame.

“Wuah, dusta. Gak sampe segitunya kali~…” sanggah Sasori, “Gue juga lihat motor lu gak kenapa-napa. Motor bekjul rongsok gitu kan emang langganan bengkel.”

“Eh, udah jangan pada berantem.” Itachi coba melerai, “Tapi dari semuanya masih mending tuh, gak ada yang sesial my lovely baka ototou~…” dengan isengnya, si sulung Uchiha berniat godain si bungsu. Fufufufu~

“Hah?” Sasuke mengernyit, “Aku tak merasa sial.” bantahnya.

“Oh yah? Aku rasa kau pasti kesal setengah mati pas tahu Konohamaru kecelakaan?”

“Hn. Tentu saja kalau itu aku jelas kesal. Kalian juga merasa begitu kan? Kesal ingin hajar pelakunya.”

“Bukan itu…” potong Itachi, “Kau kesal karena gara-gara mendadak ada kecelakan itu kan kau jadi gagal…” Onyx miliknya sekilas melirik ke arah Sakura. Sambil tertawa GaJe Itachi sedikit majukan bibirnya. “Hehehe… muaah!”

Blush

Paham apa yang dimaksud sang kakak, wajah Sasuke perlahan merona merah. Tentu yang dimaksud Itachi adalah saat Sasuke hendak membersihkan krim strawberry di bibir Sakura. Saat dirinya hampir mencium gadis itu. Mustahil. Yang benar aja, si baka Aniki lihat?

“Fufufufu~ ciecie… coba gitu kalau diberi waktu sedetiiiiik aja, pastinya kalian udah gituan kan?!” goda Itachi sembari menyikut-nyikut pinggang Sasuke. “Tak kusangka diluar penampilanmu yang so cool, nyatanya kau sangat agresif, eh?! Suka nyosor duluan…”

“Sembarangan. Kapan aku…”

“Udah gak usah nyangkal. Aku maklumi kok. Orang pacaran itu emang dunia serasa milik berdua. Gak sadar kalau ada manusia lain yang juga pada ngontrak di situ. Kau pasti gak sadar kalau semak-semak di dekat pagar tempat parkir motor semua sudah di pangkas habis. Ya jelas-lah bisa kelihatan dari luar apa yang kalian lakukan. Berani juga kau, nekat siang bolong di tengah lapang gituan. Aah, tapi sialnya gara-gara ada tabrak lari, adegannya malah ke-cut. Padahal aku ingin lihat lagi~…”

“Lagi?” heran Gaara, “Jadi maksud kak Itachi, Sasuke sudah sering…”

“Iya. Mereka sering banget tuh. Dulu juga pernah… Huffff―”

Buru-buru Sasuke membungkam mulut Itachi sebelum lelaki itu kembali cerocos membeberkan semua hal yang diketahuinya pada orang lain. Mana disini juga ada Sakura pula. Duh, parah banget. Masalahnya Sasuke malas kalau nanti jadi bahan ledekan teman lainnya.

Itachi tak tinggal diam. ia terus berontak sampai akhirnya bisa melepaskan diri dari Sasuke.

“Apa sih?! Biasa aja kali. Emang kenapa kalau kau sering kissing sama Sakura…” cerocos Itachi cepat.

Wajah Sasuke semakin merona merah ketika mendengarnya. Apalagi ketika yang lain kini menatapnya dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Sasuke sedikit melirik ke arah Sakura. Untung saja sepertinya Sakura tak terlalu memerhatikan apa yang sedang diributkan oleh mereka saat ini. Sakura terlihat asyik mengobrol dengan Karin dan Matsuri.

Nii-san, jangan asal tuduh ya. Berhenti bersikap sok tahu!” bentak Sasuke, sedapat mungkin dia tahan kesabarannya. Berusaha tetap bersikap biasa.

“Yeh, aku kan memang tahu.” kata Itachi sambil nyengir. “Nah, gitu dong Sasu~… sekarang aku jadi yakin kalau kau juga cowok normal yang punya hasrat terhadap wanita.”

“Hoi, aku ini memang cowok normal.” protes Sasuke sebal. “Tapi kau tak perlu mengataiku dengan memakai bahasa vulgar gitu dong, baka!

Melihat pertengkaran duo Uchiha itu, Kisame, Sasori dan Gaara malah cekikikan, kemudian memihak Itachi dan ikut menggoda Sasuke. Keributan baru pun di mulai. Masing-masing tak mau kalah. Berusaha saling menjatuhkan. Saling membocorkan rahasia yang lainnya. Masih tetap mengelak dan membela diri. Dan semua itu semakin membuat suasana tambah kacau.

“WOI, BERISIK!” teriak Sakura, sontak langsung bikin kelima lelaki itu terdiam. “Ribut banget sih. Sadar dong, ini rumah sakit!” Sepertinya Sakura sendiri lupa, barusan dia juga malah teriak.

“Err, iya… maaf, Sakura-chan.” jawab mereka semua kompak.

Sakura memandang satu persatu wajah mereka yang tampak menyesal itu. “Ribut-ribut soal apa sih? Heboh banget.” tanya Sakura pada Sasuke.

“Hehehe~… soal kau dan Sasuke yang suka kis…”

BUGH… Sasuke menyikut keras perut Itachi.

“I―itaiiii…” ringisnya kesakitan, “Gak perlu main kasar gini kan Sasu, sakit baka!”

Urusai.” desis Sasuke sambil lempar deathglare.

“Kau berani padaku…”

“EHEM…!” Sakura mendehem keras, “Permisi tuan-tuan Uchiha yang terhormat. Kalau kalian masih mau ribut mending di luar aja sana! Gak kasihan apa sama Konohamaru? Ribut mulu daritadi…”

Konohamaru jadi tertawa kecil melihatnya.

“Kenapa ketawa, memang ada yang lucu?” tanya Sakura, “Kau berlagak seperti tahu apa yang sedang mereka bicarakan.”

“Iya kak, Konohamaru juga tahu kok, hehe~…” jawab Konohamaru sambil mengerling malu-malu.

“Soal apa?”

Dari balik tubuh Sakura, Sasuke sibuk memberi kode kepada Konohamaru, memohon agar Konohamaru tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

“Ehm, ini urusan cowok.” jawab Konohamaru.

Fiuh~ Sasuke merasa lega, ternyata Konohamaru mengerti.

“Urusan cowok…?”

Tadinya Sakura masih mau mengintrogasi mereka semua. Masih ingin tanya ini-itu. Tapi tak jadi, karena takutnya malah bikin suasana tambah berisik. Masa sih tadi dia sendiri yang menyuruh mereka diam, eh sekarang malah mau menyulut keributan baru. Akhirnya dengan sabar, Sakura mencoba untuk menahan diri. Mungkin benar, tak masalah bukan kalau cowok sekali-kali punya rahasia.

Satu per satu anggota Akatsuki yang menjenguk Konohamaru pun pamit pulang. Menyisakan Yahiko dan Konan yang kebetulan baru saja datang menjenguk. Perlahan kekhawatiran dalam diri mereka mulai sirna setelah mengetahui kondisi Konohamaru semakin membaik. Dan tentu saja yang paling merasa puas adalah Sakura.

“Terima kasih atas bantuannya. Kalau tak ada kalian, aku tak tahu akan bagaimana menghadapi situasi kemarin.” ucap Sakura sebelum mereka semua berpisah di depan pintu keluar rumah sakit.

“Santai saja Sakura, kau anggap kami ini apa, sampai harus merasa sungkan seperti itu.” balas Ino.

“I-iya, selama ada yang bisa kami lakukan, kami akan senang membantumu.” lanjut Hinata.

“Bukan hanya mereka berdua. Aku pun akan lakukan hal yang sama.” kata Karin.

“Dan tak ada salahnya bukan, sebagai teman kita memang harus saling tolong menolong.” Matsuri menambahkan.

Sakura tersenyum ketika mendengar ucapan mereka semua, “Iya, kalian benar. Kita semua berteman.”

Kemudian Sakura rentangkan kedua tangannya yang langsung disambut oleh keempat gadis lainnya. Sama-sama mereka berpelukan. Senang sekali rasanya ini seperti mengikrarkan janji ‘Persahabatan’. Terlebih untuk Karin dan Matsuri, Sakura masih tak percaya akan ada perdamaian nyata diantara mereka setelah beberapa waktu lalu semuanya masih berstatus sebagai saingan.

Karin dan Matsuri sejenak tertegun memerhatikan gadis musim semi itu berlari-lari kecil menghampiri sesosok lelaki tampan Uchiha yang sudah menunggunya daritadi. Perasaan apa ini, rasanya baru pertama kali mereka rasakan saat melihat pasangan pink dan raven itu berbahagia. Melihat ekspresi ceria dua orang itu, rasanya memunculkan perasaan hangat dalam hati Karin dan Matsuri. Ini tak seperti dulu, bukan panas karena cemburu dan hati perih seakan teriris. Melainkan perasaan hangat yang menenangkan―turut bahagia―ya, melihat Sakura dan Sasuke bahagia sepertinya kini biasa saja buat mereka. Mungkinkah segala dendam dalam diri telah terpendam dan mati.

“Tch, tak kusangka aku bisa berteman juga dengannya. Membayangkan hal ini sebelumnya dalam mimpi pun tak pernah. Sekarang malah kejadian. Konyol.” gerutu Karin pelan.

“Padahal dulu bermusuhan, sekarang malah berteman. Kok kesannya seperti mengibarkan bendera putih tanda menyerah.” lanjut Matsuri.

Karin-Matsuri saling menoleh dan berpandangan.

“Eeh, masa sih kau baru berteman dengannya sekarang?” heran Karin, “Bukankah kau itu teman mainnya Sakura?”

“Kau sendiri? Bukankah kau justru teman satu sekolahnya Sakura kan?” Matsuri malah balik tanya.

“Tu―tunggu sebentar. Jangan-jangan maksudmu…”

“Sakura itu dulu rival-ku.” jawab Matsuri.

“APA?!” cengang Karin sembari sedikit menggeleng pelan tak percaya, “Jadi kau pun pernah menantang Sakura?”

“Yeah, begitulah. Lalu entah sedang sial atau ini memang takdirku, yang jelas dia berhasil mengalahkanku.”

“Hihihihi~…” Karin tertawa kecil, “Kau tahu, sepertinya kita berdua punya banyak kesamaan.”

“Oh ya? Kita ini sama-sama pernah menantang Sakura taruhan.” tebak Matsuri.

“Dan kita kalah.” sambung Karin.

“Kita pernah jadi saingan gadis itu.”

Karin mengangguk-angguk, “Tapi sekarang kita malah berteman dengannya. Eh, ngomong-ngomong dirimu pernah menantangnya apa?”

One on one. Basket. Dan dia berhasil mempermalukanku. Aargh, yang benar saja, kenapa aku bisa sampai kalah sama amatir yang baru seminggu latihan basket coba? Nah, terus kau sendiri?”

“Aku? Hmm, aku kalah taruhan karena Sasuke lebih memilih Sakura.”

“HEE?! Maksudmu…”

“Aku saingan untuk memperebutkan Sasuke.”

“IIIIIHHHH?!” Matsuri menjerit histeris, “Kok sama sih?!”

“Jadi kita juga sama-sama pernah menjadikan Sasuke sebagai taruhan?”

“Yup, ternyata kita pernah menyukai cowok yang sama.”

“Hmm, dan kita sama-sama ditolak, eh?!”

“Karena Sakura.”

Karin mengangguk setuju.

“WAAAA…” Dua gadis itu berteriak dan spontan tertawa-tawa mengingat begitu banyak kesamaan diantara mereka berkaitan dengan Sakura.

“Ya ampun, bisa kayak gini juga ya pengaruhnya Sakura.”

“Iya, sepertinya begitu.”

“Hei, mungkin kita memang punya banyak kesamaan tentang Sakura, tapi tetap ada satu perbedaan.” kata Matsuri, “Seenggaknya aku sudah dapatkan cinta baru.” Matsuri segera menggandeng lengan Gaara yang baru saja datang menghampirinya, “Kenalkan, pacarku nih! Sabaku Gaara.”

“EEH?!” Karin sedikit terkejut mengetahuinya. Secepat itukah Matsuri mendapatkan cinta baru. Tak percaya Matsuri dan Gaara berpacaran. Karin jadi tak mengerti, bukankah Gaara itu sahabatnya Sasuke? Kok bisa sih? “Tch, jangan sombong ya. Kau salah besar menilaiku seperti itu.” Karin benarkan letak bingkai kacamata yang bertengger diatas hidung mancungnya. “Memangnya hanya kau saja yang dapat cinta baru? Aku juga…” Karin pun mengangkat telepon genggam miliknya yang baru saja terasa bergetar dalam saku celana rok mini jeans-nya. Sambil tersenyum dan sekilas mengedipkan sebelah matanya pamit pada Matsuri, gadis berambut merah itu berjalan menuju pintu keluar.

“Iya, iya beib, tunggu bentar ya sayang~ nih aku juga lagi jalan ke parkiran. Jadi kan kita hang out sekarang?” ucap Karin berbicara manja pada si penelepon di seberang sana.

Pada akhirnya dalam diri Matsuri maupun Karin sama sekali tak ada rasa penyesalan. Mungkin memang benar, sosok Sasuke bukan yang terbaik untuk mereka, begitupun sebaliknya. Yang jelas, hanya Tuhan-lah satu-satunya yang bisa memberikan keputusan siapa yang terbaik untuk siapa.

.

.

.

 

.

.

“Kyaaa… SASUKE!” panggil Sakura panik seraya menarik-narik t-shirt cowok itu supaya mendekatinya.

“Heh, jangan tarik kasar dong, meral nih baju.” protes Sasuke, “Ada apa?”

“Sini bentar. Itu. Itu lihat. Coba lihat itu!” Sakura heboh sambil tunjuk-tunjuk ke seberang jalan. Sementara wajahnya memperlihatkan ekspresi tak percaya dengan emerald melotot dan mulut setengah terbuka. “I―itu Matsuri, kan?” tanya Sakura.

“Hn.”

“Jalan sama Gaara.” lanjut gadis itu.

“Hn.”

“Gak aneh apa mereka jalan berdua? Pakai pegangan tangan segala. Jadi curiga nih, kok mesra banget sih kalau hubungan mereka cuma sebatas teman…”

“Kenapa memang? Wajar kan, toh mereka berdua itu pacaran.”

“WHAT THE…?!” cengang Sakura tak percaya, “Ma―Matsuri dan Gaara pacaran?”

Sasuke mengangguk mengiyakan.

“Sejak kapan? Kenapa kau tak memberitahuku, Sasu~?!”

“Eh, aku kira kau sudah tahu. Belakangan ini kau dekat dengan Matsuri. Cewek itu bukannya suka curhat-curhat gak penting soal cowok kan? Lagipula harusnya kau sadar kalau mereka berdua pacaran. Gaara begitu perhatian.”

“Huaaa―aku gak tahu sama sekali.” Sakura merasa dongkol karena ketinggalan cerita.

“Heh, memangnya penting buatmu tahu kalau GaaMatsu pacaran?”

“Tentu saja. Kalau tahu Matsuri sekarang sudah punya pacar, apalagi itu adalah Gaara, aku kan tak perlu lagi merasa risih bermesraan denganmu…” Sakura tertunduk, dia kerucutkan bibirnya.

“Risih?” Sasuke miringkan sedikit kepalanya, hendak membaca ekspresi Sakura. “Tch, jadi selama ini kau merasa risih bermesraan denganku?”

“Bukan. Bukan itu maksudku.” panik Sakura coba jelaskan sebelum Sasuke salah paham. “Aku―maksudku… aku merasa tak enak hati. Kau tak tahu sih gimana seramnya tatapan mata Matsuri setiap kali bertemu. Kesannya dia benci, tak suka, tak terima kalau aku ini sebagai…” Sakura tak meneruskan kata-katanya.

“Sebagai apa?” tanya Sasuke.

“Err, pacarmu.” jawab Sakura rada malu-malu.

“Siapa?” tanya Sasuke lagi.

“A―aku kan…” jawab Sakura, harap-harap cemas.

“Oh ya?” kata Sasuke berlagak dingin, kali ini lengkap dengan menampilkan wajah stoic andalannya. “Kau? Pacarku? Masa sih?”

Ekspresi wajah Sakura kaku dan pucat usai mendengarnya. Kata-kata Sasuke barusan majleb banget. Langsung tepat mengenai hati. Rasanya nyelekiiiittt. Bikin batin sakit.

“Begitu? Jadi salah, yaahhh?” desah Sakura penuh rasa kecewa, “Aku bukan…”

KYUT… Sasuke menyubit gemas pipi Sakura. “Bercanda.” ucapnya kemudian, “I’m just kidding, honey~…”

“Ugh,” Sakura segera menepis tangan Sasuke dan mengelus-elus pipinya yang jadi sedikit merah sekarang. “Kiddingkidding… bercanda apanya? Gak lucu tau!” gerutu Sakura kesal. “Hubungan kita bukan sesuatu yang bisa seenaknya kau bercandai, baka!”

“Berani juga kau bicara seperti itu, kau tak sadar apa? Padahal kau sendiri yang lebih sering mempermainkanku. Mempertaruhkan hubungan kita!” balas Sasuke tak mau kalah. “Lalu apa itu tadi? Kau bilang kau risih bersamaku? Yang benar saja. Kau pikir aku tak sakit hati mendengarnya.”

“Hei, aku kan sudah bilang, aku merasa risih itu ada alasannya.”

“Kecemburuan konyol.”

“Ugh, kau payah. Sama sekali tak paham. Kau tak mengerti sih gimana rasanya kalau ada di posisiku.”

“AARGH, IYA, STOP!” bentak Sasuke lekas hentikan pertengkaran tak penting mereka.

Ya ampun, sepertinya barusan mereka lupa kalau sekarang mereka masih ada di tempat umum. Beberapa orang yang berlalu lalang tampak memerhatikan. Malas dijadikan tontonan, Sasuke segera menarik lengan Sakura dan menyerahkan helm ber-google miliknya. Cepat menyuruh gadis itu naik di belakang jok Ducati-nya sebelum men-starter motor sport itu dan melesat pergi.

sasusaku-destiny-love

“Eh, Sasu~ dimana nih kita sekarang. Kok jalan pulangnya beda?” heran Sakura, celingak-celinguk memerhatikan jalanan sekitar ketika mereka malah memasuki sebuah lingkungan asing yang baru pertama kali ini Sakura lihat. “Kita mau kemana?” tanya Sakura untuk kesekian kalinya.

“Hn.” Sasuke tak menjawab. Pura-pura tak mendengar ucapan Sakura dengan dalih memakai helm dan sibuk konsentrasi berkendara. Padahal dibalik tameng full face itu sebuah seringai tertoreh di wajah tampan sang Uchiha. Fufufu~ lihat saja nanti Sakura, kau akan tahu.

Sakura sedikit cemas, “Kau tak akan mengajakku ke tempat yang aneh-aneh, kan?”

“Hn.” Sasuke masih sok cuek.

“Aku gak akan diapa-apain, kan?” Sakura mulai was-was, “Kau tak simpan sebuah rencana jahat untukku, kan?”

“Khekhekhekhe~…” Walau samar, tapi terdengar Sasuke terkekeh geli.

“Argh, turunkan aku sekarang juga!” teriak Sakura, “Aku mau pulang saja sendiri kalau kau tak mau bicara.” Sakura lepaskan dekapannya pada punggung Sasuke, namun… Ckiiit… “Kyaaaa…” refleks mendekap lagi pengaruh aksi-reaksi akibat Sasuke mengerem mendadak berhenti di lampu merah.

Sasuke menolehkan kepalanya, menatap gadis yang kini menumpukan dagu kecilnya bersandar diatas bahu kiri lelaki itu. “Tenanglah. Sebentar lagi juga sampai.” Lewat celah yang sedikit terbuka, terlihat sepasang onyx yang menyipit. Pastinya sekarang Sasuke sedang tersenyum. “Aku mau berikan kejutan untukmu.”

Setelah sekitar 20 menit berkendara. Akhirnya SasuSaku tiba juga di tempat tujuan. Sasuke lekas hentikan laju motornya. Sakura langsung bergerak turun dan melepaskan helm yang dikenakannya. Sebentar merapihkan helaian rambut soft-pink sebahu itu dan menyematkan kembali bandana merah favoritnya. Begitu pula dengan Sasuke, yang bercermin lewat kaca spion sekedar merapihkan tatanan rambut emo khasnya. Walaupun sedikit lepek tapi tetap mencirikan pantat ayam (?) *gimana caranya coba*

“Ini dimana sih?” Sakura celingak-celinguk memerhatikan sekitar. “Aneh. Aku yakin aku tak tahu tempat ini, tapi kok rasanya tak asing.”

“Yah, memang tak asing. Kau pasti tahu…” Sasuke sekilas tersenyum sebelum dia layangkan pandangannya kearah depan.

Sakura ikuti dan gadis itu sesaat terperanjat melihat apa yang nampak dihadapannya. Benar-benar diluar dugaan Sasuke mengajaknya ke tempat ini. Sebuah bangunan yang lebih dari 30 tahun berdiri di sana. Temboknya yang dicat berwarna-warni berhasil menyembunyikan kesan kolot didalamnya. Mungkin karena sore suasananya sunyi, tapi sisa-sisa keceriaan di pagi hari masih terasa.

Tiupan angin sore memainkan dedaunan pohon yang tumbuh dengan kokoh di halaman. Rumput-rumput liar di sekitar jalan menuju kedalam bangunan itu pun ikut bergoyang. Sejenak kenangan masa lalu menyelimuti Sakura. Entah sudah berapa lama dirinya tidak pernah melihat tempat ini, yang jelas Sakura merasakan adanya kerinduan.

“TK Genin.” gumam Sakura lantas memandang Sasuke, “Kau membawaku kemari?”

Sasuke mengangguk mengiyakan. “Aku tahu, ini mungkin tempat yang paling ingin kau kunjungi sekarang.”

“Ta―tapi darimana kau tahu kalau aku dulu pernah sekolah di sini?”

“Hn.” Sasuke tak menjawab, lelaki itu malah berjalan mendekati pagar. “Kau tak ingin masuk?”

“HAH?!” Sakura cukup terkejut mendengar tawaran Sasuke. Gadis itu berjalan mendekat, “Hmm, sejujurnya sih ingin, tapi gimana caranya? Kau lihat sendiri kan kalau pintu gerbangnya terkunci.”

Satu ide gila terlintas dipikiran Sasuke. Cowok itu tiba-tiba mencengkeram kuat pagar teralis besi yang ada dihadapannya, lantas dengan lincah segera melompat bergerak memanjat pagar tersebut. Sakura melohok tak percaya melihatnya. Nekat banget sih nih orang menerobos masuk secara ilegal.

“Ayo kau juga… cepat panjat!” kata Sasuke yang sudah berada di seberang pagar.

“Apa? Panjat?” cengang Sakura.

“Iya. Masa sih kau bisa taklukan pohon akasia di sekolah setinggi lebih dari 8 meter, sedang ini cuma pagar doang gak bisa?”

Eh eh eh, apa maksudnya barusan? Dia meremehkanku. Nantangin nih? Awas ya!, batin Sakura.

Tanpa banyak bicara dan berpikir lagi, Sakura pun langsung memanjat pagar besi setinggi dua meter itu. Mungkin tak secepat Sasuke tadi melakukannya, tapi akhirnya gadis itu berhasil melewati pagar itu.

“Hehe, gimana? Aku bisa juga, kan?” kata Sakura sedikit berbangga diri.

“Hn. Lumayan. Ini baru pacarku.” puji Sasuke. Sambil terkekeh dia acak-acak sedikit pucuk kepala Sakura―gemas.

Keduanya lantas berjalan menuju halaman belakang bangunan sekolah itu. Ada banyak permainan khas anak TK di sana. Dari mulai serodotan, ayun-ayunan, jungkit-jungkitan, palang besi, halang rintang sampai odong-odong juga ada dan beberapa jenis permainan lainnya. Dari situlah Sakura mulai sedikit bercerita tentang masa kecilnya pada Sasuke. Memberi tahu sedikit kenangannya di tempat ini.

“Kenapa tertawa?” tanya Sasuke ketika melihat Sakura tertawa-tawa sendiri sembari memandang kearah sebuah pohon jambu di halaman itu.

Sakura menoleh, masih tertawa kecil, “Hihihihi~ enggak. Aku barusan hanya teringat padanya.”

“Siapa?”

“Seorang anak yang pertama menantangku.”

“Cinta pertamamu?”

“Wkwkwkwk~…” Sakura ketawa ngakak, “Ngaco. Apanya yang cinta pertama. Bukan kok, dia hanya kuanggap special karena kehadirannya membawa pengaruh besar dalam hidupku.”

Sasuke sedikit kerucutkan bibirnya. Lelaki itu mendekati Sakura yang tengah terduduk santai diatas kursi sebuah ayunan. Lengannya bergerak meraih―merangkul bahu kecil gadisnya dari belakang, seraya menyenderkan kepala raven itu didekat jenjang leher sang gadis.

“Aku cemburu.” desah Sasuke, berbisik di telinga Sakura. “Beraninya kau anggap lelaki lain selain aku special di hatimu.” Sasuke sedikit menggoda Sakura, walau tahu dengan pasti siapa ‘lelaki’ yang dimaksud Sakura sebenarnya.

“Hei, dia cuma bocah ingusan. Aku bahkan tak benar-benar mengenalnya.”

“Tapi dia jadi penting buatmu karena dia orang yang paling bertanggung jawab atas kegilaanmu terhadap uang dan taruhan kan?” Sasuke menambahkan.

Sejenak Sakura menghela, “Kurasa kau benar. Aku tak tahu akan bagaimana hidupku kalau aku dulu tak pernah bertemu dengannya. Ada perasaan kesal saat aku kalah taruhan, disindir, dimaki, dipandang rendah orang karena gila uang. Terkadang dapat banyak masalah karena sering ikut tantangan. Aku benci saat hidupku jadi susah karena kebiasaanku itu. Banyak target yang harus kukejar. Misalnya sudah jadi kewajibanku setiap minggu uang tabunganku harus bertambah sekian ryo. Baru terpikirkan sekarang kalau aku mungkin terlalu ambisius dalam masalah uang. Hahaha~… gara-gara dia aku suka uang dan taruhan. Gara-gara dia hidupku jadi rumit. Dan aku mungkin membencinya.”

Perasaan bersalah menyelimuti Sasuke. Dirinya tak tahu kalau Sakura punya perasaan seperti itu terhadap anak yang pertama kali menantangnya ketika masih kecil. Menyimpan penyesalan, perasaan tak suka terhadap anak yang menyebabkan Sakura begitu tergila-gila dengan uang dan taruhan. Anak yang tak lain adalah dirinya sendiri.

Ya, benar. Bocah itu adalah Sasuke. Sasuke-lah yang menyebabkan Sakura seperti sekarang. Sasuke adalah hal penting dalam masa lalu Sakura dan Sakura sendiri belum menyadarinya. Belum tahu kalau itu adalah Sasuke. Padahal mereka begitu dekat.

“Iih, aku jadi penasaran ingin bertemu dengannya.” kata Sakura sedikit terdengar kesal, “Benar-benar penasaran ingin lihat seperti apa tampangnya sekarang. Seingatku dulu dia sangat nakal. Nakalnya sampai gak ketulungan. Jangan-jangan sekarang tuh anak malah jadi tambah bejat. Paling enggak jadi ketua gank yang hobinya malakin orang dan berbuat keributan―semacam preman kampung gitu-lah. Suka tawuran, sok nge-bos, sering terjaring razia polisi. Aah, masih mending deh kalau seandainya dia sekarang tak mati karena over dosis narkoba. Ckck~ seram…”

HAA?! Bejat? Jadi ketua gank? Preman kampung? Ikut tawuran? Mati over dosis?

Aku kan tak seperti itu!, batin Sasuke. “Sakura, kau jangan asal tuduh.” protes Sasuke, “Maklum dong kalau cowok sedikit nakal dan tak tahu aturan. Tapi siapa tahu saja dia malah jadi anak baik-baik, berprestasi di sekolah, jago main basket, punya banyak fansgirl dan pacar yang cantik sepertimu.” Eh, Sasuke narsis banget.

“Wkwkwkwk~…” Sakura tertawa ngakak, “Ya ampun, memangnya ada cewek yang mau sama bocah liar kayak dia? Hah, kasihan…”

‘Liar?!’ Kata itu benar-benar bikin Sasuke tambah down.

“Hei, kenapa sih Sasu, daritadi malah belain anak itu terus…”

“Err,” Sasuke gelagapan. Waduh gimana nih, apa aku harus mangatakan hal yang sebenarnya pada Sakura sekarang?, “Itu wajar saja kan, karena aku ini…”

“Sesama kaum lelaki.” potong Sakura cepat. Dia lepaskan dekapan Sasuke dan memilih berdiri melanjutkan nostalgianya. “Sudahlah, untuk apa kita membicarakan bocah itu, sama sekali tak penting.”

“Hn.” Sasuke kembali urungkan niatnya. Mungkin saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukan kebenaran yang ada.

Suasana mendadak hening, hanya terdengar suara angin sore yang berhembus memainkan dedaunan dan denyitan suara rantai ayunan besi yang diduduki Sasuke. Lelaki itu masih sibuk dengan perasaannya sendiri. Dilema antara harus jujur atau tidak pada Sakura. Pandangannya tak beralih dari sosok Sakura yang saat ini sedang masih menyelami masa lalunya.

Sasuke-uchiha-cosplay

“Sakura!” panggil Sasuke. Yang dipanggil cuma mendehem. “Apa kau benar-benar ingin bertemu bocah itu?” tanyanya.

“Entahlah, kalau kebetulan bertemu ya syukur. Kalau tidak juga aku tak akan repot-repot pergi mencarinya. Aku sama sekali tak tahu keberadaannya. Bahkan cuma sekedar nama pun aku tak ingat. Sebenarnya aku bukan lulusan TK ini. Tak sampai satu semester aku terpaksa harus pindah keluar kota. Meski sebentar, tapi kenangannya tetap kubawa sampai sekarang.”

“Ehm, kalau seandainya kalian bisa bertemu, apa yang akan kau lakukan? Kau akan memarahinya? Memakinya? Menghajarnya?”

“Mungkin saja. Kau tahu kan dia yang buat hidupku rumit. Tapi… sepertinya kalau bisa sungguh bertemu dengannya, aku akan bilang kalau aku sangat berterima kasih padanya.”

“Eh, kenapa?” heran Sasuke.

“Karena aku menyadari ternyata ada banyak kebahagiaan yang aku peroleh dibalik itu semua. Karena aku gila taruhan. Karena aku money lover. Coba kau pikir, aku mungkin tak bisa membantu Konohamaru kalau aku tak punya banyak uang. Aku tak bisa berbaikan dengan Karin dan Matsuri kalau bukan karena taruhan. Dan kau tahu apa yang paling berharga yang aku dapat dari itu semua?” Sakura itu menatap Sasuke lekat sembari tersenyum, “Karena aku memilikimu…”

Wuuuss

Semilir angin sore berhembus. Memainkan anak-anak rambut raven Sasuke. Dia masih terduduk di ayunan. Hatinya berdesir. Rasanya tak percaya ketika mendengar Sakura mengatakan semua itu. Berterima kasih? Sakura menyimpan perasaan seperti itu juga terhadapnya? Bersyukur karena memilikinya?

“Eh, tapi tentu saja yang paling buat hidupku bahagia sebagai money and gamble lover karena aku jadi punya banyak uang sekarang. Hahaha… coba kau tebak berapa banyak uang yang berhasil kukumpulkan selama sepuluh tahun melakukan taruhan?” tanya Sakura.

“Lebih dari 4 juta ryo. Semua uang yang kau berikan untuk pengobatan Konohamaru adalah hasil kerja kerasmu selama ini?”

Sakura mengangguk, “Benar, kan? Akhirnya kebiasaanku ini berguna juga buat orang lain.”

“Kau tak menyesal?”

Sakura menggeleng, “Sama sekali tidak. Syukurlah kalau itu bisa membantu. Lagipula katanya uangku akan diganti sama pelaku tabrak lari itu. Fufufufu~ jadi tenang saja karena aku tak akan kehilangan sepeser pun. Malah sepertinya aku akan minta lebih, hahahaha~…” Mulai lagi tuh, Sakura kalau bahas soal uang jiwanya akan melayang. “Aah~ tapi sial. Sampai uangku itu diganti, hartaku sekarang habis. Aku gadis miskin menyedihkan. Gak punya apa-apa lagi.” Teringat kondisi dompetnya, secepat itu ekspresi Sakura berubah muram. “Yang tersisa, hartaku yang terakhir cuma…” Sakura mengeluarkan semua isi dompetnya dan memperlihatkan recehan uang logam miliknya, “Tinggal berapa lagi nih? Ditambah uang seribu yang robek ini…”

Sasuke bangkit dan berjalan menghampiri Sakura yang masih sibuk menghitung uang recehan miliknya. Tiba-tiba saja Sasuke memeluk erat Sakura dari belakang.

“Ekh, Sasu~ apaan sih? Kok tiba-tiba…” Sakura yang terkejut sedikit panik berusaha melepaskan pelukan Sasuke.

“Diam dong!” bisik Sasuke lembut di telinga Sakura, “Sebentar. Ada yang ingin kukatakan.”

Dibisiki seperti itu membuat jantung Sakura berdetak semakin kencang. Rasanya aneh. Sakura bisa merasakan setiap degup jantung Sasuke yang berpacu beriringan dipunggungnya. Terlebih lagi keheningan sesaat diantara mereka membuat Sakura semakin gugup, bingung harus bagaimana selain menunggu Sasuke selesaikan maksudnya.

“Aku akan memberitahumu satu hal.” lanjut Sasuke, “Ini benar-benar sesuatu yang penting bagi kita. Tapi berjanjilah kalau kau tak akan marah dan membenciku setelah aku katakan semua.”

“Tentang apa?” tanya Sakura. Sasuke serius sekali, pikirannya kini malah menjalar pada hal-hal negatif, “Jangan-jangan kau…”

Punya cewek lain? Selingkuh? Mendua? Mentiga? Atau ternyata Sasuke mau mengungkit masa lalu tentang Sakura yang money lover dan hobi taruhan? Jangan bilang kalau Sasuke malah minta putus lagi!… Otak Sakura dipenuhi beragam pikiran kotor.

Perlahan Sasuke melepaskan pelukannya. Tangan kirinya menyusuri tangan kiri Sakura yang menggenggam uang recehan, membantu menengadahkan. Sedangkan tangan kanan Sasuke yang terkepal terangkat kehadapan Sakura. Kelima jari itu terbuka. Sasuke menjatuhkan benda dalam kepalannya keatas telapak tangan Sakura.

“Kau punya pasangannya?” tanya Sasuke.

Sakura terhenyak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebuah potongan kertas lusuh yang diberikan Sasuke sama persis seperti yang dimilikinya. Potongan uang seribu ryo satunya lagi itu ternyata ada pada Sasuke?

“I―ini…” Sakura bahkan tak bisa berkata-kata saking tak percayanya. Matanya bergantian menatap Sasuke dan potongan uang yang ada di tangannya. “Masa sih, kau…”

Dengan perasaan sedikit ragu Sakura mengambil potongan uang tersebut dan menyatukannya dengan potongan uang lain miliknya. Sekarang gambar kumparan lambang Konoha yang menjadi icon dari uang itu kembali menyatu. Benar-benar cocok, bahkan nomor serinya pun sama. Ternyata benar, uang yang ada di tangan Sasuke itu merupakan pasangan dari uang yang ada pada Sakura. Berarti Sasuke benar-benar teman masa kecilnya Sakura.

“Kau? Si Bocah itu…?” Sakura yang berbalik menangkup wajah tampan Sasuke.

Sasuke mengangguk, “Uchiha Sasuke. Kelas nol besar B, kelompok kumbang.”

“Hah? Ha ha ha ha…” Sakura tertawa hambar. Emerald itu nampak sedikit basah. Apa saking terharunya Sakura jadi ingin menangis? “Sa―Sasuke aku, aku…”

“Hn?” Sasuke tersenyum miring, “Kau senang bertemu denganku, Haruno Sakura?”

BUGH…

Diluar dugaan Sakura malah memukul keras bahu Sasuke, membuat lelaki itu meringis kesakitan.

“Aaw… apa sih?!”

“SEBAL! MENYEBALKAN! UCHIHA SASUKE NO BAKA!” teriak Sakura, “Kenapa baru bilang sekarang kalau itu kau?!” Sakura masih memukul-mukul dada Sasuke. “Gila. Gila. Kau mempermainkanku. Aku malu, baka! Kau pasti menertawakanku setiap kali aku cerita tentang masa laluku. Dasar!”

Sasuke cuma nyengir menerima setiap pukulan Sakura. “Hei, aku juga baru tahu belum lama ini. Kalau sebelumnya kita pernah bertemu. Masa kecil. Meskipun waktu itu adalah pertemuan pertama dan terakhir kita, tapi bukan hanya kau seorang yang menganggapnya berarti.”

Sakura menatap Sasuke dan berhenti memukulnya, “Apa kata-katamu bisa kupercaya?”

“Hn.” Sasuke mengangkat sebelah alisnya, “Bukannya kita sudah sepakat. Kalau kau akan selalu percaya padaku.”

“Ugh,” Sakura kerucutkan bibirnya.

Sasuke memandang kearah langit yang mulai tampak kemerahan di arah barat, “Mau lihat matahari terbenam?”

“Memangnya bisa?” Sakura balik nanya.

“Hn.” Satu senyuman tipis tergores di wajah pemuda itu. Onyx-nya mengerling mengalihkan pandangan kearah pohon jambu yang terletak tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang. “Mau taruhan?” tantangnya pada Sakura.

Sakura yang mengerti maksudnya segera memasang kuda-kuda―bersiap bertarung, “Baiklah. Kali ini aku pasti bisa mengalahkanmu.” Gadis itu langsung berlari menuju pohon dan mulai memanjat sedikit demi sedikit.

Tak mau kalah, Sasuke pun lekas menyusul dari belakang. Sekali lagi dalam pikiran keduanya langsung terlintas kenangan masa lalu mereka. Disini. Di tempat ini semuanya dimulai. Pertengkaran kecil karena selembar uang. Taruhan pertama yang dilakukan Sakura. Sasuke yang dengan sengaja merobek uang itu menjadi dua. Setelah menunggu sekian lama akhirnya tiba juga saat dimana mereka bertemu kembali dan bersama-sama menyelami masa lalu itu.

“YEAH!… Akhirnya aku bisa mengalahkanmu!” teriak Sakura yang sudah sampai duluan di dahan tertinggi.

“Tch, jelas saja kau menang. Barusan kan aku ngalah.” balas Sasuke seraya meraih batang terakhirnya kemudian duduk di sebelah Sakura di atas pohon itu.

“Huu, gak mau mengakui kekalahan nih?” cibir Sakura.

Sasuke hanya tersenyum.

Sejenak keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Setiap kali senja tiba, entah kenapa selalu terlihat berbeda bagi Sasuke dan Sakura bila mereka tengah bersama. Selalu terlihat lebih indah. Langit yang tampak kemerahan itu dengan matahari yang perlahan mulai tenggelam bersembunyi dibalik atap rumah, bayang-bayang gedung tinggi dan pepohonan yang mulai menghalangi pancaran cahayanya.

“Sasuke, setelah tahu kalau si bocah itu adalah kau, aku tak tahu sekarang harus bersikap bagaimana.” ucap Sakura tiba-tiba. Sasuke hanya mengernyitkan dahi tak mengerti. “Kau selalu saja berbuat banyak hal untukku. Karena kehadiranmu, beragam perasaan pernah aku rasakan. Ada banyak kebahagiaan yang kudapat ketika kita bersama-sama seperti ini. Aku bahagia.”

“Hn.”

“Dan maaf. Sebenernya aku pun sangat menyesal. Kalau ternyata aku lebih sering menyusahkanmu. Menjadikanmu ajang taruhan pasti sangat menyakitkan hatimu. Aku tak bisa bersikap manis dan lebih perhatian. Mungkin aku mengecewakanmu. Lalu, ehm, apa lagi ya? Haha~ sepertinya aku punya banyak kesalahan padamu, sampai aku bingung mau bilang apa. Aku tak bisa bicara panjang lebar. Pokoknya, intinya…” Sakura menghela napas, “Aku sangat sangat sangat berterima kasih padamu. Kau hadir dalam hidupku sekarang.”

“Sama-sama, Sakura.” Sasuke tersenyum dan mengelus lembut pucuk kepala berhelaian merah muda itu.

“Nah, sebagai bukti penyesalanku yang pernah menjadikanmu taruhan, sekarang kau mau minta apa dariku sebagai hadiah?” tanya Sakura, “Aku akan berusaha mewujudkan satu keinginanmu. Katakan sekarang?!”

“Keinginanku?”

Sakura mengangguk.

“Serius?” Sasuke menatap tak percaya, “Akan kau kabulkan?”

“Iya. Ayo bilang apa maumu?! Semua pasti akan aku tanggung.” ucap Sakura sambil menepuk dadanya.

Sasuke melihat adanya kesungguhan dalam emerald. Sepertinya Sakura tak main-main. Sejenak dirinya berpikir tentang satu keinginan yang akan ditanggung oleh Sakura.

“Aku boleh minta apapun?” tanya Sasuke.

“Yup, tentu aja. Aku sedang berbaik hati, jadi aku akan belikan apapun maumu dengan uangku sendiri. Oh iya, satu lagi…” Sakura sebentar merogoh saku celananya dan menyerahkan selembar amplop berwarna biru muda pada Sasuke, “Sudah lama aku ingin mengembalikan ini padamu.”

Dengan perasaan yang berdebar Sasuke membuka isi amplop itu. Didalamnya ada uang. Sasuke mengernyit. Dia sama sekali tak mengerti kenapa Sakura memberinya sejumlah uang.

“Itu uang yang pernah kau lempar―ehm, berikan padaku. Harusnya dulu aku tak ambil uang itu. Mungkin kau pernah menganggapku sebagai gadis kotor dan rendahan. Tapi, sungguh aku tak benar-benar bermaksud untuk menerimanya. Sejak kuambil uang itu, sekalipun uangnya tak pernah kupakai dan memang aku benar-benar berniat mengembalikan itu semua padamu. Maaf, baru sekarang kulakukan.”

Sasuke tertegun mendengarnya. Ingatannya sekilas kembali di sore hujan yang dingin dan kelam yang menyimpan kenangan menyakitkan hubungan mereka. “Aku juga minta maaf. Waktu itu tak seharusnya aku memperlakukanmu seperti itu.” Sasuke sedikit menyesal. Yakin batin Sakura terluka, saat dia sempat merendahkannya dulu.

Sakura mengangguk. “Tak apa Sasuke, aku mengerti.”

“Ok, sekarang balik lagi ke permintaanmu. Apa?” tanya Sakura antusias, “Tapi kalau bisa jangan yang mahal-mahal. Hartaku sekarang tak banyak. Bahkan yang tersisa sekarang cuma ini…” Sakura mulai asyik menghitung recehan uang di tangannya. “Ayo cepat bilang! Cuma jawab tentang keinginanmu saja lama amat sih. Aku serius Sasuke, nanti pas uangku sudah diganti oleh pelaku tabrak lari Konohamaru, aku pasti akan belikan apapun barang yang kau minta.”

“Boleh aku tak minta barang?” tanya Sasuke.

Sakura mendongakkan kepala melihat kearah Sasuke, sebentar meninggalkan aktifitas hitung uangnya. “Memang apa yang kau minta?”

“Janji ya kau mau tanggung semuanya!”

Sakura mengangguk mantap, “Iya, baiklah, aku janji. Tapi ingat, kalau yang mahal-mahal gak bisa aku kasih sekarang. Jadi kau harus bersabar dulu sampai uangnya kudapatkan.”

“Tenang saja. Keinginanku ini tak mahal. Kau bahkan tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun.”

Sasuke mendekatkan wajahnya dan menatap Sakura lekat-lekat. Sakura jadi salah tingkah didekati seperti itu.

“A―apa keinginanmu?” tanya Sakura gugup, tapi sedapat mungkin dia sembunyikan perasaan berdebar miliknya yang melanda.

“Keinginanku tentang dirimu…”

“Te―tentang aku apa? Jangan bilang kalau kau ingin minta semua uang tabunganku!”

“Buhhh~…” Sasuke terkekeh, “Ya ampun, yang benar saja. Kau berikanpun aku tak akan terima. Bukan itu…”

“Lalu…”

“Sakura, jadilah milikku selamanya…” bisik Sasuke mengincar bibir cherry menggairahkan Sakura.

Sasusaku-kiss you

Sedikit lagi, namun…

Cring… cring… cring… Saking tegangnya tak sengaja uang recehan dalam genggaman Sakura berjatuhan ke bawah. Langsung menghentikan maksud Sasuke untuk menciumnya.

“Ops, sorry. Hehehe… maaf. Waduh, uangku jatuh. Aku ambil dulu ya.” kata Sakura sengaja melarikan diri. Tanpa memandang wajah Sasuke buru-buru turun dari atas pohon.

“Hhhh~…” Pemuda Uchiha itupun sweatdrop. Sejenak menghela nafas panjang dengan ke-bete-an tingkat dewa. Tch, lagi-lagi seperti ini. Sial. Kenapa disaat aku mau cium dia pasti aja situasinya gak mendukung, batin Sasuke kesal.

Tak lama dia pun putuskan ikut turun dari pohon. Karena sepertinya Sakura tak akan kembali dan melanjutkan acara yang tadi.

“Sakura!” panggil Sasuke sembari menahan tangan gadis yang sibuk memungut dan mencari-cari kepingan uang recehnya di rerumputan.

“Iya.” Sakura menoleh.

“Bisa gak sih kau lebih memikirkanku dibandingkan dengan uang-uang itu? Sebentar saja…”

“Eh?!”

CUP~

Sasuke-sakura-kissu

Didalam hangatnya cahaya matahari senja sore itu, sejenak ada sedikit kesunyian yang menggetarkan hati. Pipi yang perlahan merona merah, degup jantung yang jadi abnormal, serta bibir yang kini sedikit basah.

“Kau tak marah, kan?” tanya Sasuke sedikit ragu melihat Sakura yang terdiam menunduk usai mereka berpagutan. Apa barusan dia terlalu memaksa?

BUGH… Sakura meninju bahu Sasuke.

“Awas ya! Kalau ada satu keping uangku yang hilang, kau harus ganti semuanya lima kali lipat!”

Sasuke terkekeh mendengarnya. Walau gadis itu tetap tak berubah bersikap lebih manis dan perhatian, menomor-satukan hal yang dia suka. Uang dan taruhan. Tapi itulah sosok Sakura yang Sasuke kenal. Baik dan buruknya, semua itu adalah bagian dalam diri Sakura yang harus Sasuke terima. Dan tanpa ragu Sasuke menyukai sosok Sakura yang seperti itu.

Sementara Sasuke lingkarkan kedua tangannya di pinggang Sakura, Sakura lingkarkan kedua tangannya di jenjang leher pemuda itu. “Dasar mesum! Ini sekolahan tau…” gerutu Sakura sembari tengadahkan wajahnya.

“Tempat kenangan kita…” bisik Sasuke. Kedua hidung bersinggungan, dia miringkan kepalanya. Onyx dan emerald terpejam, jarak kembali terhapuskan.

Sasuke-sakura-kiss-

“KYAAA…” jerit Sakura.

“Kenapa?” tanya Sasuke sedikit khawatir menoleh kearah Sakura yang berjongkok memunguti kepingan uang recehnya yang terjatuh.

“Sasu~…” panggil gadis itu, wajahnya hampir mau menangis.

“Hn?”

“Uangnya… uangnya hilang dua ratuuuussss~…”

Sasuke sedikit bernapas lega. Kirain ada apa, tahunya cuma kehilangan uang dua ratus ryo doang. Eh, tapi tunggu bentar. Sepertinya akan ada hal lain yang lebih mengheboh terjadi.

Grep

Sakura mencengkeram erat baju Sasuke. “Ayo cepat ganti uangku! Hilang dua berarti semuanya seribu ryo!”

“Seribu? Mahal amat.”

“Eh, dibilangin satu keping hilang diganti lima kali lipat.” kata Sakura keukeuh maksa. “Kau akan menggantinya, kan?!”

“Iya. Iya, aku ganti.” kata Sasuke kemudian onyx-nya melirik kearah gerbang, “Tapi kalau kau berhasil mengalahkanku. Ayo kita taruhan lagi?”

“Enggak!” tolak Sakura.

“Eh, kenapa?” heran Sasuke.

Sakura nyengir, “Karena kau yang akan kalah!” gadis itu langsung ngacir tanpa kasih aba-aba.

“Oi, Curang!” teriak Sasuke berlari menyusul Sakura.

“Hahahaha…”

Banyak hal yang telah dialami oleh Sakura sejak bertemu dengan Sasuke. Meskipun hari ini terasa indah, tapi gadis itu tahu kalau ini bukanlah akhir dari petualangannya. Sakura mengerti akan satu hal. Bahwa baik dan buruk dalam diri manusia sama seperti dua sisi mata uang yang tak akan pernah terpisahkan. Manusia tak perlu menjadi sempurna untuk dapat diterima oleh dunia. Karena pada dasarnya tak ada seorangpun yang mengharapkan dirimu itu sempurna. Hanya dengan menerima kedua sisi itu dalam dirilah baru disebut sempurna.

Seperti Sakura yang ternyata menemukan arti lain dalam hidupnya. Menyadari akan adanya cinta yang bernilai berharga lebih dari sekedar memenangkan sebuah taruhan atau berapapun banyaknya uang yang dia miliki.

Aku, Haruno Sakura, 17 tahun. Hal yang paling kusuka adalah uang dan taruhan. Tapi hal yang paling kusuka dari hal yang paling kusuka adalah kekasihku, Uchiha Sasuke.”

~( $_$ )~

THE END

~( $_$ )~

Sasusaku-forever


Thanks for read til end

Hope you like it

Special for

Jile Sing, Itha, Judy Maxwell, YaYaK, zogakkyu, Chii, Ichi, rilojack, KazuhaRyu, Marshanti Lisbania Gratia, Noera Jani Wijaya, qori, raditiya, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, Rei-reixki-ki, Anindi, nurjanah, graceflorencemanroe, Eguchi Kimizaky, Leyah De LouvRa, Kianzaa, Uchira Shawol Tripel S, Niken, hanahime, zahriia, kianzaa, nadia pd, Mitha Runtu, 이라 (๑’⌣’๑)づ♥,

And

All of You Silent Readers

(^-^) Berkenan Komen? (^-^)/

97 Comments

Leave a Reply

2 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

Leave a Reply to rahma Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *