P R E C I O U S : Chapter 5

Cerita Sebelumnya…. Baca [Chap 1][Chap 2][Chap 3][Chap 4]

Siapa yang bodoh atau siapa yang terlalu pintar menyembunyikan kebenaran? Apa lelaki itu memang baik atau hanya membalut sisi jahatnya dengan kelembutan? Apa gadis itu yang terlalu lugu atau saking begitu larut dalam perasaan? Apa yang sebenarnya mereka inginkan?

Bahkan bila kau temukan hal lain yang berharga sebagai pengganti sesuatu yang hilang, kau akan selalu merasa kurang dan berbeda. Karena dia bukanlah ‘dia’.

=0=0=0=0=0=

P R E C I O U S : Chapter 5

Chapter: IMPERFECT

sakura_and_sasuke_by_lazycreator-d5ufzqc

Pair: SasuSaku – (slight) ItaSaku
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Lenght: 6.921 words
WARNING: AU, OOC, typo, blushing scene *sebaiknya baca abis buka puasa aja ya* hehe~… seperti biasa alur GaJe cerita se-mau-gue

Story by

FuRaha

~Itadakimasu~

.

.

.

.


“Aku bersedia menjadi kekasihmu.”

Meski emerald itu mencoba menyelami dalamnya onyx, tetap saja dia tak mengerti. Diluar dugaan Sasuke justru malah berkata seperti itu. Mengajak saling memanfaatkan? Bersedia menjadi kekasihnya?

“Benarkah? Sungguh kau mau melakukannya? Kenapa?”

Pertanyaan itu jelas pasti akan terlontar dari mulut Sakura. Jawaban Sasuke atas tawarannya tadi cukup mengejutkan. Memang di awal Sakura tampak begitu memaksa. Gadis itu punya alasan kuat kenapa dia begitu ingin melakukan hal konyol seperti ini. Terlalu terbawa perasaan. Memendam sakit dalam penantiannya terhadap Itachi. Haus akan kenangan orang itu. Tapi Sasuke? Lain dengan Gaara yang selalu di sisi dan mencintainya selama ini, Sakura pikir lelaki berambut raven itu tak punya alasan sama sekali.

“Bukankah kau sendiri yang minta? Pasti tak mungkin kutolak kan, sedang si Gaara saja yang begitu tergila-gila padamu berani kau campakkan.” ucap Sasuke sambil masih bersikap tenang dan biasa. “Aku sedang senggang dan kupikir ini juga pasti akan menarik.”

Mendengar hal itu, Sakura tersenyum kecut dan tautkan sebelah alisnya. Jujur dia maklumi alasan sederhana semacam itu. “Senggang? Itu terdengar seperti kelak aku hanya akan mengisi waktu-waktu luangmu.”

“Tentu saja. Itu juga tujuanmu kan? Makanya kubilang kita bisa saling memanfaatkan.” kata Sasuke.

“Benar kau mau, meski setelah ini aku memperlakukanmu seenaknya? Aku tak menganggap dirimu sebagai dirimu.” Sakura menunjuk-nunjuk dada Sasuke. “Kau tahu maksudku? Kubilang kau hanya mirip dengan mantan kekasihku. Tak lebih. Aku tak punya perasaan apapun padamu. Memangnya kau tak masalah?” Biarpun ini demi kepentingan pribadinya, hanya untuk bersenang-senang dan tak serius, tapi Sakura juga tak mau kalau sampai menyakiti perasaan orang yang tak bersalah.

Sasuke gendikkan bahunya, “Tak masalah. Lakukan sesukamu.”

“Ah, ha ha hahahaha…” tawa Sakura pecah. “Lakukan sesukamu?” sambil cekikikan dia ulangi perkataan Sasuke, “Belagu sekali kau ucapkan itu. Sepertinya kau ini tipe pria dengan segudang pengalaman cinta ya? Memangnya kau suka dipermainkan wanita?”

“Jadi kau suka mempermainkan pria?” balas Sasuke, otomatis membuat Sakura terdiam. Tawa gadis itu seketika lenyap, berganti ekspresi yang sulit ditebak. Terus terang perkataan Sasuke barusan sedikit menyinggungnya.

“Tidak. Aku tak begitu.” sangkal Sakura. “Sekalipun aku tak pernah mempermainkan perasaan orang, justru aku yang…”

Uso…” sela Sasuke cepat, “Bohong, kan?”

“Kau tak percaya?” tanya Sakura yang lekas dijawab Sasuke dengan satu anggukan mantap. Bikin si gadis musim semi itu berdecih kesal. Sakura sangsi Sasuke pasti akan bahas soal Gaara kalau dia coba jelaskan. “Kau tak mengenalku makanya tak tahu.”

“Makanya aku bilang aku ingin lebih mengenalmu.” sambung Sasuke.

Sakura kembali dibuat terperanjat dan tak bisa berkata apa-apa. Entah pintar bicara atau apa, Sakura pikir orang ini memang punya sesuatu, hal yang membuatnya menarik dan bikin orang penasaran. Dalam diam, sambil sejenak berpikir Sakura tatap onyx itu lekat-lekat. “Kau sungguh mau menjadi penggantinya? Kuperlakukan seperti dia, menyuruhmu menjadi dia? Pacaran dengan orang yang tidak mencintaimu, yang hanya memanfaatkanmu? Kau tak boleh protes atau kesal.”

“Hn,” Sasuke mengangguk, “Terserah kau mau memperlakukanku seperti apa, menganggapku apa, aku tak peduli. Aku rela lakukan apapun, aku akan ada di sisimu, memuaskanmu kapanpun kau mau. Tapi… aku hanya minta satu hal.” Jeda sejenak, Sakura mengernyit heran. “Biar aku yang tentukan kapan hubungan kita ini harus berakhir nantinya.”

“Hah, apa maksudmu?” cengang Sakura, gadis itu menatap Sasuke tak percaya, “Jadi kalau mau putus, itu harus kau yang minta? Tch, sepertinya nanti akulah yang akan dicampakkan.”

“Jadi kau berniat mencampakkanku kelak?” Sasuke balik bertanya, “Seperti yang kau lakukan padanya.” desis lelaki itu kemudian. Yang Sasuke maksud tentu adalah Itachi, meski yang tertangkap dalam pikiran Sakura itu pasti masih soal Gaara.

“Err, yah… tidak juga sih.” Sakura jadi tak enak hati. Dalam diam, sejenak dia berpikir. Dirinya akan terlihat begitu egois bila tak terima syarat dari Sasuke. Sudah dipaksa pacaran, jadi pengganti sang mantan, apa dia berhak protes kalau kelak Sasuke tak tahan dan memutuskan hubungan mereka. Wajar―sepertinya.

“Bagaimana, masih mau menjadikanku kekasihmu?” tanya Sasuke membuyarkan lamunan Sakura. Dia bangkit seraya mengulurkan sebelah tangan, mengajak gadis itu kembali berdiri.

Sakura angkat pandangannya. Melihat Sasuke di hadapannya kini, sesaat tampak seperti Itachi. Kebimbangan yang tadi sempat mengisi hatinya perlahan sirna. Bagaimanapun juga gadis itu memang membutuhkan Sasuke. Hanya Sasuke yang bisa mengisi kekosongan dalam dirinya, walau tetap dia tak bisa menggantikan sosok Itachi di hati Sakura.

“Baiklah. Aku setuju.” ucap Sakura, dia raih tangan Sasuke dan bersalaman. “Mulai sekarang kita resmi pacaran. Aku harap kau tak menyesal.”

“Hn.” Sasuke mengangguk, “Aku harap kau menyesal.” gumam lelaki itu.

“Apa kau bilang?” Sakura merasa dengar sesuatu.

“Tidak.” jawab Sasuke datar, lelaki itu tersenyum miring. “Maksudku, selalu ada konsekuensi atas setiap perbuatan. Hidup hanya ada kesenangan tanpa kepedihan dan rasa sakit itu akan membosankan. Masing-masing dari kita tentu harus siap kalau sampai terjadi sesuatu. Itulah sebabnya penyesalan selalu datang belakangan. Iya kan, Sakura?”

“Err, begitulah…” ucap Sakura ragu. Masih mengernyit, gadis itu kerucutkan sedikit bibirnya. Jujur dia tak begitu mengerti maksud ucapan Sasuke.

“Jadi selama masih bisa kita nikmati, nikmati saja apa yang ada sekarang. Lakukan yang ingin kau lakukan.”

“He’em.” Sakura mengangguk setuju.

sasusaku-blushing

Malam telah larut dan merasa sudah tak ada lagi hal yang ingin dibicarakan, mereka pun putuskan untuk pulang.

Oyasumi kiss.” pinta Sakura sebelum berpamitan, “Itachi selalu berikan itu sebelum kami berpisah jalan di sini.”

“Huh, kau cukup agresif juga rupanya.” sindir Sasuke, menatap remeh Sakura saat gadis itu ajarkan apa yang harus dia lakukan.

Sakura balas menatap dan tersenyum, sementara dia raih sebelah tangan Sasuke. “Sst, jangan protes. Lakukan saja… kecup keningku dan bilang…”

Cup―”Oyasumi~ ii yume mite.” dengan cepat Sasuke melakukannya sendiri. Mengelus setengah mengacak-acak helaian rambut merah muda itu usai mengecup kening Sakura dan mengucapkan selamat tidur. “Sudah ya, aku lelah. Sana pulang. Jaa…” pamit Sasuke.

“Eh?! Hmm… Jaa~ oyasumi.” balas Sakura kaku. Gadis itu masih terperangah, menatap bingung pemuda yang kini bergegas pergi menaiki anak tangga. Dia heran kenapa Sasuke bisa tahu kebiasaan Itachi, karena dia saja bahkan belum sempat selesaikan perkataannya barusan. Tapi lelaki itu berhasil melakukan semuanya dengan benar.

Sasuke-Itachi-cosplay

~flashback~

“Hoaaammm…”

“Sudah sana tidur!” suruh Itachi ketika melihat sang adik yang berusia 10 tahun itu tampak tak kuasa lagi menahan kantuk.

“Hmm, tidak. Aku masih ingin menemanimu belajar, kak.” ucap Sasuke sambil sesekali menguap dan mengucek matanya disela membaca buku pelajaran.

Itachi mendengus, sekilas memutar manik onyx melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam lebih. Buatnya memang masih belum larut. Dia bahkan berencana untuk begadang malam ini demi menyelesaikan tugas sekolah dan belajar untuk menghadapi ujian matematika besok. Seperti biasa, bersama sang adik, duo uchiha itu kompak dengan rajinnya belajar bersama-sama. Tapi terkadang Sasuke terlalu memaksakan diri menemaninya. Walaupun tak ada PR atau sudah selesai dikerjakan dan tak ada ulangan di kelas 5 SD jenjang sekolah yang Sasuke tempuh sekarang, tapi adik kesayangannya yang manja ini memang suka ikut-ikutan dan keras kepala.

“Heh, PR-mu sudah selesai kan? Tidur saja duluan.” Itachi terpaksa merebut buku bacaan Sasuke.

“Tapi kan kakak juga belum mau tidur.” protes Sasuke. “Sebentar lagi deh.”

Plok

Itachi meletakkan sebelah tangannya di atas kepala si bungsu. “Dengar ya Sasu, berhentilah bersikap manja padaku.” pinta Itachi, “Kau bisa lakukan hal lain, tak perlu selalu mengikutiku. Gimana sih kau ini, dari kecil tak pernah berubah.”

Sasuke kembungkan sebelah pipinya, “Tapi aku suka melakukannya. Aku senang bersama-sama dengan kakak.”

“Hmm, iya aku juga senang. Tapi… sekarang saatnya tidur. Hampir tengah malam. Kalau Kaa-san tahu kau tak ada di kamarmu sekarang, bisa-bisa aku yang kena marah. Kau mau aku besok di hukum Tou-san?” bujuk Itachi. “Besok kita lanjutkan lagi. Tidur ya?!” Ditatapnya Sasuke dengan pandangan memelas.

“Hn.” Angguk Sasuke yang akhirnya menurut.

“Anak pintar,” Dengan gemas Itachi elus dan mengacak-acak helaian rambut raven sang adik. “Oyasumi~ ii yume mite.”

“Hn, oyasumi nii-san.” balas Sasuke sambil tersenyum.

Dan seperti mantra, bila Itachi ucapkan selamat tidur seperti itu, Sasuke tak pernah bermimpi buruk.

~end of flashback~

Sasuke-Itachi-Uchiha

Blam

Sampai di rumah, Sasuke senderkan tubuhnya di balik pintu. Terdiam sebentar sementara rangkaian kejadian sebelumnya kembali berputar di kepala. Pertemuan dengan Sakura, kejadian di pesta Sabaku, insiden ciuman di lift, kesepakatannya dengan gadis itu. Ketika dia teringat kembali sosok Itachi dan merindukan kebersamaan mereka, semua bercampur dan larut bersama dengan kenangan lama.

Oyasumi ii yume mite…” gumam Sasuke.

Rasanya sudah lama sekali tak ucapkan kalimat itu ataupun mendengarnya. Tidak pada seorangpun kecuali sang kakak selama ini, sampai tadi gadis itu mengingatkannya. Dia angkat dan perhatikan sebelah tangan kanannya. Masih terasa kelembutan helaian rambut musim semi itu, atau wangi shampoo yang digunakannya, atau emerald yang menatapnya dalam, atau senyuman manis wajahnya. Haruno Sakura―gadis itu mungkin seperti dirinya, memiliki kenangan berharga bersama Itachi.

Nii-san…”

Tapi ketika kemudian teringat bahwa Itachi sudah tak ada lagi di dunia ini, batin Sasuke kembali teriris. Benci. Benci. Benci. Benci. Tak rela. Benar-benar tak suka keadaan seperti ini. Bagaimana bisa dia tetap bersikap biasa. Rasanya curang, baik itu dirinya maupun Sakura. Terutama Sakura. Sasuke tak akan melupakan tujuan utamanya mendekati gadis itu.

“Menjadi pengganti… tak ingin lupakan sosoknya… kau inginkan kembali nii-san? Tch, sebesar itu penyesalanmu…” desis Sasuke mengingat Sakura. “Coba saja kau lakukan itu padaku. Tak akan ada mimpi indah untukmu, sayang.” lanjutnya sambil mengepalkan tangan, onyx itu berkilat tajam. Sasuke pikir dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.

Sementara itu Sakura…

Blam

Sesampainya di kamar, dia lekas hempaskan tubuhnya keatas ranjang. Sejenak menghela nafas panjang, merasa begitu lelah. Dia pejamkan matanya sementara beberapa menit gadis itu terdiam, tenggelam dalam pikirannya yang rumit. Sampai sebuah bunyi ketukan samar tak sengaja terdengar dari atas langit-langit kamarnya. Emerald yang mendadak terbuka itu lantas menatap jauh, sontak teringat sosok si penghuni kamar lantai atas.

“Itachi-nii…” gumamnya. Dia ulurkan sebelah tangan seakan menggapai dan mencoba menangkap sesuatu yang kosong. Sang gadis musim semi tersenyum lirih. Dia terkekeh pelan ketika dia rasakan sesuatu dalam dadanya kini seakan ada yang meluap. Kerinduan pada Itachi mulai memenuhi hati. Tapi kali ini tak terasa sakit dan sesak seperti biasa. Hasratnya seolah terpenuhi. Sekali lagi, karena Sasuke Hatake. Sosok itu mungkin benar-benar tepat hadir dalam hidupnya kini.

ItaSaku

Tanpa sadar perlahan ada yang tergenang diatas iris. Setetes cairan bening sedikit mengalir dari sudut emeraldnya. Lekas saja dia seka. Sembari berguling ke sisi lain tempat tidur, Sakura dekap erat tubuhnya sendiri.

“Begini… tak apa-apa, kan?” bisiknya samar, seraya memejamkan mata.

Kenapa bukan aku?”

Pertanyaan itulah yang senantiasa ada dalam diri Gaara. Sejak dulu, ketika dia sadari gadis yang dia cintai ternyata mencintai orang lain. Padahal itu sudah lama berlalu. Ketika dia teringat saat dengan sabar dirinya terima keputusan Sakura yang tiba-tiba bilang dia sudah punya pacar. Di hari itu hatinya terluka. Kenapa dia terlambat menyatakan cinta dan dilangkahi orang lain yang bahkan belum lama ini muncul. Tapi asalkan melihat orang yang kau cintai bahagia, kau pun akan merasa bahagia bukan? Bohong. Itu hanya kemunafikan. Tidak. Tidak sama sekali bahagia. Pada sosok Itachi Uchiha, Sabaku Gaara itu menyimpan kebencian.

Sampai suatu hari akhirnya dia pikir dia memiliki kesempatan. Ketika bertahun-tahun lalu dia temukan Sakura menangis gara-gara orang itu. Mengetahui kepedihannya, kesakitannya, apa yang sudah Sakura alami dan rasakan semua karena orang itu semakin meyakinkannya kalau memang tak seorangpun pantas untuk Sakura selain dirinya. Perlu dia berjuang selama ini menjaga kebersamaannya dengan Sakura. Selalu apapun akan dia lakukan agar gadis itu tersenyum dan bahagia.

Kalau aku, aku tak akan menyakitinya. Kalau aku, aku tak akan membuatnya menangis. Kalau aku, aku tak akan meninggalkannya. Kalau aku, aku akan membalas cintanya lebih besar daripada yang dia berikan.” batin Gaara kala itu.

Tapi memang seolah takdir tak mengikat mereka untuk memiliki hubungan khusus lebih dari itu. Cukup sebagai sahabat. Hanya sahabat. Gaara menyadarinya. Dia tahu meski setiap hari mereka bertemu, bercakap-cakap, saling berbagi, menghabiskan waktu bersama, tapi cuma itu. Sekedar bicara, tertawa. Rasanya menyenangkan tapi tak ada kepuasan. Seolah hati Sakura berada di tempat lain. Padahal jika Gaara ulurkan tangan, dia bisa menyentuhnya.

Dan kini, ketika dia temukan waktu yang tepat. Berpikir kesempatan itu ada. Sedikitnya dia yakin sudah bisa menyentuh hati gadis itu, ternyata tetap saja tak bisa dengan mudah dia dapatkan. Bahkan pada sosok asing yang tiba-tiba datang menyela mereka sekarang.

Sasuke. Dia muncul seperti Itachi dulu. Tahu-tahu karismanya sudah memikat gadis yang dia cintai. Meskipun Sakura tak tegaskan hal itu, tapi membuang kalung pemberiannya, menolak menggenggam tangannya, memilih pergi bersama lelaki lain, itu sangat melukai perasaan dan harga diri Gaara.

Kenapa bukan aku?!” batin Gaara berteriak, menanyakan hal yang sama.

Bugh

“Sialan!” desis Gaara sambil memukul meja. Kesal teringat kejadian tadi. Hatinya gusar. Khawatir. Tak menyangka akan jadi seperti ini. Padahal tadi sudah sempurna. Sakura perlahan membuka hati untuknya. Sedikit lagi bisa dia dapatkan. Tapi semuanya malah hancur gara-gara orang itu. “Siapa dia sebenarnya? Kenapa Sasuke bisa ada di pesta?”

Gaara yang penasaran pun membuka-buka buku tamu yang dia pinjam sementara dari pihak event organizer. Pesta pertunangan kakaknya memang digelar meriah. Mengundang banyak pihak baik itu dari keluarga Sabaku maupun Nara. Tapi tetap tak sembarangan orang bisa hadir di acara itu. Karenanya Gaara pikir mungkin Sasuke datang dengan undangan atas nama keluarga tertentu. Sempat Gaara pun bertanya pada kakak-kakaknya dan tamu yang lain. Barang kali dari mereka ada yang mengenal sosok Sasuke. Tapi hiruk-pikuk keramaian pesta membuat mereka tak memerhatikan.

Pale green itu terus menyapu nama-nama yang tercatat. Lembar demi lembar halaman berbalik tapi masih tak temukan. Sampai saat dia dapatkan hal lain yang tak terduga.

“A-pa ini…” gumam Gaara tak percaya. Dia hentikan aktifitasnya, fokus pada satu nama yang tertera pada buku tamu itu. “Mustahil. Kenapa… Uchiha? Ada seorang Uchiha yang datang?” Sesuatu di dalam dada tiba-tiba bergejolak. Pikirannya langsung teringat pada Itachi.

Meski belum jelas siapa anggota keluarga Uchiha atau hanya perwakilannya saja yang hadir tapi pasti ada hubungannya dengan Itachi. Mendadak ada sedikit ketakutan muncul di hati. Gaara semakin khawatir sekiranya orang itu akan kembali setelah bertahun lalu menghilang, pergi meninggalkan Sakura. Bisa jadi dia datang dan melakukan sesuatu terhadap gadis musim semi itu. Memang bukan hal yang jahat, tapi kekhawatiran terbesar Gaara adalah takut Itachi kembali mengambil Sakura. Sial. Dia semakin merasa kalah. Tidak hanya pada Sasuke sekarang. Kalau sampai si Itachi juga muncul, dirinya semakin tak punya tempat di hati Sakura.

Dengan langkah terburu-buru Gaara pun bergegas. Sejenak dia berkeliling diantara para tamu undangan yang masih hadir. Mencari-cari sosok yang mungkin dia kenal. Meskipun aslinya dia tak pernah bertemu langsung dengan Itachi, tapi Gaara tahu sedikit rupa orang itu. Pria tampan berusia 25 tahunan sekarang, berambut gelap panjang berkuncir. Semoga saja penampilannya tak banyak berubah.

Nihil.

Setelah beberapa menit mencari, nyatanya tak dia temukan orang yang mirip. Bertanya pada tamu pun mereka tak tahu. Tapi dari mereka Gaara peroleh sedikit informasi. Memang sempat ada pihak yang mengatasnamakan Uchiha memperkenalkan diri. Setidaknya itu membuat Gaara semakin yakin. Masih tak berputus asa, kini si bungsu Sabaku itu menuju ruang keamanan gedung hotel ini. Bermaksud mencari tahu, dia harap dia bisa temukan sesuatu. Semoga saja ada rekaman CCTV yang mungkin tak sengaja menyorot sosok si misterius Uchiha di salah satu sudut pesta.

“Baki, bisa tolong bantu aku?” Gaara memerintahkan salah seorang pelayan kepercayaannya.

Pria besar berkulit gelap itu mengangguk dan mengikutinya, “Apa itu tuan?”

“Bantu aku mencari tahu siapa tamu pesta ini yang datang dari keluarga Uchiha.”

“Siap, laksanakan.”

“Ah, dan satu hal lagi…” lanjut Gaara. “Tolong kau selidiki juga seorang pria bernama Sasuke…”

Tanpa sadar pembicaraan mereka itu tak sengaja terdengar oleh salah seorang tamu. Si pria berambut perak menoleh, sejenak memerhatikan Gaara yang berlalu di hadapannya.

“Menyelidiki?!” heran Kakashi.


Ohayou.” sapa seseorang.

O-ha-you…” balas Sakura sambil tersenyum kaku. Kaget juga dia ketika pagi ini keluar rumah sudah mendapati Gaara berdiri di depan pintu menunggu untuk menjemputnya. “Eeh, kau sudah datang rupanya. Kenapa tak memberitahuku sebelumnya?”

“Bukankah sudah biasa aku menjemputmu? Ayo pergi!” ajak Gaara.

“Ehm, iya…” jawab Sakura, sempat ragu sesaat. Teringat kejadian kemarin, jujur sebenarnya dia sedikit tak nyaman pada Gaara. Itulah sebabnya Sakura bergegas pergi ke kampus lebih pagi dari biasanya, karena yakin Gaara yang marah pasti tak akan mau menemuinya. Sakura tak tahu apa yang terjadi di pesta itu setelah dia pergi dengan tidak sopannya kemarin. Tapi melihat sikap Gaara sekarang tampak biasa, sepertinya (mungkin) tak apa-apa.

Kesan canggung begitu terasa ketika mereka berdua berjalan santai menuju parkiran. Sakura merasa suasana tak pernah terasa begitu kaku seperti ini sebelumnya. Entah kenapa keakraban hubungan mereka sekarang mendadak sirna.

“Kemarin malam sampai rumah jam berapa?” tanya Gaara, akhirnya ada sedikit basa-basi.

“Hmm, sekitar jam 9.”

“Oh.”

“…”

Hening lagi.

“…”

“Gaara…” / “Sakura…” Sekalinya giliran mereka bicara, itu terucap bersamaan. Timing yang pas. Karenanya untuk sesaat mereka sontak tertawa. Dan ini sedikit mencairkan suasana beku yang ada.

“Ahaha, kau duluan.” kata Sakura mempersilakan.

Ladies first.” balas Gaara sambil mengangkat sebelah alisnya sok keren, bikin Sakura kembali tertawa.

“Baiklah. Ehm, aku yang mulai. Begini, sebenarnya aku…” gadis itu menunduk, mulai bicara dengan serius. “Aku mau minta maaf padamu soal kemarin. Maaf kalau aku sudah mengecewakanmu.”

Gaara tahu. Dia sudah bisa menebak apa yang akan Sakura katakan. Tentu saja dirinya kecewa. Dalam hati begitu terluka. Dia ingin marah. Dia ingin Sakura tahu rasa sakitnya. Tapi melihat gadis musim semi itu kini tertunduk dan tampak menyesal, dia tak sanggup melakukannya. “Tak apa-apa.” ucap Gaara, terdengar sebiasa mungkin. Walau dalam hati jelas apa-apa dan tak biasa.

“Aku benar-benar minta maaf. Jujur saat ini aku merasa tak enak hati padamu. Kau orang yang baik, tapi dengan jahatnya kemarin aku malah memperlakukanmu seperti itu.” lanjut Sakura, “Maaf. Maafkan aku, Gaara. Tapi… aku ada alasan kenapa aku harus melakukannya. Ehm, lalu… lalu aku juga mau memberitahumu satu hal. Kalau aku, aku dan Sasuke sekarang…”

“Sudahlah,” sela Gaara, “Aku bilang tak apa-apa kan? Aku mengerti. Aku mengenalmu dengan baik, Sakura. Aku tahu kalau kau ini mudah terbawa perasaan. Entah apa masalahmu dengan orang itu yang penting kita masih bisa bersama-sama sekarang bagiku tak masalah. Lalu soal perasaanku, santai saja. Kau bisa pelan-pelan menerimanya seperti biasa.”

“Tapi aku benar-benar…”

“Stt, cukup. Kita bicarakan nanti.” sela lelaki berambut merah itu sambil tersenyum. “Ayo cepat kita pergi sekarang.” Gaara ambil sebelah tangan Sakura dan mereka berjalan sambil berpegangan tangan.

Diperlakukan lembut seperti ini bikin Sakura jadi serba salah. Tadinya dia ingin jelaskan sesuatu pada Gaara tapi malah tak diberi kesempatan. Dan situasi semakin bertambah rumit ketika di luar mereka bertemu dengan Sasuke.

sasuke-uchiha

“Ekh?! Sasuke… Ohayou~…” sapa Sakura ramah. “Kau juga mau pergi pagi ini? Kuliah atau kemana?” tanyanya melihat penampilan rapih pemuda itu sepertinya juga bersiap akan berangkat. Sakura menunggu tapi Sasuke tak menjawab, hanya terus menatapnya. Sakura lekas sadar kalau itu tertuju pada tangannya dan Gaara yang masih berpegangan. Ingin dia lepaskan tapi Gaara malah makin erat menggenggamnya.

Tak ingin kejadian sebelumnya terulang kembali, Gaara cepat menarik Sakura pergi. Jujur dalam hatinya kini dia bertekad sekarang tak akan kalah lagi dari Sasuke.

“Aaa―sampai nanti Sasuke. Aku pergi dulu.” pamit Sakura.

“Mau kemana?” desis Sasuke ketika mereka berpapasan. “Selingkuh?” ucapnya tajam.

Sakura sontak hentikan langkahnya dan kembali berbalik. Dilihatnya lelaki raven itu mendelik sambil tersenyum miring. “Hah? Tidak. Aku mau kuliah. Kami biasa berangkat bersama-sama.” jelas Sakura.

“Heh, ini bukan urusanmu, kan?!” sambung Gaara ketus, “Sudahlah Sakura, biarkan saja dia.”

Sasuke tiba-tiba terkekeh pelan, seolah ada sesuatu yang lucu. Tapi di mata Sakura tingkahnya itu malah terlihat aneh. “Aah, jadi begini kelakuanmu, Sakura?” tanyanya, bikin si gadis musim semi mengernyit heran. “Kau biasa mengabaikan pacarmu dan memilih pergi bersama lelaki lain?”

JlebPertanyaan itu tepat mengenai Sakura.

“Kau jangan salah paham. Aku tak begitu.” balas Sakura pada Sasuke. “Aku dan Gaara, kami berdua bersahabat sejak lama.”

“Hn, begitu… Jadi aku harus diam saja melihat pacarku jalan sama orang lain? Ah, tidak. Dia jalan bersama sahabat lelakinya sambil berpegangan tangan, mengabaikan kehadiranku, jadi aku harus diam saja? Itulah yang harus aku lakukan, Sakura?”

“Heh, ada apa ini?” tanya Gaara tak mengerti. “Pacar apa? Siapa yang pacaran?”

“Ya aku.” jawab Sasuke. “Aku dan gadis yang kau pegang tangannya itu.”

“APA?! Kalian pacaran?!” cengang Gaara, menatap Sakura tak percaya. “Sakura, itu bohong kan?”

Jahat. Sakura merasa dirinya sekarang benar-benar jahat. Lagi-lagi menyakiti perasaan Gaara. Pastinya begitu, ketika dia putuskan untuk berterus terang. Gadis itu mengangguk pelan seraya menarik tangannya dari Gaara. “Ehm, iya… sebenarnya aku memang pacaran dengan Sasuke.”

Pale green membulat. Ekspresi Gaara berubah tegang dan pucat. Lelaki itu benar-benar terhenyak. Dalam hati terasa seperti ada yang menusuk jauh kedalam diri. Lebih dari rasanya tersayat, ini menyakitkan seperti hampir membunuhnya. “A-apa maksudmu? Kenapa?” tanyanya dengan suara tercekat. “Untuk apa kau pacaran dengannya?”

Sakura makin tak enak hati. “Maaf. Maafkan aku, walau aku tahu aku tak pantas dimaafkan. Tapi, itu benar.”

“Tapi kenapa harus dia?!” kesal Gaara, “Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia melakukan sesuatu padamu? Dia memaksamu? Kau tak benar-benar menginginkan hal ini kan?”

Sakura menggeleng, emerald itu sedikit tergenang. “Tidak. Itu benar. Aku melakukannya karena aku ingin. Justru… justru akulah yang memaksa Sasuke supaya mau menjadi pacarku.”

“Apa?!” mendengar jawaban itu makin membuat Gaara tercengang. Ayolah, siapa yang tidak shock mengetahui kenyataan ini. Gadis yang diincarnya malah pacaran dengan lelaki lain. Sedangkan dia saja yang selama ini mengejarnya selalu ditolak oleh Sakura. “Memangnya apa yang membuatmu memilih dia?” Gaara cengkeram kedua bahu Sakura, menatap emerald itu intens seolah mencari pembenaran. “Jangan percaya padanya. Perasaanku bilang dia bukan orang baik-baik. Kau… kau sama sekali tak pantas bersamanya. Orang mencurigakan seperti dia…”

“Tapi aku suka!” ucap Sakura lantang, setengah berteriak. Tak hanya Gaara yang terkejut, Sasuke pun heran mendengarnya. Bukankah gadis itu pernah bilang kalau dia tak punya perasaan apapun?

“Suka yang aku maksud memang bukan pada dirinya, tapi aku suka pada kehadirannya. Ini sulit kujelaskan. Bersama dengan Sasuke, aku merasa bisa temukan hal yang tak bisa kurasakan saat aku bersamamu. Ini berbeda, Gaara. Aku juga tak tahu. Tapi nyatanya memang seperti ini. Kalau kau benar-benar mengerti aku, kau pasti tahu apa itu. Hal yang selama ini aku cari, Sasuke… dia bisa memberikannya. Debaran perasaan yang aku rindukan.”

Gaara makin terhenyak, dia gulirkan pandangan berganti menatap tajam Sasuke, “Kau? Memangnya kau itu apa, kau bahkan tak tahu apa-apa. Kau tak punya apapun untuk membahagiakan Sakura.” desisnya.

“Hn.” sambil menyeringai Sasuke angkat sebelah alisnya, tampak menantang Gaara. “Aku memang tak tahu cara membahagiakannya. Tapi aku tahu dia merasa puas setiap kali habis aku mencumbunya…”

“Sial!” kesal Gaara, dengan penuh emosi dia lekas menghampiri, “Heh, apa maksudmu, brengsek!” dicengkeramnya leher baju Sasuke.

Buk

“KYAAA…” Sakura terkejut melihat kejadian itu berlangsung cepat. Saat Gaara melayangkan satu pukulan pada wajah Sasuke. “Hentikan!” cegah Sakura, “Tunggu. Tunggu dulu Gaara!” gadis itu cepat berlari menghampiri sebelum perkelahian terjadi. “Heh, singkirkan tanganmu darinya! Cukup, apa yang kau lakukan?!” marah Sakura. Dia tahu mungkin kekesalan Gaara terhadap Sasuke sekarang tidak saja hanya karena kejadian barusan. Tapi Sakura tetap tak bisa memaklumi tindakan Gaara itu. “Kau tak apa-apa?” tanya Sakura pada Sasuke, merasa khawatir.

“Ish,” Sasuke menggeleng sambil sedikit meringis. Dia seka sudut bibirnya yang kini terasa ngilu. Diluar dugaan ternyata pukulan Gaara lumayan keras.

“Dengar, aku tak tahu apa tujuanmu tapi aku tak akan biarkan kau menyakiti Sakura sedikitpun! Jaga tingkah dan perkataanmu, atau kau akan rasakan hal yang lebih buruk dari ini!” ancam Gaara.

“CUKUP!” teriak Sakura, “Gaara, kenapa sih kau ini? Ini tak seperti dirimu.”

“Kau yang tak seperti dirimu, Sakura.” balas Gaara.

Sakura menggeleng, “Ini pilihanku, aku percaya pada Sasuke! Karena itu aku mohon, jangan ganggu kami.”

“Apa?!” cengang Gaara tak mengerti.

Sakura cepat tutup mulutnya, barusan dia kelepasan bicara. “Aa―tidak. Ma-maaf… maksudku bukan begitu.” Sakura menyesal, terlebih ketika ditatapnya mata Gaara dia tahu lelaki itu pasti terluka. Merasa tak enak hati, dia kembali mendekati Gaara. “Tolong jangan salah paham. Ini tak seperti yang kau kira. Aku hanya ingin lebih…”

“Tch, gadis bodoh…” desis Sasuke tak peduli. Dia benci melihatnya. “Aku muak pada sikap plin-planmu itu.” sindirnya sambil berlalu. “Terserah kau pilih dia atau aku.”

“Ekh?!”

Sakura bingung. Ini tak seperti kemarin ketika Sasuke yang mengajaknya pergi. Kini lelaki itu malah mencoba meninggalkannya. Memberikan pilihan yang memang butuh ketegasan. Sakura pikir Sasuke benar, dirinya ini plin-plan dan egois. Di satu sisi dia inginkan Gaara tetap ada di sampingnya sebagai sahabat yang senantiasa menemani. Di sisi lain dia inginkan Sasuke sebagai tempatnya bersandar akan Itachi. Terlalu serakahkah dirinya bila tetap tak mau memilih salah satu dan memiliki keduanya?

“Sakura…” panggil Gaara, membuyarkan lamunan gadis itu.

Sakura menoleh dan sejenak menatap Gaara. Genangan cairan bening di atas iris sepertinya kini sudah tak terbendung lagi. Rasanya di dada Sakura kembali sesak. Ini keputusan yang sulit. Dia salahkan dirinya yang tak becus. Walau separuh hatinya tak ingin lakukan ini, tapi Sakura sekali lagi dirasuki perasaan aneh. Ketika balik melihat Sasuke yang menjauh, pikirannya pun kembali pada Itachi. Dan tak bisa, tak akan pernah ada yang bisa singkirkan perasaan itu darinya. Meski bimbang, meski ini salah sekalipun, meski dirinya tak termaafkan, Sakura memang tak bisa melepaskannya.

“Maafkan aku.” ucap Sakura pada Gaara, “Tapi aku benar-benar membutuhkannya.”

Perasaan Gaara seakan terhempas jauh, ketika melihat Sakura melenggangkan tungkainya berlari mengejar Sasuke. Gadis itu cepat memeluk si pemuda raven dari belakang. Tubuhnya gemetar dan untuk sesaat menumpahkan tangisnya di punggung orang yang dia pilih.

“Sial… sial… sial… sialan… hik, hik, hik, brengsek kau Sasuke!” maki Sakura sambil terisak. Dia cengkeram erat baju pemuda itu, “Kau benar-benar sudah membuatku gila.” ucapnya disela tangisan.

Sasuke perlahan lepaskan tangan Sakura sebelum berbalik balas mendekap gadis itu. “Jadi, kau memilihku?” tanyanya sambil menghapus sedikit jejak air mata di pipi. Sakura mengangguk-angguk, mencoba menahan tangis. “Kau rela membuang sahabatmu demi aku? Jahat sekali.”

“Bukan demi kau.” jawab Sakura dengan suara terisak.

“Ah, iya. Demi mantan kekasihmu dan demi dirimu yang menyedihkan.” Onyx itu sedikit melirik kearah Gaara yang masih berdiri memerhatikan. Satu ide gila terlintas di pikiran. Dengan sengaja Sasuke coba lebih merapat pada Sakura. Tangannya perlahan mengangkat dagu gadis itu. Sedikit memiringkan kepala sebelum dia hadiahkan sebuah kecupan mesra di bibir. “Keputusanmu bagus sekali, Sakura.” bisiknya disela pagutan.

Rasanya miris bagi Gaara melihat pemandangan yang tersaji di hadapan. Sakura awalnya coba mengelak tapi perlahan tampak pasrah dan mulai menikmatinya. Ikut memejamkan mata dan membalas perlakuan Sasuke. Batinnya seketika tercabik sakit. Hancur menyadari bahwa inilah kenyataan. Itukah yang Sasuke maksud dengan memuaskan perasaan Sakura? Itukah yang Sakura maksud dengan membutuhkan Sasuke? Mereka berdua seakan telah menemukan hal yang mereka cari.

“Sudah, jangan menangis. Sekarang ada aku disini.” bisik Sasuke setelahnya. Dia belai lembut helaian rambut merah muda dan punggung gadis itu, tampak menenangkan. “Kau pasti menyesal, tapi kau juga merasa lega kan?”

“He’emhh~…” desah Sakura sambil mengangguk, kembali dia bersandar di dada Sasuke.

“Tch,” Sambil berlalu, Gaara tersenyum pahit. “Kenapa bukan aku?” Meski berat rasanya, tapi dia harus terima hal ini. Bukan berarti dia akan berhenti. Tidak. Karena Gaara yakin akan sesuatu. Entah ini benar atau hanya dugaan berlandaskan kecemburuan dan perasaan tak mau kalah dari dirinya, Gaara tetap mewaspadai Sasuke. Bagaimanapun juga lelaki itu terlalu mencurigakan di mata Gaara. Dia sudah bertekad untuk selalu melindungi Sakura. Sedikitpun tak ingin membuatnya terluka. Tidak karena dirinya―itu sebabnya dia relakan. Atau karena orang lain―itu sebabnya dia tak akan tinggal diam. Memastikan kebahagiaan orang yang dicintainya, walau itu harus bersanding dengan orang lain dan membuat hati kita jadi sakit karenanya.

sasusaku-gaara

Tidak apa-apa”

Perasaan bersalah pun masih tetap ada dalam diri Sakura. Rasa tak nyaman, tak enak hati, jahat, pengkhianat, egois, serakah, seburuk itulah perbuatannya tempo hari yang dia sesali terhadap sahabatnya. Setelah kejadian itu hubungan GaaSaku pun berubah menjadi lain. Mereka sempat bicara dan membahas tentang hal ini baik-baik. Dengan bijak Gaara berkata kalau akhirnya dia bisa terima. Bagi Sakura ini cukup melegakan. Walau tak berarti akan membuat perasaannya menjadi lebih baik.

“Aku masih sahabatmu kan?” tanya Sakura.

“Tentu saja.” jawab Gaara, “Kau tahu aku akan selalu ada untukmu. Datanglah padaku kapanpun kau butuh. Bersikaplah seperti biasa. Aku juga sama. Aku pun akan mencoba sebiasa mungkin padamu.”

Sambil mengangguk, Sakura tersenyum, “Iya, terima kasih. Kau memang yang terbaik, Gaara.”

Gaara hanya balas tersenyum, sedikit miris dalam hati. Kalau memang benar yang terbaik, lalu mengapa dirinya masih bisa dikalahkan?

Aku mengerti.” jawab Gaara dalam hati. “Tidak sekarang, tapi mungkin suatu hari…”

.

.

sasusaku-spend of time

.

.

Terlalu cepat untuk menyesal, terlalu cepat untuk berpuas diri. Ini baru awal ketika Sasuke dan Sakura putuskan untuk menjalin hubungan kasih mereka yang rumit. Tak ada cinta, hanya kepura-puraan. Masing-masing dari mereka sebenarnya masih terus mencari hal penting yang mereka inginkan. Harapan sejati. Sesuatu yang berharga. Yang semuanya terkait pada objek yang sebenarnya sudah tak ada. Meski dengan alasan berbeda, tapi tujuan mereka sama. Semua dilakukan untuk Itachi.

Berpacaran dengan orang yang mirip dengan mantan kekasih yang tak bisa kau lupakan itu keasyikan tersendiri bagi Sakura. Dia menikmatinya. Sasuke juga cukup penurut, meski terkadang sulit dan keras kepala ketika Sakura menyuruhnya melakukan kebiasaan-kebiasaan Itachi selama mereka berpacaran. Sambil terus mengenangnya, dia telusuri kembali masa-masa itu. Seperti pergi berkencan ke tempat biasa mereka menghabiskan waktu atau memesan menu makanan yang sama.

“Tidak, aku tak mau. Singkirkan itu dariku.” ucap Sasuke terus menolak.

“Ya, kau harus mau. Lakukan ini untukku.” pinta Sakura terus memaksa.

“Hah?! Jangan harap ya. Sekali tidak tetap TIDAK!”

“HARUS!” balas Sakura, “Sekali kau lakukan sekarang aku janji tak akan memintanya lagi. Aku mohon, Sasuke~… ayolah, pliiis. Tolong hargai usahaku.”

Sakura mulai merajuk dan itu bikin Sasuke risih. “Ugh, Apa-apaan sih kau ini?! Aku bilang aku tak mau. Aku tak suka, jangan paksa.”

“Tapi Itachi suka. Makanya kau harus mau.” bujuk Sakura, “Tolong habiskan strawberry short cake special buatanku ini.”

sasusaku-happy birthday

Sasuke memutar matanya bosan. Demi apapun dirinya ini kan tidak suka makan makanan manis tapi malah dipaksa makan kue semacam itu. Argh, kesal juga dia. Memang kalau masalah selera makan Sasuke berlawanan dengan Itachi. Dirinya lebih tergoda makan satu karung tomat segar daripada makan sepotong kue manis itu. Tentu saja karena tomat adalah buah kesukaannya.

“Hei, kan sudah kubilang jangan protes kalau kau kuperlakukan seperti Itachi!” kesal Sakura.

“Tapi bukan dengan cara ini.” protes Sasuke.

“Dasar tak berguna. Kau ternyata sama sekali tak bisa diandalkan, wek~…” cibir Sakura sambil julurkan lidahnya.

“Tch,” bikin Sasuke bête dan rasanya ingin jitak kepala jidat lebar gadis itu. “Sial, aku kan bukan Itachi.”

Mendengar gumaman Sasuke itu membuat Sakura terdiam sejenak. Ekspresinya berubah sedih, walau senyuman samar masih nampak terlihat di wajah. “Yup, kau benar. Kau memang bukan dia. Meskipun kau ini pengganti, tapi kau tak akan bisa benar-benar menjadi dirinya.”

“Hn.” Sasuke lekas palingkan wajahnya. Dia menghindar dan coba halau perasaannya sendiri yang mulai terbawa suasana hati Sakura. Terus terang dalam hati Sasuke pun setuju. Meski dia berusaha menjadi Itachi, tapi ada hal-hal yang berbeda yang tak bisa dia lakukan.

Semakin mereka berdua menghabiskan waktu bersama, semakin menjadi dekat dan saling mengenal. Sakura temukan hal lain dalam diri Sasuke yang membuatnya tertarik. Membandingkan dengan sosok Itachi, meski terkesan mirip tapi Sasuke adalah Sasuke. Dia berbeda. Itachi yang lebih periang, Sasuke yang bersikap dingin. Itachi yang banyak bicara, Sasuke yang lebih banyak mendengar. Itachi yang suka bergerak, Sasuke yang diam. Dua orang itu sebenarnya bertolak belakang namun saling melengkapi jika mereka bisa disatukan. Meskipun ada kalanya Sakura kecewa karena ada yang berbeda, tapi perasaan yang dia rasakan tetap sama. Kerinduan, kehangatan, rasa nyaman, tempat orang bersandar, dia suka saat-saat bersama Sasuke.

Kesan Sasuke terhadap Sakura sendiri pun sedikit berubah. Dia kira gadis itu menyebalkan. Gadis manja yang serampangan, jahat dan tak berperasaan. Nyatanya Sakura tak seperti itu. Apa yang selalu Sakura lakukan dan bicarakan tentang Itachi terkesan seperti benar-benar itulah cinta. Selalu ada kesenangan dan kebahagiaan. Gadis itu seolah tulus pada Itachi. Berbeda dengan dugaan Sasuke selama ini. Meskipun begitu dirinya masih belum percaya sepenuhnya. Masih ada banyak hal yang ingin Sasuke pastikan tentang Sakura.

sasusaku-date

“Ayo kita kencan!” ajak Sakura di suatu hari.

Gadis itu memang lebih antusias mengajak Sasuke mengunjungi tempat-tempat kenangannya bersama Itachi. Sambil jalan dia akan berceloteh, menceritakan banyak hal. Sasuke yang mendengarnya terkadang ikut terkenang. Dalam hati dia pun merasa rindu pada sosok sang kakak. Tapi saat sindrom brother complex-nya kambuh maka diapun akan ikut cemburu. Ketika dirasa sejak kepergian Itachi ke Konoha, kakaknya itu pasti lebih sering menghabiskan waktu bersama Sakura ketimbang dirinya.

“Waaa~…pemandangannya keren!” teriak Sakura riang sambil menaruh kedua tangannya di kaca gondola bianglala tempat mereka menaiki salah satu wahana di Konoha Wonderland sekarang.

Sasuke sweatdrop melihat tingkah gadis itu yang seperti anak kecil. “Hentikan. Kau buat gondolanya goyang nih.”

“Hihihi, kau takut jatuh?” goda Sakura. Dengan sengaja gadis itu hentak-hentakkan kakinya, mencoba menakut-nakuti Sasuke. “Hayoo… hayooo… jatuuuh… hehehe~…”

Lelaki raven itu mendengus seraya menatap bosan. Ayolah, apa Sakura pikir dirinya setakut itu, padahal Sasuke hanya malas melihat tingkah gadisnya yang norak. Sakura tampak begitu antusias. Masih saja dia kagumi pemandangan malam Konoha yang tampak terlihat indah bertabur kerlap-kerlip lampu dan bintang dari atas sini. Tak salah mereka memilih menaiki wahana ini sebagai yang terakhir sebelum pulang. Terus terang lelaki itu lelah. Seharian ini menghabiskan waktu di taman ria menemani Sakura untuk berkencan. Mereka sudah naik berbagai macam wahana yang ada. Berjalan-jalan, menikmati jajanan, menonton karnaval dan pertunjukan.

sasusaku-bianglala

Melihat Sakura begitu menempel dengan kaca dan tampak sedang melamun, bermaksud membalas tingkah gadis itu tadi, Sasuke temukan sebuah cara. Dia menunggu waktu yang tepat saat mereka berada di puncak, ketika dilihatnya gadis itu lengah, dengan gerakan cepat Sasuke dorong Sakura…

Brakk

“KYAAA…” jerit Sakura, barusan dia merasakan dirinya terhempas ketika didorong Sasuke. Kaget bukan main terlebih pintu keluar yang kena dorong itu seakan nyaris jebol. “A-pa yang kau lakukan… hhh~… hhh~… hh~…”

“Ahahahaha…” Sasuke tertawa puas, apalagi melihat wajah gadis itu sampai pucat dan terduduk di lantai. “Kau sendiri takut jatuh, eh?” sindir Sasuke.

“Mmmph…” Sakura masih terdiam. Dia katupkan bibirnya yang gemetar sementara perlahan sedikit demi sedikit cairan bening nampak tergenang pada emeraldnya. “Gimana kalau aku sampai jatuh betulan coba…” gumamnya lemah, “Kau bercanda… atau benar-benar ingin membunuhku?”

“Hn.” Onyx itu berkilat tajam, Sasuke segera pasang tampang serius. “Aku ingin membunuhmu.” jawabnya sambil menyeringai.

Sakura sesaat bergeming menatap Sasuke, “Tch,” sebelum akhirnya gadis itu membuang muka seraya tersenyum pahit. Perlahan dia duduk kembali ke tempatnya, “Candaanmu itu gak lucu, Sasuke.” balas Sakura dengan datar.

Sasuke perhatikan ada yang berbeda dengan ekpresi Sakura kali ini. “Kenapa?” tanya Sasuke. Tak seperti sebelumnya saat mereka terkadang bercanda, Sakura pasti masih bisa tertawa menanggapinya. Tapi kali ini tidak.

“Waktu itupun aku lakukan hal yang sama.” ucap Sakura sambil menunduk.

Sasuke mengernyit tak mengerti. “Apa maksudmu? Ada hubungannya dengan Itachi?”

“He’em…” angguk Sakura.

Diam sesaat. Situasi seperti ini malah bikin Sasuke jadi penasaran. “Apa yang terjadi?”

Itachi and Sakura

Sakura masih berpaling menatap jauh pemandangan di luar sana. Seolah tengah mengenang masa lalu, “Hari itu aku memaksanya pergi. Meski tahu sebenarnya dia tak mau, tapi karena baik hati dia selalu menurut.”

“Hn.” Sasuke dengarkan cerita Sakura dengan seksama.

“Seperti biasa saat bersamanya aku selalu gembira, walaupun mungkin dia sendiri tak terlalu menikmatinya. Yah tak jauh beda seperti denganmu sekarang. Sepanjang hari kami bersama, tapi nyatanya tak benar-benar bersama. Aku tahu karena sepanjang hari itu dia tak memikirkanku. Hatinya berada di tempat yang lain.” Gadis itu sekilas tersenyum, “Aku ingin naik bianglala, sekali saja, bersama dengan orang yang aku cintai. Aku ingin melihatnya tersenyum, tertawa, sekali saja, di hari itu dengan tulus padaku. Aku coba menggodanya, membuyarkan lamunannya, iseng bercanda menakutinya seperti yang kau lakukan tadi. Dan hasilnya dia malah marah padaku, ha ha…” Sejenak Sakura tertawa hambar, kemudian gadis itu menoleh pada Sasuke. “Menurutmu kenapa? Kenapa dia marah padaku? Apa aku ini menyebalkan?”

Sasuke mengernyit, terus terang tak mengerti. Membayangkan Itachi yang baik hati bisa sampai marah tentu tindakan Sakura mengesalkannya. “Apa kau mengganggunya?” tanya Sasuke.

Gadis itu tautkan alisnya, “Eh, bagaimana kau tahu?” Sakura terkekeh pelan sambil mengangguk-angguk, “Iya, aku mengganggunya.”

“Hn?”

sasusaku-ponsel

“Ponsel!” pinta Sakura tiba-tiba, “Berikan ponselmu!”

“Untuk apa?” heran Sasuke.

“Sudah, cepat berikan!” Sakura terus memaksa, sampai dia merebut dan mengambilnya sendiri dari Sasuke.

“Heh, apa maksudmu? Kembalikan!” protes Sasuke.

Sakura pegang erat dan sembunyikan ponsel itu di balik punggungnya. “Tidak. Cium aku dulu baru kukembalikan.”

“HAH?!” Sasuke tercengang mendengar permintaannya. “Kau gila? Jangan bercanda!”

“AHAHAHAHA…” tiba-tiba gadis itu tertawa renyah, bikin Sasuke makin tak mengerti dengan apa yang terjadi. “HAHAHA… bagus banget. Bagus banget barusan, Sasu~…” ucapnya sambil masih tertawa-tawa. “Kata-katamu persis seperti Itachi waktu itu, hehe… Jangan bercanda, apa kau gila? Begitu ucapnya, hahaha…”

“Ng? Tentu saja. Semua orang juga pasti spontan ucapkan hal itu.”

SasuSaku_Under the same sky

Grep

Tiba-tiba Sakura menyerang Sasuke. Dia tahan tubuh lelaki itu seraya meletakkan satu jarinya menutup mulut Sasuke. “Sst, salah.” desisnya, “Harusnya kau diam dan biarkan aku selesaikan.” Sakura tangkup wajah Sasuke, menatapnya lekat. “Aku mohon, sekali ini saja… ucapku waktu itu. Lihat aku, perhatikan aku, pikirkan aku, kakak… Aku mencintaimu.” Sakura lantas praktekan kejadiannya sampai pada gadis itu dengan berani mengecup bibir Sasuke. Hanya sekilas, sebelum dia menyingkir dan memilih menyembunyikan diri di dada pemuda itu.

Sasuke bingung dengan apa yang terjadi, tapi dia merasakan tubuh Sakura gemetar. Isak tangis pun samar terdengar. Berulang kali nama Itachi disebut. Juga kata ‘maaf’ yang diucapkan seakan penuh penyesalan. Entah apa alasannya, yang bisa Sasuke sadari sekarang seolah ada kepedihan dalam diri Sakura. Dan itu bukanlah sebuah kebohongan. Kenapa bisa gadis itu sampai merasa sakit seperti ini?

Sasusaku-daijoubu

~flashback~

Ponsel itu berdering. Sakura melihat ekspresi Itachi berubah saat melihatnya. Terlihat ragu antara harus memilih mengangkat telepon itu sekarang atau tidak.

“Dari siapa?” tanya Sakura ingin tahu.

“Ehm, tidak. Bukan siapa-siapa.” jawab Itachi sambil tersenyum, tampak biasa. Dia putuskan untuk menutup panggilan itu.

Tapi tak lama ponselnya kembali berdering. Kali ini Itachi tak bisa menyembunyikan perasaannya. Terlihat ada sedikit kekhawatiran. Meskipun tak bilang, tapi Sakura sadari itu dari siapa dan apa yang Itachi pikirkan. Gadis itu tak suka melihatnya, maka dengan kasar dan tiba-tiba Sakura rebut ponsel Itachi dan lekas menyembunyikannya di balik punggung.

“Cium aku dulu baru kukembalikan.” pinta Sakura.

Itachi tercengang mendengarnya. “Jangan bercanda Sakura, kembalikan ponselku. Apa kau sudah gila?”

Sakura mengangguk-angguk, “Iya, aku gila. Aku sudah gila karena dirimu.”

Sekali lagi ponsel itu berdering, sekarang Sakura bisa lihat dengan jelas ada nama ‘Konan’ yang tertera di layar. Dirinya tak percaya mengetahui hal ini. Terlebih melihat Itachi malah seperti ingin secepatnya mengangkat telepon itu. Membuat Sakura tak bisa lagi menahan perasaannya.

“Aku mohon, sekali ini saja…” ucap Sakura, “Lihat aku, perhatikan aku, pikirkan aku, kakak… Aku mencintaimu.” Gadis itu dengan cepat lantas mengecup bibir Itachi selama beberapa detik. Dirasa tak ada balasan atas tindakannya, Sakura lepaskan pagutannya dan menatap Itachi kecewa.

“Sudah?” tanya Itachi, “Kalau begitu kembalikan ponselku.”

Ekh?!

Seketika itu batinnya sakit sekaligus terluka.

~flashback~

sakura-cry

Lima putaran telah berlalu. Gondola itu akhirnya berhenti. Sakura melangkah keluar dan sesaat masih menyeka kembali kedua matanya yang kini menjadi sembab. Selama beberapa menit tadi dia menangis dan Sasuke yang berada disampingnya tanpa banyak bicara hanya terus menemani. Dia tak berikan perlakuan lembut apapun. Hanya balas memeluk tapi bagi Sakura itu sudah cukup. Karena sudah lama sekali tak dia tumpahkan perasaannya seperti ini. Dan kehadiran Sasuke sebagai tempat bersandar baginya itu sudah sangat membantu.

Sakura lekas menggandeng lengan Sasuke tatkala lelaki itu hendak berjalan lebih dulu darinya. “Jangan tinggalkan aku.” pinta Sakura, “Untuk yang satu ini aku minta kau tak usah menjadi Itachi.”

Bayangan kejadian masa lalu kembali terlintas. Sakura masih ingat ketika itu Itachi segera pergi meninggalkan dirinya setelah mendapat kabar terjadi sesuatu pada Konan. Sakura hanya menatap kepergian orang yang dicintainya memilih mementingkan orang lain. Sakura tahu dia akan selalu kalah dari wanita itu. Tak bisa berbuat apa-apa. Ketika dari awal dia tahu bahwa cinta pada Itachi ini hanyalah cinta sepihak.

“Jangan pergi dariku,” lanjut Sakura, dengan erat dia genggam tangan Sasuke. “Karena sepertinya aku tak akan pernah melepaskanmu Sasu~… tetaplah bersamaku.”

“Hn, terserah…” jawab Sasuke, “Selama ini menarik, aku bilang aku masih bisa menemanimu.”

Sakura tersenyum. Memang bukan jawaban yang memuaskan, tapi baginya itu sudah cukup. “Terima kasih.”

Sasuke lekas palingkan wajahnya, menghindari tatapan emerald yang entah kenapa belakangan ini terasa mengganggunya. Mata itu terlihat terlalu polos. Lama-lama seakan bisa melunakan hatinya. Rasa dendamnya. Padahal Sasuke tak akan berhenti sampai sini.

sasuke uchiha

.

.

.

=0=0=0=0=0=0=

TBC… Next to Chapter 6

=0=0=0=0=0=0=

sasusaku-different


Author Note:

Yo minna~ (^-^)/ Akhirnya updet juga nih, maaf ya lama~… dan diluar dugaan ceritanya aga sedikit berubah dari rencana awal saya bikin. Bagian ketemu Konan pada spoiler saya skip buat chapter depan coz kepanjangan. Ga tau apa feel-nya kali ini dapet atau gak, tapi beginilah cerita ini saya buat, hehe~…

Ga ada spoiler chap 6 ah sekarang, coz belum kepikiran (^-^)a Tunggu aja lanjutannya. Dan sepertinya saya tidak bisa menjanjikan akan bisa updet cepet nih *maaf ya~ tapi akan selalu saya usahakan. Makasih banget buat yang udah baca dan komen/review, apalagi buat yang udah nunggu bahkan mpe suka nagih, khekhekhe~… ini special buat kalian.


Special Thanks to:

Sslove’yumiki, Sarah Zakila, Judy Maxwell, Raditiya, chii, Jile Sing, Marshanti Lisbania Gratia, qori, zoggakyu, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, miyunyun, Itha, nurjanah, Sandra Pangestu, Eguchi Kimizaky, Rei-reixki-ki, Nakaumi–chan, Uchira Shawol Tripel S, Jile Sing, Iyyak (๑’⌣’๑)づ♥, ♚♬Ghina Tamami♬♚ (@ghina_pink), chii, YaYaK, syalsyabila.a.p. , amliya, fathir, Rirrin Dhika, Sanny S’llalu, Syariffaturahma, Rikaa Angel Uchihaa, Nazuka Rhenny Uchiha AkasunaGaara, Hoshii Hideyashu AkasuNamikaze, Azu-chan No Hanako, pratiwii, CassiVie, RefinaM, miiong, rengganis sarjito, Glh sasusaku, 

 


Next to PRECIOUS Chapter 6 : OUT OF MIND

Pikiran atau perasaan? Mana buatmu yang lebih bisa dipercaya? Kau coba mengelak. Kau coba hindari. Kau coba abaikan. Kau coba tak peduli. Tapi satu hal yang pasti kau tak bisa kembali, ketika kau sadari kau telah terjebak dalam permainanmu sendiri.

(^-^) See You ~ Berkenan komen? (^-^)/

58 Comments

Leave a Reply

3 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

Leave a Reply to jile sing Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *