LOVE YOU MORE : Last Chapter

Cerita sebelumnya… Baca Fanfic [Cherry, LOVE ME AGAIN] [Love You More Chapter 1]

Seiring dengan berjalannya waktu kami lalui bersama, ada banyak kejutan dalam hidup.

Tak terduga.

Mengagumkan.

Luar biasa.

Membahagiakan.

Sambil masih saling bergandengan tangan dengan erat, berbagi beban dan senyuman, melewati setiap jalan dan kejadian.

Aku. Dia.

Perasaanku. Perasaannya.

Kami.

Akan selalu… saling… lagi… dan lebih mencintai.


=0=0=0=0=0=

LOVE YOU MORE : LAST CHAPTER

(Cherry, Love me again! Sequel)

Sasusaku-happy-family-

Uchiha Sasuke x Haruno Sakura

NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Story by FuRaHeart

Rate: M (Mature–for save)

Genre: Romance, Family

Lenght: 6.348 Words

WARNING: AU, OOC, typo, NoLemon just blushing scene-bertebaran-, alur GaJe cerita se-mau-gue, etc…

DLDR

~Itadakimasu~


.

.

.


“Tuan dan nyonya Uchiha, silakan masuk!”

Deg

Sontak tubuhku menegang, langsung berdiri menegakkan badan. Jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Gugup. Kucengkeram ujung lipatan rok berampel yang kukenakan. Masih terdiam, kugigiti bibir bawahku untuk menghalau rasa tegang yang ada. Takut. Entah kenapa aku merasa demikian sekarang. Sampai sebelah tangan besar itu menyentuh tanganku. Aku menoleh dan melihat senyum tipis mengembang di wajah tampannya.

“Tenanglah.” ucap Sasuke pelan.

Aku hanya mengangguk dan menelan ludah. Balas menggenggam erat tangan hangat itu dan kami sama-sama melangkah memasuki sebuah ruangan dimana seorang wanita cantik berambut pendek hitam hampir sebahu―dr. Shizune, spesialis kandungan bersiap memberitahukan hasil pemeriksaan darah.

Lebih spesifik dari sekedar dua tanda garis merah yang muncul pada test pack kemarin, YA atau TIDAK-nya aku hamil perlu dilihat dari hasil deteksi kadar hCG (human Chorionic Gonadotropin), yaitu hormon yang diproduksi setelah terjadi pembuahan―yang terkandung dalam tubuhku. Ini sangat menegangkan, karena bisa saja dugaan kehamilanku adalah salah. Berhubung selama ini aku tak menunjukkan tanda-tanda adanya kehamilan, seperti pusing, mual, morning sickness sama sekali tak ada―yang justru malah dialami Sasuke―kecuali jadwal datang bulanku saja yang memang telat. Jadi itu semua belum tentu membuktikan adanya benih kehidupan yang kini tumbuh dalam rahimku sebelum dilihat dari hasil pemeriksaan medis secara keseluruhan.

Yang aku takutkan bagaimana kalau sampai negatif. Pasti akan jadi berita mengecewakan bagi keluarga besar Uchiha-Haruno. Orang tua kami sudah sangat berharap selama ini ingin cepat-cepat menimang cucu pertama. Dan bagi Sasuke―juga diriku sendiri, kami sekarang memang suka saat hanya ada kami berdua saja di rumah. Tapi pasti akan lebih menyenangkan kalau satu demi satu ada anggota keluarga baru yang bertambah.

Sumpah.

“Tuan dan nyonya Uchiha, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dapat ditarik kesimpulan bahwa…”

kalau memang sekarang sudah waktunya Tuhan berikan karunia itu pada kami…

“Selamat Sakura-san, anda memang tengah hamil dan usia kandungannya sekarang sudah memasuki minggu ke-5.” lanjut Shizune.

Maka aku akan sangat bahagia.

“Benarkah?!” pekikku tak percaya. Shizune mengangguk mantap dan tersenyum, dia sodorkan laporan hasil lab-nya. Aku tak peduli. Tak kuperiksa sendiri bagaimana hasilnya dengan detail, karena sekarang perasaanku seakan meluap-luap. “Kyaaaaaaaa―Sasukeeeee!” teriakku seraya menerjang tubuh suamiku, memeluknya erat saking senangnya aku mendengar kabar ini. “Aku hamil! Aku hamil! Aku hamil! Aku benar-benar hamil! Aku mengandung anakmu, Sasu~…!”

“Hn, iya Sakura.” tanggap Sasuke sambil mengusap-usap punggungku. Dia kendurkan dekapannya, menatapku lembut dan mengecup pucuk kepala merah mudaku. “Selamat ya sayang.”

“He’eh,” anggukku.

Sementara kembali mendengarkan penjelasan dokter Shizune seputar kehamilanku. Aku tak bisa hilangkan senyum di wajahku, seraya mensyukuri dan mengusap-usap perut rataku sendiri. Membayangkan wujudnya. Merasakan kehadirannya. Aku berdoa dengan banyak harapan untuknya. Menantikan keajaiban lain yang kelak akan datang mengisi hidupku. Kurang dari sembilan bulan lagi, kami menunggu kehadiranmu, Uchiha-Junior.

Ini benar-benar anugerah yang luar biasa. Terima kasih, Tuhan.

sasukesakurapregnant_2

“Jadi mulai sekarang, perhatikanlah kesehatanmu. Lebih banyak makan makanan bergizi dan bernutrisi. Jangan terlalu memaksakan diri sampai lelah beraktifitas. Ingat kalau sekarang kau tengah berbadan dua. Beban yang kau tanggung tak hanya dirimu seorang, Sakura. Lalu pada trimester pertama mungkin beberapa perubahan hormon akan sedikit membuatmu merasa berbeda baik secara fisik maupun psikologis, karenanya―” pandangan Shizune beralih pada Sasuke, “Sebagai suami, Sasuke kau pun harus setia mendampingi, menjaga dan memperhatikan kondisi istrimu. Lalu bersiaplah untuk kondisi tertentu. Bersabarlah kalau-kalau Sakura minta sesuatu yang aneh-aneh, hihihi~…”

Sesuatu yang aneh-aneh?

Waktu itu kami sama sekali tak perhatikan dengan jelas maksudnya. Sampai tak mengira kalau yang namanya ‘ngidam’ itu mungkin akan menyusahkan.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

Sakura_Haruno___New___V1_by_Darka22

Mengerjap-erjap, menerawang, menatap jauh kedalam kegelapan. Aku tarik nafasku panjang-panjang lantas menghembuskannya. Selama beberapa menit terdiam. Mencoba untuk tenang. Kosongkan pikiran. Tapi dalam bayanganku selalu saja nampak benda itu. Bahkan hanya dengan memikirkannya saja kelenjar-kelenjar bawah lidahku bekerja lebih banyak memproduksi air liur sampai rasanya akan menetes kalau saja tak cepat-cepat aku tegak sendiri.

Glek

Emeraldku bergulir, melirik sesosok pria yang masih berbaring tenang di sampingku. Serba salah menghinggapi, haruskah aku mengusiknya sekarang? Di pagi buta begini, bahkan setelah tahu dia baru saja terlelap usai selesaikan beberapa tugas laporan kerjanya. Dan haruskah aku mengganggunya demi permintaanku malam ini yang hanya ingin―Aku pejamkan mataku dan lagi-lagi yang terlintas dalam pikiranku adalah itu―Oh my God, aku tak bisa lagi menahannya, aku ingin… aku ingin… aku ingin itu…

“Sasuuu~…” bisikku pelan, sambil mengguncangkan tubuhnya. “Banguuun…” pintaku.

“Hn?” gumamnya lemah. Onyx masih terpejam. “Apa Sakura? Kau belum tidur…”

“Ugh, aku gak bisa tidur.” ucapku manja, makin beringsut mendekatinya. “Aku pengen ituuuu~…”

“Apa? Ck, aku juga pengen sayang, tapi aku capek. Besok aja ya.” balas Sasuke.

“Aah, tapi pengennya sekarang…”

“Mmmph, ya udah sini…” kemudian sebelah tangan Sasuke bergerak menyusup kedalam piyamaku dan―Ekh, dia pikir mauku apa sih?! Lekas cepat-cepat aku singkirkan tangan itu. Barusan bikin geli.

“Bukan itu, Sasu!” bentakku, seraya bangkit dari posisi tidur jadi terduduk di ranjang. “Aku gak pengen ML, maunya MM!”

Hah?!

Sang onyx terbelalak, “MM?”

Aku kembungkan sebelah pipiku, sambil melipat kedua tanganku di dada aku menatapnya kesal karena tak peka dengan apa yang kuminta. “Mangga Muda.” jawabku dan… Aaah―terlintas bayangan buahnya saja sudah buat air liurku menetes. “Aku pengen itu. Sekarang!”

“Ish,” Sasuke bangkit dari tidurnya. Dia acak-acak rambut ravennya makin berantakan. Diedarkan pandangan onyx menelisik kegelapan. Dan dengan bantuan sedikit cahaya bulan yang menyusup melalui tirai dilihatnya jam yang tergantung di sisi tembok kamar. “Ini masih jam 2 pagi, Sakura!” geramnya, “Dan kau minta apa? Mangga? Bisa dapat dimana?”

“Terserah.” jawabku cuek, “Pokoknya aku mau itu, se-ka-rang!”

“Di kulkas masih ada kan sisa beli kemarin.”

“Habis. Sudah kumakan kemarin sore.”

“Tuh, tadi sore kan udah…”

“Tapi aku mau lagi!” selaku cepat. “Sekarang!”

“Kau…” Sasuke hendak membalasku, tapi tak jadi. Dia diam sesaat. Dan setelah beberapa menit kami hanya saling bertatapan, akhirnya Sasuke menyerah. Dia menghela nafas panjang sebelum kemudian bangkit dari ranjang dan pastinya mengabulkan keinginanku. “Baiklah, akan kucari.”

“Hore, makasih ya sayang~…” riangku sambil bertepuk tangan kecil.

“Hn. Ck~…”

Maaf Sasuke, harap maklum. Istrimu ini kan lagi ngidam.

Sakura-haruno--

Begitulah yang terjadi beberapa minggu terakhir ini. Memasuki masa usia kandunganku dua bulan, aku mulai suka aneh-aneh. Dengan meningkatnya hormone estrogen sebagai salah satu ciri-ciri orang hamil, calon ibu sepertiku mudah merasa mual dan pusing. Rasanya ingin muntah. Tapi akan jadi baik kalau makan makanan tertentu. Itulah sebabnya mendadak aku suka ingin makan inilah-itulah, melakukan sesuatu yang tak biasa yang mungkin menyusahkan orang-orang di sekitarku―terutama suamiku.

“Aseeeemmm…” pekikku sambil bergidik meresapi rasa kecutnya. “Mau?” tawarku pada lelaki yang sedari tadi duduk memerhatikan di hadapanku sambil menumpukan wajahnya dengan sebelah tangan.

“Hn.” Sasuke menggeleng, “Tidak, terima kasih.”

“Ah, iya, makasih Sasu~ buahnya enak.”

“Tadi asem, sekarang enak, eh?”

Aku cuma nyengir menanggapi sindirannya, “Hehe~ dapat dari mana?” tanyaku, mengingat dia berhasil dapatkan pesananku ini kurang dari 2 jam.

Sasuke angkat bahunya, “Rumahmu. Itu tempat ketiga yang aku datangi setelah kediaman Uchiha.”

“Tempat ketiga… memang kau kemana dulu?”

“Tentu saja keliling kota dan tak ada toko yang buka, kan?”

“Ah, iya ya.”

“Untung Kaa-san bantu carikan. Syukurlah pas telepon, Jiraiya-tousan bilang katanya di rumah masih ada satu sisa buah mangga di kebun belakang yang belum dipetik. Aku langsung kesana dan malam-malam―pagi buta begini aku panjat pohon itu, Sakura. Huff~…”

Aku terkikik geli membayangkan perjuangan Sasuke. Dalam hati sedikit kecewa coba kalau tadi aku ikut dengannya pasti akan menyenangkan melihatnya memanjat pohon itu. “Hmm, maaf sudah merepotkan.” cicitku.

“Hn. Tak apa, yang penting kau suka.” ucap Sasuke, tersenyum tipis dan… plek―dia sandarkan kepalanya tiduran diatas meja makan.

“Hei, jangan tidur di sini.” kataku sambil membantunya berdiri, “Ayo kita kembali ke kamar. Kali ini aku janji tak akan mengganggumu.”

“Hn. Janji ya, kau temani aku tidur dan harus rela jadi guling tidurku malam ini.”

“Hahaha, iya iya…”―terserah deh Sasu, lagian bentar lagi juga pagi.

Baiklah kusanggupi. Setidaknya sampai aku inginkan hal yang lain, hihihi~… Bersiaplah Sasuke untuk yang berikutnya!

#…#

#…#

Hari-hari terus berlanjut. Rasanya aku malah makin ingin bermanja-manja pada suamiku. Ingin lebih diperhatikan dan diperlakukan istimewa. Seperti di suatu pagi hari…

“Gendong!” pintaku, “Aku baru mau bangun kalau kau gendong.”

“Hn, baiklah.”

Hup―Aku naik ke punggung tegapnya Sasuke. Dan tak tanggung-tanggung aku bersikap begini seharian. Kemana-mana minta gendong. Mau makan, mandi, main dan bersantai di rumah, aku tak ingin lepas mendekap punggungnya. Untung saja hari itu hari minggu, kalau tidak pastinya dia repot kalau aku minta antar sekalian ke kampus tapi sambil digendong.

#…#

Sasuke-cooking-master

#…#

Ada juga saat lain ketika aku begitu ingin makan masakan Sasuke. Dia yang tak begitu bisa masak jelas kelimpungan. Bolak-balik di dapur, sambil browsing cari resep masakan, hasilnya gagal. Akhirnya dia cuma bisa menghangatkan sarden kalengan dengan ektra saus tomat sebagai sajian. Yah, lumayan-lah. Walau tampilan tampak tidak mengundang selera. Daging ikan hancur berantakan karena terlalu kasar di aduk, saus terlalu encer dan jadinya malah lebih seperti sup tomat feat sarden. Eh, tapi aku malah suka dengan rasanya.

“Besok buatkan lagi ya~…” pintaku.

Dan Sasuke pun sweatdrop. Menegak ludahnya sendiri, menahan aroma menyengat tomat yang buatnya mual. Langsung pergi menuju wastafel dan―”Hoeekkk…” Gantian alami morning sickness denganku lagi.

Sasuke masih tak bisa makan tomat, sedangkan aku jadi suka makan tomat. Sangat suka sampai rasanya jadi ketagihan seperti suamiku itu dulu.

CrusshhKugigit buah bulat merah dengan rasa manis sedikit asam itu dengan nikmat. Sampai mengunyahnya terburu-buru dan lekas kuseka sudut bibirku yang basah oleh cairan buahnya yang keluar. Kutatap dengan heran suamiku yang sedari tadi memerhatikan dengan mata tak berkedip. Buat aku sejenak terkikik geli jadinya. Menyangka dia pasti iri padaku yang bisa makan makanan favoritnya yang tak bisa dengan bebas dia makan sekarang ini.

“Kenapa? Mau?” tawarku sambil tersenyum miring, sedikit menggodanya. Sasuke hanya mengangguk pelan. “Nih!” kusodorkan sebuah tomat ukuran sedang yang tampak merah menggiurkan pastinya, “Coba cicipi. Enak lho~…”

“Hn,” Sasuke sudah bersiap menggigitnya. Tapi aku aku sangsi dia akan benar-benar memakannya. Karena―Sasuke letakan kembali buah itu di atas meja makan―lebih baik menahan diri daripada ketemu dengan lubang wastafel lagi.

“Hihihihi~…” aku terkikik dan menertawakannya, “Kasian yang gak bisa makan tomat. Pasti menderita kan?”

Urusai.” dengus si Uchiha bungsu itu, lekas palingkan wajah kusutnya dariku, berlagak kesal.

“Hei, jangan marah.” bujukku lekas menghampirinya dan duduk diatas pangkuannya. Kutangkup sebelah wajah tampan itu dan memaksa dia kembali menghadapku. “Aku cuma bercanda.” lanjutku. “Kau kesal?”

“Sangat kesal.” jawab Sasuke datar.

“Padaku?” tanyaku lagi―takut-takut dan kembali merasa bersalah.

“Bukan.” sanggahnya, “Pada diriku sendiri.”

“Eh, kenapa?”

“Aku iri padamu.”

“Hah?”

“Bisa dengan begitu nikmatnya makan tomat.”

Aku tautkan sebelah alisku dan terkikik geli mendengar jawabannya barusan yang terkesan lucu. “Cuma karena ini…” Cruushh―sengaja kugigit kembali tomat itu di hadapannya. “Yah, memang enak sih.” kataku, lantas memanasinya. Kuseka sudut bibirku yang belepotan makin tunjukan kesan nikmat. Tapi, tiba-tiba Sasuke tahan tanganku.

“Hentikan.” desisnya. Aku mengernyit tak mengerti. “Biar aku yang bersihkan.” Slurp―sejurus kemudian dia jilat-jilati sudut bibirku, menggulumnya sebentar dan tanpa basa basi menelesakkan daging tak bertulangnya masuk kedalam mulutku. Membersihkan, mencicipi, mengambil sisa-sisa tomat yang tak sempat kukunyah halus. Diperlakukan begini jelas buat aku berdebar. Dia selalu tahu cara untuk memancingku. Dan jelas aku tak mau kalah. Lalu jadinya selama beberapa menit kami terbuai oleh gairah masing-masing. Saling menikmati rasa yang lebih enak dari tomat.

“Hn. Ya, tomat emang yang paling enak.” kesan Sasuke setelah itu. Tanpa sedikitpun merasa bersalah sudah buatku cengo barusan. Tiba-tiba diserang dengan brutal begini. “Apalagi kalau itu diambil dari mulutmu.”

“Apa?”

Sasuke ambil buah tomat lainnya dari dalam keranjang lantas disodorkan padaku. “Cepat makan lagi, Sakura!” perintahnya, “Dan aku akan makan tomatnya darimu.” Sudut bibir itu tertarik naik. Sang pangeran tampan Uchiha menyeringai. Sepertinya dia telah temukan cara aman tuk kembali mengkonsumsi buah kesukaannya. Sasuke atur kembali posisi kami agar lebih nyaman. Sementara dekapan tangannya yang melingkari pinggangku kian mengerat dan terkadang usil menjelajahi bagian tubuhku yang lain.

“Hhh~… dasar mesum. Bisa-bisanya cari kesempatan.” gerutuku, sebelum mengigit buah itu.

Well, meski dalam hati kuakui sebenarnya akupun suka cara ini, hihihi~…

SasuSaku-Hot-Kiss

#…#

#…#

Ngidam terbagi atas dua macam. Ngidam secara fisik dan psikologis. Ngidam secara fisik mencerminkan tubuh membutuhkan asupan nutrisi tertentu. Karena itulah sebenarnya aku selalu ingin makan makanan tertentu―dan aneh―semua tak lain untuk memenuhi secara sempurna zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan ngidam secara psikologis itu lebih merepotkan lagi. Sasuke sampai bersusah payah membantuku memenuhinya. Dan aku malah akan senang dan puas kalau melihat suamiku itu kerepotan.

“Sasuke~…” panggilku, memerhatikan wajah tampan itu berubah kusut. Tak menjawab, Sasuke hanya memutar matanya bosan. Mengalihkan pandangan kearah luar kaca jendela mobil yang melaju kencang. “Kau tak suka?” tanyaku lagi.

“Hn.” responnya seperti baisa.

“Kenapa?”

“Menurutmu?” eh, dia malah balik tanya.

“Apa karena terlalu berisik?” tebakku.

“Hn.”―maksudnya dia jawab iya ya?

“Hmm, tapi kan asyik.” balasku sambil nyengir.

“Apanya yang asyik Sakura?!” sela Sasuke, “Ya ampun, seleramu…” Tampak frustasi dia pijit keningnya yang kutebak pasti memang pening.

“Tapi apa masalahnya sih, aku kan cuma memintamu menemaniku belanja perlengkapan bayi kita, kau tak suka…”

“Bukan itu masalahnya.” sanggah Sasuke, “Sungguh aku tak keberatan. Aku bahkan tak pernah keberatan kan Sakura? Apapun kupenuhi. Kecuali untuk yang satu ini mungkin…”

“Ng?” Aku masih menatapnya tak mengerti.

“Begini, kau tahu kan kita punya mobil sendiri. Viper-ku. Kurang apalagi sebenarnya Sakura, kenapa kau… kau malah… ish―” Sasuke tampak jengah. Dan bunyi nyaring yang membahana di sekitar kami mungkin makin membuatnya kesal. Kutebak seperti itu. Pastinya. Karena Sasuke kan… “Oh God, ini keinginanmu atau bayi kita? Rasanya tak masuk akal, kenapa kau malah ngidam ingin naik mobil patroli sih?!”

“Ekh?!” jadi hanya karena itu.

“Hahahahaha…” tawa Asuma memecah suasana. “Tak masalah Sasuke. Aku tak keberatan. Senang sekali aku bertemu kalian sejak terakhir kali di pesta pernikahan kalian. Lalu sekarang bertemu denganmu dan Sakura yang sudah berbadan dua, kalian butuh bantuanku tentu saja sebagai pelayan masyarakat aku rela melakukannya.”

“Iya, terima kasih, paman.” ucapku ikut tertawa bersamanya. Sementara Sasuke tepuk jidatnya sendiri, makin frustasi.

Ngidam naik mobil patroli?! Siapa yang sangka coba, hihihi~…

Ada lagi ngidamku lainnya yang buat orang terheran-heran. Seperti di suatu pagi ketika kupandangi sosok Sasuke dari belakang, tiba-tiba keinginan itu muncul begitu saja. Saat aku liat potongan rambut chicken butt keren suamiku itu, aku malah ingin…

Grep

“Aaww…” ringis Sasuke, kaget karena aku menjambak rambutnya. “Apa yang kau lakukan?!”

Aku cuma nyengir, pasang tampang tak bersalah. “Entahlah. Mungkin ini keinginan anakmu hari ini, ehehehe~… bantu aku puaskan ya Sasuke~…”

“Ekh?!”

Dan setelahnya, seharian aku suka sekali memainkan rambut belakang suamiku yang bentuknya unik itu.

Sebenarnya tak hanya Sasuke, aku mendadak ingin jambak rambut beberapa orang. Seolah itu adalah pelampiasan atas beberapa kejadian yang mewarnai masa lalu kami. Rasa kesal. Kecemburuan yang sempat kami rasakan terhadap mereka.

“Wah, tumben sekali Sakura datang ke kantor dan menemuiku. Ada apa nih?” tanya Itachi-nii yang baru selesaikan rapat kerja di kantornya.

Aku hanya tersenyum kaku dan saling lirik dengan Sasuke.

“Ehm, nii-san… Sakura lagi ngidam.” jelas Sasuke, biar dia duluan yang bicara. “Boleh minta bantuanmu?”

“Sakura-chan lagi pengen apa?”

“Hmm, itu…”

“Jangan sungkan, apapun nanti kakak belikan deh.”

“Bukan soal barang.” gumamku, tak enak hati.

“Terus?”

“Kakak, bo-boleh gak aku jambak rambut panjangmu?”

What?!”

Dan selain Itachi-nii, orang lain yang jadi korban, yang seakan menunjukkan pelampiasan kecemburuan Sasuke dulu padaku adalah Sasori. Jauh-jauh kami datangi Akatsuki-shistuji, meminta butler tampan, imut, bak boneka porselen itu hanya untuk―err, menjambak rambut merahnya.

“Aaww…” ringis Sasori usai kujambak rambutnya. Cepat-cepat dia usap rambut merahnya itu untuk menetralisir rasa sakitnya. Rambutnya pendek sih, jadi pasti sakit kalau kujambak keras-keras seperti tadi. “Duh, beneran nih Sakura kau lagi ngidam. Bukan sengaja dan disuruh dia kan?” tunjuknya curiga pada Sasuke.

Aku nyengir dan garuk-garuk sebelah pipiku yang tak gatal. “Ini aku yang pengen kak.” gumamku serba salah, “Maaf merepotkan, hee~…”

Ii…” Sasori tersenyum, “Sudahlah, kalau memang itu yang sebenarnya.” Hazel bulat miliknya bergulir memandangi bagian perutku yang sudah sedikit buncit. “Jadi, sudah berapa bulan sekarang?” tanyanya.

Aku usap-usap perutku, “Jalan lima bulan.”

“Wah~…” ekspresi Sasori tampak senang, “Sebentar lagi lahiran dong. Yang sehat ya Sakura, jaga baik-baik kandunganmu. Semoga nanti kau lahirkan putri cantik secantik dirimu. Mungkin sekarang aku dan kamu gak berjodoh tapi siapa tahu aja sama anakmu nanti…”

“Jangan harap!” sela Sasuke. “Mentang-mentang punya tampang baby face, kau pikir kau layak bicara seperti itu. Memangnya kau itu Phedofilia? Gak dapat istriku sekarang berniat incar anakku, eh?”

“Ish, bukan itu maksudnya.” bantah Sasori.

Dan bisa dipastikan apa yang terjadi selanjutnya adalah adegan adu mulut suamiku dan butler kece pentolan Akatsuki. Terus berlangsung sampai Yahiko datang melerai. Aku tak mau ambil pusing dengan mereka. Tujuanku menjambak rambut Sasori kan sudah selesai, jadi aku temui Konan-nee yang sedang bermain dengan anak perempuannya yang sudah berusia hampir 2 tahun. Kami berbincang-bincang seputar kehamilan dan momen melahirkan. Saling berbagi pengalaman sesama wanita begini ternyata sangat bermanfaat. Dengan hati-hati aku juga coba menggendong Yuuki-chan―anak manis itu punya rambut sewarna ibunya dan mata seperti ayahnya. Aku senang sekali, terlebih melihat senyum polos di wajahnya. Gemas. Buatku tambah ingin cepat-cepat gendong anakku sendiri.

“Jadi urusannya sudah selesai?” tanya Sasuke ketika dalam perjalanan pulang. “Ada lagi yang ingin kau temui? Misalkan pengen jambak rambut Sai, Yamato, Kiba, Lee, Kakashi-sensei…” dia sebutkan sederet nama lelaki yang dulu sempat buatnya cemburu. Tapi bagiku kepada mereka semua aku tak ada keinginan seperti itu. Justru satu-satunya orang yang daritadi muncul dipikiranku adalah ‘dia’. Hanya saja aku ragu mengatakannya.

“Sasuke,” selaku, “Sebenarnya masih ada.”

“Siapa?” Sasuke tampak antusias. Apa ngidam kali ini memang didasar pada kecemburuannya?

Tapi aku sangsi dia akan sesenang ini (mungkin) kalau aku katakan, “Karin. Aku ingin menemuinya.”

“Eh?”

sakura-karin

Aku berani. Sebenarnya dari dulu aku tak pernah takut menghadapi gadis cantik berambut merah itu. Karena aku selalu yakin kalau akulah yang benar dan lebih berhak dibandingkan dia, meskipun semua orang di sekolah tahu Sasuke adalah kekasihnya. Tunanganku adalah kekasihnya. Hal yang menyakitkan seperti itu memang pernah aku alami. Rasanya memuakan ketika aku ingat aku tak bisa berbuat apa-apa terhadap mereka dengan dalih tak ingin lebih dibenci oleh lelaki yang aku cintai. Namun ketika sekarang aku ingat kenangan buruk itu rasanya aku mengerti kalau itu adalah ujian yang merintangi cinta kami.

Mengubur masa lalu dan menghadapi masa depan, kurasa aku sudah melewati tahap itu. Karenanya sekarang tak ada lagi kebencian yang tersisa. Aku pikir untuk apa aku menyimpan hati yang kotor seperti itu bila aku jalani hidupku sekarang jauh lebih dan lebih membahagiakan dari semua. Aku sudah puas.

“Baiklah, lakukan sesukamu.” ucap Karin, buatku sedikit melohok tak percaya ketika mendengar dia menyanggupi permintaanku. “Tapi ingat, jangan harap aku ucapkan kata maaf padamu.” lanjutnya.

Aku terkekeh sejenak mendengar keangkuhannya. “Tenang saja. Aku juga tak berharap kau katakan itu padaku.” balasku tak mau kalah. Kuambil sejumput ujung rambut merahnya dan… Grep―menjambaknya tak terlalu keras (mungkin). Gadis itu meringis, mengumpat padaku, tampak tak suka tapi tak kudengar dia berkata kasar. Kami sama-sama tahu, meski berbekas tapi tak ada gunanya mengorek kembali luka lama yang sudah sembuh bukan?

“Tch, wanita hamil memang menyebalkan.” gerutunya. “Sudah? Ada urusan lain lagi?”

“Tidak. Sudah cukup, terima kasih.” ucapku sambil tersenyum. Mungkin kata ‘terima kasih’ tadi itu tak perlu. Tapi aku memang ingin mengatakannya agar hatiku lebih puas. “Kalau begitu kami permisi.” pamitku dan Sasuke yang sedari tadi memilih diam di sampingku.

“Heh, tunggu!” baru juga beberapa langkah keluar dari apartemen kecil itu, Karin kembali memanggil. Aku sedikit was-was ketika dia berjalan menghampiri kami―tepatnya Sasuke. Mau apa dia? “Dasar sombong! Setidaknya kau berbasa-basi sedikit kek, segitu istrimu minta sesuatu yang aneh-aneh padaku!”

“Hn.”

“Tch, memang sudah gayamu ya.” kesal Karin. “Sakura, kau bisa tahan bersamanya. Pasti cuma bikin hati capek kan?!”

“Heh, jangan sok tahu ya!” sanggah Sasuke, “Beda denganmu dulu, aku dan Sakura sekarang…”

“AH YA CUKUP!” sela Karin. “Aku tak mau dengar cerita memuakan kalian. Bikin iri.” Sret―tiba tiba Karin sodorkan sebuah amplop pada kami. “Makanya akan kutunjukan kalau aku juga bisa bahagia. Datanglah kalau sempat.” ucap Karin kemudian, sebelum melengos kembali dengan cueknya. “Huh, tapi aku juga tak mengharapkan kalian datang. Terserah deh.”

Aku dan Sasuke saling pandang, awalnya tak mengerti. Tapi ketika kami buka isi amplop itu, ternyata didalamnya adalah undangan pernikahan Karin. Aku tersenyum, dalam hati turut berbahagia. Jadi sekarang masing-masing orang tengah menempuh jalannya sendiri. Mencapai kebahagiaan mereka.

“Ayo, kita pulang Sakura!” ajak Sasuke.

Aku mengangguk dan lekas menggandeng lengannya.

―kebahagiaan sepertiku. Seperti kami.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

Sakura_pregnant_by_iAlwaysLoveAnime

Hampir 9 bulan berlalu, masa penantian sebentar lagi akan berakhir ketika tiba saatnya untukku melahirkan. Memasuki hari-hari di minggu perkiraan kelahiran terkadang membuatku cepat merasa lelah. Lalu secara psikologis, dalam hati tentu aku merasa senang, karena tak lama lagi aku akan bisa menimang-nimang anakku. Namun di satu sisi aku juga khawatir. Ada rasa takut setiap kali memikirkan bagaimana rasanya nanti saat melahirkan. Seperti apa? Membayangkan betapa sakitnya mengeluarkan raga bayiku dari lubang rahim yang kecil. Takut. Pasti nyeri. Bagaimana kalau aku tak bisa? Aku takut aku tak cukup mampu bertahan dan bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu―seperti kematian―aku takut nanti disalahkan.

TIDAK!

Apa-apaan aku barusan malah berpikiran seperti itu?! Aku menggeleng dan lekas enyahkan segala pikiran buruk. Sambil menghela nafas, mengusap-usap perutku yang buncit, aku yakinkan diriku kalau aku ini kuat. Begitu juga dengan si jabang bayi, Sasuke-Junior.

“Kau seorang Uchiha, pastinya kuat dan tabah kan?” ucapku, mengajak bicara janin dalam kandunganku, “Anak manis, ibu mohon, nanti keluarnya jangan sakit-sakit ya sayang. Seperti ibu yang menyayangimu setiap saat, kau pun sayang pada ibu, kan?”

Tadaima…” terdengar sapaan dari pintu depan.

Okaeri, Sasuke-kun… uugh~…” balasku lirih, sedikit melenguh―meringis ketika aku coba berdiri dari posisi dudukku di sofa. Bermaksud beranjak menemui Sasuke, menyambut kedatangannya seperti biasa. Tapi kali ini memang tak biasa. Kurasa aku begitu lelah, juga sakit―nyeri di bagian selangkangan, ngilu pada pinggul dan tulang belakang. Maklum, namanya juga wanita yang lagi hamil tua.

“Sakura, awas hati-hati!” Sasuke lekas menghampiri, meraih sebelah tangan dan bahuku ketika dilihatnya aku berjalan terhuyun. “Pelan-pelan. Jangan terlalu memaksakan diri.” Dengan perlahan dia menuntunku kembali duduk di sofa, tapi aku menolak. Onyx itu menatap heran. Kubalas dengan senyum terbaikku, menunjukkan padanya kalau tak ada sesuatu yang perlu dia cemaskan.

“Aku baik-baik saja, Sasukehhh~…” desahku sambil menghela nafas panjang dan kembali melepaskan diri darinya. “Aku ingin jalan-jalan. Sekarang setiap 15-20 menit sekali aku alami kontraksi. Rasanya agak sakit di bagian bawah perutku. Tapi jadi lebih nyaman kalau dibawa jalan begini.”

“Hn. Makanya aku cepat pulang karena aku khawatir. Aku cemas ketika tadi kau di telepon bilang alami kontraksi.”

“Haha, masih kontraksi ringan kok.” kekehku.

“Jadi kita pergi ke Rumah Sakit sekarang?” tanya Sasuke, raut kekhawatiran masih nampak di wajahnya saat melihat keadaanku.

“Tenang saja. Santai dulu sejenak. Kita bisa pergi nanti. Kau kan baru pulang sebaiknya istirahat dulu, hmm?” Aku tahu meski belakangan ini Sasuke selalu pulang lebih awal dari tempatnya bekerja karena mencemaskanku, tetap saja dia pasti lelah setelah seharian bekerja. Dan akan lebih baik baginya kalau aku bisa melayani kebutuhannya seperti biasa. “Jadi sekarang kau mau mandi? Mau makan? Atau…” aku tersenyum jahil sedikit menggodanya, “Mau aku~ dulu?”

Wajah kaku yang tadi menampilkan ekspresi datar itu melunak. Sasuke terkekeh sambil menautkan alisnya menatapku. “Mau kamu. Kau tahu kan aku akan jawab itu.” Dia mendekat, kedua tangannya menangkup wajahku. Tahu akan lebih sulit kalau berusaha memelukku dengan erat yang tengah berbadan dua ini, Sasuke hanya mengecup bibirku lembut. Tak ada french kiss. Lantas beralih mencium keningku sementara tangannya mengusap-usap perutku, turut menyapa calon bayi kami. “Apa kabar jagoan kecil kita hari ini, Sakura? Kapan dia keluar dan bisa bermain bersama?”

Aku tertawa kecil mendengar ucapan manisnya. “Ahaha, segera Sasuke.” Dug― “Tuh kan, dia menendang lagi. Kita sama-sama tak sabar.”

“Hn.” angguk Sasuke sambil tersenyum. “Lahirlah dengan selamat, nak. Kami menantikanmu.”

sasuke_x_sakura___tadaima_by_ceruleanxpirate-d5vvzeu

Jam di dinding hampir menunjukkan pukul tujuh malam ketika kami selesaikan acara makan malam hari ini. Sejak sore tadi kami habiskan waktu dengan berbincang-bincang dan senangnya aku ketika Sasuke memanjakanku. Dia menyuapiku makan. Dan memang meski bukan lagi dalam masa ngidam pun dia sesekali masih melakukannya, karena tadi aku rewel tak mau makan. Entah kenapa, mendadak aku jadi tak berselera. Rasa sakit dan pegalku mungkin lebih menyita perhatianku sekarang. Walau aku sama sekali tak bicara, mengeluhkan rasa ini pada Sasuke karena tak ingin buatnya khawatir. Kualihkan dan kutangani sendiri dengan berjalan-jalan sekitar rumah.

Menurut perkiraan aku akan melahirkan sekitar sehari-dua hari lagi. Jadi tak mungkin kan kalau tiba-tiba sekarang…

Bbrrr

Tubuhku bergetar. Aku bergidik. Rasanya mendadak ingin buang air kecil. Dan benar saja, tanpa sadar seketika aku melakukannya di sini. Terasa seperti ada sesuatu yang menyembur, merembes keluar dari selangkanganku begitu saja. Aku meringis dan terbelalak tak percaya ketika melihat ada semacam cairan yang mengalir dan tergenang di bawahku.

“Sasuke!” panggilku setengah berteriak. “Sasu!”

Ssssrrrrr

“Aaah…” desahku melihat cairan yang keluar makin banyak. Tubuhku melemah. Untung saja setidaknya aku masih kuat berpegangan pada sisi tembok sementara sebelah tanganku lainnya menahan perutku agar tak terjadi sesuatu ketika aku perlahan merosot saking tak kuatnya lagi berdiri.

“Ada ap―SAKURA!” panik Sasuke ketika dia mendapati keadaanku. Secepatnya dia mendekat dan menahan tubuhku. “Kenapa? Apa yang terjadi? I-ini…” Onyx itu membulat saat tangannya menyentuh cairan seperti lendir bercampur sedikit darah yang mengalir melewati betisku.

“A-air ketubannya pecahhhh…” Sakit. Sakit. Sakit. Aku tak bisa mengatakannya. Yang keluar dari mulutku hanya deru nafas cepat bercampur ringisan. Saking tak tahannya dengan rasa nyeri yang tiba-tiba menyerang. Aku cengkeram lengan Sasuke kuat-kuat. Berharap bisa berbagi rasa ini. “Sa-sasu, aa-ku sepertinya… bayinya, bayinya mungkin mau kelua―aahh…”

Sasusaku-preg

Hup

Mengerti dengan situasinya, buru-buru Sasuke mengambil tindakan. Lekas memangkuku dan membaringkanku sebentar di ranjang. Sementara dengan cekatan dia persiapkan segalanya. Pertama-tama kami memang tak boleh asal panik. Dan kurasa Sasuke paham. Sambil menelepon―mungkin Mikoto-kaasan―dia siapkan segala perlengkapanku. Dengan asal dijejalkan sekenanya kedalam tas. Pandanganku agak buram, aku tak tahu apa lagi yang sedang dilakukannya. Boro-boro memperhatikan, sementara aku hanya bisa menggeliat gelisah sambil sesekali mendesah dan mengerang, menahan rasa sakitku.

“Kita ke Rumah Sakit sekarang!” seru Sasuke. Dan aku hanya bisa mengangguk lemah ketika dia kembali memangkuku dengan hati-hati dan membawaku cepat keluar dari rumah.

Ya Tuhan, sakit. Sakit sekali. Kuatkanlah diriku. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk, setidaknya pada anakku. Selamatkanlah kami.

―doaku dalam hati.

“Aaahh―aahh―aaaa―Saaa-aaa-su-keeeehhh―aaa―” Aku kian meringis. Berteriak. Mengambil nafas pendek-pendek namun cepat. Sekuat tenaga bertahan dari rasa sakit yang luar biasa ini. Kucengkeram erat seprei ranjang tempat tidurku. Mungkin sekaranglah saatnya tiba bagiku untuk melahirkan. Ketika sesampainya di Rumah Sakit tadi kondisiku ternyata sudah sampai ke tahap pembukaan IV.

“Maaf tuan, sebaiknya anda menunggu saja di luar. Biar kami yang tangani.” perintah salah seorang suster.

Tidak.

Aku menggeleng, dengan pandangan sayu menatap Sasuke. Tanganku makin mencengkram erat tangannya. Sungguh. Saat ini aku tak rela kalau dia pergi. Aku membutuhkannya ada di sisiku. Walau tahu rasanya tak pantas dan aku benar-benar egois. Tapi aku takut. Aku tak mau sendirian.

DugAku merasa perutku ditendang dari dalam dan seketika itu menyadarkanku. Apa yang aku pikirkan tadi. Anakku… Bukankah aku tak sendirian? Bodoh, barusan aku seperti seorang pengecut. Padahal di sini jelas aku tak sendiri. Bukan hanya aku seorang yang berjuang sekuat tenaga. Anakku pun pastinya, di dalam perutku sedang sama-sama berjuang keluar. Karenanya aku… aku… akan jadi kuat dan melindunginya. Membuka jalan baginya untuk terlahir dan melihat dunia. Menyambut kasih sayang dari semua orang yang sudah lama menantikannya.

“Pergilah Sasuke,” ucapku sambil tersenyum lirih seraya melepaskannya. Aku kendurkan cengkeraman tanganku. “Aku bisa sendiri…”

Sejenak onyx itu balas menatap intens. “Sakura…”

Aku mengangguk lemah, “Tak apa-apa. Percayalah. Tunggu aku. Tunggu kami.”

“Hn.” Sasuke mengerti. Terakhir sebelum pergi dia usap peluh di keningku, tangannya dengan lembut membelai sisi pipiku, lantas mengecup keningku. “Aku percaya dan aku akan menunggu kalian. Berusahalah Sakura!”

Aku tersenyum, hanya itu yang bisa aku berikan padanya sekarang. Mendengar ucapannya barusan sungguh membuatku kuat. Maka tak masalah saat kulihat punggungnya, sosok lelaki tampan berambut raven chicken butt itu berlalu keluar dari kamar pasien.

“Sakura, bersiaplah!” Dokter Shizune menginterupsi. Membuatku kembali fokus. “Karena kau akan melahirkan secara normal, kau perlu kerahkan seluruh tenagamu.”

Hup―Aku kepalkan kedua tanganku sementara kutarik nafas, kemudian menghelanya sambil mendorong kuat. Sekuat-kuatnya. Terus berulang. Terus… Sementara disekitarku suasana sibuk dan panik, aku tak peduli lagi pada rasa sakit dan perih yang menyertai. Kusingkirkan segala ketakutanku. Aku hadapi semuanya. Yang kupikirkan hanya satu…

Anakku… Aku pertaruhkan seluruh hidupku untukmu. Lahirlah dengan selamat.

“Sedikit lagi, Sakura! Dorong!”

“AAAAAAAAAAA―!” jeritku sekeras mungkin.

Oh Kami-sama…

Kuserahkan segalanya padaMu. Aku makhluk tak berdaya dan tak kuasa. Jika kau berkehendak atas lahirnya jiwa baru ini, buah dari cintaku dan orang yang paling kucintai hadir di dunia kecil yang kau ciptakan, sungguh, aku akan benar-benar bersyukur atas karuniaMu itu.

Selamatkanlah dia… Selamatkanlah kami… Aku mohon…

“Oeee―oeee―”

Suara tangis kecil itu pecah, terdengar bagaikan lantunan nada terindah yang pernah tercipta. Seketika aku merasa bagaikan ada ribuan kupu-kupu terbang disekitarku. Menghempaskan segala rasa sakit luar biasa yang tadi menyerang. Kini semua telah tersapu jauh hingga tak bersisa. Perasaanku meletup-letup. Hal yang tertinggal adalah rasa lega dan ledakan kebahagiaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

“Bayinya sudah lahir…”

Suara itu…

Aku mengerjap lemah, memutar pandanganku kearah lain. Samar berbayang dalam penglihatanku yang buram sosoknya mendekat.

“Sa-sasukeeehhh~ …” gumamku, masih merintih dan menangis. Kugigiti bibirku. Rasanya tak kuasa menahan diri. Padahal kalau bisa aku ingin teriak, berkata aku berhasil. Aku bertahan dan tetap masih ada. Grep―Menggenggam kebahagianku yang lain…

“Selamat tuan dan nyonya Uchiha,” ucap Shizune seraya mendekat, membawa sesosok makhluk mungil dalam pangkuannya yang berbalut kain flannel putih bersih.

Inilah kebahagiaan.

“Bayinya laki-laki.”

“Aaaaa―”

Kugapaikan tanganku yang lemah. Ingin melihatnya lebih dekat. Ingin menyentuhnya. Ingin mendekapnya. Sasuke perlahan membantu meletakkan malaikat kecil itu diatas pangkuanku sendiri. Aku terharu. Rasanya bagaikan mimpi. Tapi ini kenyataan. Aku tahu itu. Jadi aku tak perlu khawatir segalanya akan lenyap segera setelah aku terbangun. Karena ini nyata. Karena dia benar-benar ada. Sungguh hadir dalam hidupku. Sungguh hadir dalam hidup kami. Anakku sayang…

“Sa-su-ke―” ucapku terbata.

“Hn.” Sasuke mengangguk. Seiring bibir itu tersenyum lepas, tampak cairan bening mengalir lewat sudut mata onyxnya. Pancarkan kebahagiaan yang sama. “Terima kasih Sakura.” Dikecupnya pucuk kepalaku sebelum kami sama-sama saling mendekap perlahan, menyentuhkan ujung hidung pada lembutnya pipi ranum si kecil Uchiha di sisi kiri dan kanan wajah mungilnya.

“Dia persis sepertimu, hihihi. Laki-laki. Sudah siapkan nama?”

“Hn.”

“Siapa?”

“Sanosuke. Sanosuke Uchiha.”

Kuperhatikan kembali wajah polos itu. Lebih mirip Sasuke dengan onyx yang sama dan helaian rambut raven tipis. Sedangkan bentuk hidung dan bibirnya persis seperti diriku. Manis dan tampan. Sosoknya benar-benar perpaduan kami berdua. “Sanosuke, selamat datang ya sayang. Ini ibu…” ucapku lembut.

“Ah-haha~ iya, ada ayah juga di sini.” lanjut Sasuke sambil terkekeh dia genggam tangan kecil Sanosuke yang terkepal. “Hai jagoan, terima kasih kau telah hadir dan melengkapi kebahagiaan kami berdua.”

Aku tersenyum menatap dua lelaki yang paling aku cintai.

Ya, terima kasih.

Sasuke-Sakura-Family

.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

.

Sasuke n baby uchiha

“Ciluuuukkk… BAA―”

“Daa―”

“Whahahahaha~ Teme… dia ketawa, ih, dia ketawa…” heboh Naruto yang berhasil membuat Sanosuke tertawa usai dia suguhkan beberapa macam ekspresi wajah lucu barusan. “Canocuke~ unyu banget cih. Gemes deh jadinya…”

Plak

Sasuke langsung mendepak tangan Naruto yang hendak menyentuh pipi Sanosuke. “Mau apa kau, Dobe?”

“Hehehe, minta cubit dikit dong.” jawab Naruto sambil nyengir.

“Cubit?”

Kyuut. Langsung saja Sasuke memelintir sebelah pipi berkumis garis tiga Naruto keras-keras.

“Aaaww―itaiiii~…” ringis pria berkepala duren itu. “Kurang ajar kau Teme! Didepan anakmu sendiri kau berani berlaku sekasar itu. Mau kau ajarkan apa anakmu kelak?!”

Urusai.” balas Sasuke cuek.

“Huh, baru punya anak satu aja udah sombong!” cibir Naruto.

“Diamlah Dobe! Kau yang bahkan belum punya satupun tak berhak mengomentariku.”

“Sialan.” desis Naruto. “Hinata-hime, malam ini kita mesti lembur!” teriaknya pada wanita berambut indigo yang duduk di sebelahku. “Jangan kalah sama si Teme dan Sakura. Sekalian kita buat dua. Tiga. Eh, empat anak sekaligus!”

“Aah, Naruto-kun…” wajah Hinata seketika berubah merah bagai kepiting rebus.

“Semangat Hinata!” kataku, ikut menggoda pengantin wanita yang baru sebulan lalu menikah itu. “Sepertinya Naruto sangat agresif ya. Langsung minta empat tuh. Kuharap kau juga cepat isi dan susul aku.”

Hinata menggangguk. “A-arigatou Sakura-chan…”

“Karena setelah menjadi seorang ibu, hidupmu akan benar-benar lengkap sebagai seorang wanita.” lanjutku, seraya menerima Sanosuke kembali ke pangkuanku dari Sasuke.

“Ah, iya Teme, nanti kalau anakku lahir dan dia perempuan, kita jodohin sama Sanosuke yuk?!” ajak Naruto dan belum apa-apa langsung dibalas deathglare sang onyx.

“Dijodohin?” desis Sasuke.

“Hei, hei, ayolah. Ini pasti bagus sekali. Kita bisa jadi besan dan makin mengikatkan tali persahabatan kita.” Dengan sok akrab Naruto lekas merangkul Sasuke. “Hihihi~ aku memang dulu pernah bilang kalau yang namanya perjodohan itu kesannya jadul banget. Tapi setelah melihatnya sendiri, kau sahabat baikku mengalaminya, kalian berdua berbahagia sekarang, kurasa tradisi kolot ini mungkin tak begitu buruk.”

“Hn. Entahlah Dobe. Ikatan yang dulu dipaksakan pada kami memang berakhir bahagia. Tapi aku tak jamin kalau orang lain yang mengalaminya. Terus terang untuk sampai ke tahap ini banyak yang harus kami lewati. Kalau aku dan Sakura tak benar-benar terikat oleh benang takdir, mungkin kami tak akan bisa seperti sekarang.” Sasuke menggulirkan pandangannya menatap Sanosuke. “Dan lagi, aku tak mau memaksakan sesuatu yang tak pasti seperti itu pada anakku kelak.”

“Yah, payah.” dengus Naruto kecewa.

“Tapi mungkin masih bisa kita pertimbangkan usul Naruto itu, Sasuke.” selaku, “Kita juga tak bisa mencegahnya kan kalau seandainya Sanosuke kelak benar jatuh cinta pada putri keluarga Namikaze.”

“Iya benar Sakura, kalau tak dicoba mana tahu.” Naruto kembali bersemangat.

“Hn.” Sasuke hanya memutar matanya bosan, “Terserah-lah. Aku tak mau mengekang kebahagiaan anak-anakku. Asalkan dia temukan sosok yang dia cintai dan pantas menjadi pendamping seorang Uchiha, siapapun tak masalah.”

“Tch, dasar sombong!” tukas Naruto. “Kuharap calon mantuku nanti tak se-blagu ayahnya ini, iya kan Sanosuke…”

“Hoi, siapa yang kau sebut calon mantu? Aku belum putuskan Sanosuke dijodohkan dengan putrimu yang bahkan sekarang belum lahir.”

“Hehe~… gak apa-apa kan Teme, lebih cepat lebih baik!”

“Dasar! Aku kan belum setuju…”

“Ayolah, Teme~…!”

Melihat pertengkaran dua pria itu membuatku dan Hinata tertawa kecil.

“Wah wah wah, dengar tuh Sano sayang, masih kecil begini, belum apa-apa kau sudah punya fans. Sepertinya kelak kau akan lebih populer dari ayahmu, hihihi~…” ceriaku menyentuh dagu kecil Sanosuke.

“Daa―” Putraku itu balas dengan cengiran sambil menggeliat manja.

sasuke_sakura_by_thealm-d5r2fuv

“Wah, semuanya sudah berkumpul!” teriak Anko-nee yang datang bersama Itachi-nii dan para orangtua.

“Sini, mana cucuku yang tampan. Gendong sama nenek yuk!” kata Mikoto-kaasan, langsung memangku Sanosuke.

Baru juga beberapa menit, “Hei, gantian.” Ibuku langsung mengambilnya dari tangan Mikoto. “Kau manis sekali nak, persis seperti Sakura waktu masih kecil.”

“Iya tentu saja, dia kan cucu kita. HAHAHAHA…” gelegar ayahku. Grep―Sanosuke menjambak rambut jabrik putih Jiraiya. “Aduuh, tapi kelakuanmu sesopan ayahmu.” sindirnya.

“Hei, tapi pastinya Sanosuke mewarisi kepintaran, ketampanan dan karisma seorang Uchiha.” timpal Fugaku-tousan tak mau kalah.

“Waduh, Sanosuke jadi rebutan nih, cie cie…” kata Anko sambil cekikikan.

“Hhh, baka otoutou harusnya kau buat Sanosuke sekalian rangkap tiga tuh biar masing-masing kebagian.” goda Itachi-nii.

“Hn.” Sasuke hanya balas menatap bosan.

“Ayo buat lagi. Minggu depan harus jadi!”

“Woi, yang benar saja. Seminggu? Memangnya buat anak bisa segampang itu.” protes Sasuke.

“Alaaaah, jangan sok pura-pura.” dirangkulnya bahu sang adik. “Minimal seminggu itu udah ada proses gitu. Ini udah hampir empat bulan lebih lho Sasu, jangan bilang kalau kalian belum ML lagi buat bikin anak baru…” Bletak―Itachi-nii kena tampol Sasuke. “Oi, sakit baka! Gak sopan main pukul.”

“Hn, jangan ikut campur. Urus saja urusanmu sendiri, baka aniki!”

“Heh, aku bilang gini buat keluarga kita juga tau. Soalnya kau pasti akan kesal kalau kubilang aku bisa kasih dua cucu sekaligus buat Kaa-san dan Tou-san!

Hah, dua? Apa maksudnya Itachi?!

Seketika perhatian semua orang langsung tertuju pada putra sulung Uchiha itu. Ditariknya Anko yang sedang menikmati kue dango dipojokan agar lebih mendekat. “Kemarin kami baru periksa USG, hasilnya bayi kembar.”

“APA?! Benarkah? Waaa―selamat!” semuanya langsung berhambur memeluk Anko.

“Haha, aku selalu jadi lebih hebat darimu kan Sasu, khekhekhe~… payah!” sindir Itachi jail. Bikin Sasuke jengah dan mengeram dalam diam.

Aku hanya terkekeh melihat pertengkaran dua saudara Uchiha itu. Kususupkan tanganku di pinggangnya Sasuke dan memberikan pelukan hangat menenangkan. “Hei, jangan pikirkan ucapan Itachi-nii. Bagiku kau tak payah. Justru satu-satunya yang terbaik yang kumiliki.”

Sasuke angkat sebelah alisnya dan tersenyum padaku, “Terima kasih Sakura. Bagiku kau juga satu-satunya yang terbaik.”

“DAA―” Seruan itu sejenak menyita perhatianku dan Sasuke. Dalam pangkuan ibuku Sanosuke tampak mengapai-gapaikan tangannya pada kami. Mengerti si kecil Uchiha itu ingin ikut dipeluk ibu dan ayahnya, kembali lekas kupangku dia.

“Hahaha, iya iya sayang, kau juga yang terbaik bagi kami.”

Sasuke rentangkan kedua tangannya, menyambut aku dan Sanosuke dengan pelukan. Setelah sedikit mengacak-acak rambut raven jagoan kecilnya dengan gemas, giliran dia usap helaian rambut merah mudaku dengan lembut. “Aku bahagia memiliki kalian.” ucapnya sambil tersenyum.

“Aku juga bahagia.” balasku.

Pastinya… Karena kau selalu berikan sesuatu yang membuatku kian merasa berbeda.

Terima kasih untuk semua, terutama untuk cintamu yang membuatku selalu ingin lebih mencintaimu, Sasuke-kun.

.

.

.

~LOVEYOUMORE~

F.I.N

~LOVEYOUMORE~

.

.

.

sasusaku chunin


A/N:

Fuhhhhh~… lega sekali rasanya setelah lebih dari sebulan hiatus akhirnya berhasil juga selesaikan fic ini, fufufu~ (^o^)/

Gak tau mesti berkata apa lagi selain “TERIMA KASIH” yang sebesar-besarnya buat readers yang udah baca dan menanti kelanjutan fic ini. Terutama buat yang udah ikuti sejak dari LOVE ME AGAIN sampai sekuel LOVE YOU MORE ini. Entah apa ceritanya cukup bisa memuaskan kalian atau tidak. Saya tahu mungkin hasilnya gak bagus. Berhubung saya lom ada pengalaman soal kehamilan dan lahiran, jadi mungkin ada beberapa bagian yang gak pas dan feel-nya gak maksimal.

Hmm, pastinya saya sangat bersyukur klo ternyata kalian suka, dan maaf banget nih klo jelek, ehehe~… (^-^)a

Itu saja mungkin, kalo sekiranya ada yang ingin disampaikan silakan komen saja ok?!

Special Thanks to

Raditiya, flecya, chii, Sslove’yumiki, Nadya harvard, 이라 (๑’⌣’๑)づ♥, ichi, graceflorencemanroe, Cho Hyura, Jile sing, zoggakyu, Arivian, grace forence, Susan Aprilliani, Waone Deztroyer, Kianzaa, Nurjanah, dan yang udah baca tapi gak tinggalkan jejak komen (maaf ga bisa mendata namanya)

~ All Readers LOVE ME AGAIN ~

And

All of You

~ Silent Readers ~


Sampai jumpa di FanFiction by Furaha lainnya

(^o^)― Berkenan Komen? ―(^o^)/

115 Comments

Leave a Reply

3 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

Leave a Reply to Syahid Yusuf Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *