P R E C I O U S : Chapter 3

Cerita Sebelumnya…. Baca [Chap 1][Chap 2]

A/N:

Yatta~ (^o^)/ akhirnya updet juga, fufufu~ maaf ya lama (^-^)a

Berikut saya ingin jelaskan lebih dulu beberapa hal yang banyak ditanyakan di chapter sebelumnya.

Sasuke disini salah paham karena yang dia tahu pacarnya Itachi itu adalah gadis yang ada di foto yang dia temukan (baca chap 1) jadi gak tahu klo itu adalah Konan. Dan Kisame sendiri pas cerita gak sebut nama Konan karena kirain Sasuke udah tahu siapa wanita yang dimaksud. Klo Sasuke dendam ama Konan ntar jadinya SasuKonan dong, hehe~ dan tidak akan ada tindakan terlalu jahat sampai berakibat Angst (mungkin). Balas dendam yang akan Sasuke lakukan adalah balas dendam yang manis #Aih~…

Soal ide cerita mungkin ada yang bilang mirip sama Drama Korea atau film lainnya. Saya akui emang rada terinspirasi dari A Love To Kill, tapi yah~ kita lihat saja jalan cerita PRECIOUS sendiri seperti apa, saya buat yang berbeda (^-^)a

Oh iya, saya beritahu juga kalau Sakura disini belum tahu Itachi meninggal. Yang dia tahu Itachi pergi ninggalin dia karena suatu alasan (jelasnya nanti di chapter rada akhir). Total mungkin buat 8 chap sesuai abjad yang membentuk kata PRECIOUS.

Ok, sebaiknya tidak usah banyak bacot lagi, silahkan baca lanjutannya (^-^)/


.

.

.

.

.

Setiap malam aku tidur dan diberi mimpi yang sama. Besok pagi setelah bangun adalah hari yang berbeda. Masa depan mungkin masih belum terlihat, tapi tujuanku tetaplah sama.

(Sasuke-Sakura)

=0=0=0=0=0=

PRECIOUS : Chapter 3

Sasuke-Sakura-

Chapter: EMOTION

Pair: SasuSaku
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length:  5.290 words
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.

Story by

FuRaHa

~Itadakimasu~

.

.

.

.

Di dua sisi berseberangan, mereka berlari mengejar sosok bayangan itu. Tapi sejauh mana mereka coba ulurkan tangan tetap tak bisa menjangkaunya. Orang itu pergi jauh dan kian menjauh. Seiring langkah mereka masih terus mengejar, tetap berusaha mendekatinya. Sampai merasa lelah, namun tak bisa menyerah. Keduanya bingung mencari sesuatu yang telah hilang. Bagai terjebak dalam labirin cermin yang menipu. Ketika dirasa orang itu dekat dan berhasil menangkap bayangannya, ternyata dia malah menghilang.

Sebidang kaca es berdiri kokoh menghalangi. Satu sama lain saling merasakan kehadiran seseorang di seberang sisi lainnya. Dua orang itu bersentuhan lewat telapak tangan yang dingin, merasa kali ini berhasil menemukan kehangatan apa yang mereka cari. Namun perlahan kristal beku itupun mencair. Dalam kabut yang beredar, samar terlihat siapa sesungguhnya orang yang ada dihadapan mereka masing-masing. Bukan sosok lelaki berambut raven panjang berkuncir yang dulu mereka kejar, melainkan orang lain.

Dia…

Yang terlihat dalam pantulan onyx adalah bayangan samar sosok gadis secantik bunga Sakura di musim semi. Dan yang terlihat dalam pantulan emerald adalah sesosok pemuda tampan yang samar terlihat mirip orang itu. Di jalan tak tentu arah, mereka berdua bagai sengaja dipertemukan. Takdir dan orang itu mengikat keduanya.

Sasuke Uchiha

“―suke… Sasuke… Oi, Sasu!”

Orang itu tersentak, seketika terbangun dari tidurnya yang lelap. Onyx masih mengerjap-erjap berat lantas mengedarkan pandangan kesekeliling tempat sebelum kembali menanggapi pemuda berambut perak yang duduk disampingnya.

“Sudah sampai. Bangunlah.” lanjut Kakashi. Dia sudah melepas sabuk pengaman yang lama mengekang dirinya di bangku kemudi dan bersiap turun dari mobil. Sementara Sasuke, sambil menguap masih meregangkan badan―mematahkan leher ke kiri dan kanan, memijat bahunya yang kini terasa sedikit pegal usai tidur sepanjang perjalanan dengan posisi tak nyaman. “Nyenyak sekali tidurmu. Apa kau begitu lelah? Sepertinya sampai bermimpi indah.”

“Hn.” Sasuke hanya sedikit menyunggingkan bibir. ‘Mimpi indah?, pikirnya dalam hati. Perlahan menyusun kembali bayangan sisa adegan bunga tidurnya tadi. Dia hanya memimpikan hal yang sama, terus berulang dan tak pernah selesai. Tapi satu hal yang dia ingat, dia memimpikan Itachi. Itu saja. Mimpi tentang Itachi.

Dinginnya udara pagi langsung menyerang begitu Sasuke jejakkan kakinya keluar turun dari mobil. Seraya dia eratkan badan dan tarik tudung kepala mantelnya hingga menutupi helaian rambut raven uniknya, Sasuke pandang sekilas warna langit yang masih tampak pucat di atas sana. Fajar mungkin baru akan tiba sekitar satu jam lagi. Sepertinya mereka datang terlalu pagi.

“Kau yakin mau tinggal di sini?” tanya Kakashi. “Kau tahu Fugaku-jiisan menyuruhku menyewakan apartemen yang lebih layak dan mewah dari ini. Apa jadinya kalau beliau tahu kau malah meninggalkan apartemen lamamu dan memilih tinggal di tempat bobrok ini, bisa-bisa aku kena marah. Dianggap tak bisa menjagamu dengan baik di sini. Apa sebenarnya tujuanmu?”

“Hn.” Sasuke sejenak terdiam, pandangannya kini tertuju pada bangunan setinggi empat lantai yang berdiri kokoh dihadapannya. Sebuah mansion yang terlihat biasa namun tetap terawat dengan baik. Tak bisa disebut bobrok sebenarnya, karena masih layak huni. Tapi bila dibandingkan dengan apartemen dulu yang ditinggalinya hampir setengah tahun sejak dia berada di Konoha, memang sangat jauh berbeda. “Asal kau tak bilang pada Tou-san, dia tak akan tahu. Itachi-nii juga begitu kan?”

“Selera kakakmu kan memang aneh.” sela Kakashi.

“Lagipula sudah jelas tujuanku hanya untuk bisa dekat dengannya.” lanjut Sasuke, tenang.

Melihat sorot mata itu dan senyuman samar penuh arti di wajah sang Uchiha, Kakashi hanya bisa mendengus pasrah menanggapinya. Meskipun dia tak tahu apa maksud dan tujuan Sasuke sebenarnya, sampai memintanya menyelidiki seseorang, mencarikan tempat tinggal Itachi dulu, bahkan ingin menghuni kamar yang sama. Kakashi terpaksa jadi detektif dadakan disela kesibukannya sebagai manajer di salah satu cabang perusahaan Uchiha di Konoha. Harus menghabiskan jutaan ryo, membujuk penghuni lama untuk pindah, yang kalau dipikir, lebih baik cari tempat tinggal lain saja yang lebih praktis, mewah, lengkap dan tak merepotkan dirinya. Padahal Sasuke bilang dia tak peduli dimana kelak dirinya tinggal di Konoha. Tapi mendapatkan tempat yang sama seperti yang dulu dihuni Itachi mungkin memang jadi tujuannya.

“Yah, apapun itu terserah dirimu saja-lah. Asal kau tak berbuat macam-macam di sini.”

Sasuke terkekeh, “Tenang saja, aku tak akan merepotkanmu lagi. Arigatou senpai.” ucapnya seraya berjalan menyusul Kakashi memasuki mansion itu.

“Benar ya, jangan buat aku repot.”

“Hn.”

Tenang. Ini urusanku. Tujuanku. Aku harus melakukannya sendiri’, batin Sasuke. Dia genggam benda dalam kantung mantelnya erat-erat ketika dilihatnya sekilas nama ‘Haruno’ tertera pada papan nama penghuni.

Sakura haruno

Seseorang pernah bilang, kenangan adalah sesuatu yang diciptakan lagi dari potongan demi potongan ingatan, sama seperti melihat bayangan. Pagi hari ini saat terbangun, tanpa sadar air mata Sakura menetes. Sambil masih menatap langit-langit kamarnya yang tinggi, sesaat dia termenung, merasakan adanya kekosongan di hati. Akhir-akhir ini gadis itu sering memimpikan hal yang sama. Mimpi tersesat dalam labirin cermin yang membingungkan. Untuk bisa menemukan bayangan sang kekasih di kejauhan, dia terburu-buru pergi menghampirinya. Tapi setelah mendekat, bayangan itu menghilang. Dia dapatkan orang lain dihadapannya. Seseorang yang tak dia kenal.

Seakan sudah menjadi kebiasaan, usai melamun sebentar, barulah gadis itu bergegas turun dari ranjang. Pergi mencuci muka, menghapus jejak air mata mengering dan berusaha menenangkan kembali hati dan perasaannya. Dia pandang pantulan wajahnya sendiri di cermin, seraya menempelkan sebelah telapak tangannya menghapus embun-embun air yang menempel.

Siapa?

Sakura bertanya-tanya, berusaha mengingat wajah samar yang selalu terlihat dalam mimpi-mimpinya. Tapi sayang sekali, tak banyak yang bisa dia ingat. Hanya Itachi. Mimpi tentang Itachi. Sakura hanya ingat Itachi.

Cahaya mentari menerobos masuk saat gadis berhelaian merah muda itu menyibakkan tirai jendela kamarnya. Emerald memandang langit biru tak berawan, Sakura berharap semoga saja hari ini cerah. Sinar hangat sedikit terpantul mengenai kaca figura di atas buffet sisi tempat tidur. Menunjukkan siluet yang terlihat berkilauan.

Ohayou~…” ucap Sakura riang sembari memandang sesosok wajah ceria di dalam foto figura itu. Menampilkan wajah lelaki tampan yang tertawa dengan sudut bibir yang turun. Alis kirinya sedikit terangkat, membuat mimik wajah pemuda itu terlihat nakal namun menggemaskan. Berpose dengan berlagak angkuh seperti itu memang salah satu ciri khasnya. “Itachi-koi yang keren.”

Itachi-3-1

Sakura sentuhkan jemarinya bergerak mengelus pipi pemuda itu. Perlahan tapi pasti pikirannya kembali dipenuhi dengan bayangan Itachi. Sesaat merasa orang itu benar-benar berada di sini. Sakura sungguh menyentuh wajahnya dengan lembut. Yah, mungkin itu semua hanya ilusi yang memang terkadang muncul. Terbentuk dari perasaan rindu, keinginan untuk bertemu dalam dirinya yang mengakibatkan munculnya khayalan. Meskipun Sakura tahu ada sebuah mimpi yang tak mungkin lagi terwujud, tapi baginya tetap ada hal yang tak bisa dia buang begitu saja. Dan khusus untuk Itachi, tak ada satu pun bagian dari diri lelaki itu yang bisa Sakura hilangkan. Meski dibenci, dikasihani, dipandang egois. Meski orang lain meremehkan. Meski tak tahu sampai kapan akan terus seperti ini, dan tak ada hal yang dijanjikan oleh Itachi untuk kembali padanya, tapi Sakura menyukai dirinya yang suka pada Itachi sampai sejauh ini.

Bagi Sakura, dua tahun berlalu namun sosok Itachi tetap tak tergantikan.

mebuki-sakura-haruno

Ohayou~ Kaa-san.” sapa gadis bersurai merah muda itu begitu masuk ruang makan dan sempatkan diri mencium sekilas pipi kiri ibunya. Dia langsung sambar sepotong roti panggang yang sudah tersaji di atas meja sebagai sarapan.

Ohayou~…” balas Mebuki, “Tumben sudah bangun jam segini, kau ada jadwal kuliah pagi?”

“Iya begitulah. Gaara sudah datang?” tanya Sakura yang langsung dibalas dengan tatapan selidik sang ibu. “Err, dia bilang sekalian lewat mau menjemputku kemari.”

“Sakura, jangan malu-malu. Akui saja hubungan kalian. Tak apa-apa kok. Ibu juga maklum kalau kau sudah punya pacar.” goda Mebuki.

Sakura tertawa kecil, “Ya ampun, sudah kubilang berapa kali aku dan Gaara itu cuma teman.”

“Hmm, tapi kelihatannya Gaara baik.”

“Iya, Gaara memang baik padaku.” sela Sakura.

“Dia juga suka padamu, kan?” tanya Mebuki. “Ibu saja bisa lihat dari cara setiap kali dia menatap dan memperlakukanmu, jangan bilang kalau kau malah tak menyadarinya.”

Sakura nyengir. Dia tahu maksud pembicaraan ibunya. Dan memang benar, teman lelaki berambut merah yang bernama ‘Gaara’ itu selama ini selalu memberikan perhatian khusus padanya. Sakura juga bukannya tak sadar akan hal itu. Malah dia tahu dengan pasti karena Gaara entah sudah berapa kali menyatakannya. Sejak dulu dia tahu. Mereka berdua sama-sama tahu. Meskipun begitu Sakura tak bisa balas berbuat lebih. Hanya teman. Hanya sebatas itu. Hanya itu yang bisa dia berikan.

“Jadi apa lagi yang kau tunggu. Apa sampai sekarang Gaara tak pernah berani menyatakan perasaannya padamu?”

“Bukan begitu.”

“Lalu?” desak Mebuki. Terus terang ibu yang satu ini sebenarnya merasa cemas dengan keadaan putri kesayangannya. Setahu dia, gadis manisnya sampai sekarang sama sekali belum punya pacar. Tapi bukan berarti dia bebaskan putrinya untuk menjalin hubungan lebih jauh dengan seorang lelaki sebelum menikah. Hanya saja dia tak mau kalau sampai Sakura tak merasakan indahnya masa remaja yang penuh cinta.

“A-aku… menyukai orang lain.” gumam Sakura.

“Oh ya?!” Mebuki senang mendengarnya. Tiada yang lebih mengembirakan selain bisa curhat soal cinta dengan putrinya sendiri yang selama ini lebih tertutup mengenai masalah ini. “Siapa? Kau suka sama siapa? Ayo ceritakan sama ibu. Bukan Gaara? Temanmu? Yang mana? Satu kampus? Siapa?”

Melihat ibunya antusias seperti itu, Sakura malah jadi malu sendiri. “Aaaa―sudahlah. Bukan siapa-siapa. Aku tak mau membahasnya.” Gadis itu memilih menghindar dan cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, “Ngomong-ngomong Tou-san mana?”

Mebuki mendengus kecewa, tahu Sakura malah menghindar. Tapi dia maklumi juga sikap putrinya itu. “Ayahmu sedang pergi mengantarkan tamu melihat kamar.” jawab Mebuki.

“Sepagi ini?”

“Iya, mereka datang pagi sekali. Tanpa banyak basa-basi langsung tanda tangani surat kontrak dan membayar penuh uang sewanya sekalian. Sungguh penghuni baru yang menyenangkan kalau gitu, hohoho~… Tak mengomel macam-macam, minta ini-lah, itu-lah, protes soal biaya listrik dan air, ingin ganti warna cat atau wallpaper, cuma nego lewat telepon, belum lihat tempat, tapi sudah langsung sewa.”

“Eeh, itu bukannya mencurigakan?”

“Katanya mereka lagi butuh tempat tinggal secepatnya, makanya hari inipun langsung sekalian pindah. Tenang saja, kelihatannya mereka orang baik-baik, mana ganteng-ganteng lagi orangnya. Kyaaa~… sudah lama mansion kita tak kedatangan brondong muda.”

Idih~ Kaa-san ganjen.‘, batin Sakura sweatdrop, melihat tingkah ibunya yang terlihat begitu gembira. Entah karena satu hunian mansion mereka laku disewa, senang karena dapatkan uang atau memang terpesona sama lelaki lain selain ayahnya―Haruno Kizashi.

“Oh ya, jadi penghuninya cowok. Mereka sewa kamar yang mana?” tanya Sakura. Mebuki jawab hanya dengan mengacungkan jarinya menunjuk-nunjuk lantai atas. “Eh, kamar yang itu bukannya tuan Yamamoto masih menyewanya sampai tahun depan?” heran gadis itu.

“Tiga hari lalu kan dia sudah pindah. Dan begitu kamarnya kosong langsung sudah ada yang sewa. Hebat, kan? Ini keberuntungan besar buat mansion Haruno.”

“Wah~ syukurlah kalau begitu.” Sakura turut senang mendengarnya. Bagaimana tidak, rejeki orang tua rejeki anak juga, kan?

“Jadi sekarang status kamar itu sampai dua tahun ke depan dipegang tuan Hatake Kakashi. Tapi yang akan tinggal hanya adiknya saja. Dan kau tahu Sakura, meskipun anaknya terlihat agak sombong, karena lebih banyak diam dan ekspresinya itu lho, dingin sekali, tapi orangnya tampan. Sepertinya kalian juga seumuran. Lalu yang buat ibu terpana saat melihatnya, wajahnya itu sekilas mengingatkan ibu pada seseorang. Dia mirip sekali dengan Itachi…”

Deg Jantung Sakura berdegup kencang mendengar satu nama itu disebut.

“―mirip Uchiha Itachi. Mahasiswa bisnis manajemen Konoha yang waktu itu pernah sewa kamar itu juga. Kau ingat?”

“U-uchiha Itachi…” Sakura mendadak gugup, “Mirip Itachi-niisan?”

Mebuki mengangguk-angguk. “Coba saja nanti kau pastikan sendiri kalau kalian kebetulan bertemu. Oh iya, ngomong-ngomong soal Itachi, apa kabarnya dia sekarang? Sakura, dulu kau cukup dekat dengannya kan? Setelah pindah waktu itu apa kalian pernah bertemu kembali?”

“Aa-aku…” Sakura menunduk, meremas kerah bajunya erat seakan ingin meremas hatinya sendiri yang mendadak terasa berat dan sakit. “―tidak pernah bertemu dengannya.” gumam Sakura. Aku ingin bertemu dengannya!, teriak batin gadis itu sebenarnya.

“Aah, rasanya ibu rindu sama Itachi. Habis dia anaknya ramah dan baik sih. Iya kan, Sakura?”

Rindu? Aku juga rindu…

Drrt… drrt… ponsel di saku celana jeans Sakura bergetar. Gadis itu seketika tersentak kaget, tapi jadinya dia bisa sedikit bernafas lega. Barusan seperti disadarkan dari lamunan. Sakura lekas periksa ponselnya, ternyata ada pesan dari Gaara kalau lelaki itu sudah menunggunya di depan mansion.

Ano~ Kaa-san, aku berangkat dulu ya. Gaara sudah datang.”

“Iya, hati-hati di jalan ya sayang. Sampaikan salam ibu untuk Gaara. Semoga harimu menyenangkan.”

“Hn.” Sambil memakai sepatu kets-nya, Sakura mengangguk. Sejurus kemudian gadis itu segera keluar dari rumah dengan perasaan tak tentu. Sedikit penasaran. Jadi kepikiran seperti apa orang yang mirip dengan Itachi itu?

Ohayou~…” sapa Sakura menghampiri Gaara di parkiran. “Maaf ya hari inipun aku merepotkanmu, hihi~…”

“Sudahlah. Tak apa. Ayo cepat naik.” Gaara segera membukakan pintu mobilnya mempersilahkan Sakura masuk. Gadis itu lepaskan tas selempang miliknya dan sesaat terdiam karena sesuatu. “Ada apa?” tanya Gaara.

“Kalungku…” Sakura baru sadar ada barang yang tertinggal. “Maaf, aku harus kembali. Pergi saja duluan kalau kau buru-buru.”

“Hei?!” panggil Gaara, melihat Sakura sudah ngacir duluan kembali masuk ke dalam mansion. “Baiklah, aku tunggu!” teriaknya, walau dalam hati lelaki berambut merah dengan tato ‘Ai’ di kening itu mendengus kecewa. Sudah cape-cape datang masa seenaknya disuruh pergi. “Barang apa sih yang tertinggal, cuma aksesoris biasa kan?”

Tapi tidak buat Sakura.

Mebuki terkejut dan heran melihat putrinya yang baru beberapa menit lalu pamit, kembali lagi. Sakura cuma nyengir membalas tatapan sang ibu dan segera pergi usai mengambil barang yang buatnya berharga. Sampai tak bisa dia tinggalkan. Sampai tak bisa dia tak kenakan. Tumben sekali hari ini tak biasanya Sakura lupa langsung pakai kalung itu seusai dilepaskannya saat mandi. Kalung yang tak bisa dia buang, sama seperti perasaannya.

Sambil melepaskan kaitan rantai kalung itu dan berusaha memakaikannya sendiri, dengan langkah terburu-buru Sakura bergegas menuruni tangga. Sampai tak perhatikan seseorang yang membawa dus besar menghalangi jalannya dan…

Bruukk

Tak sengaja mereka bertubrukan. Sakura sedikit terhuyun, untung tak sampai jatuh. Dirinya berhasil selamat karena orang itu dengan sigap menangkapnya. Menahan tubuh Sakura walau jadinya barang bawaannya sendiri kini jatuh berantakan.

“Aaa―maaf…” Sakura lekas enyahkan perasaan terkejutnya. Lebih dari itu dia segera berinisiatif membantu memunguti barang-barang yang terjatuh. Beberapa buku, alat tulis dan pajangan yang untungnya tak terbuat dari bahan pecah-belah. “Ini barangmu, sekali lagi maaf ya.” ucap Sakura terburu-buru, tak begitu perhatikan orang asing berjaket biru donker itu.

Sasuke-Sakura-

“Hei!” suara rendah lelaki itu terdengar memanggil. Sejenak menghentikan langkah Sakura yang sudah berada di ujung tangga lantai satu. Gadis berhelaian merah muda itu menoleh dan sesaat terpana ketika akhirnya dia lihat siapa orang yang tadi ditabraknya.

Sorot mata onyx yang kelam… Helaian rambut ravennya… Garis wajah yang tampan… Penghuni baru lantai atas yang katanya mirip Itachi?

“―ini milikmu?”

Pertanyaan barusan membuyarkan lamunan Sakura. Emerald bergulir menatap sebuah kalung berliontin kipas merah-putih yang digenggam pemuda itu. Sakura raba bagian jenjang lehernya dan memang tak menemukan kalung miliknya. Batinnya mencelos, entah karena apa. Mendadak Sakura merasa aneh. Melihat lelaki itu, kalung Uchiha miliknya… Sakura tak tahu apa yang buat dia merasa berdebar barusan.

“Iya, benar itu milikku.” Sakura kembali mendekat, melangkah menaiki tangga. Baru saja dia hendak mengulurkan tangan meraih kalung itu, si pemuda raven misterius bergerak lebih dulu. Membuatnya terkejut ketika kedua tangan pemuda itu menyegrap lehernya seperti hendak mencekiknya. Sakura bergeming. Rasa takut menjalar. Sebelum kemudian dia sadari yang dilakukan orang itu hanya membantu memasangkan kalung itu dilehernya.

“Sudah.” ucapnya datar, seraya menyibakan helaian rambut merah muda Sakura.

“Ehm, iya, terima kasih.” balas Sakura.

“Hn.” Tanpa banyak bicara dia kembali berbalik, mengangkat dus bawaannya dan melengos meninggalkan Sakura yang masih terdiam.

“Hei!” kali ini giliran Sakura yang memanggil. Langkah pemuda itu terhenti. Dia tak menoleh, tapi onyxnya bergulir menatap Sakura lewat sudut mata. Diam, seakan menunggu gadis itu bicara. “Kau―siapa namamu?” tanya Sakura. Lebih dari penasaran, entah kenapa dia memang ingin mengetahuinya. “Hatake Kakashi?”

“Bukan.” sanggah si pemuda. “Sasuke. Namaku Sasuke Uc―” jeda sesaat, “Panggil saja aku Sasuke.”

“Ooh, Sasuke…” gumam Sakura. ‘Bodoh, apa yang kupikirkan tadi, berharap dia akan menyebut namanya sebagai Itachi Uchiha?’ rutuk gadis itu dalam hati. Lekas enyahkan khayalan gila yang sempat terpikir olehnya. Jelas saja dia bukan Itachi. Meskipun sekilas mirip, tapi mereka dua orang yang berbeda. Walau sepertinya dia benar-benar melihat bayangan Itachi ada dalam diri pemuda itu, tapi tak mungkin kan? Dia Sasuke, namanya Sasuke.

“Hatake-san, selamat datang di Mansion Haruno. Semoga kau betah tinggal di tempat kami.” sambut Sakura, melanjutkan basa-basinya.

“Hn. Tentu saja. Pasti akan menyenangkan.” kali ini Sasuke menoleh. Ditorehkan olehnya sebuah senyuman tipis penuh arti kepada Sakura. “Karena itu mohon bantuannya juga, nona Haruno Sakura.”

Dalam diam, mereka hanya saling bertatapan. Emerald itu seakan terperangkap kelamnya onyx. Bagi Sakura sendiri, entah kenapa dia malah berusaha semakin menelisik lebih jauh diri Sasuke. Mencari-cari gambaran seseorang yang lama dinantikannya.

“Sakura!” panggilan seorang pemuda berambut merah memecah suasana. Sakura menoleh, mendapati Gaara ternyata datang menyusulnya. “Sudah siap? Ayo cepat kita berangkat sekarang!”

“I-iya.”

Sakura mengangguk dan menghampiri Gaara. Sekilas dia berikan senyuman manisnya pamit pada Sasuke. Gaara ikut mendelik menatap lelaki raven yang masih diam berdiri di ujung anak tangga paling atas. Pale green bersiborok dengan onyx. Entah kenapa timbul rasa tak suka dalam diri mereka masing-masing. Seakan sengaja ingin tegaskan keberadaannya kehadapan Sasuke, sambil berlalu Gaara rangkul bahu Sakura. Sasuke diam memerhatikan.

Braakk

Kakashi terkejut mendengar suara keributan di pintu depan. Langsung saja dia tinggalkan aktifitasnya yang sedang menata perabotan di ruang makan dan bergegas melihat apa yang terjadi. Sasuke meletakkan dus besar berisi buku-buku miliknya begitu saja. Wajah pemuda itu tampak tegang. Kakashi bisa lihat dari rahang yang mengeras, bibir yang terkatup rapat, kedua tangan yang terkepal. “Ada apa?” tanyanya penasaran.

Sasuke tak menjawab. Dia pejamkan mata tampak sedang menahan suatu gejolak dalam diri. Marah? Kesal? Sabar? Apa yang coba lelaki itu tahan sekarang?

“AAARRGHH!” teriak Sasuke tiba-tiba. Dia jambak helaian rambut ravennya, tampak frustasi. “Sialan. Sialan. Sialan. Sialan.” desisnya berulang kali.

“Oi, kenapa―”

Sasuke beranjak dari tempatnya, berjalan menuju balkon jendela. Dia buka sedikit celah tirai dan mengedarkan pandangan menelusuri pemandangan di luar kamarnya di lantai tiga. Tampak di parkiran sana pink dan merah tengah berjalan bersama.

“Kurang ajar. Dasar jalang. Brengsek!” maki Sasuke, melihat wajah polos gadis musim semi yang tersenyum ceria itu. Didalam saku jaket tangan Sasuke terkepal. Menggenggam erat sebuah liontin kalung yang selalu dia bawa. Pikirannya kembali terbayang kejadian beberapa menit lalu, saat dia bertemu Sakura dan melihat―memegang sebuah benda yang harusnya jadi miliknya.

Iya, benar itu milikku.Sasuke teringat jawaban Sakura.

Untuk apa kau berikan itu padanya, kak? Seandainya kau lihat dia dengan tak bersalah malah memakainya jalan bersama orang lain. Tak pantas. Sama sekali tak pantas. Haruno Sakura, kau tahu apa yang pantas untukmu? Akan kuberikan apa yang harusnya jadi milikmu!’

Gaara-Sakura

Menghiraukan ceramah ilmiah dari dosen di depan kelas, seorang gadis berhelaian sewarna permen karet tampak termenung menopang wajah cantiknya dengan sebelah tangan. Sementara tangan lainnya memainkan liontin kalung bentuk kipas yang tergantung di leher. Pandangan emerald itu menerawang jauh, menatap langit biru di luar jendela. Sebenarnya apa yang dilakukan gadis itu tak aneh. Beberapa teman sekelasnya yang lain pun nampak santai dan bersikap acuh tak acuh mengikuti pelajaran.

Mata kuliah umum hari ini mungkin membosankan. Tapi khusus untuk Sakura, ini gejala tak normal. Biasanya dia tak pernah seperti ini. Gadis itu selalu bisa fokus, mengingat dia tergolong murid pintar, rajin dan berprestasi. Makanya heran bagi Ino dan Hinata melihat sahabat mereka bersikap seperti itu. Sampai mengabaikan pertanyaan kuis di akhir pelajaran yang biasa Sakura dapat raih poin tertinggi, kali ini gadis itu bahkan tak mengacungkan tangannya sama sekali.

“Sakura, kau kenapa? Apa kau sakit? Tak enak badan? Sedang ada masalah? Terjadi sesuatu?” tanya Ino beruntun dengan gaya menginterogasi. “Kau sadar tingkahmu hari ini sangat aneh?

“Oh ya?” dengan polosnya Sakura malah balik tanya, “Aku aneh apanya?”

“Wa-wajahmu tampak seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta.” tuduh Hinata, bicara sedikit ragu. Dan Ino pun ikut terbelalak mendengarnya. Karena dirasa pikiran Hinata itu sungguh tak masuk akal.

“Benarkah?” tanya Ino, kembali antusias. “Akhirnya kau jatuh cinta?”

“Heh, tidak.” bantah Sakura, “Kenapa kalian berpikiran seperti itu?”

Ino dan Hinata saling pandang.

“Habisnya sudah lama sekali kan, tak melihatmu bicara serius tentang cinta.” kata Ino.

“Biasanya soal mimpi terus.” sambung Hinata.

Sakura hanya tersenyum kecut. Tahu dengan pasti maksud dua sahabatnya ini. Belakangan memang dia sering curhat soal mimpi yang selama ini dia alami pada mereka. Tentang mengejar bayangan Itachi, sosoknya yang menghilang dan kehadiran orang misterius yang seakan mengganti kekosongan yang ada.

“Kau memimpikannya lagi?” tanya Ino, gadis itu lantas menghela nafas panjang. “Sudah kubilang berulang kali mungkin itu pertanda. Pasti pertanda, Sakura. Katanya kalau memimpikan hal yang sama terus-menerus artinya itu pertanda akan sesuatu, ada maksud dibalik mimpimu itu. Pendapatku ini benar, kan?”

“A-aku juga sependapat. Apa kau tak berpikir mungkin ini saatnya kau mulai melangkah ke depan, Sakura-chan?” lanjut Hinata tak kalah antusiasnya bicara.

“Maju ke depan kemana?” tanya Sakura masih tak mengerti, “Apa selama ini kalian pikir aku mundur ke belakang?”

“Payah. Begitu sajatak tahu maksudnya.” Ino geleng-geleng kepala, matanya menyipit memandang sobatnya dengan tatapan prihatin.

“Apa sih? Jangan masang tampang sok begitu dong, mau kujitak?” Sakura yang kesal mengacungkan kepalan tangannya ke hadapan Ino, sedikit bercanda mencoba menakut-nakutinya.

“Ah, iya, iya, ampun.” Ino cengengesan, “Bercanda juga. Habisnya kau terlalu serius sih.”

“Terlalu serius bagaimana?”

“Sadarlah, selama ini kau cuma jalan ditempat kan? Sudah dua tahun berlalu, apa tak terpikirkan olehmu untuk mulai cari pacar baru?”

“Pacar baru?” tanya Sakura heran, “Haruskah?”

Ino dan Hinata mengangguk kompak, “Ho’oh, bagaimana dengan Gaara? Ayolah, jangan pura-pura tak sadar, dia serius menyukaimu, kan?”

Ah, tak ibunya, kini dua sahabatnya pun ikut berpendapat hal yang sama soal Gaara. Apa mereka bertiga bersekongkol, punya maksud tertentu sengaja melakukannya?

“Aku dan Gaara hanya berteman kok.” bantah Sakura cepat.

“Hmm, masa? Teman apa teman?” goda Ino dan Hinata berdua sekali lagi. “Mana ada teman cowok yang begitu perhatian padamu dan kau balas berikan perhatian lain padanya. Lagipula kami sudah sering melihatnya, kau dan Gaara jalan bersama. Tak perlu malu-malu begitu sama kita dong, bilang dengan jujur apa sebenarnya hubungan kalian berdua! Sudah pacaran kan?”

“AH, HAHAHAHA…” Sakura malah tertawa jadinya, “Sumpah, siapa yang pacaran? Teman yah teman. Aku dan Gaara tak ada hubungan apa-apa lebih dari itu.”

“Sadis. Kau kejam Sakura!”

“Eh, kenapa?”

“Teganya kau berkata begitu padahal kau jelas tahu perasaan Gaara sesungguhnya.” kata Ino. “Dia dulu putus sama Matsuri kan demi kamu.”

Ugh, Sakura merasa tak nyaman mereka mulai menyinggung mengenai masalah itu. “Memang apa hubungannya denganku? Aku tak pernah minta mereka putus. Itulah sebabnya aku selalu merasa tak tenang, Matsuri menyalahkanku kan?”

“Tidak. Sebenarnya Matsuri juga tahu. Dari awal mereka pacaran juga cuma buat status. Gaara suka kamu dari dulu, tapi kau terlanjur malah pacaran sama orang gak jelas.”

“Orang gak jelas?” desis Sakura.

Ino dan Hinata jadi tak enak hati. Mungkin kata-kata barusan keterlaluan tapi mereka pun sudah tak ingin diam menanggapinya.

“Bukannya kami tak memihakmu, kami justru menyayangimu Sakura. Makanya kami pikir untuk apa kau tetap setia pada orang yang bahkan sudah pergi dan menghilang.”

Jleb Kata-kata barusan begitu menancap di hati Sakura. Dia ingin bantah tapi setengah bagian dirinya yang lain pun setuju dengan pendapat mereka.

“Kami hanya ingin kau bahagia. Bukan dengan mengurung diri terus dalam masa lalu yang pahit. Kau punya jalan pilihan lain yang bisa kau telusuri. Masa depan yang berbeda. Takdir yang berbeda. Yang jauh dari orang itu.”

Hening sejenak. Sakura terdiam, merenung. Nasihat barusan bukan kali pertama dia dengar dilontarkan sahabat-sahabatnya itu. Move on. Menyuruhnya membuang cinta lama. Itachi…

“Aku tahu,” gumam Sakura pelan, dalam pandangan yang tertunduk. “kalian pikir aku tak pernah mencoba untuk menyerah? Aku tahu kalian pikir aku mungkin sudah gila. Terkadang akupun sependapat. Untuk apa aku terus seperti ini? Aku tahu rasanya ini memuakan, menyakitkan, keterlaluan. Tapi aku tak bisa…” Sakura gigiti bibir bawahnya, mencengkeram kerah kemejanya yang menutup keberadaan benda kenangan yang masih tersisa.

Melihat keadaannya seperti itu, Ino dan Hinata kembali luluh. Dua gadis blonde dan indigo itu perlahan memeluk Sakura dan membelai lembut menenangkannya. Sia-sia. Rasanya percuma membujuk Sakura melupakan orang itu. Tak ada yang bisa dilakukan. Pasrahkan saja, berharap Sakura temukan sendiri kebahagiaan sejatinya. Dengan atau tidak bersama seseorang bernama ‘Itachi Uchiha’ yang bahkan Ino-Hinata tak pernah lihat, temui secara nyata.

Langkah Sakura sejenak terhenti di ujung anak tangga lantai dua. Pandangannya menengadah, menatap jalan menuju lantai tiga. Kadang dia memang bertingkah seperti ini. Diam dan menunggu. Mengharapkan sesuatu yang dulu biasa muncul dari sana. Wajah ceria Itachi yang tersenyum menyapa kehadirannya, mengajaknya bicara, bersenda-gurau, menjalin keakraban. Tapi semua itu kini hanyalah tinggal kenangan. Orang itu telah pergi dan menghilang.

“Benar, untuk apa menantinya dan aku kian terperangkap dalam masa lalu menyakitkan.” pikir Sakura teringat perkataan Ino dan Hinata tadi siang. “Lalu jika aku ingin keluar dan berjalan maju, kemana kini aku harus melangkah?”

Tap

Sakura jejakkan kakinya menaiki anak tangga itu. Selama ini hanya diam menunggu, sudah lama Sakura tak melihatnya. Dia terus melangkah sampai terhenti di depan sebuah pintu kamar.

Kapan terakhir kali aku kemari, pikiran Sakura kembali terkenang. Itachi-niisan, kau ada didalam kan? Keluarlah dan temui aku. Akuaku ingin bertemu

Sasu-Saku-face to face

“Ada apa?”

Sakura tersentak kaget. Lamunannya buyar. Perlahan dia menoleh, mendapati Sasuke yang entah sejak kapan berdiri tak jauh darinya. Ugh, pastinya Sakura tampak bodoh sekarang dengan tampang pucat yang tegang dan sebelah tangan terangkat hendak mengetuk pintu kamar Sasuke.

“Ehm, hei…” Sakura gugup dan tersenyum kaku. Cepat menurunkan tangan, menyembunyikannya di belakang punggung dan mulai salah tingkah. “Aku―aku cuma mau datang untuk memastikan kalau…”

Sasuke miringkan sedikit kepalanya, masih bertampang stoic. Dia lipat kedua tangannya di dada, menunggu Sakura bicara.

“―kau tak protes memilih tinggal disini dan tahu cara hidup yang baik di tempat ini!” lanjut Sakura ngawur. Bicara apa aku ini?!, batinnya berteriak tak percaya.

“Cara hidup yang baik?” Sasuke balik tanya.

“Ehem, iya cara hidup yang baik.” Sakura pasang tampang percaya diri―ngeles aja-lah, pikirnya. “Seperti tak merusak properti yang ada. Memaku dan melubangi tembok sembarangan. Tidak terlambat membayar uang tagihan listrik, air, sampah dan laundry. Menjaga ketertiban dan keamanan mansion. Saling menghormati antar sesama penghuni…”

“Ayahmu sudah jelaskan soal itu kemarin.” sela Sasuke, bikin Sakura mati kutu. “Tapi kalau mau pastikan sendiri, silahkan saja.” Lelaki itu mendekat, membuka kunci dan mempersilahkan Sakura masuk.

Harus bagaimana sekarang? Sakura bingung jadinya. Memilih melangkah kabur dan sekali lagi tampil bodoh dihadapan Sasuke atau masuk ke kamar lelaki asing yang belum lama dikenalnya?

“Baiklah. Hanya untuk memastikan.” kata Sakura yakin. Tepatnya meyakinkan diri sendiri. Dia memilih berjalan masuk ke dalam kamar itu.

Sikap canggung entah sejak kapan menghilang. Sakura mulai merasa nyaman berada disini. Mungkin karena sementara dia melihat-lihat, dia pun sekalian mengenang masa lalu. Dulu Sakura sering mengunjungi Itachi, tahu betul isi kamar sewa lelaki itu. Letak barang-barang. Semuanya. Dan Sakura rasakan suasana yang sama meski kini ditempati oleh Sasuke. Walaupun tempatnya masih sedikit berantakan dengan beberapa dus pindahan yang belum dirapihkan.

“Jadi kuingatkan sekali lagi, terutama untuk kamar mandi. Kau jangan teledor menyalakan air, apalagi sampai buat lantainya tergenang. Itu suka merembes bocor sampai ke lantai bawah. Tepatnya rumahku. Stel musik keras-keras dibolehkan, asal jangan terlalu berisik dan mengganggu tetangga. Lalu…”

“Tunggu sebentar.” sela Sasuke memotong pembicaraan Sakura. Dia melengos pergi ke ruangan lain untuk menjawab telepon yang berdering. “Iya, Kaa-san…”

Sementara menunggu, Sakura pergi melihat-lihat sendiri. Langkahnya sampai pada balkon kamar itu. Seraya mengedarkan pandangan melihat pemandangan di luar, dirasakannya hembusan angin yang sedikit kencang menerpa lembut wajahnya. Memainkan helaian merah muda yang diberi hiasan rambut bandana merah. Sakura tarik nafas dalam-dalam, sejenak memejamkan mata, sekilas bayangan masa lalu terlintas.

Dulu mereka berdua terkadang habiskan waktu disini. Sekedar mengobrol sambil menikmati pemandangan senja yang memesona. Itachi memeluknya dari belakang, menumpukan kepalanya diatas bahu Sakura. Sambil bersenangdung menyanyikan lagu kesukaan, Itachi bilang itu menenangkannya. Bersama Sakura dia temukan perasaan hangat dan nyaman yang tak dia dapatkan dari seseorang. Mengenang Itachi kini membuat hatinya merasa rindu.

“Kyaaaa―” teriak Sakura terkejut saat dia berbalik dan mendapati Sasuke berdiri di belakangnya. Saking kagetnya gadis itu tersentak mundur, kakinya terantuk, punggungnya menabrak tembok beton balkon, terhuyun ke belakang dan…

Braakk

Sakura terhenyak, tubuhnya gemetar, jantungnya berpacu kencang melihat pot bunga itu hancur berantakan. Salah langkah sedikit saja bisa jadi itu dirinya yang ada di bawah sana. Rasa takut masih menjalar sementara dia tarik nafas cepat-cepat, mengeratkan pegangannya pada bahu Sasuke yang sudah mendekapnya.

“Ya Tuhan, hampir saja…” desah Sakura, merasa lega.

“Hn. Lain kali hati-hati.”

“Memang ini salah siapa? Kau sih, muncul tiba-tiba. Gimana gak kaget coba?!”

“Hn.” Sasuke hanya tersenyum miring menanggapi protes Sakura. Senyuman itu entah bagaimana mengartikannya. Seperti menyimpan maksud tertentu. Sasuke tak mungkin sengaja datang mengagetkannya kan? Sakura saja yang daritadi melamun sampai tak perhatikan kehadiran lelaki itu di dekatnya.

Baru sadar dengan posisi mereka kini, Sakura lekas melepaskan dekapan Sasuke. Sedikit menjauh mencoba menenangkan dirinya sendiri. Sasuke masih memerhatikan, dan itu membuat Sakura jadi salah tingkah. Suasana kembali canggung dan terasa tak nyaman. Sakura pikir dia sudah tak bisa lagi berlama-lama disini.

“Ehm, maaf. Sebaiknya aku pulang sekarang. Permisi.” pamit Sakura, langsung melengos pergi keluar dengan terburu-buru.

“Hn.” Sasuke masih terdiam, hanya memandang gadis musim semi itu berlalu dihadapannya.

Blam

Pintu depan tertutup. Dibaliknya Sakura senderkan diri barang sejenak. Dia rasakan sesuatu yang aneh dengan dirinya ketika kembali teringat Sasuke. Entah karena tadi masih terbawa suasana mengenang Itachi, saat didekap Sasuke, Sakura merasakan kehangatan yang sama seperti Itachi. Malah kalau Sakura ingat, sewaktu dirinya hampir terjatuh, yang sekilas Sakura lihat adalah bayangan Itachi yang menyelamatkannya.

“Gila. Aku pasti sudah gila….” Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya. Coba enyahkan pikiran tak masuk akal yang terlintas, “Sasuke itu bukan Itachi. Dia orang lain. Ya, dia bukan siapa-siapa…”

Sementara itu di dalam kamar,

Setelah melihat Sakura pergi, Sasuke berpaling. Dia tatap pot bunga milik penghuni sebelumnya yang belum sempat dia bereskan. Melihat benda itu hancur berantakan di bawah sana, pikiran liarnya malah membayangkan kalau itu sungguh sosok tubuh lunglai gadis yang paling dia benci. Bagaimana kalau Sakura yang terkapar di sana? Bagaimana kalau tadi tangannya yang coba terulur menolong gadis itu justru digunakan untuk mendorongnya jatuh? Bagaimana dendamnya akan terbalas?

Tidak. Itu terlalu mudah. Kesakitan seperti itu tak sebanding.’ pikir Sasuke segera beranjak dari balkon. Langkahnya sejenak terhenti dan berjongkok memungut sebuah benda perak yang tak sengaja terjatuh. Liontin kipas Uchiha berinisial S milik Sakura? Atau miliknya? Sasuke genggam dengan erat. “Perlahan. Pelan-pelan saja kulakukan…” desisnya sambil menyeringai.

Sasuke-uchiha-horor

.

.

.

=0=0=0=0=0=0=

TBC… Next to Chapter 4

=0=0=0=0=0=0=


Special Thanks to:

Sslove’yumiki, Sarah Zakila, Judy Maxwell, Raditiya, chii, Jile Sing, Marshanti Lisbania Gratia, qori, zoggakyu, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, miyunyun, Itha, nurjanah, Sandra Pangestu, Eguchi Kimizaky, Rei-reixki-ki, Nakaumi–chan, Uchira Shawol Tripel S, Jile Sing, 이라 (๑’⌣’๑)づ♥, ♚♬Ghina Tamami♬♚ (@ghina_pink), chii, YaYaK, 

And

All of You Silent Readers

(^-^) Berkenan Komen? (^-^)/


Next to PRECIOUS Chapter 4 : COMPLICATED

43 Comments

Leave a Reply

5 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

  5. Pingback:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *