Author Note:
Hallo~… apa kabar? Jumpa lagi dengan fanfic gaje buatan Furaha. Ada yang kangen? (^-^)/ ehehe~… #gampared
Terharu banget akhirnya bisa publish juga ini chapter setelah sekian bulan hiatus (T-T) Maaf ya udah lama nunggu bahkan bikin kalian kecewa karena keterlambatan yang berkepanjangan ini *kubur diri* tapi akhirnya bisa juga updet *bangkit lagi* walo mungkin hasilnya mengecewakan *pundung di pojokan* m(_ _)m tapi aku harap kalian masih bisa menikmati sajian sederhana hasil bertapa 5 hari *curi-curi waktu kerja & begadang* padahal tadinya *niatnya* pengen publish pas tanggal 17 *berhubung hari itu special* tapi karena satu dan lain hal lagi-lagi terlambat.
Ya sudahlah, daripada banyak bacot dan berubah menjadi curcol, langsung saja ini saya persembahkan untuk kalian yang masih penasaran sama lanjutan cerita PRECIOUS (^-^)/ *jreng jreng*
Cerita Sebelumnya…. Baca [Chap 1][Chap 2][Chap 3][Chap 4][Chap 5]
…
Pikiran atau perasaan? Mana buatmu yang lebih bisa dipercaya? Kau coba mengelak. Kau coba hindari. Kau coba abaikan. Kau coba tak peduli. Tapi satu hal yang pasti kau tak bisa kembali, ketika kau sadari kau telah terjebak dalam permainanmu sendiri.
…
=0=0=0=0=0=
P R E C I O U S : Chapter 6
Chapter: OUT OF MIND
Pair: SasuSaku, slight ItaKo
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Length: 5.295words
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
FuRaHa
~Itadakimasu~
.
.
.
~flashback~
Dengan langkah terburu-buru pemuda itu menyusuri lorong rumah sakit. Hatinya masih gelisah memikirkan isi percakapan telepon beberapa jam lalu yang menyuruhnya untuk bergegas. Dia kenal betul nama dan nomor ponsel yang terpampang berkali-kali menghubunginya. Awalnya bisa dia kendalikan, tapi tetap saja meski dia coba menahan segala rasa untuk mengabaikan panggilan itu, namun hatinya tetap rapuh. Sekuat apapun, sebenci apapun, mencoba menjauh dan melarikan diri dari orang itu, dia tak pernah bisa membuang perasaannya. Sisa-sisa yang bahkan sudah dia anggap sampah sekalipun masih akan dia pungut bila demi orang itu. Pasti kembali…
“Jangan pergi, kak Itachi! Aku mohon tetaplah bersamaku.” rengek gadis musim semi itu padanya.
Tak bisakah dia lihat pacarnya sendiri menangis dan terluka? Pastinya begitu ketika di hari kencan bahagia mereka, dia malah berlari pergi meninggalkan Sakura untuk menemui wanita lain hanya karena satu kabar mengejutkan yang seseorang sampaikan pada dirinya. Itachi tak pernah bisa abaikan bila itu menyangkut Konan. Wanita yang paling dia benci sekaligus wanita yang paling dia cintai.
Sreg
Sedikit kasar pintu kamar pasien itu terbuka. Beberapa orang dalam ruangan sesaat tampak terkejut memandang sesosok pemuda yang muncul dengan nafas terengah menyapukan onyx-nya mencari seseorang diantara bangsal-bangsal Rumah Sakit yang berjajar. Mengabaikan pasien lain, dihampirinya salah satu ranjang tempat seorang wanita berambut indigo terbaring tenang, sementara seorang dokter dan perawat telah selesai memeriksa keadaannya.
“Anda kerabat nona Konan?” tanya dokter itu.
“Hn.” angguk Itachi, sambil masih tak melepaskan pandangan dari Konan. “Bagaimana kondisinya?” Diulurkannya sebelah tangan merapihkan helaian rambut yang sedikit menutupi wajah pucat wanita itu. Antara miris, prihatin, emosi, tatkala dia temukan beberapa luka lebam pada tubuh dan wajah Konan. Lama mereka tak bertemu tapi Itachi bisa menduga apa yang sebenarnya terjadi pada Konan sampai jadi seperti ini. Geram dia mengingat bahwa pastilah Pein yang tega melakukannya.
“Kondisinya sudah cukup stabil sekarang, walaupun masih lemah dan perlu perawatan lanjut. Tenang saja, kami sudah memompa isi perutnya dan mengeluarkan semua obat yang ditegaknya. Untung saja korban cepat ditemukan. Kalau tidak, mungkin dia sudah tewas overdosis.”
“Tch, baka. Kenapa kau coba lakukan hal bodoh seperti bunuh diri segala sih?!” maki Itachi pada Konan. Daripada terdengar marah, nada suara itu lebih terkesan khawatir.
“Kami juga belum menanyainya. Tunggu sampai dia siuman. Dan kalau kau adalah kerabatnya, ada hal lain yang perlu kita bicarakan perihal kondisinya.”
“Apa maksudmu, dok?” heran Itachi.
“Mari ikut ke ruanganku.” ajak Dokter itu.
…
…
Tampak berat ketika perlahan kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan sapphire yang sesaat menerawang jauh. Mengerjap-erjap dalam kebingungan sampai bertemu sepasang onyx yang balas menatapnya lembut. Konan lekas palingkan wajahnya menghindari Itachi. Berpikir seandainya dia tak sekarat seperti ini, mungkin dia sudah beranjak pergi melarikan diri.
“Syukurlah kau sudah sadar, aku mencemaskanmu.” ucap Itachi.
“Pergilah!” ketus Konan seraya menepis tangan Itachi yang mencoba menyentuhnya. “Untuk apa kau disini? Jangan pedulikan aku!”
Diam sesaat. Itachi tahu emosi Konan sedang labil. “Aku…”
“Aku tak mau bertemu denganmu.” lanjut Konan, lekas menyela. “Aku paling tak mau kau melihatku begini. Kau mau menertawakan aku? Menyumpahiku? Memakiku?!”
“Tidak. Aku tak akan begitu.” balas Itachi.
“KALAU BEGITU CEPAT PERGI!” usir Konan, kemarahannya meledak.
Tapi Itachi masih tampak tenang menghadapinya. “Mana bisa aku pergi dan meninggalkanmu. Kau tahu sendiri kan? Terlebih dengan kondisimu sekarang, aku tak bisa melepaskanmu.”
“Ah, hahahaha…” Konan tertawa miris, “Kau ini memang bodoh ya…”
“Ya, aku bodoh. Aku pria bodoh yang jatuh cinta pada wanita tolol sepertimu.”
“Hah?!”
“Makanya…” perlahan Itachi genggam sebelah tangan Konan, kali ini dia pegang erat saat Konan coba hempaskan, “─aku akan bertanggung jawab.” lanjut Itachi, bicara dengan serius. “Janin yang kau kandung dan coba kau gugurkan itu anakku, kan?”
…
…
~end of flashback~
…
…
…
…
Tampak tiga gadis remaja asyik bercengkerama di salah satu sudut meja café. Sementara menikmati pesanan cake dan parfait menemani obrolan seru beragam hal. Bicara soal kuliah, gossip teman, sampai masalah keluarga dan cinta. Segala curhat tumpah kala bertemu dengan sahabat. Seperti Sakura, Ino dan Hinata usai berkeliling Mall dan shopping, mereka habiskan waktu sore itu bersama-sama.
“HAA, PACARAN?!” cengang Ino dan Hinata berbarengan.
“Stt,” desis Sakura memperingatkan, “Gak usah norak gitu deh, pakai teriak segala.”
“Ha-habis ini surprise banget gitu, akhirnya kamu bisa juga move-on.” kata Hinata, “Selamat ya. Kok baru kasih tahu kita kabar baik ini sekarang sih?”
“Iya, benar. Curang. Kau anggap kami ini apa, sampai tak pernah bilang soal kau jatuh cinta, tahu-tahu sekarang sudah jadian.” protes Ino.
“Ah, haha…” Sakura hanya tertawa hambar mendengarnya. Jatuh cinta? Padahal hubungannya dengan Sasuke kan tak begitu. Tak ada yang jatuh cinta. Hanya saling memanfaatkan.
“Pantas saja belakangan ini kau suka sibuk sendiri. Sering melamun dan wajahmu tampak berbahagia. Ternyata Sakura sedang bermusim semi, hihihi…” lanjut Hinata.
“Nah, lalu seperti apa lelaki itu? Lebih keren dari Gaara ya?” tanya Ino antusias.
“Ehm,” Sakura bingung, sedikit ragu membicarakannya. Sosok Sasuke memang keren. Tapi dia tak bisa membandingkannya dengan Gaara. Karena yang buat Sakura tertarik pada lelaki itu kan aura khas Itachi yang dipancarkan Sasuke. Tapi kalau dia berkata jujur begitu pada kedua temannya ini pasti malah jadi berkesan buruk.
“Lihat dong, ada fotonya gak? Plisss…” rengek Ino.
“Err, iya iya ada…” Sakura keluarkan ponselnya, membuka salah satu folder gallery dan memperlihatkan foto Sasuke dan dirinya yang pernah mereka ambil bersama sewaktu kencan.
“Oouh…” Ino dan Hinata sama-sama membulatkan bibir mereka, tampak sedikit terkejut saat melihatnya. “Jadi ini pacarmu?”
“Tampan dan so cool gini ya orangnya.” celetuk Ino, “Wajar saja kau bisa langsung jatuh cinta padanya padahal baru beberapa hari dia pindah ke mansionmu, eh?”
“Aku tak langsung jatuh cinta pada Sasuke kok.” bantah Sakura.
“Sasuke? Jadi namanya Sasuke?” tanya Hinata.
Sakura mengangguk, “Sasuke Hatake.”
Ekspresi Hinata tampak aneh, “Ooh, Hatake-san ya…”
“Memangnya kenapa?” heran Sakura.
“Tidak,” Sambil tersenyum, Hinata menggeleng pelan, “Bukan apa-apa. Hanya saja aku merasa dia mirip dengan seseorang.”
“Oh ya?” Sakura jadi penasaran, “Siapa?”
“Uhm, temannya Naruto. Dulu aku sempat dikenalkan. Namanya juga Sasuke, tapi nama keluarganya beda.” jawab Hinata.
“Wah, jangan-jangan mereka memang berteman. Sakura, pacarmu itu bukannya kuliah di Akatsuki juga kan, siapa tahu kenal dengan Naruto.” kata Ino.
Sakura hanya terdiam. Jujur dia sama sekali tak tahu apapun soal Sasuke. Mereka jarang membicarakan hal-hal formal semacam itu. Tentu saja karena sepanjang mereka jalan bersama, hal yang mereka lakukan dan bicarakan selama pacaran adalah mengenang kembali saat-saat Sakura bersama Itachi.
“Hmm, siapa ya namanya….” Hinata masih mencoba mengingat-ingat. “Yang jelas bukan Hatake, tapi Sasuke… apa ya? Teme?”
“Hah, Teme?”
“Ahaha, maaf aku lupa.” kata Hinata. “Nanti aku akan tanyakan pada Naruto.”
“Iya, coba tanyakan. Kan asyik kalau ternyata memang kenal. Ini seperti sudah ditakdirkan. Dan dunia itu ternyata sempit sekali. Lain kali kita bertiga kencan sama-sama yuk. Aku akan bilang pada Sai, bagaimana menurut kalian?” cerocos Ino.
“He’em…” Sakura tersenyum. Di satu sisi entah kenapa kini timbul sedikit rasa penasaran dalam hati. Masih terpikirkan olehnya nama ‘Hatake’ yang tiba-tiba membuatnya ragu. Apa mungkin ‘Sasuke’ yang dikenal Hinata itu memang Sasuke?
…
…
Sakura sejenak menghela nafas panjang, tampak murung ketika menatap langit gelap dengan jutaan tetes air hujan turun dengan lebat. Dirinya tak menyangka cuaca seperti ini akan datang tiba-tiba. Membuatnya terjebak, menunggu reda di pintu keluar gedung pusat perbelanjaan. Lebih dari satu jam sejak Ino dan Hinata pamit pulang duluan. Sedikit menyesal harusnya diapun ikut bersama mereka, bukannya memilih menunggu di sini sekarang hanya karena Sasuke bilang dia akan datang menjemputnya.
Oh, Kami-sama… kalau hujan seperti ini pastinya Sasuke juga akan terlambat. Lalu sampai kapan Sakura akan bertahan? Apalagi dari tadi Sakura hubungi ponsel Sasuke sama sekali tak diangkat. Mungkin lebih baik dia kembali ke toko perlengkapan dan pergi membeli payung. Memutuskan pulang sendiri. Berharap masih bisa sampai di halte bis tepat waktu, mengejar jadwal keberangkatan terakhir.
Langkah kaki Sakura sesaat terhenti sebelum masuk lift. Perhatian gadis musim semi itu teralih ketika ujung belakang roknya ditarik seseorang.
“Huhuuhuuuhuuu… hikhikhik… mamaaaa… hikhikhik…”
Agak terkejut juga Sakura saat mendapati seorang bocah kecil menangis di dekatnya. “Hei, kau kenapa?” tanyanya ramah.
“Hueeee….” Bocah itu masih saja menangis. Menunduk sambil menyeka matanya yang sembab dan berair. “Mama… hikhik… mama… mamaaaa…” rengek bocah itu.
“Stt… sudah, jangan nangis.” bujuk Sakura, lekas berjongkok menyamakan tingginya dengan si bocah. Dia belai lembut helaian rambut raven pendek bocah itu. Dan Sakura terkesima melihat wajah lucu si bocah saat menengadah menatapnya dengan bola mata bulat sapphire biru yang jernih. Entah kenapa Sakura merasa anak lelaki tampan berusia sekitar tiga tahun itu mirip dengan seseorang. “Mana mamamu? Jadi kau tersesat, eh?” tanya Sakura. “Siapa namamu?”
“Hikhik… Hi-chan, hikhik…” jawab anak itu sambil sesegukan.
“Ok, Hi-chan ya… ehm…” Bingung harus bagaimana, akhirnya Sakura putuskan untuk membantu anak kecil itu mencari ibunya. “Baiklah, akan kakak bantu cari mamamu. Jadi jangan nangis lagi ya. Coba lihat nih, kakak punya permen. Mau?” Sakura keluarkan sebungkus permen loli dari kantung belanjanya. “Kita pasti bisa temukan mamamu.”
“Hn.” angguk bocah itu.
Selama beberapa menit mereka berkeliling. Berpikir si ibu anak ini mungkin tak akan jauh-jauh dari sini. Namun ternyata tak juga temukan orang itu. Akhirnya Sakura menitipkan Hi-chan pada petugas keamanan di bagian informasi. Kabar anak hilang pun segera diumumkan lewat pengeras suara.
“Mohon bantuannya.” pinta Sakura.
“Tenang saja nona, selanjutnya serahkan saja pada kami.” ucap petugas keamanan.
Sakura kembali menghampiri Hi-chan sebelum pamit. Bagaimanapun juga dia sedikit khawatir. Tapi terus membawa anak itu bersamanya bisa-bisa malah disangka hendak berbuat jahat. Sakura pikir tindakannya tepat. Daripada nanti dituduh dirinya tukang culik anak.
“Nah, Hi-chan di sini dulu ya, tunggu mama. Jangan nangis lagi, ok? Mamamu pasti akan segera kemari. Kakak pergi dulu ya, jya~…”
“Nee-chan…” cicit si bocah agak merengek. Tatapan matanya seakan tak rela melihat kepergian Sakura. Dan gadis musim semi itu pun hanya balas tersenyum sebelum meninggalkan si kecil raven bermata sapphire itu.
…
Keluar dari kantor bagian informasi, kembali ke rencana awal untuk membeli payung. Sambil sesekali memeriksa notif ponselnya, melewati keramaian suasana orang-orang yang berlalu-lalang. Sakura berjalan tanpa memperhatikan sekitar.
“Hitachi!”─ sampai teriakan suara samar tiba-tiba terdengar.
Tap
Seolah ada sesuatu, tungkai gadis itu pun berhenti melenggang. Dirinya membeku. Digulirkannya sekilas manik emerald itu, disusul kepala yang perlahan menolehkan wajahnya kembali ke belakang. Sepertinya Hi-chan sudah menemukan kembali ibunya. Tapi…
Deg─
“Eh, orang itu…” gumam Sakura. Degup jantungnya menjadi aneh tatkala menatap siluet bayangan sosok seseorang di kejauhan. Seketika tanpa alasan Sakura pun berbalik dan percepat langkahnya kembali ke jalan tadi. Setengah batinnya berharap kalau dia tak salah lihat. Setengah lainnya merasa takut bagaimana kalau itu benar.
Dekat. Semakin dekat. Di hadapannya tampak pemandangan yang cukup mengharukan. Pertemuan kembali ibu dan anak. Tapi ini akan jadi mengejutkan ketika Sakura ketahui bahwa Hi-chan… dan juga ibu anak itu… mungkinkah mereka…
Rasa penasaran membuat Sakura berani untuk mengulurkan tangan, menepuk bahu orang itu. “Tunggu! Maaf…”
Refleks wanita berambut indigo itu berbalik dan tak berbeda jauh dengan ekspresi Sakura, keduanya kini sama-sama terkejut. Ketika masing-masing dari mereka saling mengenali.
“Kau…” / “Kak Konan…” gumam Konandan Sakura nyaris bersamaan.
Kebetulan macam apa ini? Takdir?
“Ah, perkenalkan nyonya, ini gadis yang menemukan putra anda tadi.” sela seorang petugas keamanan. Mencairkan suasana yang sesaat kaku.
“Anak?”
“Dia…” Keduanya masih terheran-heran. Baik Sakura maupun Konan sepertinya segala perasaan kini bercampur aduk dalam diri.
“Terima kasih atas bantuannya.” ucap Konan buru-buru. Lekas saja wanita itu beranjak pergi.
Pertemuan tak terduga ini masih terasa aneh bagi Sakura. Nyaris tak habis pikir akan ada kesempatan semacam ini. Bertemu dengan Konan setelah sekian lama wanita itu dikabarkan menghilang, seketika memunculkan kembali kenangan masa lalu mereka.
“Nee–chan…” sambil tertawa ceria dan menggapaikan tangannya, di gendongan ibunya Hi-chan memanggil-manggil Sakura. Lamunan gadis itu buyar. Segera saja Sakura menyusul Konan.
“Tunggu, Kak Konan! Hi-chan…” Hadang gadis itu. Memblokir jalan Konan yang daritadi berusaha menghindar. “Tunggu sebentar. Aku mohon. Ada hal yang ingin aku tanyakan.”
“Apa?” ketus Konan.
Apa?… Sakura juga bingung harus mulai dari mana? Ada begitu banyak hal yang ingin dia ketahui. “Aku… aku tak menyangka kau masih ada di kota ini.” ucap Sakura. “Kemana saja kau?”
“Hn.” Satu senyuman sinis Konan torehkan, “Bukan urusanmu.” desisnya sambil lalu.
“Tu-tunggu!” pinta Sakura, “Kak Konan, aku hanya ingin tahu. Katakan padaku, apa selama ini kau bersama Kak Itachi? Bagaimana kabar Kak Itachi sekarang?!” tanya Sakura dengan suara ragu yang bergetar.”Kau tahu tentangnya?”
Mendengar pertanyaan itu, langkah kaki Konan seketika terhenti. Namun masih saja wanita itu tak menoleh.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Sakura kembali.
Hening sejenak. “Yah, begitulah…” jawab Konan datar.
“Yokatta…” desah Sakura lega. Dan kini perhatiannya tertuju pada Hi-chan.
Melihat wajah anak itu, semakin dia telisik harusnya dari awal dia sadari. Darimana perasaan aneh yang muncul saat pertama kali mereka bertemu. Ketampanan itu, senyuman polos itu, helaian rambut raven, tatapan jernih biru sapphire, yang ada pada Hi-chan adalah perpaduan Itachi dan Konan.
“Jadi Hi-chan itu Hitachi? Namanya Hitachi Uchiha?” tanya Sakura sambil tersenyum tipis, membalas senyuman polos Hi-chan padanya.
Konan masih terdiam.
“Syukurlah kalau semuanya baik-baik saja.” lanjut Sakura, “Aku senang, sepertinya kalian sekarang hidup berbahagia.”
“Tentu saja.” balas Konan. Sedikit dia menoleh, menunjukkan tatapan tajam serta wajah cantik nan angkuh andalannya pada Sakura. “Kami bahagia.” tegasnya. Lalu tanpa basa-basi lagi wanita itu segera pergi.
Sakura kembali mengejar Konan. Dia yakin di tempat yang Konan tuju sekarang ada Itachi. Ingin bertemu. Bagaimanapun juga Sakura ingin bertemu Itachi. Setelah sekian lama, bukankah ini kesempatan langka yang dia nantikan? Sekali saja. Bayarlah kerinduan dan penantian yang tersimpan dalam diri hanya untuk melihat sekilas sosok orang itu.
“Kak Itachi… Kak Itachi… Kak Itachi…”─perasaan Sakura mengebu. Namun…
Tap
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Bukan karena dia telah sampai di luar gedung Mall itu dan berhadapan dengan tirai air derasnya hujan yang menghalangi. Bukan pula karena Konan telah berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir. Tapi Sakura terhenti karena dia takut. Ya, takut. Mendadak ada perasaan takut dalam diri Sakura. Mengalahkan rasa penasaran yang selama ini terpendam, ketakutanlah yang kini justru menyelimutinya. Lebih dari perasaan ingin bertemu Itachi setelah sekian lama, melihat Konan dan juga Hitachi mendadak Sakura takut bila benar-benar disana ada Itachi. Takut melihat mereka bertiga berkumpul bersama-sama.
“Tentu saja kami bahagia.” ucapan Konan terngiang di kepala.
Karena jujur saja…
“Ughhh…” Sakura lekas bekap mulutnya sendiri, meredam pekik tatkala dia sadari air mata itu telah jatuh tak henti. Kebiasaan lama yang tak muncul. Selalu seperti ini setiap kali diam-diam Sakura melihat Konan dan Itachi bersama. Dirinya selalu memilih sembunyi. “Kak Itachi…” ucap Sakura lirih dalam hati yang miris. Sakura tahu. Sakura sadar. Dari dulu sampai sekarang, Sakura kenali bagaimana rasa sakitnya hati ini.
…
…
…
~flashback~
…
Prank!
Itachi lempar botol bir itu sampai membentur dinding dan pecah. Menimbulkan suara nyaring yang mengejutkan serta cairan berserakan. “Kau sudah gila! Apa yang kau lakukan, heh?!” bentaknya marah.
“Tch,” Konan hanya mendelik, memasang tampang tak peduli. Malah melengos pergi menghindari Itachi. Baru saja hendak dia ambil sebatang rokok, seperti bir tadi, lekas dirampas lelaki berambut raven kuncir itu dan membuangnya. Kembali menyemprotnya dengan sederet kalimat nasehat yang bikin kepala wanita itu pusing jadinya.
“Berisik!” balas Konan. “Jangan pedulikan aku! Terserah aku mau lakukan apa, itu bukan urusanmu!”
“Tentu saja urusanku, baka!” teriak Itachi, ditahannya lengan Konan yang hendak melarikan diri. “Jaga dirimu baik-baik, Konan. Aku tak mau terjadi sesuatu yang buruk pada anakku.”
“Hah? Hahahaha… anakmu?” Konan tertawa seolah mengejek, “Hentikan omong kosongmu.”
“Omong kosong apa? Kau ini sedang hamil.”
“Memang kenapa kalau aku hamil? Kau tahu kan kalau aku ini wanita brengsek yang tak tidur dengan kau seorang. Memangnya kau yakin ini anakmu? Bagaimana kalau ternyata ini anak Pein?” tanya Konan tepat sasaran. Dia tersenyum miring menanggapi ekspresi Itachi yang kini berubah drastis. Rahang pemuda tampan itu mengeras, tangannya terkepal seolah ingin melampiaskan kemarahan. Selalu begini setiap kali mendengar satu nama itu disebut Konan. Nama yang membuat hubungan cinta mereka semakin rumit. “Jadi daripada mengurusiku lebih baik kau kembali saja pada gadis kecil manis yang mencintaimu.” lanjut Konan seraya pergi.
Grep
Itachi segera memeluk Konan dari belakang. Mengekangnya bahkan sampai tak biarkan wanita itu usik. “Jahat! Brengsek! Kau memang tak tahu diri!” desis Itachi, berbisik tajam di telinga Konan. “Kau tahu betapa aku membencimu. Sangat benci padamu!” Konan coba berontak, tapi Itachi makin eratkan dekapannya. “Aku membencimu sampai terkadang aku mencintaimu…” lanjut Itachi seketika berubah lembut. Perlahan dia sandarkan kepalanya diatas bahu kecil Konan. “Iya, aku sangat mencintaimu Konan. Jadi aku sudah terbiasa dengan segala perlakuanmu. Tidak apa-apa, kalau aku harus sakit karenamu. Aku bisa menerimanya.” Itachi elus perut rata Konan dan tersenyum samar. “Aku yakin ini anakku.”
…
~end of flashback~
…
…
“Mamaaaa…”
Lamunan Konan buyar oleh suara Hitachi yang memanggilnya. Pertemuan tak disangka dengan Sakura tadi sukses membuka kembali kenangan lama yang tak ingin dia gali. Bayangan masa lalu silih berganti, membuat perasaannya tak menentu. Miris mengingat semua hal tentang Itachi. Aneh. Padahal selama ini dirinya anggap sudah selesai. Konan telah mengubur segalanya. Tapi tetap saja perasaan bersalah, penyesalan sekaligus rindu itu akan selalu membelenggunya. Bagaimana tidak, bila hal terpenting yang Itachi tinggalkan padanya sebelum meninggal masih terus dia jaga dan sayangi.
“Mama…” panggil Hitachi. Konan tersenyum lembut pada putra semata wayangnya seraya dia pakaikan mantel baju anak itu agar tak kedinginan dan merapihkan helaian rambut ravennya yang sedikit basah terkena hujan.
“Jadi namanya Hitachi Uchiha?”
Pertanyaan Sakura tadi terlintas kembali. Manik sapphire Konan menatap sedih. Dia bingkai wajah mungil Hitachi.
“Uchiha?” desis Konan, “Maafkan mama ya sayang, yang membuatmu tak bisa dengan pantas menyandang nama itu.” ucapnya seraya mengecup pucuk kepala Hitachi.
…
…
…
JDRRR!
Bunyi petir terdengar keras disela gema derasnya hujan yang mendera. Seketika itu mengusik ketenangan seorang pemuda yang terlelap tidur di atas sofa. Onyx mengerjap, masih menyipit mengedarkan pandangannya sekilas sebelum dia telisik merahnya lampu led di kegelapan yang membentuk angka digital 8:56 pada jam di atas buffet. Berapa lama dia tertidur? Sasuke coba mengingat-ingat, sambil meregangkan badannya yang kaku usai berbaring dengan posisi tak nyaman menjadi duduk. Dipijatnya bagian leher yang sedikit pegal dan sebentar melemaskan otot.
“Tsk~…” cibir Sasuke seraya menyeringai tatkala mengecek notifikasi ponselnya. Tampak puas ketika melihat sederet SMS dan juga miscall dari Sakura masuk selama dia tidur tadi. Hampir dua jam lebih sejak dia putuskan langsung saja pulang ke rumah daripada harus menjemput gadis itu di Mall. Padahal dia sendiri yang bilang akan menjemput Sakura, tapi dengan sengaja dia ingkari.
Iseng. Jahil. Jahat. Terserah apa namanya, Sasuke memang ingin mempermainkan Sakura. Terbayang dalam pikiran Sasuke betapa kesalnya Sakura sekarang. Pastinya begitu, gadis itu tentu menunggu kedatangannya sedangkan dia malah enak-enakan tidur di malam hujan lebat begini.
[Maaf aku ada urusan, gak jadi jemput kamu. Udah pulang?]
Usai mengetik SMS formalitas dan menekan tombol SEND, kembali dengan enteng Sasuke hempaskan ponselnya. Tak peduli apa balasan Sakura nanti. Lebih baik menikmati secangkir jus tomat hangat sepertinya enak, pikir Sasuke seraya bangkit dan berjalan santai menuju dapur.
…
30 menit. Satu jam. Dua jam. Lebih… dan tak ada juga kabar dari Sakura. Aneh. Tak biasanya begini. Mengingat Sakura selalu fast response balas apapun pesan dari Sasuke. Apa mungkin gadis itu benar-benar marah padanya sampai mengabaikannya? Sementara itu di luar masih hujan deras.
Lama ditunggu jadinya bikin penasaran. Rasa itu tiba-tiba menghinggapi Sasuke. Bukan karena dia cemas ataupun khawatir akan keadaan Sakura. Sasuke hanya ingin tahu, kenapa Sakura tak juga memberi kabar. Dan hal itu cukup untuk membuatnya bergerak keluar kamar dan berjalan menuruni tangga ke lantai bawah, mengintip teras rumah keluarga Haruno yang ternyata masih gelap gulita.
Mustahil. Sekarang bahkan hampir tengah malam dan lampu rumah belum dinyalakan, artinya Sakura belum pulang. Sasuke tahu hari ini Kizashi dan Mebuki Haruno sedang pergi ke rumah kerabat mereka di luar kota. Entah akan menginap atau masih dalam perjalanan, yang pasti karena hujan ini sepertinya membuat transportasi menjadi terhambat.
Tap
Dalam keheningan malam dimana hanya suara hujan dan petir di kejauhan yang bersahutan, samar terdengar suara langkah kaki mendekat. Sasuke sontak berbalik dan terkejut mendapati kehadiran Sakura di belakangnya tampak kacau. Gadis itu perlahan mendekat, berjalan dengan langkah berat seperti zombie dalam film horror. Baju, tas, sepatu, sekujur tubuhnya basah kuyup. Seolah dia menerjang derasnya hujan tanpa perlindungan payung atau apapun sama sekali. Wajah pucat itu tampak lelah. Dilihatnya tatapan sayu emerald yang sekilas beradu onyx dan lekas mengabaikan kehadiran Sasuke.
Menyedihkan. Itulah kesan yang terlihat ketika Sakura coba membuka pintu rumahnya. Berkali-kali menggedor dengan hentakan lemah. Sambil menggigil bibirnya bergumam tak jelas. Saat Sasuke coba perhatikan, dia sadari ada air mata yang bercampur diantara tetesan air hujan yang membasahi wajah Sakura. Masih mengalir, seiring isak tertahan yang seolah meredam perih.
Ada apa dengan Sakura?
Bruk
Mencapai batasnya Sakura pun ambuk.
“Hoi!” Cepat-cepat Sasuke hampiri. “Sakura… Sakura… Sakura…” paniknya, coba bangunkan gadis itu. Dingin terasa saat dia menyentuhnya. Sasuke tahu ada yang tak beres. Kalau dibiarkan gadis itu mungkin bisa mati. Mati dipangkuannya sekarang.
‘Abaikan saja. Tinggalkan saja. Pergi dan bersikaplah tak peduli. Berpura-pura tak tahu. Persetan dengan gadis brengsek itu. Puaskan kebencianmu. Lampiaskan dendammu. Terima hukumannya. Matilah!’
Pikiran jahat itu hampir menguasai Sasuke, sampai dilihatnya Sakura sekilas tersenyum.
“Sa-su-ke… kau d-da-tang menjemputku…” ucap gadis itu lemah sesaat sebelum kesadarannya menghilang.
…
…
…
Untuk apa manusia mencintai dan dicintai oleh seseorang? Bukankah dari semua yang kau lakukan demi meraih kebahagiaan itu justru yang kau dapat adalah penderitaan? Itulah sebabnya cinta itu bodoh. Perbuatan sia-sia yang manusia lakukan dalam hidupnya. Sasuke memang tak mengerti. Dia tak pernah bisa pahami apa yang sebenarnya terjadi. Dari semua hal yang dia ketahui tentang kakaknya, kenapa masih saja dia temukan hal lain yang berbeda dari apa yang selama ini dia pikirkan.
“Harusnya tak begini.” pikir Sasuke ketika melihat kondisi Sakura. Kenapa justru gadis itu tampak sangat menderita? Kenapa dia terkesan begitu mencintai Itachi? Dan kenapa bisa seolah mereka berdua itu sama? Merasa begitu kehilangan. Tak bisa lupakan. Terikat pada satu orang. Dan dari semua pertanyaan yang muncul di pikiran, “Kenapa aku justru peduli padanya?” itulah yang paling Sasuke tak mengerti. Pertanyaan yang dia tujukan untuk dirinya sendiri.
Sasuke terdiam sejenak memerhatikan wajah Sakura yang kini telah tertidur lelap. Kondisinya tampak jauh lebih baik dan tenang sekarang, setelah pemuda itu akhirnya putuskan tadi untuk membawa Sakura ke tempatnya dan merawat gadis itu. Sesekali Sakura menggigil, gemetar, gelisah entah karena dingin atau mengigau. Dia seakan tengah mendapat mimpi buruk atau justru telah terjadi sesuatu yang buruk makanya Sakura jadi begini?
Diluar sifat dan kebiasaan Sasuke, tingkahnya sekarang pada Sakura benar-benar berbeda. Sebegitu malasnya dia dan tak mau melakukan hal-hal yang merepotkan, tetap saja dengan penuh perhatian dia menjaga gadis itu. Bahkan dengan lembut mengusap-usap kepala merah muda Sakura, seakan ingin menenangkan. Dan tak melepaskan genggaman tangannya, seakan ingin terus menjaga.
…
…
…
…
Pagi hari itu saat Sakura terbangun,seraya mengumpulkan kesadaran, dilihatnya langit-langit diatas sana tampak asing seperti bukan di kamarnya. Emerald bergulir memerhatikan sekitar dan akhirnya dia kenali satu tempat ini adalah kamar Itachi. Gadis itu menoleh ke sisi lain. Sesosok kepala berhelaian raven tampak berbaring di dekatnya. Deg─jantung itu berdegup. Awalnya mengira itu Itachi. Tapi melihat tatanan rambut chicken butt itu jelas milik Sasuke.
“Sasuke?!” heran Sakura. Batinnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi sampai dia bisa tidur satu ranjang dengan lelaki itu. Dari yang asalnya terkejut menjadi tenang setelah dia ingat apa yang terjadi semalam sebelum pingsan, kemudian… “KYAAAA!” mendadak panik, gadis itu menjerit.
Sasuke sontak terbangun karena teriakan itu. Saat onyx dan emerald bertatapan, jeritan Sakura semakin menjadi. Gadis itu berangsur menjauh seraya menarik selimut didekatnya dan dia dekap erat-erat menutupi tubuhnya. Sedangkan Sasuke sendiri masih tampak cengo melihat tingkah Sakura.
“A-apa yang kau lakukan padaku?” tanya Sakura.
“Kau sudah bangun?” Sasuke malah balik bertanya.
“Kenapa pakaianku begini?!” Jujur saja yang buat Sakura syok itu sekarang karena dia hanya memakai sepotong t-shirt gombrang sebagai luaran.
“Hn.”
“Kau seenaknya mengganti bajuku?”
“Hn.”
“Kau melihatnya?”
“Hn.”
“Kau lihat?”
“Hn.”
“Semuanya?”
“Hn.”Sasuke menaikan sebelah alisnya, menatap bosan, sebelum dia gulirkan pandangan dan dengan cueknya lelaki itu beranjak keluar dari kamar.
“APA?! DASAR MESUM!” maki Sakura, lekas melempar bantal dan sayangnya meleset tak mengenai Sasuke.
…
…
Sakura sedikit mengintip dari balik lemari. Memerhatikan Sasuke yang tengah menuangkan sup yang sudah dipanaskan ke dalam mangkuk. Menyadari kehadiran Sakura, Sasuke hanya sekilas menatap gadis itu. Tetap bersikap biasa. Tak banyak berkata, Sasuke sodorkan semangkuk bubur ke arah Sakura sementara dia sendiri mulai menikmati sarapannya pagi ini.
Kruuukkkk…
Lapar memang tak bisa diajak kompromi. Bunyi perut itu cukup terdengar nyaring. Akhirnya dengan berat hati, malu-malu Sakura keluar dari persembunyiannya dan duduk di kursi pada meja makan seberang Sasuke.
“Itadakimasu…” ucap gadis itu kemudian.
Keduanya tak banyak bicara selama mereka makan. Hanya sesekali Sasuke tampak curi-curi pandang pada Sakura, seolah penasaran.
“So… kelihatannya kau sudah sehat.” kata Sasuke, melihat Sakura makan begitu lahap.
“Uhm,” Sakura hanya tersenyum sambil mengunyah makanannya.
“Merepotkan…” dengus Sasuke, “Hal bodoh apa yang kau lakukan kemarin sampai jadi seperti ini?”
“Hal bodoh?” Emerald terpicing. Sakura mendelik Sasuke, “Kau pikir dirimu tak bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku?”
Sasuke mengernyit, “Aku tak lakukan apapun semalam, untuk apa bertanggung jawab?”
Brak─sengaja Sakura menggebrak meja. “Memangnya siapa semalam yang sudah berjanji akan menjemputku tapi sama sekali tak datang?! Semua ini gara-gara kau, Sasuke! Gara-gara aku menunggumu. Gara-gara aku masih di sana. Gara-gara itu aku jadi bertemu dengan…” kalimat Sakura mengambang.
Jeda sesaat. Sasuke menunggu, tapi ternyata Sakura malah tak selesaikan ucapannya.
“Sudahlah…” gadis itu memilih menghindar.
“Ada apa?” tanya Sasuke kembali.
Tapi sayangnya Sakura hanya menggeleng. Enggan bicara. Dan keheningan pun kembali mengisi keduanya sampai mereka selesaikan acara sarapan bersama pagi itu.
…
…
Sasuke perhatikan sejenak gadis musim semi yang sedang berdiri melihat pemandangan dari balkon rumahnya. Dia tahu raut wajah kusut itu menyimpan sesuatu. Entah karena Sakura masih lelah dan sakit, atau memang sedang banyak pikiran. Dalam hati Sasuke menggerutu. Ketika dirasa sepertinya dia memang bersalah pada gadis itu karena insiden semalam. Sasuke tak tahu kalau Sakura akan senekat itu. Benar-benar berjalan pulang sendirian apalagi sampai hujan-hujanan.
“Jadi aku yang salah?” tanya Sasuke. Sakura menoleh dan melihat pemuda itu perlahan berjalan menghampirinya. “Kau ingin aku minta maaf karena tak jadi menjemputmu semalam?”
“Tidak. Tak perlu minta maaf. Ini tak ada hubungannya denganmu. Tadi aku hanya kesal, makanya sembarangan menuduhmu. Aku begini karena salahku sendiri.” ucap Sakura sambil tersenyum samar, sebelum kembali berpaling dan menerawang jauh.
Pantas saja ada istilah no rain no rainbow. Lain dengan kemarin, hari ini terlihat cerah. Lewat sejuknya desiran angin dan hangatnya cahaya mentari, Sakura bisa rasakan hawa yang berbeda. Hari baru yang sebenarnya mungkin telah datang, ketika dia mulai menyadari sesuatu. Kejadian kemarin tampaknya memberikan pukulan keras pada Sakura. Menghempaskannya jauh keluar dari pikiran. Namun itu bukan sesuatu yang buruk.
Bertemu dengan Konan, mengetahui kabar Itachi, menduga mereka ternyata hidup berbahagia sebagai satu keluarga selama ini, sepertinya sudah cukup. Karena sekarang akhirnya Sakura tahu, sudah saatnya dia pun berubah. Melepaskan semua harapan yang jelas tak akan terwujud. Bahwa Itachi akan kembali padanya. Sakura harus menggerakan kembali waktu dalam hidupnya yang seakan terhenti.
“Aku benar-benar bodoh.” gumam Sakura pelan.
“Hn?” Sasuke mengernyit tak mengerti. Heran ketika tiba-tiba gadis itu tersenyum lembut padanya. Terlebih ketika Sakura mendekat dan membingkai wajahnya. Sejenak menatap dalam onyx. Baru pertama kali ini Sakura benar-benar memperhatikan sosok pemuda itu. Sasuke sebagai Sasuke. Bukan pelampiasan kerinduannya pada Itachi.
“Sasuke…” panggil Sakura. Cup─sebuah kecupan ringan mendarat di bibir Sasuke. Serangan tiba-tiba yang menggetarkan jantung pemuda itu. Padahal ini bukan kali pertama mereka berciuman, tapi rasanya ada yang lain. “Terima kasih atas perhatianmu selama ini. Kau benar-benar baik. Maaf kalau aku sudah jahat memanfaatkanmu. Sekarang permainannya sudah selesai. Jadi, kita putus saja ya.”
“Eh?”
“Kau bebas.” lanjut Sakura sambil tersenyum lepas seraya berbalik menjauh dari Sasuke. “Sayonara.“
Grep
Langkah Sakura terhenti ketika Sasuke menahan tangannya. “Apa maksudmu?” tanya pemuda itu serius.
“Putus.” Sakura mengulangi. “Ini sudah tak menarik lagi, Sasuke. Tak ada hal lain yang ingin kulakukan denganmu sekarang. Semuanya sudah selesai.”
“Selesai katamu? Kau pikir bisa semudah itu? Apanya yang sudah tak menarik lagi?” Bagi Sasuke pernyataan Sakura tadi jelas terasa aneh. Bagaimana mungkin perjanjian mereka berakhir begini saja tanpa alasan pasti. “Apa ini sifat aslimu? Apa selalu begini kelakuanmu? Kau bisa dengan mudah seenaknya membuangku? Kau terbiasa mencampakkan seseorang seperti ini setelah kau anggap tak berguna?”
“Aku tak mencampakanmu.” bantah Sakura, “Bukan begitu. Kubilang aku ingin mengakhiri semua ini karena aku tak mau lagi memanfaatkanmu. Kau bebas sekarang. Kita hentikan permainan ini. Harusnya kau senang, kan?”
“Tidak. Aku sama sekali tidak senang.” desis Sasuke. “Kau lupa kau tak bisa seenaknya putuskan hal itu. Kita punya perjanjian kalaupun ini harus berakhir, itu hanya aku yang berhak tentukan.”
“Iya, aku tahu. Tapi aku sudah putuskan untuk menyerah sekarang.” Gadis itu kembali melemah. Sakura menunduk dan tak mampu lagi menahan perasaannya. Air mata yang sempat mengering semalam kembali tumpah. Bagaimanapun juga ini keputusan sulit bagi Sakura. “Aku sudah mantapkan hati untuk melepaskan Itachi.” ucapnya terus terang. “Aku bermaksud melupakannya. Yang benar-benar ingin aku campakkan kali ini adalah sosoknya di hatiku. Dan karena itulah bagimu permainan ini tentu sudah tak menarik lagi. Kita tak punya alasan untuk terus bersama…”
“Ada satu alasan dariku.” sela Sasuke, “Aku masih punya alasan mengapa aku tak bisa biarkan kau pergi, Sakura.”
Onyx menatap intens emerald. “Tidak…” Dari hal itu Sakura bisa tebak sesuatu, “Jangan katakan kalau kau…”
“Ya, aku mencintaimu, Haruno Sakura.” jawab Sasuke tegas.
.
.
.
=0=0=0=0=0=0=
TBC… Next to Chapter 7
=0=0=0=0=0=0=
Author Note Part II:
Akhirnya sebagian kebenaran hubungan masa lalu Sakura-Itachi udah mulai terkuak. Chapter kali ini ada banyak flashback, semoga kalian ga pusing tadi bacanya. Nah sekarang masalahnya pas minta putus si Sasuke tiba-tiba nyatain. Hmm, itu asli atau bohongan ya? Hihihi… 2 chapter lagi tamat. Dan identitas Sasuke akan segera terbongkar. Gimana kelanjutan hubungan SasuSaku? fufufu~… Penasaran? Tunggu aja *walo ga jamin bakal updet cepet* tapi semoga cerita ini bisa saya selesaikan tahun 2013.
Sorry klo ceritanya jelek, garink, mengecewakan dan ga greget sama sekali. Klo ada yang ingin disampaikan silakan aja komen/review. Karena bagaimanapun juga readers yang baik itu adalah yang meninggalkan jejak, hehehe~…
Makasih udah baca (^-^)/
…
Special Thanks to:
Sslove’yumiki, Sarah Zakila, Judy Maxwell, Raditiya, chii, Jile Sing, Marshanti Lisbania Gratia, qori, zoggakyu, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, miyunyun, Itha, nurjanah, Sandra Pangestu, Eguchi Kimizaky, Rei-reixki-ki, Nakaumi–chan, Uchira Shawol Tripel S, Jile Sing, Iyyak (๑‘⌣‘๑)づ♥, ♚♬Ghina Tamami♬♚ (@ghina_pink), YaYaK, syalsyabila.a.p. , amliya, fathir, Rirrin Dhika, Sanny S’llalu, Syariffaturahma, Rikaa Angel Uchihaa, Nazuka Rhenny Uchiha AkasunaGaara, Hoshii Hideyashu AkasuNamikaze, Azu-chan No Hanako, pratiwii, CassiVie, RefinaM, miiong, rengganis sarjito, Glh sasusaku, Himama1408, ierha12, picilya, Miau Chan, Kintan1430, Kotomi-Chan, Minerva, dini, Rirrin Dhika,
And
All of You Silent Readers
…
Next to PRECIOUS Chapter 7 : UNPREDICTABLE
…
Apakah kebahagiaan itu nyata? Mungkin dari awal sebaiknya perasaan itu tak ada. Agar kau tak terluka begitu mengetahui kebenaran dari setiap waktu yang telah kita habiskan bersama. Bahkan saat melihat bagaimana semua ini berakhir, perasaan kita masih akan terus mencintai.
…
(^-^) See You ~ Komen? (^-^)/
89 Comments
Leave a Reply2 Pings & Trackbacks
Pingback:P R E C I O U S : Chapter 5 | furahasekai
Pingback:P R E C I O U S: Chapter 7 | furahasekai