LOVE YOU MORE : Chapter 1

Cerita sebelumnya… Baca Fanfic [Cherry, LOVE ME AGAIN]

LOVE ME AGAIN sequel | Kehidupan SasuSaku pasca menikah. Sakura heran, ada apa dengan Sasuke yang belakangan ini bertingkah aneh. Sang suami tiba-tiba sering muntah, gak bisa makan tomat dan HAH?! Diam-diam melakukan sesuatu yang bikin orang lain pasti tercengang melihatnya. Lebih sensitif, protektif, hiperaktif? Jangan-jangan itu terjadi karena Sakura sedang…


“Setiap hari cintaku berubah. Bukannya lagi dan lagi, tetapi menjadi lebih dan lebih aku mencintaimu…”

=0=0=0=0=0=

LOVE YOU MORE

(Cherry, Love me again! Sequel)

Sasuke-Sakura-wedding

Uchiha Sasuke x Haruno Sakura

NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Story by FuRaha

Rate: M

Genre: Romance, Family

Lenght: 6.140 words

WARNING: AU, OOC, typo, NoLemon just blushing scene-bertebaran-, alur GaJe cerita se-mau-gue, etc…

~Itadakimasu~


.

.

.

.

Dering bunyi nyaring suara alarm terdengar mengusik. Memecah serangkaian adegan yang terjalin dalam mimpi. Masih setengah sadar aku melenguh sembari menggeliat―meregangkan badan―tapi gerakanku tak bebas. Kekangan tangan kekar yang melingkari tubuhku menahanku. Sedikit kubuka kelopak mataku, dan dalam pandangan emerald yang menyipit kutangkap pemandangan yang paling kusuka di pagi hari. Melihat wajah tertidurnya yang masih terlelap tampak damai.

Seketika sudut bibirku tertarik, menorehkan senyuman menyertai perasaan bahagia yang meluap dalam diri. Setiap hari pasti merasa begini. Hanya dengan melihatnya, berada di sampingnya, bersama-sama dengannya, mencintainya, dicintai olehnya, kurasakan segala kebahagiaan dalam hidupku bersumber darinya. Perlahan kuangkat sebelah tanganku dan meletakkannya diatas pipi kiri wajah tampan itu. Oh Kami-sama, bahkan sampai sekarang rasanya aku tak percaya aku sungguh bisa menyentuhnya dan berada sedekat ini dengannya. Mengingat dulu dia adalah sesuatu yang terlalu jauh untuk kujangkau. Bahkan saking aku menyerah, sampai memutuskan harapan dan hidupku, semua hanya karena dirinya. Tapi―kupejamkan mataku dan segala kenangan segera mengisi kembali pikiran. Meski ada banyak air mata, luka dan rasa sakit yang menyayat hati, semuanya telah dia sendiri bayar dengan memberiku lebih banyak cinta dan kebahagiaan yang semula mustahil kudapatkan.

Sasusaku-morning kiss

“Terima kasih…” bisikku, kusibakan helaian rambut poni ravennya yang sedikit menutupi kening sebelum kudaratkan kecupan ringan di atasnya, “Sasuke-kun…”

“Hn,”

CUP~ Dia malah balas mengecup bibirku.

“Eh?! Kau sudah bangun?”

Sasuke tak menjawab. Onyx-nya kembali terpejam. Dia tarik tubuhku makin merapat dalam dekapannya.

“Dasar―” dengusku, sambil terkekeh pelan. “Sok pura-pura…” Kulingkarkan juga tanganku balas memeluknya. Sebentar mencari posisi yang enak bersandar pada dada bidangnya yang telanjang. Mengabaikan dering bunyi alarm yang masih menyala.

Hmm, sebentar lagi saja… biarkan aku masih menikmati suasana seperti ini bersama dengannya.

.

Sasuke-Sakura-sleep

.

Cukup bermalas-malasan. Akhirnya setelah terlambat sekitar 30 menitan dari jadwal rencana semula aku bisa juga beranjak dari atas ranjang. Itupun setelah berdebat kecil dengan Sasuke karena lagi-lagi dia enggan melepaskanku. Ah~ siapa sangka suamiku itu benar-benar manja, agresif dan ehem―sudah cukup tak perlu kujelaskan detail lainnya sekarang atau sepanjang hari aku akan cengar-cengir sendiri mengingat akupun menikmati semua perlakuannya itu padaku.

“Ya ampun, sampai segininya…” aku tatap bayangan diriku dalam cermin dan menelisik beberapa bagian tubuhku. Terutama jenjang leherku yang sekarang penuh bercak-bercak kemerahan. Padahal bekas malam sebelumnya juga ada yang belum hilang dan semalam Sasuke berhasil menambahkan banyak tanda kepemilikan lainnya. Hari inipun sepertinya aku terpaksa harus memakai baju turtle neck atau syal untuk menutupi tanda ini. Malu soalnya kalau dilihat orang. Tapi segini sih masih lumayan, setidaknya pagi ini aku masih bisa bangun dan berjalan normal seperti biasa.

Sreg

Jantungku nyaris copot. Benar-benar terkejut mendapati pria tampan berambut raven chicken butt itu tiba-tiba masuk kedalam kamar mandi.

“Hei, jangan sembarangan! Aku duluan juga… antri dong.” sewotku.

Ayolah, bukannya aku tak terima dia ada disini sekarang. Hanya saja firasatku langsung tak enak begitu melihat seringainya dan tatapan onyx yang memutar malas mengacuhkan peringatanku barusan dan malah berjalan menghampiri.

“Berdua lebih cepat dan hemat waktu, Sakura. Kita mandi bareng.” balasnya, sontak buat aku membulatkan emerald melotot mengancamnya. “Tenang saja, aku tak akan lakukan hal lain selain mengoleskan sabun dan menggosok punggungmu.” lanjut Sasuke, seakan mengerti kekhawatiranku. “Kau ada jadwal praktikum hari ini kan?”

“Fuuhh…” kumuntahkan busa sisa pasta gigiku kedalam wastafel dan berkumur. Sementara lewat pantulan cermin aku mendelik menatap tajam pria yang cuma berbalut handuk dipinggang itu sekarang berdiri di sampingku dan mulai bersiap menyikat giginya. “Iya, jam sembilan. Makanya aku tak boleh telat.” kataku.

“Hn.” Sasuke menaikan sebelah alisnya, sebentar mengelus―mengacak-acak pucuk kepala merah mudaku. “Makanya sayang~ kubilang juga apa, sebaiknya kita mandi bersama, fuh~…?” bisiknya tepat ditelingaku dengan nada menggoda, sampai meniupnya pelan dengan sengaja.

Blush

Dengan gugup aku hanya mendehem. Lekas menghindar, pura-pura buang muka, padahal sembunyikan semburat merah di wajahku yang merona, bergegas memasuki bilik shower duluan. Kudengar Sasuke terkekeh pelan di belakang. Tampak puas akan sesuatu. Selang beberapa menit kemudian dia menyusul dan syukurlah dia pegang kata-katanya. Tak mengajakku berlama-lama bermain air bersama.

.

.

SasuSaku-together

.

.

Sebenarnya kalau sedang terburu-buru, untuk sarapan cukup sediakan saja sepotong sandwich dan segelas susu. Itu cukup mengganjal perut sampai waktu makan siang nanti. Tapi sudah jadi kebiasaanku untuk memberikan sesuatu yang lebih. Karena aku tahu Sasuke tak akan puas hanya dengan beberapa iris tomat pada roti isi dan tambahan jus. Maka kubuatkan nasi tomat dan ketam goreng sos tomat. Menu simple yang masih bisa kubuat kurang dari setengah jam.

“Hmm, baunya enak!” seru Sasuke yang sudah muncul di ruang makan ketika kuletakkan panci sayur berisi sup tomat sisa makan malam semalam yang telah kuhangatkan di atas meja. Dia menghampiriku sebentar untuk sekedar mencium pipiku dan menarikan sebuah kursi untuk kududuki. Ah, perlakuan lembutnya ini lagi-lagi membuatku tersipu.

Kami mulai menikmati sarapan pagi dengan sesekali berbincang, membicarakan rencana kami masing-masing untuk hari ini. Sasuke memasuki masa tahun terakhir kuliahnya dan sedang menyelesaikan Tugas Akhir. Tapi disamping itu sudah beberapa bulan ini diapun sibuk bekerja, terlibat dalam urusan bisnis perusahaan Uchiha untuk membantu Too-san dan Itachi-nii. Aku sendiri sehari-hari selain kuliah tentu berperan jadi istri. Syukurlah selama ini tak ada hambatan apapun yang menghadang. Kami berdua saling mendukung dan membantu satu sama lain. Itulah sebabnya memasuki tahun kedua pernikahan ini, tiada hari tanpa kebahagiaan dan cinta dalam hidup kami.

Tak

Baru beberapa suap, tiba-tiba Sasuke meletakkan mangkuk nasi dan sumpitnya. Aku mengernyit heran menatap wajahnya yang berubah tegang.

“Ada apa…?”

Tak menunggu lama, tanpa banyak bicara Sasuke segera bangkit dan bergegas menuju kamar mandi. Dengan perasaan cemas akupun ikut menyusulnya dan…

“Hoeek…”

Tak kusangka kulihat Sasuke memuntahkan makanannya.

“Sasu~…” panikku, lekas menghampiri dan memijat-mijat leher belakang kepalanya. Lelaki itu terus muntah sampai terbatuk-batuk. Miris aku melihatnya. Ada apa dengannya? Tak biasanya dia begini. Apa dia sedang tak enak badan atau masuk angin?

“Ohok… ohok… fuuhh―” Akhirnya dia keluarkan semua isi sarapannya tadi bersama dengan cairan lambung, kini tumpah semuanya dalam saluran wastafel.

“Kau sakit? Kita ke dokter ya sekarang…”

“Tidak,” Sasuke menggeleng. Dia seka sudut bibirnya yang sedikit basah. “Aku tidak apa-apa, Sakura.”

“Tapi kan…”

“Cuma mual. Rasanya perutku tak enak. Mungkin hanya masuk angin.”

“Yakin?” tanyaku kembali, masih merasa cemas.

“Hn.” Dia mengangguk dan tersenyum tipis.

“Kalau begitu hari ini jangan pergi. Kau istirahat saja di rumah. Aku akan buatkan bubur.”

“Tak usah.” cegahnya, “Aku sudah bilang, aku tak apa-apa. Aku bahkan tak merasa pusing, lemas atau sakit. Kau tak perlu cemas. Hmm, jam berapa sekarang? Sebaiknya kita cepat pergi Sakura, atau nanti kau akan terlambat.” Sasuke langsung melengos, meninggalkanku yang masih mengkhawatirkan keadaannya. Kuharap dia benar sehat dan baik-baik saja.

Sasuke kembali ke kamar untuk berganti baju karena kemejanya tadi sedikit basah. Sementara aku membereskan urusanku sebentar di dapur. Mencuci peralatan bekas makan dan menaruh sisa makanannya dalam kulkas. Sejenak aku tertegun, memerhatikan cairan kental sup tomat dalam panci. Berulang kali kuciumi baunya dan mencicipi rasanya. Kupikir tadi mungkin saja Sasuke keracunan makan makanan basi. Tapi sup ini masih bagus dan aku sendiri tadi memakannya tapi tak ikut muntah. Pada makanan lainnya pun sama. Aku jadi makin heran, kenapa Sasuke bisa muntah seperti itu, padahal dia makan makanan kesukaannya?

Waktu itu aku tak menyadari kalau ini barulah awal dari sebuah keanehan yang terjadi pada Sasuke.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

Sekali. Mungkin disebut kejadian.

Dua kali. Itu paling cuma kebetulan.

Tiga kali. Rasanya mulai mencurigakan.

Empat kali. Ok, barulah sekarang aku yakin pasti ada sesuatu yang salah.

“Hoeek… uhuk… uhuk… hoeekk…”

Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Sasuke bisa sampai seperti ini sekarang. Lagi-lagi dia muntah. Dan selalu saja terjadi beberapa saat setelah dia makan masakanku. Jadinya aku tak percaya diri lagi sekarang. Apa ada yang salah pada diriku atau dirinya? Padahal aku masak seperti biasa. Kupastikan semua terolah dengan baik dan berasal dari bahan-bahan makanan yang sehat pula. Kalau memang ada sesuatu pada makanannya, lalu kenapa aku tak ikut muntah dan merasa mual seperti Sasuke padahal kami makan makanan yang sama?

Aku sendiri mulai khawatir. Masalahnya sekarang suamiku itu jadi malas makan. Tentu saja aku mencemaskan kesehatannya kalau terus menerus seperti ini. Tapi Sasuke selalu menolak diajak berobat ke dokter atau Rumah Sakit.

“Tak ada waktu. Lagipula aku juga gak kenapa-napa Sakura. Kau sebagai seorang calon dokter tentu tahu. Mungkin ini hanya sementara. Belakangan ini aku hanya kurang berselera makan masakanmu. Jadi mulai besok, kau tak usah lagi masak. Tak perlu repot-repot menyiapkan makanan untukku.”

Jleb

Entah kenapa barusan rasanya sakit. Aku merasa sedikit terluka mendengar kata ‘kurang berselera’ yang diucapkan Sasuke. Meski aku yakin dia ucapkan itu tak bermaksud untuk menolakku, hanya tak ingin aku melakukan hal yang sia-sia seperti memasak sesuatu yang tak akan dia makan. Tapi tetap saja kan, aku jelas merasa gagal menjadi seorang istri yang notabene koki di keluarga kecil kami ini. Kalau sudah seperti ini, harus bagaimana aku sekarang?

.

.

SasuSaku-tadaima-okaeri

.

.

Tadaima.”

Okaeri.” balasku yang cepat bergegas menuju pintu depan. Kulihat Sasuke sudah pulang dan sedang melepaskan sepatunya. Kuhampiri dia dan membantu meregangkan dasi bercorak garis biru yang tergantung di leher kemejanya sementara dia berikan kecupan ringan di pucuk helaian rambut merah mudaku. “Bagaimana seminarnya?” tanyaku.

“Sukses.” jawab Sasuke, “Semuanya berlangsung lancar. Para dosen dan penguji memuji karya dan presentasiku. Aku dapatkan nilai terbaik. Sekarang tinggal santai saja menunggu upacara kelulusan bulan depan.”

Sugoiii~ na Sasuke-kun, Omedetou~…” ucapku riang, memberi selamat pada Sasuke yang akhirnya menyelesaikan juga tahapan Tugas Akhir jenjang pendidikan sarjananya. Aku jadi makin mengaguminya. Siapa sangka dia akan lulus setahun lebih cepat dari standar biasa di Universitas se-elit Akatsuki. Wah, suamiku ini memang hebat.

Arigatou, Sakura. Kau tahu, ini juga berkat dirimu. Aku tak akan bisa terus melangkah maju sejauh ini kalau bukan karena doronganmu.”

“Oh ya? Hmm, kalau begitu aku berhak minta hadiah dong!” godaku sambil bergelayut manja melingkarkan kedua tanganku di lehernya.

“Hn? Minta apa?” tanya Sasuke.

Tapi belum juga kujawab, dia sudah berikan duluan apa yang aku mau begitu dia daratkan bibirnya keatas bibirku. Kami sama-sama tersenyum sekilas disela pagutan yang penuh cinta dan gairah bergelora. Ah~ tak terhitung ini french kiss kami yang keberapa, tapi debarannya terasa sama seperti saat pertama. Aku jadi sedikit terkenang akan masa lalu. Sewaktu dia mengajariku bagaimana cara melakukannya. Tentu saja sekarang aku sudah jauh lebih mahir. Dan Sasuke pun mengakuinya. Pagutan terlepas setelah kami berdua benar-benar kehabisan pasokan udara. Dia menutupnya dengan kecupan-kecupan ringan dan berbisik menyampaikan kata ‘cinta’-nya padaku. Semakin melambungkan perasaan bahagiaku.

sasusaku__snow_kiss_by_xxhanako_aixx-d34c01p

“Ayo Sasu~ kau pasti lelah. Mau makan atau mandi dulu?” tawarku sambil menggandeng tangannya berjalan masuk menyusuri lorong rumah.

“Mandi. Dan aku tak akan makan.”

“Eh?!” Mendengar jawabannya barusan buat aku bergeming sesaat. “Kau tak akan makan?” Aku tahu belakangan ini dia memang sedang tak berselera, tapi masa sih sampai tak ada basa-basi sama sekali. Padahal untuk hari special ini aku kan sudah…

“Aku sudah makan malam.” lanjut Sasuke, “Tadi sore aku menghubungimu kan? Bersama teman satu angkatan kami merayakan kelulusan sekaligus pesta perpisahan dengan makan-makan di restoran. Sebenarnya aku juga tak mau ikut, tapi si Dobe terus menyeretku. Kupikir tadinya kau mungkin bisa datang dan menemaniku. Tapi kau bilang kau malah ada urusan.”

“Ooh, begitu ya…” desahku, merasa kecewa dalam hati. Aku memang menolak ajakan itu karena kupikir itu cuma acara kumpul-kumpul biasa. Lagipula memang ada hal lain yang kukerjakan hari ini. Tapi tak pernah kukira Sasuke akan makan malam di luar.

“Hn.”

“Tapi kau benar-benar sudah makan kan?” Tanpa sadar aku malah menanyakan hal bodoh semacam itu.

“Tentu saja aku makan.” Sasuke yang sudah menggantungkan handuknya di leher dan bersiap memasuki kamar mandi sebentar menoleh padaku. “Dan kau tahu Sakura, tadi aku gak muntah.”

“O-oh, ya? Uhm, syukurlah kalau begitu… Sa-su-ke.”

“Hn.”

Sreg

Deg

Aku tersentak kaget begitu dia tutup pintu kamar mandinya. Kutaruh sebelah tanganku pada dada kiri diatas jantung yang berdegup kencang. Entah kenapa rasanya ada yang aneh dengan diriku sekarang. Barusan, bukankah aku harusnya merasa senang mendengarnya sudah bisa makan seperti biasa. Tapi kok…

Kulangkahkan kakiku menuju ruang makan, melepaskan apron berenda yang tanpa sadar ternyata masih kukenakan. Kerlip lampu kekuningan yang berpendar pada oven listrik menunjukan tanda kalau schotel yang kupanggang sudah matang. Perlahan aku mengeluarkannya. Kepulan asap berbaur dengan wangi khas keju dan saus langsung menyeruak. Entah rasanya lezat atau tidak, mungkin tak akan dicicipi. Aku hanya meletakkannya begitu saja diatas meja makan bersama sajian makan malam lainnya. Sekilas menyapu pandangan, membaca tulisan ‘CONGRATULATION SASUKE‘ pada spanduk kecil yang tergantung di dinding ruangan, sebelum kumatikan lampu dan menyembunyikan semua itu dalam kegelapan.

“Hhh~ besok pagi saja kubereskan…” helaku sambil berjalan lesu menuju kamar. Merasa apa yang kulakukan sepanjang siang tadi sia-sia belaka.

Brugh

Sampai di kamar aku langsung menghempaskan diriku jatuh keatas ranjang. Sebentar menerawang menatap langit-langit kamar yang tinggi. Baru juga sebentar memerhatikan cahaya lampu yang terpancar, sedikit cairan bening tanpa sadar mengalir di sudut mataku. Aku mengerjap beberapa kali, tanganku lekas menggapai salah satu guling dan memeluknya, membenamkan wajahku dibalik bantal.

Hiks―dalam diam akupun terisak.

“Ah, baka. Begini saja nangis?!” kurutuki diriku sendiri, makin merasa tak berguna.

Habis mau bagaimana lagi, terus terang sekarang aku sakit hati.

Sakura-waitingforyouSasuke

Sret

Aku terkejut kala bantal yang menutupi wajahku lenyap. Pemandangan gelap dan buram tadi kini berganti dengan ekspresi heran Sasuke tepat di depan wajahku yang menelisik memerhatikan kacaunya keadaanku.

“Ada apa?” tanyanya.

“Ti-tidak.” jawabku lekas menggeleng dan berpaling. Tapi Sasuke cepat menarik kembali wajahku, onyx-nya menatap intens.

“Jangan bohong padaku, Sakura.”

Aku gigiti bibir bawahku dan sekali lagi menggeleng. “Tidak ada apa-apa kok. Sungguh.”

“Katakan?!” bentak Sasuke. Cengkeraman tangannya di kedua bahuku terasa erat. “Kau sedang ada masalah? Apa terjadi sesuatu? Apa aku melakukan kesalahan yang buatmu terluka? Katakan Sakura, ada apa? Kau tahu kan aku paling tak suka, aku takut kalau kau sudah bersikap begini. Jangan buat aku khawatir.”

“Ma-maaf…” ucapku, pada akhirnya bicara. “Aku cengeng. Masa begini saja nangis. Maaf Sasuke.”

So…?”

“Aku hanya bingung. Aku sedih dan merasa tak berguna karena kupikir aku tak bisa menyenangkan dan memuaskanmu.” gumamku. Sedikit kulirik alis Sasuke bertaut, dia mengernyit tak mengerti. “Belakangan ini karena kau jarang makan di rumah dan selalu muntah setiap kali makan masakanku, mendengarmu bisa makan dengan normal di luar sana aku merasa kecewa pada diriku sendiri. Bodoh kan? Padahal tak seharusnya aku begini. Harusnya aku senang kau bisa makan, daripada kau menderita kelaparan karenaku. Aku…”

Grep―sejurus kemudian Sasuke memelukku, “Baka, apa yang kau bicarakan?” bisiknya, langsung menyela aku bicara. “Sakura, justru aku yang harusnya minta maaf sudah membuatmu berpikiran seperti itu. Maaf kalau tindakanku ternyata malah membuatmu sakit hati. Tidak kok. Sama sekali ini semua bukan salahmu. Memang ada sesuatu pada selera makanku belakangan ini.” Dia kendurkan dekapannya, menyeka sudut mataku yang sedikit basah. “Dengar. Masakanmu itu kan paling paling paling paling enak sedunia. Makanya aku ingin bisa lagi memakannya.”

“Oh ya…?”

“Hn.” Sambil tersenyum Sasuke mengangguk, “Tapi sekarang entah kenapa aku tak bisa. Sakura, sebenarnya ada satu hal yang kusembunyikan darimu.”

“Eh?!” Kali ini giliranku yang jadi mengernyit tak mengerti. “Apa maksudmu?”

“Aku…” Glek―bisa kulihat dia berusaha menghalau rasa gugupnya. Ish, dan melihat wajahnya berubah tegang, serius begitu malah membuatku makin cemas dan curiga. “Akan kukatakan, asal kau berjanji tak akan menertawakanku tapi…” pinta Sasuke.

Aku mengangguk setuju. “Aku tak akan tertawa.” Mana mungkin bisa tertawa kalau suasana hatiku sendiri pun sekarang sekalut ini. Lagipula aku yakin Sasuke tak akan bertingkah konyol untuk sekedar menghiburku.

“Sakura, aku…”

“Ya?” Ayolah Sasu~ katakan saja!, gregetku tak sabaran.

“―sedang tidak bisa makan tomat.”

WHAT THE…?!

Untuk beberapa detik aku cuma bisa melohok. Makin menatap Sasuke tak percaya selama aku cerna kembali maksud perkataan anehnya yang buat aku cengo sesaat barusan. “Tidak-bisa-makan-tomat?” ucapku terbata, mengulangi kalimatnya.

“Hn.”

“Yang benar?” Ekspresi pria pecinta tomat itu kini tak bisa kumengerti. Antara terlihat kesal, bingung, kecewa, malu―entah. “Bagaimana bisa?”

“Aku juga tak tahu kenapa Sakura, tapi analisis sementara kupikir begitu. Aku sudah coba beberapa hari ini makan berbagai macam makanan di luar dan hasilnya aku mengalami gejala yang sama setiap kali memakan makanan kesukaanku yang diberi ekstra tomat. Rasanya mual. Lalu mungkin karena kau selama ini selalu membuatkan masakan yang lebih special tomat untukku, makanya aku jadi sensitif tak bisa memakannya.”

Aaaa―

Sementara Sasuke menjelaskan kondisinya, aku yang mendengar kabar mengejutkan ini hanya bisa tertunduk dan menutupi mulutku dengan kedua tangan. Terus terang saja, fakta bahwa seorang Sasuke Uchiha tak bisa makan tomat, alergi tomat, bahkan sampai muntah-muntah, tentu buatku…

“Jadi kuharap kau mengerti. Bukannya aku benci masakanmu, entah kenapa aku sedang tak bisa menikmatinya. Jangan kesal dan salahkan dirimu lagi karena hal ini ya, Sakura?”

Aku mengangguk-angguk. Masih tertunduk dan menahan perasaanku.

“Sakura…?” Merasa kuacuhkan, Sasuke memaksaku menatap kembali padanya. Dan jelas saja, sekali lagi aku teringat si tomato lovers tampan ini TIDAK BISA MAKAN TOMAT, maka…

“AH-A-HA-HAHAHAHA~…!” Tawaku sontak meledak. Lucu banget sih. “Wakakakakak~ yang benar saja Sasuke? Mana ada syndrome seperti itu. Kau tahu, ini momen langka lho. Aku tak pernah mengira kau akan mengalami hal seperti ini. Alergi tomat sampai muntah-muntah, pastinya kau sangat menderi―ta…” Tawaku pun lekas pudar berganti senyuman kaku dan perasaan takut seketika menjalar. Merasakan aura gelap mulai menguar dari tubuh lelaki itu. “A-apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyaku ragu.

“Sakura,” Sring―onyx itu berkilat. “Kau―menertawakanku?” tanya Sasuke datar.

“Aah, hee~…” Gawat. Dia marah. “Go-gomen ne―kyaaa~…” pekikku saat didorongnya jatuh terlentang diatas ranjang dan tanpa basa basi menindihku, langsung menyerang menggelitiku.

“Awas kau ya! Berani tertawa…” kata Sasuke.

“Hyaaa―aah―aah―hahahaha… sudah sudaaah~ cukup Sasukeee―hahaha, hentikan… Iya, iya maaf. Geli tau… hmmpph―” Eh, dia malah curi-curi kesempatan disaat aku tak bisa bergerak begini. Mencumbuku begitu dalam. Dan ceritanya mungkin berlanjut ke tahap lain kalau saja tidak…

Kruuukkperutku memang tak bisa diajak kompromi. Langsung bunyi dan merusak suasana romantis kami.

Kali ini giliran Sasuke yang tertawa geli. “Haha, kau ini… sudah makan belum?” Aku hanya menggeleng menjawab pertanyaannya. “Dasar…” dengusnya seraya bangkit. “Ayo makan dulu!” tanganku lekas ditariknya. “Kutemani. Aku juga tak mau disebut sebagai suami tak becus karena gagal menjaga kesehatan istri. Dan lagi kalau kau lemas, aku juga nanti tak akan puas.”

“Idih~…” Aku mengerling menatapnya sebal, sedikit kerucutkan bibirku. Kukira setelah beberapa hari ini dia tak makan tomat itu akan sedikit mengurangi gairahnya. Tapi ternyata tidak. Sasuke, sepertinya kau terlalu banyak mengkonsumsi buah yang dijuluki ‘apel cinta’ itu sampai menyimpan banyak stimulan seksual tak terbatas.

Syukurlah setelah kami bicara tadi perasaanku kini menjadi lebih baik. Sambil berjalan keluar kamar kugandeng lengannya mesra dan menyenderkan kepalaku di bahunya. Sampai di ruang makan yang gelap, ketika dia nyalakan lampu, aku tinggal pampangkan senyuman terbaikku dan ucapkan, “Kejutaaan~…!”

“Hn?!”

“Selamat atas kelulusanmu, Sasuke.”

Selama bersamanya, ternyata memang tak pernah ada yang sia-sia dalam hidupku. Pada akhirnya dia selalu punya cara tersendiri untuk membuatku merasa lebih baik dan bahagia.

“Terima kasih, Sakura.” balas Sasuke.

Sasusaku-gomen

.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

.

Bagaikan memerhatikan adegan menakjubkan, emerald-ku tak lepas memandanginya. Slow motion mulai dari tangan itu mengangkat garpu perak kecil, membenamkannya dalam kelembutan whip cream, membelah secuil bagian sponge cake sampai perlahan tapi pasti dia masukkan kedalam mulutnya, mengunyahnya, menelannya dan…

Well, tahu kondisi Sasuke sekarang yang tak bisa banyak-banyak makan tomat mungkin sudah ‘aneh’, tapi aku tak menyangka akan temukan hal lain yang lebih ‘aneh’ lagi dilakukannya?

―dia tak muntah?!

Ya ampun, ada apa sebenarnya dengan suamiku itu ketika kulihat dia tampak menikmati sepotong cake tanpa merasa mual sama sekali. Kebalikan dari makan tomat. Sudah sepuluh suapan yang dia makan, menghabiskan lebih dari setengah bagian cake yang kusuguhkan.

“Enak?” tanyaku ragu, dengan perasaan berdebar.

“Hn.” Onyx itu bergulir, sejenak meninggalkan aktifitasnya menyapu deretan huruf yang terpampang di kertas Koran untuk sekedar membalas tatapanku. “―lumayan.”

Jder

Sungguh jawaban yang mengejutkan bukan?

Dipastikan wajahku sekarang tampak tolol dengan emerald terbelalak dan mulut yang menganga. Mangap-mangap. Jadi bingung sendiri harus merespon balik ucapannya itu dengan apa. Selama ini aku memang mengharapkan dia akan ‘sedikit’ menyukai rasa manis dari cake atau kudapan yang kubuat. Tapi setelah kejadian rasanya malah tak menyenangkan. Aneh. Benar-benar aneh soalnya. Sungguh sangat ‘tidak Sasuke’ sama sekali. Karena aku tahu dia selama ini tidak begitu suka makan makanan manis. Tapi aku lihat sekarang, mendengar apa pendapatnya barusan, aku yakin dia tak sedang berbohong padaku untuk sekedar memuji hasil kerjaku. Dia sungguh-sungguh menikmati cake-nya.

“Kenapa Sakura?” tanya Sasuke, mengernyit heran memandangiku.

Hoi, akulah justru yang lebih heran!

“Cepat habiskan kuemu dan kita berangkat sekarang.” lanjutnya sambil menggigit potongan kue terakhir, menaruh Koran dan menyesap cairan coffe dalam cangkir sebelum berdiri meninggalkanku yang terbengong seorang diri.

WHAT THE…?!

Tanda tanya besar menggantung dalam pikiran.

Ada apa dengannya?, pikirku. Beberapa kali aku mengerjap memastikan pandanganku normal ketika melihat tak ada kue yang tersisa diatas piring pisin miliknya.

.

.

Sasuke n cake

.

.

Tengah malam itu aku terbangun dan heran mendapati sisi ranjang di sebelahku kosong. Aku duga mungkin Sasuke pergi sebentar ke kamar mandi. Tadinya mau kuabaikan, namun entah mengapa aku merasa sedikit gelisah. Lama kutunggu dia tak juga kembali. Padahal aku ingin kembali tidur dipeluknya. Maka aku pun beranjak turun dari tempat tidur dan bermaksud menyusulnya.

Sampai di kamar mandi ternyata dugaanku itu salah. Kulihat Sasuke tak ada. Langkahku pun terus berlanjut sampai ke dapur. Karena samar terdengar ada suara mencurigakan berasal dari sana. Mungkin dia mampir sebentar untuk sekedar mengambil minuman dari dalam kulkas, pikirku mulanya.

Siluet bayangan pun nampak akibat pantulan dari cahaya redup lampu kecil otomatis dalam lemari pendingin itu. Mencuatnya rambut belakang khas pantat ayam semakin meyakinkanku kalau itu benar Sasuke. Dan hei, apa yang sedang dilakukannya?!

“Sa-sasu…?” cengangku tak percaya. Pria itu menoleh―sama-sama terkejut―mendongakkan kepalanya menatapku yang berdiri jauh lebih tinggi dari posisi dia berjongkok. “K-kau, di tanganmu itu…” Aku tahu apa yang aku lihat sekarang mungkin bukan sesuatu yang mengerikan. Tapi tetap saja…

Sasuke lekas bangkit. Meski tak begitu terlihat, tapi dia coba sembunyikan ekspresi paniknya. “Err, Sakura, aku, ini…” Bagai anak kecil yang kepergok mencuri, onyx itu berkelana gelisah. Tampak berpikir mencari-cari alasan. Lebih dari sekedar ingin tersenyum dan tertawa, aku justru ingin berhambur memeluknya. Ekspresi Sasuke sekarang terlihat begitu manis.

“Tidak apa-apa Sasu~…” Aku maju mendekatinya. Kuangkat sebelah tanganku untuk menyeka sudut bibirnya yang sedikit ada noda putih. “Aku hanya terkejut barusan. Kalau suka, harusnya kau bilang. Jangan sembunyi-sembunyi begini.”

“Ha ha…” Sasuke tertawa kaku, “Siapa yang sembunyi-sembunyi. Kau tahu sendiri kan aku tak suka…”

Cup~ kubungkam sejenak perkataannya. Mengulum bibir itu meresapi sedikit rasa yang masih tersisa “Vanilla Creamy-kiss?” godaku setelahnya. “Kau sudah habiskan berapa potong kue tadi, eh?”

Mulut Sasuke sedikit terbuka―hendak bicara―tapi akhirnya dengan segala gengsi dan harga diri yang dia punya, Sasuke memilih mendehem saja. Tingkahnya sungguh lucu, sampai buat aku makin terkikik geli jadinya. Sementara onyx itu lekas mengerling, Sasuke mendengus dan memegang tenguknya yang aku yakin itu tak pegal. Walau samar, tapi kulihat ada sedikit semburat garis kemerahan di belahan pipinya.

“Ckck~ ketahuan nih, hihihihi~…” godaku usil. Biarpun kelakuan Sasuke jadi aneh begini, tapi kupikir ini tak terlalu buruk. Momen langka. Kapan lagi bisa memergokinya diam-diam mencuri makan makanan manis.

Urusai.” gerutunya sembari bergegas pergi.

“Hei, jangan marah gitu dong!” kataku lekas berlari menyusul dan memeluknya. “Maaf~…”

“Hn.” Sasuke masih bertampang kesal, dia kerucutkan sedikit bibirnya seraya melingkarkan sebelah tangannya di bahuku, kembali mengajakku masuk ke kamar.

Aku senang. Aku tahu dia tak marah.

Sasuke-sakura-cherry-tomato-sleep

.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

.

Masih ingat Sasuke Uchiha itu dulu seperti apa?

Dia lelaki sombong, arogan, kejam, tak peduli dan tak berperasaan. Selalu memperlakukanku dengan kasar, tiada hal selain menyakiti hatiku setiap kali kami bertemu diawal status hubungan pertunangan paksa yang diatur kedua belah pihak keluarga. Tapi kemudian dia berubah. Dia bilang menyesal. Dia bilang minta maaf. Dia bilang dia jatuh cinta padaku. Dia bilang dia ingin aku kembali mencintainya. Dia bilang dia ingin memilikiku, membahagiakanku dan tak ingin kehilangan diriku. Aku tak pernah menyangka sebelumnya bahkan hal-hal seperti cinta sepihakku dulu padanya kini akan terbalas. Segala mimpi dan khayalanku kini terwujud. Menjadi wanita yang bersanding dengannya adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupku.

Patut diingat pula kalau ternyata suamiku itu ‘sangat’ pencemburu. Mulai dari Sasori sampai kakaknya sendiri, Itachi-nii dia cemburui hanya karena kami terlihat akrab. Dan setelah menikah pun dia tetap saja sensitif dan protektif begitu padaku. Kali ini bahkan lebih-lebih…

Aku masih asyik duduk dan berbincang dengan beberapa teman lelakiku di kelas. Kami sedikit bercanda sambil mengobrol membicarakan beberapa tugas kuliah. Ketika Sasuke dengan tampang stoic plus dinginnya datang menjemputku dan men-deathglare mereka satu persatu seraya menarikku pergi.

“Sampai jumpa besok Sakura-chan.” ucap Sai sambil tersenyum dan melambaikan tangannya membalas ucapan pamitku.

“Uchiha.” desis Sasuke sinis, “Panggil saja dia Uchiha-san.”

Semua orang bergeming menatap kepergian kami. Aku jadi tak enak hati melihat mereka seperti diintimidasi oleh Sasuke.

“Sasu~… tak perlu seformal itu kan, mereka teman-temanku.”

“Tapi aku tak suka ada pria lain yang memanggilmu seakrab itu. Terlebih lagi kulihat si Sai itu sepertinya menyukaimu. Atau kau lebih suka diperlakukannya begitu, eh?”

“Tidak. Tentu saja tidak.”

“Hn. Baguslah. Jadi jangan lupa beritahu mereka kau itu siapa.” kata Sasuke. “Sialan. Apa mereka itu buta, tak pernah melihat cincin kawin yang kau kenakan?”

Ugh, iya, aku tahu statusku yang sekarang sudah menikah. Karenanya menyangkut hubungan interaksiku dengan lawan jenis sedikit dibatasi. Meski Sasuke kadang berlebihan, aku sampai tak bebas bergaul dengan mereka. Yah, tapi aku tahu dia memang melakukannya untuk menjagaku. Seperti itulah dia. Kalau teringat kembali dulu di hari pertama aku kuliah pun tak kusangka dia akan terang-terangan mengumumkan status hubungan kami. Sampai menciumku di depan banyak orang dan tegaskan kalau aku itu ‘nyonya Uchiha’. Lain dengan pas jaman SMA. Selalu dia sembunyikan, pura-pura tak mengenalku bahkan dengan sengaja malah pacaran sama gadis lain. Waktu itu justru aku yang sering terbakar api cemburu. Dan sekarang, seolah karma masih berlanjut, giliran Sasuke yang jadi begitu.

.

.

.

.

“Cukup! Jangan menuduhku, Sasuke! Sudah kubilang kami hanya bicarakan tugas. Siapa yang selingkuh, baka?!” teriakku kesal. Ya, aku sekarang benar-benar kesal pada suamiku itu. Hanya karena aku dan Sai keluar makan siang bersama, dalam perjalanan pulang Sasuke menjemputku dia langsung menuduhku macam-macam. Dan jadilah sekarang kami bertengkar.

Drrrt… drrrt… ponselku tiba-tiba bergetar. Kulihat nama ‘Sai’ terpampang di layar. Lekas saja aku angkat teleponnya. Dia menanyakan keadaanku, sedikit cemas melihatku nyaris diseret Sasuke tadi. Aku yang merasa tak enak hati padanya pun meminta maaf dan segera mengakhiri pembicaraan karena pria disampingku sudah mendelik-delik tajam disela konsentrasinya menatap jalanan sambil menyetir viper.

Tertahan lampu merah, mobil kami sebentar berhenti. Baru saja aku hendak memasukan kembali ponselku kedalam tas, Sasuke segera menyambarnya. Aku melohok tak percaya dengan apa yang dilakukannya ketika dengan cepat dia bongkar smartphone-ku itu, mengeluarkan SIM card-nya dan―krakk―langsung dia patahkan.

Sasuke-burn

“K-kau… JAHAT!” teriakku marah. Merasa frustasi menghadapinya. “Tch,” Aku palingkan wajahku menghadap jendela mobil disisi lain. Sakit hati aku diperlakukan begini. Dan sepanjang sisa perjalanan kami berdua tak saling bicara. Tepatnya aku acuhkan dia. Kuseka cairan bening di sudut mataku. Meski kugigiti bibir bawahku, tetap saja aku masih terisak.

Kau boleh cemburu, itu bukti kau benar mencintaiku, tapi tak begini.

.

.

.

.

“Selamat datang sayang, muach… muach…” sambil cupika-cupiki Mikoto-kaasan langsung menyambut kedatanganku. “Apa kabarnya?”

“Baik Kaa-san.” jawabku sambil tersenyum.

Aku dan Sasuke datang mengunjungi kediaman Uchiha. Kebetulan malam ini ada acara keluarga. Kami semua berkumpul karena Itachi-nii akan memperkenalkan calon istri-nya. Nama gadis itu Mitarasi Anko. Beberapa kali aku pernah bertemu dengannya di Akastuki-shitsuji. Kudengar profesinya adalah seorang polisi wanita. Sempat cerita mereka pertama kali bertemu di butler café itu saat Anko sedang menyamar dalam kasus penyelidikan penjualan gadis remaja yang dipekerjakan di bawah umur. Tersangka Mucikari kelas kakap incaran Anko sering berkunjung kesana. Entah detailnya bagaimana, tapi Itachi katanya membantu penangkapan sampai kudengar ada adegan action-nya juga.

“Wuah~ Saku-chan!” seru Anko-nee begitu melihatku. Dari ruang keluarga dia melambaikan sebelah tangannya yang sedang memegang setusuk kue dango, menyapaku riang.

Melihat perawakan Anko yang biarpun kadang cuek dan tampil tomboy, tapi kupikir dia cukup manis dan dewasa, sepertinya cocok dengan karakter Itachi. Kuharap mereka akan terus berlanjut ke jenjang berikutnya yang lebih serius. Soalnya kasihan juga kakak iparku itu, masa ganteng-ganteng sampai sekarang masih single. Kalah sama sang adik yang jadinya nikah duluan. Ah, ya tapi itu memang pilihan Itachi sendiri. Dia pikir dia harus membalas perbuatannya dulu yang sempat kabur dari rumah dan mengecewakan Fugaku-toosan. Makanya setelah kembali, dia lebih fokus bekerja membantu perusahaan Uchiha makin berkembang di dunia bisnis sebagai bayaran.

Menunggu makan malam disiapkan, bosan mengobrol dengan mereka aku memilih berjalan-jalan keluar. Seperti biasa, aku datang ke tempat ini. Halaman belakang paviliun rumah Sasuke tempatku melarikan diri dari segala situasi. Semenjak tadi kami bertengkar, kami masih saling tak bicara. Cukup lama aku melamun seorang diri. Dan ah~ rasanya ini mengingatkanku pada kenangan menyakitkan dulu.

“Heh…” Suara rendah itu terdengar memanggil. Jantungku berpacu, tersentak kaget barusan. Refleks aku menoleh, melihat ke arah seorang pria yang berdiri tak jauh dibelakangku. “Jadi ini yang kau lakukan disini daritadi? Menangis seorang diri?” tanyanya.

Aku menggeleng pelan, seraya memutar kembali kepalaku berpaling darinya. “Aku tak menangis.” gumamku.

Tak menunggu lama, sepasang tangan melingkari bahuku. Kepala berhelaian raven itu bersandar di dekat jenjang leherku. “Maaf…” bisiknya, ucapkan satu kata yang berdesir merasuk kedalam hati. “Aku jahat ya?”

“Hn.” Kutiru trade mark miliknya.

“Aku minta maaf. Maafkan aku, Sakura.” ucapnya, “Lagi-lagi aku begini. Aku hilang kendali. Aku emosi. Habisnya aku…”

Ah~ ternyata memang selalu begini. Aku sendiri yang lemah dan tak berdaya. Semarah apapun, sebenci apapun aku padanya, aku tak pernah bisa lama-lama menghindarinya. Maka aku pun lekas berbalik menghadapnya dan membalas pelukan itu. “Iya, Sasuke. Aku memaafkanmu.” selaku. Karena aku tahu cintaku begitu besar padanya. Pasti. Selalu. Aku akan kembali padanya. “Tak apa, aku mengerti.”

“Hn. Terima kasih, Sakura.” Sasuke kendurkan dekapannya. Kami berdua masih berdekatan dalam jarak yang sempit. Saling memandang dan tersenyum. Mengerti apa yang masing-masing inginkan, perlahan aku tutup mataku. Sementara sedikit lagi bibir itu…

“Woi!” teriak seseorang datang menyela. “Ehem, seperti biasa. Kalian berdua itu ya~ masih bisa sok cari-cari kesempatan buat mojok.” sindir Itachi-nii sambil berkancak pinggang. “Ayo cepat ke ruang makan, acaranya sudah mau dimulai.”

“Ahaha~ iya kak. Kami akan kesana sekarang.” kataku.

“Ck~ dasar baka aniki rese… sendirinya juga gak sadar apa, masih suka gangguin kita.” gerutu Sasuke.

Aku terkekeh mendengarnya, “Sudahlah Sasu, nanti kan masih bisa kita lanjutkan.” godaku sambil menggandeng lengannya.

Sasuke angkat sebelah alisnya. “Hn.”

.

.

.

.

“Sakura, apa tadi kau bertengkar dengan Sasuke?” tanya Mikoto-kaasan, basa-basi bertanya disela kami tengah siapkan makanan kecil di dapur.

“Aaaa―tidak.” jawabku sambil nyengir.

“Ada apa? Kaa-san tahu kok, tadi terlihat jelas sekali pas kalian datang suasana hati kalian sedang tak baik.”

“Uhm, itu…”

“Katakan saja kalau ada sesuatu.” desak Mikoto.

“Apa? Apa yang dilakukan suamimu?!” sela ibuku. Nyonya Tsunade Haruno itu muncul ditengah pembicaraan, datang-datang langsung ikut nimbrung. “Dia berani menyakitimu lagi?” tuduhnya.

“Tidak.” bantahku, “Sasuke tak melakukan apa-apa.”

“Dengar ya Sakura, bilang saja yang sebenarnya. Kalau dia berani berbuat sesuatu padamu, akan kupatahkan kaki dan tangannya. Boleh kan Mikoto?”

Ibu mertuaku itu cengo sesaat mendengar pertanyaan―ancaman―besannya terhadap sang anak. Tapi kemudian dia melirikku dan mengangguk. “Tenang saja Sakura, aku juga ada dipihakmu. Apa Sasuke melakukan tindak KDRT padamu?”

Aku malah terkekeh jadinya. “Aahahaha, tidak. Tidak kok. Sudah kubilang tidak. Kalian tak perlu cemas.”

Aku tahu mereka tadi berkata begitu karena khawatir takut peristiwa yang dulu terjadi lagi. Karena aku diam. Karena aku tak katakan apapun. Memendam masalahku dan Sasuke sampai nekat mencoba bunuh diri jelas menyentuh perasaan mereka. Mereka pernah bilang mereka mungkin turut bertanggung jawab atas peristiwa itu. Sempat memaksakan kehendak mereka pada kami. Tidak dengan baik mengawasi hubunganku dan Sasuke sampai terjadi hal mengerikan seperti itu. Walau sudah kujelaskan aku yang salah karena terlalu bodoh sampai mengambil tindakan nekat yang mengancam nyawa.

“Kalaupun ada, paling hanya pertengkaran biasa karena kami keras kepala dan tak mau saling mengalah.” ucapku yang akhirnya memilih curhat juga. “Belakangan ini Sasuke memang sedang bad mood. Kesehatannya juga sedikit menurun. Dia tak nafsu makan, sering merasa mual dan muntah-muntah. Lalu…” Hmm, sebaiknya aku tak katakan soal Sasuke yang sempat suka makan makanan manis, “Dia jadi lebih sensitif dan cepat marah. Tapi dia tak pernah main pukul kok.” Cepat kujelaskan sebelum salah paham, “Setelah kami bertengkar juga langsung baikan. Dia meminta maaf dan yah~ kembali bersikap lembut padaku. Itu saja paling…”

“Benar tak ada hal lainnya?”

“Kau tak sedang terancam sampai terpaksa harus membelanya kan?”

“Kubilang jujur saja, Sakura. Kalau anakku salah, aku sendiri yang akan menegur dan menghukumnya.”

“Sumpah kok.” ucapku sambil angkat kedua jariku membentuk tanda ‘v’, kini merasa seperti sedang diinterogasi.

Kaa-san dan Mikoto nampak berpikir sejenak usai mendengar ceritaku.

“Hmm, aneh juga ya kelakuan Sasuke kalau gitu.” gumam Mikoto-kaasan. “Apa dia sedang sakit sampai tak nafsu makan, mual dan muntah?”

“Sepertinya tidak. Hal itu terjadi hanya pada beberapa jenis makanan saja.” jawabku.

“Sensitif, cepat marah, mood naik-turun… lalu hubungan kalian di ranjang bagaimana?”

“Ekh?!” Aku menunduk malu ditanya seperti itu, “I-iya biasa saja sih, kalau itu…”

“Sering melakukannya?”

Gluk, Aku mengangguk. Makin menunduk menyembunyikan wajahku yang bersemu.

“Kukira harusnya yang mual dan muntah-muntah itu kamu, Sakura. Kenapa malah Sasuke?” heran Mikoto.

“Sifat Sasuke malah jadi kayak wanita yang sedang datang bulan, hahaha…” sambung ibuku yang langsung ditanggapi Mikoto dengan gelak tawa. Apa buat mereka ada sesuatu yang lucu?

Eh, ngomong-ngomong soal datang bulan, sepertinya aku baru sadar. Sesaat aku terdiam. Mencoba mengingat-ingat sesuatu. Menghitung jumlah hari yang telah lalu. Astaga… “Ano~ Kaa-san…” gumamku.

“Ya?” Mereka berdua sama-sama menoleh padaku.

“Hmm, itu, aku, aku baru sadar sekarang kalau ternyata sudah lebih dari sebulan aku tak datang bulan.”

Dua pasang mata safir dan onyx itu membulat, menatapku tak percaya. “Be-benarkah?”

Aku mengangguk pelan. “I-iya sepertinya… karena aku yakin belakangan ini tak ada minggu bebas bagiku dari—” aku tak kuasa melanjutkan kata-kataku. Rasanya malu untuk bilang sejauh mana hubungan intim kami meski pada orangtua sendiri. Aku makin gugup ketika mereka dengan tampang penuh selidik sejenak tertegun memerhatikanku. Sampai kemudian…

“KYAAAA~…” Dua wanita paruh baya itu kompak menjerit.

“Mikoto…” / “Tsunade…” saling tatap berbinar.

Omedetou Sakura-chan!”

Kaget juga aku, saat ibu dan ibu mertuaku itu tiba-tiba berhambur memelukku. “Oh Kami-sama, akhirnya jadi juga. Syukurlah Sakura!” Mereka lepaskan dekapannya dan makin memekik kegirangan memanggil-manggil orang seisi rumah.

Minna~… kemarilah. Cepat kemari. Sakura-chan hamil!”

WHAT THE…?!

Emeraldku terbelalak. Benar-benar terkejut mendengar tuduhan itu. “Ha-hamil? Aku?”

.

SasuSaku_Musical_Meeting_9_by_Jayjay4578

.

Hidup memang selalu penuh kejutan. Dan beberapa hari ini aku dapati banyak hal diluar dugaan terjadi menimpaku. Mulai dari perubahan tingkah laku Sasuke yang aneh. Sering mual, tak bisa makan tomat, suka makan makanan manis, lebih sensitif dan protektif. Kedua ibuku bilang itu harusnya aku yang alami. Siapa sangka kalau ternyata perubahan itu semua mengacu pada kabar serampangan yang masih belum jelas dituduhkan mereka padaku tadi. Kalau aku…

Cklek

Begitu aku keluar dari kamar mandi, kulihat semua orang sudah berkumpul di hadapanku seolah sedang menunggu sesuatu. Kaa-san, Too-san, Mikoto-kaasan, Fugaku-toosan, Itachi-nii, Anko-nee lalu Sasuke yang asalnya berdiri bersandar di tembok kini bergegas menghampiriku lengkap dengan ekspresi penuh tanya di wajahnya.

“Bagaimana?”

Glek―entah kenapa aku jadi gugup. Masih kucengkeram erat batang plastik putih dalam genggaman tanganku seraya menyerahkannya pada Sasuke. Biar dia lihat sendiri saja hasilnya. Kalau ada tanda dua garis merah pada batang tersebut yang menunjukan positif atas hasil tes urine-ku beberapa menit lalu.

Onyx itu terbelalak. “Sakura, kau…”

“I-iya Sasuke,” ucapku sambil menggulum senyum malu. “―sepertinya aku hamil.”

“WHAAAA~…” suasana langsung heboh. Semua orang bersorak, bersyukur dan larut dalam kegembiraan mendadak ini.

Sasuke meletakkan tangannya di atas perutku yang datar seraya perlahan merosot dan berlutut di hadapanku. Disandarkannya kepala berhelaian raven itu tampak seperti sedang dengan seksama dia dengarkan, resapi keajaiban kecil yang dititipkan Tuhan padaku.

“Ha ha ha…” kekehnya pelan, “Sakura, aku―aku akan jadi ayah?”

Sambil mengangguk, setetes cairan bening tak sengaja terjatuh dari sudut mataku. Kubelai rambutnya halus. “Iya, ini menakjubkan bukan? Aku juga akan jadi ibu.”

Terima kasih Tuhan. Kau berikan lagi aku kebahagiaan dalam hidup ini. Sehingga aku makin cinta dan lebih mencintainya…

Sasuke-sakura-behind you

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

TBC… Next to Last Chapter

~LOVEYOUMORE~

.

.

.


A/N:

Kyaaaaaa~ akhirnya buat juga sekuel Cherry, Love Me Again ini, fufufu~ (^o^)/ berhubung udah banyak yang minta (baca: nagih) pengen ada lanjutannya jadi ya mumpung ada ide saya tulis ala kadarnya dan jadilah jreng… jreng… LOVE YOU MORE … wuahahahaha~ #plak sungguh judul yang sangat memaksa (=_=”) ceritanya kan biar agak masih melekat sama Love Me Again gitu~…

Tadinya mau dibuat one shot tapi karena kepanjangan jadi dipecah aja deh. Dan soal ide, makasih buat Raditiya yang katanya pengen liat kalo Sakura hamil tapi malah Sasuke yang ngidam. Dan yang kepikiran dalam otakku malah Sasuke OOC begini jadi gak suka tomat dan malah doyan makan kue #halah

Maaf ya klo ada yang gak suka sama cerita/karakter tokohnya disini m(_ _)m Tapi beginilah Fic ini saya buat.

Penasaran lanjutannya? Tunggu aja, karena udah setengah jadi, mudah-mudahan bisa updet cepet (^-^)v

Special Thanks to

All Readers and Commenters

LOVE ME AGAIN

sasusaku___sunset_by_blackpapillon-d37cz7q

48 Comments

Leave a Reply

3 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

Leave a Reply to nur janah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *