P R E C I O U S: Last Chapter

Cerita Sebelumnya…. Baca [Chap 1][Chap 2][Chap 3][Chap 4][Chap 5][Chap 6][Chap 7]

“A—”

Tak ada kata yang sanggup terucap dari sosok yang terkulai itu. Saking terkejutnya dia hingga sesaat tubuh, hati dan pikiran mendadak jadi lemah tak berdaya. Seperti telah diserang sesuatu yang hebat. Ya, memang hebat. Kenyataan pahit dan mengerikan yang terungkap barusan sungguh membuatnya terpukul. Degup jantung tak terkendali, sesak di dada, sakit sekali, seperti ada yang menusuk jauh ke dalam diri. Walau raga tak terluka, tapi perih yang menyayat hati sungguh terasa lebih menyiksa.

Satu tangan putih terulur, perlahan mengangkat wajah dengan ekspresi menyedihkan itu agar menghadapnya. Sementara onyx hanya balas menatap dingin, satu seringai tertoreh di wajah tampan orang itu. “Heh, jangan pasang tampang sok terkejut begitu dong.”

“Bo-bohong kan?” gumam Sakura dengan suara gemetar, sama gemetarnya seperti tubuhnya. Dia menggeleng-gelengkan kepala, berulang kali menepis kenyataan. Menjambak dan menekannya keras-keras. Beragam hal dan pertanyaan kian bermunculan dan berputar-putar di pikiran. “Bo-hong… bohong… bohong… bohong… ini semua tidak benar. Kau bohong… bohong!” sangkalnya, menjerit tak percaya, “TIDAAAAAKKKKK!”

Menyusuri jalan panjang berliku, yang kutemui di ujung sana adalah dirimu. Tak nyata namun yakin itu ada. Seperti kedekatan kita yang tampak hanyalah kebohongan. Tentang perasaan manusia tak ada seorang pun yang tahu. Apakah kau mencintaiku? Apakah aku mencintaimu? Seakan jalinan hubungan kita tiada akhir. Karena akhir selalu membawa kita pada awal yang lain.

=0=0=0=0=0=

P R E C I O U S : Last Chapter

Chapter: SATISFY

Sasuke-Sakura-1

Disclaimer: NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
Pair: SasuSaku, slight ItaKo
Rate: Teen+ / Mature (for save)
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Length: 12.655 words
WARNING: AU, OOC, miss-typo, no Lemon just blushing scene bertebaran, alur GaJe cerita se-mau-gue

Story by

FuRaHeart

~Itadakimasu~

.

.

.


Ada yang bilang, ‘Lebih baik tersakiti daripada menyakiti.‘, lalu bagaimana bila ternyata kau terjebak diantara keduanya? Kau tersakiti seraya kau menyakiti. Itulah sebabnya manusia terkadang aneh, atau dalam kata lain ‘bodoh’. Rela menanggung segala resiko hanya karena ingin melindungi sesuatu yang disebut dengan ‘kebahagiaan’. Meskipun pada akhirnya mereka sadari ada saat dimana kebahagiaan itu palsu dan tak pernah ada.

Terlebih lagi dalam hal cinta. Sesuatu yang rumit, kaya akan rasa. Membuatmu terombang-ambing dalam ragam situasi berbeda. Dimana tangis dan tawa bisa beriringan, dimana kebahagiaan dan kepedihan bisa saling bertumpuk. Sama seperti saat kau menggenggam setangkai bunga mawar. Seiring mengagumi keindahannya, kau rasakan pula ada duri yang menusuk kulit. Walau terasa sakit, tetap saja enggan kau lepaskan.

Itulah yang dirasakan Sakura saat bersama Itachi. Ada kepedihan berbalut kebahagiaan saat dia tahu bahwa cintanya pada lelaki itu tak terbalas. Meskipun dia menerima kasih sayang dan perhatian dari Itachi, namun Sakura sadari bahwa Itachi selalu menatap dan memikirkan orang lain. Hati manusia yang sedang jatuh cinta memang sungguh egois. Selalu merasa tak puas bila tak bisa saling memiliki. Dan Sakura merasa tak pernah bisa merebut hati Itachi yang mungkin sudah lama dia berikan pada wanita itu. Tapi berpikir perasaan seseorang bisa berubah, itulah yang diharapkan Sakura sehingga dia tak pernah menyerah. Dia selalu berusaha, berharap suatu hari nanti Itachi akan berpaling padanya dan memberikan perasaan yang sama seperti yang dia berikan.

Namun sampai akhir…

Sakura-Itachi

“Sudah kubilang kan aku sudah tidak bisa lagi bersamamu.” ucap Itachi, “Karena itu kita putus saja ya?”

“Tidak! Aku tidak mau!” tolak Sakura. Berkali-kali Itachi minta putus, tapi dia masih tak bisa terima. Bagaimanapun juga dia tidak mau kalau sampai cinta pertamanya berakhir begitu saja. “Jangan egois kak!” Sampai lupa kalau dirinya sendiri pun egois sampai memaksakan kehendak seperti ini. “Kau hanya ingin kembali padanya, kan?” tuduhnya.

Itachi masih terdiam, bikin perasaan Sakura makin resah. Karena pasti diam itu artinya ‘iya’, kalau tak ada penyangkalan.

“Kenapa?” Gadis itu pun panik. “Kenapa kau lebih memilih dia? Bukankah dia sudah mencampakkanmu? Bukankah kau sudah punya aku? Memangnya aku tak cukup? Apa yang kurang dariku?” Bahkan bila harus merengek dan bertingkah menyebalkan seperti ini, asalkan bisa mempertahankan hubungan yang nyaris hancur ini pun, Sakura rela lakukan apapun. “Apa aku tak memuaskanmu? Apa karena kau pikir aku terlalu kekanak-kanakan? Aku membosankan? Tak bisa diajak ini-itu? Iya, kau meninggalkanku karena kita belum pernah lakukan ‘itu’ kan? Kau mau kita melakukannya? A-aku mau melakukannya denganmu, kak. Kalau dengan begitu kau tak akan pergi…”

“Hentikan!” sela Itachi, bicara dengan nada sedikit tinggi. “Jangan bicara sembarangan. Jaga ucapanmu. Aku tak pernah berpikir seperti itu terhadapmu.”

Sakura sedikit syok mendengarnya. Meskipun jawaban itu artinya bagus, tapi disisi lain Sakura terluka ditolak terang-terangan seperti ini oleh Itachi. Air matanya kian mengalir dari manik hijau yang menatap kecewa.

“Tuh kan, kau menangis lagi karena aku…” lanjut Itachi, perlahan menyeka kedua belah pipi Sakura yang basah. “Itu yang selalu aku lakukan padamu. Makanya kita hentikan saja. Aku sudah tak mau menyakitimu lebih dari ini, Sakura.”

“Tidak. Ini tidak sakit kok.” Sakura menggeleng, masih terisak dan memaksa. “Ini tak akan sakit kalau kau tetap bersamaku, kak. Makanya jangan pergi dariku!” Gadis itu tak mau mengerti. “Aku membutuhkanmu… kau tak boleh meninggalkanku…” gumamnya berkali-kali. Dia mencengkeram erat baju Itachi, benar-benar tak ingin lepaskan. Terus menangis. Memohon. Berharap.

Sejenak Itachi menghela. Kesabarannya teruji berada didalam situasi yang membuatnya jadi serba salah begini. Jujur saja dalam hati dia sendiri tak tega. Dia menyayangi Sakura dan ingin tetap berada di samping gadis itu. Tapi tak seperti dulu saat dimana dirinya selalu luluh oleh tangis dan tatapan memelas emerald itu, kali ini keadaan mereka sudah tak bisa lagi dipaksakan. Dia benar-benar sudah tak ingin lagi membohongi Sakura maupun dirinya sendiri. Karena itulah harus dia tegaskan sekarang, menanggung segala resiko meskipun kelak akan dibenci bahkan kehilangan senyuman gadis musim semi yang sehangat mentari itu selamanya.

“Cukup.” sela Itachi, memegang tangan Sakura dan perlahan melepaskan cengkeraman gadis itu dari bajunya. “Aku sudah muak.”

“Eh?” Sakura membeku, mendengar kalimat yang terkesan dingin itu. Dilihatnya sekarang Itachi tampak perlihatkan sisi yang tak pernah dia tunjukkan.

“Aku muak padamu.” desis Itachi mengulangi. “Aku lelah berurusan dengan gadis manja sepertimu. Sadar diri dikit dong, kau pikir aku suka terus seperti ini?!” bentaknya sambil menghempaskan tangan Sakura dengan kasar. “Menyebalkan!”

“A-pa…” emereld membulat, menatap tak percaya.

“Dari awal pacaran denganmu sudah kubilang aku tak bisa serius. Hanya sekedar mengisi waktu luang. Yah, daripada tidak ada.” Itachi singgungkan sudut bibirnya, tersenyum sinis. “Kau tahu sendiri kan aku ini terus terikat pada kekasihku. Meski dia memperlakukanku seperti apa aku tak akan pernah bisa melepaskannya dan memilihmu. Jadi main pacar-pacaran denganmu itu cukup sebagai penghilang rasa bosan.”

“Ke-ka-sih… pacar-pacaran kau bilang? Penghilang rasa bosan?” Sakura terbata dalam keterkejutannya.

“Kupikir paling sebulan-dua bulan juga kita putus. Tapi nyatanya hari demi hari cintamu semakin kuat. Itu jadi membebaniku. Terlebih kau juga keras kepala. Sampai-sampai rasanya aku sudah tidak tahan.” lanjut Itachi, “Aku mencoba tetap bersikap baik padamu, berharap kau bisa mengerti, namun kau terus memaksaku. Untuk apa kau mengejarku yang menjauh bahkan sampai kemari? Kau memang bodoh, Sakura. Kau ingin dengar aku mengatakan semuanya, segala hal dalam diriku yang ingin lepas darimu? Kalau yang aku cintai hanya dia seorang?!” Itachi tegaskan kalimat terakhir seraya palingkan wajahnya ke sisi lain saat dia menyadari kehadiran seseorang diantara mereka kini.

Mengikuti arah pandang itu, manik hijau Sakura pun ikut bergulir dan terbelalak. Tampak berdiri disana sosok wanita yang meski tak Sakura kenal, tapi gadis itu tahu siapa dia.

Akatsuki-Konan

“Ada apa ini?” tanya Konan, “Seenaknya kalian ribut di depan pintu apartemenku, heh!” lanjut wanita cantik berambut indigo dengan hiasan bunga mawar putih khasnya itu sambil melipat kedua tangan di atas dada. Sapphire-nya menatap tajam emerald, menyertai senyuman angkuh yang meremehkan seperti biasa.

“A-apa…” Sakura mengernyit tak mengerti, bolak balik menatap Konan dan Itachi. Walau sebelum ini pun Sakura kerap memergoki wanita itu selalu datang ke tempat Itachi, tapi kali ini rasanya berbeda. Dalam hati mendadak Sakura merasa takut. Itachi memang sudah pindah rumah beberapa minggu lalu, jangan-jangan tempat ini…

“Ya, asal kau tahu saja, alasanku sengaja keluar dari mansion Haruno itu untuk menghindarimu.” Itachi menjawab pertanyaan yang mungkin tak berani Sakura ungkapkan. “Sekarang aku tinggal bersama Konan,” lanjut lelaki itu, “dan kami akan segera menikah.”

“HA—” Sakura terhenyak mendengarnya, gadis itu sontak menutup mulutnya sendiri dengan kedua tangan, meredam jerit keterkejutan. “Bo-bohong…” gumam gadis itu dengan suara gemetar, dia menggeleng-gelengkan kepalanya. “K-kau bohong, kan?”

Itachi berjalan mendekati Konan dan dengan sengaja malah bermaksud menabur garam diatas luka. Mengiris hati Sakura dengan sadis, saat tanpa basa-basi dia langsung mencumbu Konan dengan mesra tepat di hadapan.

starry_night_by_haunted_echoes-d4bn62m

Tak terbayangkan sebelumnya oleh Sakura akan menghadapi kenyataan mengejutkan beruntun seperti ini. Setelah ditolak perasaannya, dia masih harus mengetahui kalau Itachi hendak jadi milik sah orang lain, lalu melihat mereka tampak menikmati kebahagiaan diatas kesedihannya, seakan menginjak-injak perasaannya. Bagaimana hati Sakura kini tak merasa sakit dan sesak saat dia sadari cinta dan harapannya benar-benar telah hancur.

“Mengertilah Sakura, saat kau bilang kau membutuhkanku, Konan jauh lebih membutuhkanku dan aku pun sangat membutuhkannya.” lanjut Itachi kemudian usai berpangutan dengan Konan dia kembali berjalan mendekati Sakura, “Kalau sudah begini apa kau masih mau bersamaku?” tanya Itachi. Perlahan tangan putihnya terulur dan merengkuh wajah Sakura yang bergeming seraya terisak. “Kalau kau terus memaksa, apa boleh buat, kurasa Konan pun tak keberatan kalau aku juga punya selingkuhan.”

Sakura_Itachi

Plak

Sakura refleks menampar Itachi yang hendak menciumnya. Sakura tak terima, dirinya merasa seperti dilecehkan setelah beberapa saat lalu Itachi melakukannya dengan wanita lain dan sekarang malah berani menyentuhnya. Emerald menatap dengan ekspresi sulit diartikan. Antara marah, sedih, takut, emosi bercampur aduk, Sakura pun tak tahu. Dia terhenyak. Merasa tak sanggup. Yang dihadapinya sekarang seperti bukan Itachi yang dia kenal.

“Ke-kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya Sakura terbata, dirinya tak mengerti.

“Pergilah…” kata Itachi, “Makanya cepat pergi dariku!” bentaknya kasar.

“Ugh,” Ini terlalu menusuk. Sakura yang sakit hati pun akhirnya menuruti kata-kata itu. Dia segera pergi sambil menangis. Rasanya memang ingin melarikan diri. Gadis itu langkahkan kakinya cepat-cepat dan menjauh dari tempat itu. Karena dia tahu dia akan semakin hancur kalau terus berada disana. Entah hal apa lagi yang mungkin Itachi akan lakukan untuk meyakinkan dirinya agar mau melepaskannya. Dia menghadapi kenyataan yang lebih buruk dari mimpi buruk sekalipun.

Dan melihat punggung gadis musim semi yang bergetar itu menjauh, Itachi sesaat tertawa miris, “Ha ha.. ya, pergilah yang jauh Sakura, pergilah dariku.” guman Itachi, “Gomen…”

-end of flashback-

.

.

.

 Sasuke-Sakura-2

Bruk

Sasuke menjatuhkan Sakura hingga terbaring di lantai. Menahan tubuh gadis itu agar tak berontak dan melarikan diri. Sakura terus menangis dan coba teriak, namun Sasuke membungkam mulutnya.

“Stt… diam kau! Diam! Aku bilang diam!” desis Sasuke.

Dalam ketakutannya Sakura menggangguk-angguk setuju. Dia memang tak ingin berteriak minta tolong, karena masih merasa Sasuke bukan ancaman. Dia hanya ingin bicara, banyak bertanya, meminta jawaban dan fakta sebenarnya. Walau mungkin sepertinya ada kesalahpahaman antara mereka disini.

“Sekarang aku masih tak ingin berlaku kasar padamu, tapi kalau kau berani macam-macam, lihat akibatnya!” ancam Sasuke. Dan setelah memastikan Sakura tak akan berontak perlahan Sasuke pun melepaskan bekapannya.

“Ke-kenapa kau lakukan ini padaku?” tanya Sakura tak mengerti. Deru nafas gadis itu masih terengah namun berangsur lebih tenang sekarang.

“Tch, berhentilah berpura-pura. Jangan berlagak seperti kau tak tahu apa-apa!” balas Sasuke.

“A-a-aku memang tak tahu apa maksudmu, hikhik… Siapa kau sebenarnya? Apa maksudmu berkata kalau Itachi sudah meninggal? Bagaimana bisa kau katakan kebohongan mengerikan seperti itu padaku?”

“Kebohongan?” Sasuke menyeringai, “Aku tak pernah katakan hal sejujur ini padamu sebelumnya. Kalau aku adalah Uchiha Sasuke. S untuk Sasuke, tanda yang terpahat di kalung Uchiha yang ada padamu itu milikku.”

Sakura jadi teringat sesuatu. Kalau tidak salah waktu itu Itachi memang bilang kado yang dia berikan di hari ulang tahunnya itu tertukar. Dan mengingat kata-kata yang tertulis di kartu ucapan pun, ‘baka otoutou‘ seperti ditujukan untuk sang adik.

“Jadi ini…” Sakura menyentuh kalung berbentuk bunga sakura pemberian Sasuke.

“Aku sudah sampaikan apa yang ingin kakak berikan padamu. Dan aku pun sudah mengambil apa yang jadi milikku.”

Sakura menggeleng, “Tidak, hikhik…” air matanya kembali mengalir. Dalam hati masih merasa tak percaya, mungkinkah sejak awal pertemuan mereka Sasuke sudah merencanakan semua ini. Kebohongan yang dia ciptakan untuk menjeratnya sampai disini. “Jadi kau benar-benar adiknya Itachi?” Sakura lekas sadari beberapa hal.

Melihat kembali kemiripan sosok keduanya yang selama ini menarik perhatian Sakura, bagaimana dirinya selalu merasa ada Itachi dalam diri Sasuke, itu bukan sekedar kebetulan kalau ternyata mereka memang bersaudara. Sakura tahu kalau Itachi punya seorang adik, tapi tak pernah mengira kalau itu adalah Sasuke. Bahkan setelah begitu banyak waktu mereka habiskan bersama, melakukan banyak hal dan berbagi perasaan, namun ternyata itu semua hanya bohong belaka.

“K-kau membohongiku?” lanjut Sakura dengan suara tercekat. “Saat aku ceritakan segalanya tentang Itachi, kau sudah tahu? Kenapa kau lakukan ini?”

 

“Aku ingin melihatmu menderita.” jawab Sasuke dingin.

“A-pa?” Sakura terhenyak.

“Seandainya waktu itu kau datang, menampakkan dirimu dihadapannya, menemaninya, setidaknya memberikan dia semangat untuk hidup, aku yakin kakakku akan bisa menghadapi penderitaannya. Tapi kau tak ada. Dimana dirimu saat dia membutuhkanmu?!” teriak Sasuke di hadapan Sakura. Emosinya kembali bergejolak teringat hari-hari terakhir bersama Itachi. “Kau tahu bagaimana kondisi kakakku waktu itu? Dia bahkan tak bisa mengenaliku. Dia tak bisa melihatku. Aku tak bisa menyentuhnya, melihatnya tersenyum dan bertingkah seperti biasa. Aku tak pernah melihat kakakku sehancur itu. Sosoknya yang kuat bisa begitu rapuh. Bahkan sampai saat terakhir kematian merengutnya.”

Sakura tak bisa bayangkan apa yang sebenarnya terjadi. Sakura bahkan tak tahu apa-apa sejak terakhir kali dia bertemu Itachi. “Bohong, kak Itachi tak mungkin begitu.”

“Dan dia masih menyebut namamu ‘Sakura’ sebelum dia meninggal!” sela Sasuke sambil membentak, “Kenapa? Kenapa kau?! Itu pasti karena ada sesuatu yang membebaninya.”

“Tidak! Hentikan! Hentikan semua omong kosong ini, Sasuke!” Sakura terus menyangkal. Sakura teringat hari dimana dia bertemu Konan dan Hitachi. “Aku tahu Itachi bahagia. Dia sudah hidup bahagia. Bahkan tak bersamaku pun dia pasti bahagia. Yang kau katakan tentang kematiannya itu bohong! Bagaimana bisa kau bicara begitu sedang beberapa waktu lalu aku tahu dia masih hidup?”

“Hah, hidup katamu? Bahagia katamu?” Sasuke menatap sinis, “Yang kau lihat itu pasti sosoknya yang menghantuimu karena besarnya rasa bersalahmu padanya. Kau sungguh melihatnya bahagia? Kakakku sudah meninggal tiga tahun lalu mana mungkin bisa bahagia!”

“Ti-tiga tahun lalu?” Sakura tak percaya. “Mustahil…”

“Ya, bulan juli tiga tahun lalu dia mengalami kecelakaan. Bahkan kejadiannya pun di Konoha, keterlaluan sekali kalau kau sampai tak tahu. Waktu itu kondisinya sudah cukup mengenaskan dan aku hanya bisa menemaninya tak lebih dari seminggu sebelum akhirnya dia meninggal.” Sasuke miris mengenangnya. “Sedangkan kau,” onyx kembali menatap tajam, “kau yang lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya, apa yang sudah kau perbuat pada kakakku sampai kemalangan seperti itu menimpanya?!”

“Ti-tidak…” gumam Sakura lirih.

“IYA, KAN?!” bentak Sasuke, mengguncangkan tubuh Sakura. “Kau sudah mengkhianati kakakku. Kau menipunya. Kau mencampakkannya setelah tahu dia akan mati.” Sasuke terus menekan Sakura. Mengintimidasinya dengan beragam kalimat tuduhan. “Tunjukkanlah penyesalanmu! Minta maaf padanya! Aku sungguh ingin menyeretmu ke tempatnya. Kau…”

“Lepaskan! Lepaskan aku, Sasuke! Lepas!” berontak Sakura, berusaha melawan dan melepaskan diri ketika dirasa cengkeraman Sasuke mulai menyakitinya.

Duak

Sakura menendang keras tubuh Sasuke hingga menyingkir. Dalam kesempatan sesaat itu dia berhasil kabur dan cepat berlari ke arah pintu.

Buag

Namun usahanya sia-sia saat Sasuke dengan cepat menjegalnya hingga tersungkur ke lantai. Sekuat tenaga Sakura kembali bangkit, menghiraukan rasa sakitnya. Dia terus meronta seraya Sasuke menyeretnya. Tetap melawan meski akhirnya kalah kuat dibanding tenaga lelaki itu. Kondisi mereka sudah tak karuan, berada di tengah ruang tamu yang berantakan.

734550_506223052773542_780514930_n

“Mau kemana kau? Urusan kita belum selesai, Sa-ku-ra.” desis Sasuke berbisik di telinga Sakura yang terengah dan tak bisa apa-apa. Sasuke berhasil menahan gadis itu kembali dan kian mengeratkan kunciannya. Menahan tangan, kaki dan tubuh Sakura dengan mendekapnya dari belakang.

“Apa yang kau inginkan dariku? Hikhikhik…” tanya Sakura. “Kau ingin aku mati?”

Sasuke tampak tersentak oleh pertanyaan itu. Dalam dirinya sesaat ada yang bergetar dan itu menyentuh sedikit nuraninya. Keraguan mengisi hati. Apa yang sebenarnya Sasuke inginkan dengan melakukan semua ini pada Sakura? Balasan seperti apa memang yang pantas Sakura terima? Benarkah dia ingin gadis itu menebusnya dengan nyawa? Iya. Mungkin Sasuke yang dulu akan mudah berkata ‘iya’. Sasuke yang dulu belum mengenal Sakura masih akan mengikuti ambisi sesatnya. Sasuke yang dulu belum jatuh cinta tak akan ragu melakukannya. Lalu Sasuke yang sekarang, apa yang dia inginkan?

“Aku ingin kau merasakan penderitaan kakakku. Bagaimana rasanya bila dicampakkan oleh orang yang kau cintai? Itulah sebabnya aku menggodamu. Berusaha membuatmu jatuh cinta padaku. Kemudian aku akan meninggalkanmu setelah aku melukaimu setidaknya sampai setengah mati seperti sekarang.”

“Setengah mati?” Sakura terhenyak, “Kejam.” ucap gadis itu disela tangis, sungguh sakit dalam hati kian terasa. “Hikhik… bagaimana bisa kalian berdua sekejam ini padaku? Tidak Itachi dulu, kau pun sekarang… apa yang salah denganku hingga harus mengalami hal seperti ini dua kali? Bunuh saja aku sekalian, Sasuke. Kalian Uchiha, semuanya brengsek!”

“Hn?!”

Sensitif oleh kalimat terakhir barusan, tanpa sadar Sasuke mengeratkan dekapannya. Dengan tenaga seperti itu tentu membuat leher dan dada Sakura sesak kian terjerat tangan Sasuke yang melingkarinya.

“Kau sudah menyiakan kesempatanmu dulu, Sakura.” lanjut Sasuke, “Kau menyiakan kakakku yang salah sudah mencintaimu. Dan sekarang akan kubuat kau pun menyesal telah salah mencintai orang yang salah.”

Sakura tersenyum pahit. Dia tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi semua ini. Dia hanya bisa pasrah dan menangis, seraya sesak kian terasa. Hatinya terlalu pedih oleh beragam alasan yang bercampur aduk. Entah itu karena tahu bahwa Itachi sudah meninggal, atau karena teringat kenangan menyakitkan, atau fakta bahwa Sasuke seorang Uchiha yang penuh dendam, atau kenyataan bahwa lelaki yang dicintainya perlahan seakan sedang berusaha menghabisinya sekarang.

Dan meskipun tindakan tanpa sadar Sasuke ini bisa saja membuatnya tewas, tapi entah kenapa Sakura tak merasa dirinya tengah terkekang dan tersiksa. Dekapan erat ini sebaliknya masih terasa seperti pelukan Sasuke yang biasa. Pelukan seseorang yang juga butuh sandaran. Mungkin sebenarnya lelaki itu pun merasakan sakit yang sama.

“Sa-suke—” Dalam rasa sakit dan sesaknya Sakura perlahan mengangkat wajah dan sedikit menoleh menatap sayu onyx sebelum pandangannya sendiri memudar. “Aku tak menyesal. Aku sama sekali tak merasa salah sudah mencintaimu,” ucapnya lemah, “—gomen.

IMG_17026276380905

Deg

Seketika Sasuke bergeming. Mendengar perkataan Sakura barusan seperti sudah menamparnya supaya sadar.

Bruk

Terlebih lagi ketika dia melihat sosok gadis itu lunglai dan terjatuh begitu saja saat dia lepaskan dekapannya. Mendadak ada ketakutan besar dalam diri Sasuke, setelah dia menyadari apa yang sudah dia lakukan barusan.

“—ra,” Dengan ragu Sasuke ikut merosot dan perlahan mendekati Sakura. Dia singkirkan sedikit helaian rambut merah muda yang menutupi wajah gadis musim semi itu. “Sa-kura—” panggil Sasuke sambil mengguncangkan tubuh Sakura. Namun gadis itu diam saja tak bergerak. Tampak sudah tak sadarkan diri. “Sakura—”

Dan baru saja dia bermaksud mengecek keadaan Sakura lebih lanjut, tiba-tiba…

Tok tok tok

Bunyi ketukan pintu di tengah malam itu nyaris membuat Sasuke terkena serangan jantung. Debaran yang berpacu berkali lipat membawanya dalam situasi panik tak terduga. Beragam pertanyaan bermunculan. Siapa yang bertamu ke tempatnya malam-malam begini? Mungkinkah ada orang yang mendengar keributan mereka tadi lalu datang untuk mengeceknya? Tetangga atau justru malah orangtua Sakura? Bagaimana dengan Sakura sekarang? Apa dia baik-baik saja? Memikirkan hal itu Sasuke mendadak jadi uring-uringan sendiri.

Tok tok tok “Sasuke! Cepat buka pintunya!”

Sasuke kenali suara itu. Ternyata Kakashi-lah yang datang.

Tok tok tok“Sasuke, kau ada di rumah, kan? Sasuke!” Tok tok tok

Sesaat Sasuke sempat bingung memilih antara tetap diam atau menemui Kakashi. Tapi dipikir melarikan diripun tak bisa. Dia tahu dia sudah terpojok. Pasti Kakashi punya urusan penting sampai-sampai datang tengah malam begini, terus memaksa bertemu dan bisa jadi malah mendobrak masuk kalau tak jadi dia bukakan pintunya. Tentu akan lebih merepotkan situasinya bila hal itu sampai terjadi. Bisa saja tetangga lain datang karena keributan ini. Maka akhirnya Sasuke pun putuskan untuk menemuinya.

Ceklek

Baru sedikit Sasuke membukakan pintu, Kakashi sudah menyerang masuk.

“Sasuke, dengar, ini penting sekali. Aku sudah tahu yang sebenarnya. Kau salah Sasuke, selama ini kau salah mengira kematian kakakmu. Kau tahu kalau ternyata anggapanmu tentang Sakura salah. Bukan dia orangnya. Lalu kejadian di hari kecelakaan itu sebenarnya kakakmu-lah yang… heh, kau dengar tidak?” cerocos Kakashi, “—kau kenapa?” tanya Kakashi heran, dia sadari ada yang tak beres dengan Sasuke. Lalu saat dia edarkan pandangannya ke sekitar, Kakashi terkejut melihat tempat ini berantakan dan—”Astagaaaa…” Dia terbelalak tak percaya melihat Sakura tergeletak di lantai. “Apa yang terjadi?!” Cepat-cepat Kakashi mendekati Sakura, memastikan keadaan gadis itu.

Sen-senpai, aku…” Sasuke tampak ketakutan. Terlebih ketika Kakashi balas menatapnya tak percaya.

“Jadi kau sungguh mencoba membalaskan dendam kakakmu?” tanya Kakashi, kembali berdiri dan menghampiri Sasuke. “Kau gila!” bentaknya, seraya mencengkeram erat kedua bahu Sasuke, “Bagaimana bisa kau melakukannya?!”

“A-aku tidak tahu. Aku khilaf. Apa—a-apa aku sudah membunuhnya?” tanya Sasuke dengan suara tercekat. “Bagaimana ini kak, aku tak mau kalau sampai Sakura…” Yang ada dalam pikirannya sekarang justru lebih mengkhawatirkan keadaan Sakura daripada dirinya sendiri. Sasuke sungguh menyesali perbuatannya. Dia berharap ini semua tak terjadi. Dan dia benar-benar tak akan memaafkan dirinya sendiri bila sampai terjadi sesuatu dengan Sakura karena perbuatannya.

“Kau…” desis Kakakshi. Rasanya dia ingin memarahi Sasuke habis-habisan. Tapi melihat ekspresi si Uchiha itu, tatapan onyx yang basah, penyesalan dalam diri Sasuke tampak seperti bukanlah suatu kebohongan. Tuk“Bodoh!” lanjut Kakashi sambil menyentil keras dahi Sasuke, akhirnya dia redam emosinya. “Makanya kubilang jangan lakukan hal bodoh ini. Lihat sekarang akibatnya.” Kakashi lepaskan cengkeramannya pada Sasuke, kembali melirik Sakura yang masih tergeletak. “Sudahlah, dia tak apa-apa. Hanya pingsan saja.”

Onyx terbelalak. Sasuke lantas buru-buru menghampiri Sakura. Dia genggam pergelangan tangan gadis itu dan merasakan adanya denyut nadi yang lemah. “Yokatta…” desahnya lega. Sasuke peluk tubuh Sakura erat-erat diatas pangkuannya. “Gomen…” ucap Sasuke berulang kali.

“Fiuh~…” Dan melihat hal itu Kakashi pun jadi ikut bernafas lega. “Syukurlah, sepertinya aku tak terlambat. Nyaris.”

.

.

SasuSaku

.

.

Kelopak mata itu perlahan terbuka, memperlihatkan iris hijau yang sejenak menerawang, menatap langit-langit kamar yang tinggi. Sakura akhirnya terbangun. Sementara matanya yang sembab mengerjap-erjap lemah. Dia masih berusaha memfokuskan diri. Membawa sepenuhnya pikiran kembali ke alam sadar. Memastikan dirinya masih hidup, walau dia merasa seakan jiwanya telah sempat mati.

Sakura kenali keadaan sekitar, ternyata dia terbaring di ranjang kamar Sasuke. Hari sudah siang atau ini masih pagi? Yang jelas malam telah lewat saat dilihatnya dari jendela langit tampak berwarna pucat. Samar-samar terdengar bunyi rintik hujan. Apa hujan masih belum berhenti sejak semalam? Cuaca seperti ini rasanya makin menambah kesan suram. Dan berapa lama dirinya tertidur? Tidur atau pingsan? Apapun itu Sakura tahu kalau dia telah mengalami mimpi buruk semalam. Syukurlah kalau itu hanya sebatas mimpi, maka saat dirinya terbangun seperti sekarang, hal menyedihkan itu tak pernah jadi nyata. Tapi…

“Hiks-hiks…” Masih ada segukan kecil keluar mulutnya seiring dia menghela nafas. Juga sesuatu yang terasa sesak di dada dan sedikit air mata kembali menetes saat mengingat bahwa semua itu benar terjadi padanya.

“Kau sudah bangun?” tanya satu suara yang terdengar asing.

Sekilas Sakura menangkap ada bayangan di sudut mata, menyadari kehadiran seseorang disana. Dia ingin beranjak, namun kepalanya masih terasa sedikit pening.

“Jangan memaksakan diri, beristirahatlah.” lanjut orang itu.

Sakura menggeleng. Dia tak ingin diam dan tergolek lemah di atas ranjang dengan kondisi yang tampak mengenaskan seperti ini. Lagipula dia merasa sudah cukup baikan sekarang. Setidaknya untuk mengambil posisi dari berbaring jadi duduk. Tak lama, akhirnya Sakura kenali juga siapa orang yang tadi mengajaknya bicara. Pria berambut perak yang selama ini Sakura kira adalah kakaknya Sasuke.

“Kau?”

“Maaf terlambat memperkenalkan diri, namaku Hatake Kakashi.” ucapnya ramah.

Sakura mengangguk, “Aku, Haruno Sakura.”

“Aku minta maaf atas kelakuan Sasuke padamu.” lanjut Kakashi. “Ini salahku yang tidak bisa mengawasinya dengan baik.”

“Hatake-san… jadi kau itu siapa?”

“Aku kerabat keluarga Uchiha. Sejak kecil aku sudah dekat dengan Itachi dan Sasuke. Mereka berdua sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Karena itulah aku merasa bertanggung jawab atas Sasuke, terutama sepeninggal Itachi.”

Diam sejenak. Rahang Sakura mengeras, tampak menahan sesuatu dalam diri. Dia tak ingin emosi dan kesedihannya kembali meluap usai mengetahui fakta ini. “Jadi Sasuke benar-benar seorang Uchiha, dia adiknya kak Itachi, dan kak Itachi sudah…” Sakura lekas menutup mulutnya sendiri agar tak terisak.

“Iya. Mereka bersaudara dan Sasuke sangat menyayangi Itachi. Dia begitu tergantung pada kakaknya. Maka sejak Itachi tak ada, Sasuke seolah telah kehilangan separuh dirinya. Dia tampak belum bisa merelakan kepergian Itachi meski sudah beberapa tahun berlalu. Terus mengejar bayangannya bahkan hingga sampai padamu saat ini.” jawab Kakashi menjelaskan, “Soal Sasuke yang merahasiakan identitasnya pun dan menggunakan namaku sebagai samaran mungkin itu bagian dari rencana dia, meskipun aku sama sekali tak tahu apa yang dia rencanakan padamu. Seandainya aku tahu, aku pasti akan mencegahnya. Tak akan kubiarkan dia berbuat bodoh seperti ini. Terlebih sejak awal memang sudah ada kesalahpahaman diantara kalian. Tapi aku terkejut kau sama sekali tak tahu tentang Itachi. Kau benar-benar tak tahu kalau dia sudah meninggal tiga tahun lalu?”

Sakura menggeleng, “Aku pikir kak Itachi baik-baik saja selama ini. Karena terakhir aku dengar kabar dari kak Konan pun katanya mereka sudah hidup bahagia.”

Kakashi menaikan alisnya, tampak sedikit terkejut mendengar pernyataan Sakura. “Jadi kau sudah bertemu Konan?” tanyanya kemudian.

“Kami hanya bicara sebentar dan tak banyak. Lagipula saat itu aku merasa tak sanggup membicarakannya. Padahal sebelumnya aku selalu ingin mencari tahu tentang keberadaan kak Itachi. Tapi tak kusangka ternyata malah…” Sakura tak sanggup meneruskan kalimatnya.

“Baiklah, aku mengerti.” ucap Kakashi, “Aku pun berusaha mencari tahu fakta yang sebenarnya, dan memang berencana menyelesaikan semua kesalahpahaman ini sekarang. Kalau kau sudah cukup kuat, mari kita sama-sama bicarakan.”

“He’em,” Sakura hanya mengangguk.

Kakashi beranjak dari tempatnya. “Oh iya,” namun sejenak berbalik sebelum melenggang keluar dari kamar, “Soal Sasuke… tindakannya memang keterlaluan. Mungkin tak mudah untukmu memaafkannya. Hanya saja aku ingin memberitahumu satu hal, kalau dia sangat menyesal. Dan semalam, tak pernah kulihat sebelumnya Sasuke sampai…” ucapan Kakashi terhenti, dia urungkan niatnya untuk mengatakan hal itu pada Sakura sekarang. “—hmm yah, itu juga kita bicarakan nanti saja.” Matanya menyipit. Walau Sakura tak bisa melihatnya langsung, tapi sepertinya Kakashi tersenyum di balik masker yang dikenakannya sebelum pergi.

.

.

.

.

Butuh waktu beberapa menit bagi Sakura untuk bersiap dan merapikan diri sampai akhirnya dia mantapkan hati menyusul Kakashi. Bagaimanapun juga dia tak bisa terus berdiam diri membiarkan masalah ini. Dan lagi Sakura pun ingin mengetahui fakta sebenarnya. Walau dia masih bingung harus bersikap bagaimana terhadap Sasuke sekarang. Mungkin kebenaran yang terungkap nanti akan mempertimbangkan tindakan apa yang akan mereka lakukan.

Sakura mengedarkan pandangan kesekeliling dan melihat ruangan yang kemarin berantakan tampak sudah dirapihkan. Gadis itu terdiam sejenak saat pandangannya sampai pada sosok yang tengah berdiri memunggunginya di sisi jendela balkon. Entah apa yang sedang lelaki dengan tatanan rambut aneh yang khas itu lakukan. Mungkin melamun, berpikir, sekedar melihat pemandangan atau mencari udara segar.

Menyadari ada yang memerhatikan, Sasuke pun menoleh. Dan inilah kali pertama onyx dan emerald kembali bersiborok sejak kejadian semalam. Mendadak dalam diri keduanya terasa ada perasaan berat yang kembali menyesakkan. Bikin suasana diantara mereka jadi tak mengenakan. Sejenak membeku. Tak ada yang berani menyapa duluan, walau masing-masing tampak seperti ingin mengatakan sesuatu.

Brak

Jantung SasuSaku nyaris copot, ditengah suasana tegang keduanya tiba-tiba saja pintu mendadak terbuka.

“Yo, tamu specialnya sudah tiba!” ujar Kakashi innocent, datang menyela.

Rasanya Sasuke sungguh ingin menghajar senpai-nya ini sekarang, saking sebal dengan hobi sok muncul tiba-tiba dan nyaris terlambatnya Kakashi yang suka bikin kaget. Sakura pun ikut-ikutan menatap sebal sembari cemberut dan menghela nafas lega, bersyukur tak sampai beneran kena serangan jantung barusan. Dan Kakashi yang tampaknya bisa melihat aura kekesalan mereka cuma nyengir sesaat dibalik masker yang menutupi sebagian wajahnya.

“Ehem, maaf lama, hehe~ kita tak bisa mulai bicara kalau semuanya belum siap, kan. Jadi apa kalian berdua sudah siap?” tanya Kakashi.

Sakura dan Sasuke sekilas hanya saling lirik. Keduanya masih terdiam. Siap? Tak siap? Untuk apa? Tak perlu menanyakan hal itupun harusnya Kakashi tahu kalau mereka berdua harus mengetahui fakta tentang Itachi.

“Aku pikir aku tak berhak menceritakannya langsung. Biar kalian dengar sendiri saja dari orang ini apa yang terjadi.” lanjut Kakashi, kemudian dia mempersilakan seseorang di luar sana untuk masuk. “Kemarilah, sudah saatnya kau bertemu dengan mereka berdua.”

Onyx dan emerald membulat seketika melihat sosok itu muncul dihadapan.

Konan

 

“K-kak Konan?” gumam Sakura lekas mengenali siapa dia.

Sedangkan Sasuke ganti mengernyit heran dan memandang penuh tanya wanita asing berparas cantik berambut indigo itu.

“Hitachi juga…” lanjut Sakura.

Tatapan onyx beralih pada anak kecil yang dituntun dan sedikit bersembunyi dibelakang wanita itu. Balas menatapnya takut-takut dengan manik nilam biru jernih. Bocah bertampang imut yang membuatnya sesaat terkesima karena merasa selintas garis wajah itu mirip dengan seseorang.

“Sasuke, dialah orang terdekat kakakmu, kekasih Itachi yang sebenarnya, orang yang tahu apa yang terjadi di hari itu,” Kakashi memperkenalkan Konan, “—dan juga ibu dari keponakanmu.”

“A-pa…”

Suasana di tengah ruangan terasa canggung. Konan tampak tak nyaman duduk berhadapan dengan Sakura yang terlihat resah. Wajah gadis musim semi itu seperti ingin ungkapkan sesuatu namun masih tak bisa. Tentu saja Sakura punya banyak pertanyaan pada Konan yang kian bertumpuk sejak saat terakhir kali mereka bertemu. Bagaimana bisa Konan sempat menyembunyikan kebenaran tentang Itachi padanya. Begitu pula dengan Sasuke, walau lelaki itu tetap pada tampang stoic andalannya tapi dalam hati dan pikirannya sendiri kalut. Sama sekali tak mengira akan kehadiran Konan dihadapannya sekarang yang membawa fakta berbeda dengan yang apa selama ini dia ketahui. Terlebih lagi…

Sasuke kembali menatap aneh Hitachi. Bocah polos yang tampak paling santai diantara orang-orang yang tengah berkumpul ini. Menikmati kudapan yang Kakashi suguhkan. Melihatnya tertawa dan tersenyum lepas, sesekali bercanda dengan Kakashi dan mencoba mengajak bicara ibunya atau Sakura yang ternyata masih dia ingat mereka pernah bertemu sebelumnya.

Keponakan…‘Entah kenapa Sasuke jadi merinding kala mengingatnya. Rasanya tak mengenakan. ‘Apa-apaan ini… apa maksud dari semua ini… bagaimana bisa…

“Sudah cukup, jangan diam saja. Cepat bicara!” bentak Sasuke kesal. Sungguh daritadi dia ingin mendamprat langsung Konan diawal pertemuan mereka kalau saja Kakashi tak cepat-cepat melerai dan Hitachi menangis ketakutan.

“Tenanglah, dia juga akan cerita.” ujar Kakashi.

Konan dekap Hitachi dan menenangkan anak itu dalam rangkulannya. Sejenak menghela nafas sebelum mulai bicara. “Aku tidak tahu harus mulai cerita darimana…”

Konan (2)

Flashback

Itachi-Konan

Seandainya Konan diberi kesempatan untuk bisa kembali ke masa lalu, kemanakah dia akan pergi untuk memperbaiki kesalahannya? Apa di hari dimana dia putuskan untuk pergi dari Itachi? Agar kelak tak pernah ada penyesalan seperti saat ini. Atau hari dimana mereka pertama kali bertemu? Agar sejak awal tak pernah ada jalan yang membawa mereka pada beragam hal yang berujung penderitaan dan rasa kehilangan. Mungkin tak akan ada habisnya bila terus berandai-andai dimana letak kesalahan itu. Karena dia sendiri pun tak tahu dimana tepatnya semua ini bermula.

Konan sadari dirinya begitu mengerikan. Wanita jahat tak berperasaan, bejat, kotor dan keterlaluan. Dia merasa dirinya tak pantas untuk dicintai, bahkan berpikir tak pantas untuk hidup bila itu hanya membawa bencana dan kepedihan bagi orang lain. Tapi saat semua sudah terlanjur terjadi, lantas mau bagaimana lagi? Manusia seperti dia hanya bisa menjalaninya. Tidak apa-apa, asalkan bisa bahagia. Bahkan orang seperti dia pun juga ingin bahagia.

Konan tak begitu ingat kapan pertama kali dia bertemu dengan Itachi. Mungkin di sebuah club bernama SAMEHADA di pinggiran kota tempatnya biasa berkeliaran. Siapa sangka tuan muda Uchiha seperti Itachi yang notabene terpelajar, mahasiswa di suatu perguruan tinggi elite di Konoha yang punya taraf hidup lebih dari berkecukupan memilih untuk bekerja sambilan di waktu luangnya dengan gaji tak seberapa sebagai pelayan. Niat Itachi memang bukan karena uang. Awalnya dia hanya membantu pekerjaan Kisame, temannya yang bekerja sebagai bartender. Tapi meski begitu Itachi tampak menikmati pekerjaannya.

Mereka berdua bertemu beberapa kali di bar, tapi tak pernah berinteraksi lebih selain sebagai tamu dan pelayan. Sesekali Itachi memerhatikan Konan yang memang sudah jadi langganan. Datang bergerombol dengan banyak teman pria dan wanita yang berbeda-beda. Clubbing, berdisko semalaman, mabuk, teler, berhura-hura. Tapi terkadang ada juga saat dia sendirian, duduk di bar hanya memesan beberapa gelas bir, merokok, risau dan terlihat depresi. Sebenarnya pemandangan seperti itu biasa, bukan Konan seorang pengunjung yang berkelakukan begitu. Hanya saja entah kenapa gadis itu tak pernah luput dari perhatian Itachi.

“Heh tampan, kau sudah punya pacar? Mau jadi selingkuhanku gak? Hik…” tanya Konan yang mabuk pada Itachi di suatu malam.

Itachi yang tengah sibuk mengelap gelas-gelas kaca hanya menaikkan sebelah alisnya dan menatap kasihan gadis itu. Bagaimanapun pikirnya orang-orang yang datang ke tempat ini kebanyakan memang mencari pelampiasan dari kepenatan mereka. Bermaksud menghilangkan stress dengan kesenangan semu yang justru menghancurkan diri mereka sendiri.

“Pacarku brengsek!” lanjut Konan tampak kesal, sembari menegak minumannya. “Dia mungkin hanya mau tubuhku saja. Masa dia tak menghubungiku setelah aku menolak bercinta dengannya. Memangnya pacaran itu cuma buat *pip*?! Aku kan lagi haid, begoooo… Gak jijik apa klo berdarah-darah gitu. Gila kan?”

“Hee?!” Itachi sweatdrop mendengar racauannya. Nih cewek lagi curhat ya?

“Aku kesepian, pengen dibelai sama kamuuuhh…” ucap Konan, genit-genit manja. “Kakaaaaakkkkk… kau sayang padaku tidak? Hmmmm…?”

Dan Itachi jadi sedikit tertawa saat melihat ekspresi Konan yang merajuk seperti anak kecil padanya. Sikapnya berbeda sekali. Pas mabuk seperti ini langsung berubah 180 derajat. Karena yang dia tahu gadis itu selalu bertingkah angkuh kalau lagi waras.

“Apa?! Heh, apa barusan kau menertawakanku? Hik…” gerutu Konan sambil cemberut.

“Pffttt…” Itachi menggeleng sembari mencoba menahan tawa. Rasanya tak sopan juga klo betulan menertawakannya. Dia tak ingin berurusan dengan pemabuk. Biasanya tipe cepat tersinggung tak akan segan-segan melakukan sesuatu. Pernah sekali Itachi bahkan kena tonjok pengunjung yang mabuk. Tapi kejadian dengan Konan di malam itu…

Sapphire menyipit, menatap onyx dengan sinis. Cepat-cepat dia habiskan setengah gelas bir pesanannya,

Brak

Sret

—tak terduga usai menaruh gelas Konan langsung berdiri dan menarik kerah kemeja Itachi, saking erat hingga nyaris mencekiknya.

“Kau tertawa kan?” desis Konan. Bau alkohol begitu kuat menguar dari nafas gadis itu. “Aku tahu kau menertawakanku.”

“Tch,” Itachi mendelik seraya menyinggungkan sedikit sudut bibirnya, ‘Mau apa nih cewek rese…‘ batinnya menghela malas. “Tidak.” bantah Itachi jujur. Dia coba lepaskan cengkeraman Konan tapi gadis itu malah makin menjeratnya.

“Jangan bohong, dasar pecundang!” ucap Konan, “Aku benci sekali melihatmu tersenyum, mmm—” Lalu tanpa basa-basi dia malah mencium Itachi. Bikin lelaki itu membeku sesaat dengan mata terbelalak sementara Konan terus mencumbunya dengan liar. “—mmmphh!” Dan baru dilepaskan setelah dia kehabisan pasokan udara.

Bruk

Bodohnya lagi, Konan langsung tepar begitu saja diatas meja. Benar-benar mabuk berat.

Itachi masih terdiam, seolah membeku akibat efek keterkejutan. Lelaki itu katupkan kembali bibirnya yang terbuka, terasa sedikit tegang bekas sisa-sisa serangan Konan barusan. Onyx melirik sosok gadis yang kini sudah tak sadarkan diri. Dia mendengus kesal, merasa tak terima.

Kusoooo… Ciuman pertamaku…” gerutu Itachi. Meski begitu degup jantungnya sendiri berdebar kencang.

Sesuai dugaan, setelah sadar Konan tak ingat kejadian malam itu. Terengutnya keperawanan bibir Itachi seperti sebuah kecelakaan tak penting. Konan bahkan tak ingat saat mabuk malam pun itu dia masih menggoda Itachi yang bersusah payah membopongnya ke taksi yang sengaja dipanggil untuk mengantarkannya pulang. Sikap Konan pada Itachi kembali seperti biasa, seolah tak terjadi apa-apa diantara mereka. Ya, dan memang tak ada apa-apa. Tapi hubungan diantara mereka belum berakhir sampai disitu. Tiba-tiba saja, entah takdir atau sekedar kebetulan, Itachi jadi sering terlibat masalah dengan Konan.

Seperti di hari lain…

Pukul sembilan malam Itachi pamit pulang setelah selesaikan shift kerja sambilannya hari itu. Baru saja dia keluar lewat pintu belakang khusus karyawan, dia melihat di pinggir gang nampak ada dua orang yang sedang bertengkar. Awalnya hendak dia abaikan, ketika dia melihat salah satunya adalah pria berbadan tinggi besar dengan rambut di cat sewarna sunkist dan punya banyak tindikan di wajah.

Paling juga berandalan, pikirnya. Sampai kemudian dia kenali sosok yang seorang lagi adalah Konan.

Dua orang itu beradu mulut. Baik Konan dan si pria asing itu saling membentak dan menunjuk. Konan tampak kesal bahkan sampai mendorong-dorong pria itu. Merasa tak terima, pria itupun balas mendorong Konan. Konan melawan dan malah dicengkeram pria itu. Itachi sudah tahu dia tak berhak ikut campur dan memang bukan urusannya. Hanya saja, ketika melihat sebelah tangan pria itu terangkat dan dengan ringan melayang mengenai Konan, Itachi merasa tak bisa biarkan.

Sekali. Plak. Dua kali. Plak. Konan digamparnya. Lalu yang ketiga…

Buag

Nyaris sebelum mengenai Konan, si wajah tindikan itu jatuh tersungkur begitu Itachi menghajarnya. Pukulan keras yang tepat mengenai pipi sebelah kiri.

“Heh, apa-apaan kau?! Beraninya…” bentak lelaki itu seraya bangkit.

“Kau yang beraninya memukul wanita…” balas Itachi tak takut.

“Sialan kau!” si Tindik melayangkan pukulan, namun berhasil Itachi tahan.

Hampir saja terjadi perkelahian diantara mereka kalau saja orang-orang di sekitar tak memerhatikan. Bahkan ada yang langsung menghubungi polisi, khawatir terjadi keributan. Tak ingin terlibat masalah, pria itupun memilih mundur.

“Kau…” Dia menatap Itachi penuh dendam, lantas beralih melihat Konan, “—dan Kau! Tunggu pembalasanku!” ancamnya sebelum beranjak pergi.

“Tch,” Itachi hanya balas tersenyum sinis. Sungguh kondisinya saat ini sedang bersemangat sekali. Kalaupun diajak berkelahi tentu dengan senang hati akan dia layani.

Lalu selesai sudahkah masalah ini?

“Kau tak apa-apa?” tanya Itachi menghampiri Konan.

Setelah semua yang dia lakukan, tapi apa balasannya?

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipi Itachi.

“Jangan ikut campur, baka!” ucap Konan, kemudian pergi begitu saja.

Itachi melohok melihatnya. Well, terkadang sok jadi pahlawan itu tak menyenangkan.

Kebetulan lainnya lagi satu per satu seperti selalu datang menghampiri mereka. Konoha seolah begitu sempit hingga di luar dunia malam pun, jauh dari hingar-bingar suasana Samehada Club, ternyata Itachi dan Konan sering bertemu. Entah itu sekedar berpapasan di jalan, masuk toko dan restoran yang sama, berada di satu gerbong kereta yang sama, bahkan pernah duduk bersebelahan di bis. Dan tak disangka ternyata Konan juga seorang mahasiswa Akatsuki. Anak fakultas seni dengan dandanan nyentrik dan urakan. Sempat terdengar rumor soal Konan yang katanya anggota sebuah gank yang ditakuti. Gadis berandalan yang datang ke kampus cuma buat formalitas dan cari masalah.

Walau mereka berdua berada sedekat itu, tapi tak pernah sekalipun saling sapa. Keduanya tampak tak saling kenal. Dan memang sepertinya Konan tak mengenal Itachi, saking cueknya gadis itu terhadap lingkungan sekitar. Itachi pun tak mau repot-repot lagi berurusan dengan Konan. Sampai suatu hari dia temukan sisi lain Konan yang membuatnya tertarik.

Kejadiannya sepele, ketika tak sengaja Itachi berjalan melewati sebuah taman dan melihat Konan tengah bersama dengan beberapa anak kecil di sana. Mereka seperti sedang bermain. Konan yang duduk di kursi taman merobek-robek buku catatannya, membagikan mereka kertas-kertas yang sudah dia bentuk menjadi beragam macam origami.

“Waaa… bagus. Aku mau yang itu kak… Ajari aku buat yang ini… Tolong buatkan aku ini… Onee-chan, aku mau ini… aku mau itu…”

Anak-anak itu terlihat gembira. Begitu pula dengan Konan. Tak pernah Itachi lihat gadis itu tertawa ceria dan tersenyum lepas sebelumnya. Terkesan berbeda sekali. Dia tak sedang mabuk, merajuk seperti anak kecil, melemparkan tatapan sinis, berkata kasar atau bersikap menantang. Konan yang dilihatnya sekarang begitu manis.

Sebuah pesawat kertas melayang dan terantuk mengenai kepala pria berambut raven. Itachi memungutnya sementara seorang bocah lelaki berlari menghampirinya hendak meminta kembali pesawat kertas itu. Konan menoleh, menyadari kehadiran Itachi. Senyum di wajah gadis itu memudar, lain dengan senyum Itachi yang balas mengembang.

Onii-chan, ini untukmu…” seorang gadis kecil memberi Itachi setangkai origami berbentuk bunga mawar yang tadi Konan buat.

Arigatou.” balas Itachi sambil tersenyum menerimanya dan membelai rambut anak itu sebelum kembali berlari bermain bersama teman-temannya.

Konan mulai bersiap pergi, dia menjejalkan buku-bukunya ke dalam tas saat Itachi perlahan menghampiri.

“Ini cantik sekali. Persis seperti hiasan mawar putih yang selalu kau kenakan. Aku tak tahu kau bisa membuat origami seperti ini, Konan.” kata Itachi.

Sapphire biru jernih itu sekilas melirik, “Tak ada yang tahu. Tapi kenapa kau sendiri bisa tahu namaku?” heran Konan.

Sudut bibir Itachi sedikit terangkat, “Tch, keterlaluan sekali kau masih belum mengenaliku. Segitu kau berhutang banyak padaku.”

“Huh, ngarang.” balas Konan cuek sambil lalu.

Itachi lekas menghentikan gadis itu, menahan lengan Konan sebelum pergi. “Ciuman panas, tamparan, makian, layanan plus plus dan ongkos taksi 15.000 ryo. Haruskah kusajikan dulu segelas tequilla sunrise untukmu agar kau tahu siapa aku?”

“Ah…” Konan sepertinya teringat sesuatu. Sejenak ia perhatikan tampang Itachi dengan seksama. “K-kau bartender yang di Samehada itu?”

“Hn, namaku Uchiha Itachi.” ucap Itachi, “Yoroshiku ne…”

Terpantul pada iris sewarna lautan adalah lekungan garis bibir yang terangkat alami. Tampak memancarkan ketulusan. Sesuatu yang jarang dia dapatkan dari orang lain. Dan satu kata perkenalan barusan bisa jadi mengubah segalanya. Karena seperti terkena sihir, rasa ketertarikan itu muncul begitu saja.

Yo-ro-shi-ku…” balas Konan.

Semilir angin sejuk berhembus di sore hari, di bawah langit senja kemerahan, ada debaran asing yang baru pertama kali mereka rasakan.

Hari demi hari berlalu kian mendekatkan dua orang itu dalam suatu hubungan yang rumit. Ketika mereka seperti telah terjebak dalam sebuah permainan cinta yang keji. Meski tak ada kebohongan yang dibangun diantara keduanya. Konan tunjukkan dirinya apa adanya dan Itachi tahu persis Konan seperti apa. Konan adalah Konan, dengan segala pesona yang dia miliki hingga mampu memikat Itachi sampai membuatnya tergila-gila sekaligus terlihat bodoh. Tak peduli apa yang dilakukan wanita itu meski tak bisa menjadikan Itachi satu-satunya yang memiliki.

Bagi Konan sendiri meskipun dia tak pernah mengatakannya pada Itachi, tapi Itachi adalah tempatnya melarikan diri. Satu-satunya tempat yang memberikan dia rasa nyaman, kehangatan dan cinta yang sesungguhnya. Itachi yang selalu memperlakukan Konan dengan lembut, membuatnya merasa bahagia dan berdebar-debar di setiap sikap maupun sentuhannya. Konan menikmati belaian itu, manisnya kecupan, hangatnya dekapan, ketulusan yang Itachi berikan terasa begitu berbeda dengan lelaki lain manapun yang pernah menyentuhnya.

Desah manis terdengar saat mereka tengah bercumbu mesra, rona wajah memerah, tatapan sayu memikat, onyx kelam yang terhanyut dalam safir. Hanya di saat seperti ini Itachi dapat ditatap langsung oleh Konan yang sering mengabaikannya. Bunyi ‘plop‘ kecil terdengar saat pangutan mereka terlepas. Ada setipis benang saliva masih menghubungkan jarak mereka yang terpaut dekat. Itachi beralih menginvasi tempat lain. Menyusuri pipi hingga jenjang leher Konan dengan kecupan-kecupan hingga sampai di bahu kecil wanita itu. Seketika aksinya terhenti saat dia temukan sebuah tanda memar merah samar di sana. Memunculkan segores luka beserta hawa panas kecemburuan dalam dada.

Konan menyadari perubahan sikap Itachi. Tanpa banyak bicara dia pun segera menyingkir. Bangkit dari posisinya dan membenarkan kembali pakaiannya yang sedikit berantakan.

“Pein.”

Tanpa bertanya Itachi langsung menebak siapa yang berani melakukan itu pada Konan. Dari beberapa pria lain yang dia tahu dekat dengan Konan, tak mungkin itu ulah Hidan si klimis penganut Jasin yang masochist, atau Deidara si seniman narsis. Dan secinta apapun Nagato dia bahkan tak punya keberanian untuk sekedar menyentuh Konan.

“Bekas kapan itu?” lanjut Itachi. Konan tak menjawab. Tapi dari nodanya tampak seperti sudah dua atau tiga hari lalu. “Kalian masih berhubungan?” tanya Itachi kembali.

“Hmm, kami hanya tak sengaja bertemu waktu…”

“Dia tak memukulmu lagi kan?” sela Itachi sembari membalikkan badan Konan agar kembali menghadapnya.

Dan ditatap oleh onyx yang lebih memancarkan rasa khawatir dibanding amarah itu membuat Konan malah makin tak enak hati. Kenapa di saat seperti ini Itachi justru mencemaskan dirinya, bukan memarahinya yang jelas-jelas sudah mengkhianatinya? Tapi harga diri Konan selalu tak bisa berkata ‘maaf’. Sifat seenaknya sendiri itupun Itachi sudah tahu dan sejauh mana lelaki itu telah bersabar menghadapinya.

“Dia terus memaksa, tapi kami hanya—aah.” Konan terkejut saat Itachi tiba-tiba mengecup bekas noda itu. Terasa menggelitik saat dia malah sengaja membuatnya semakin besar dan kemerahan. Seolah tengah berusaha menghapusnya, tapi Konan tahu Itachi lakukan itu untuk menunjukkan kecemburuannya. Terlebih lagi dia pun membuat banyak kiss mark lain di beberapa bagian tubuh Konan.

“Ish, apa yang kau lakukan?! Kenapa malah membuatnya di tempat yang mudah terlihat begini sih?” gerutu Konan saat bercermin dan melihat hasil perbuatan Itachi tadi pada jenjang lehernya lebih-lebih dari bekas yang Yahiko-Pein torehkan.

“Biar saja orang lain melihatnya. Dan katakan pada mereka kalau itu perbuatanku.” balas Itachi dengan santai.

Sesabar-sabarnya orang pun ada batasnya. Sejauh mana Itachi mampu memaklumi perilaku Konan? Ada saat dia pun ingin dimengerti. Tak habis pikir wanita itu selalu melakukan kesalahan yang sama. Karena keegoisannya, ingin menang sendiri, bertingkah seenaknya, pertengkaran sengit pun sering terjadi, sesering mereka berlaku mesra saat bersama.

Kisame yang cukup tahu sebagian besar masalah Itachi dan Konan sampai menyebut mereka ‘pasangan gila’. Kala melihat di hari lain Itachi datang mengeluh kesal, Konan marah-marah dan mencampakkannya. Lalu hari berikutnya Konan merengek ingin kembali, kemarahan Itachi telah luluh dan kemudian mereka jalan bersama. Penonton saja kadang merasa dipermainkan, apalagi pelakunya. Tapi bagi Itachi dan Konan tampak tak begitu. Putus-nyambung-putus-nyambung. Dalam tiga tahun hubungan mereka entah sudah berapa puluh kali drama itu dimainkan. Sampai tak pernah ada istilah anniversary, karena mereka sendiripun tak tahu kapan mereka jadian. Dan mungkin malah sama sekali tak pernah jadian. Tapi orang lain di sekitar mereka pun tahu bahwa Konan adalah milik Itachi dan Itachi adalah milik Konan. Mereka sepasang kekasih yang saling memiliki, walau mereka sendiri tak merasa memiliki satu sama lain.

Tapi kemudian situasinya berubah di tahun itu. Itachi dan Konan mengalami pertengkaran hebat sepanjang masa mereka bersama. Tak sekedar tanda-tanda pengkhiatan seperti yang biasa Itachi temukan, Itachi malah memergokinya langsung saat Konan sedang bersama pria lain. Membuat kecemburuan dan amarahnya tak terbendung hingga hampir menghabisi Pein kalau saja teman-teman mereka tak turut memisahkan. Dan apa yang dilakukan oleh Konan setelah itu, tak ada maaf dan penyesalan seperti biasa. Wanita iblis itu malah mencampakkannya—lagi. Di tengah kekosongan itulah, dalam perasaan hampa seolah dirinya perlahan hancur, kehadiran Sakura seperti menghidupkannya kembali.

Bersama Sakura, Itachi merasa damai. Dia dapatkan lebih dari sekedar cinta, perhatian dan kasih sayang yang tak pernah dia dapatkan dari Konan. Dan memang seharusnya hubungan percintaan yang normal itu seperti ini. Senang rasanya kalau bisa dicintai. Hari-hari jadi menyenangkan dan bahagia. Tapi entah kenapa tetap saja Itachi merasa seperti ada sesuatu yang kurang. Perasaan yang dia miliki pada Sakura berbeda dengan perasaannya terhadap Konan. Tak ada debaran yang menggetarkan hati.

Tapi saat bersama Sakura, Itachi malah merasa seperti sedang bersama Sasuke. Terasa seperti punya adik perempuan yang harus dia sayangi dan lindungi. Mungkin ini karena terkadang dia merindukan Sasuke. Tak bisa sering pulang ke Iwa dan menghabiskan waktu bersama. Jadi kehadiran Sakura kadang dianggap pengganti untuk sekedar menemani. Itulah sebabnya perasaan Itachi tak bisa lebih dari ‘sayang’ seorang kakak. Tak bisa menganggap Sakura benar-benar pacarnya. Meski Itachi sering mencoba menempatkan Sakura diatas Konan. Tapi tak pernah berhasil. Karena dirinya sendiripun sejak awal tak pernah bisa menghapus sosok Konan dari hatinya.

Dan kesalahan yang sama pun berulang. Pertahanannya runtuh ketika ditatap oleh sapphire sejernih lautan. Saat Itachi melihat Konan duduk menunggu di depan pintu apartemennya sambil memeluk kedua lutut, tampak seperti anak hilang. Setelah beberapa bulan meninggalkannya, sama sekali tak ada kabar, untuk apa wanita itu kembali? Di saat Itachi sudah mulai bahagia bersama orang lain. Bahkan barusan dia bersenang-senang dengan Sakura merayakan ulang tahun gadis itu. Tapi hatinya mendadak bimbang ketika tahu sekelebat bayangan Konan hadir kembali.

“Hooooiiiiii, aku… merindukanmu. Hik.” ucap Konan.

Karena bagi Konan, Itachi adalah tempatnya melarikan diri. Jadi pasti kemanapun wanita itu pergi dia akan kembali. Dan Itachi pun selalu tak pernah bisa mengabaikannya.

“Hhhh~…” Sejenak Itachi menghela nafas panjang sebelum mengulurkan tangan membantu Konan yang setengah sadar untuk berdiri. “Merepotkan.” Wanita itu mabuk lagi. Terpaksa Itachi bawa masuk ke dalam kamar apartemennya. Sampai tak mengira di belakang sana seorang gadis musim semi melihat pemandangan itu dan merasa sakit hati dibuatnya.

Kalau pun ada hal yang membuat Konan sadar dan berpikir untuk melepaskan Itachi adalah saat dirinya tahu kalau dia tengah mengandung. Awalnya dia curiga pada kondisi tubuhnya yang belakangan terasa aneh. Jadi sering mual, sakit di bagian tertentu, sampai pada terlambatnya jadwal datang bulan. Iseng memeriksanya sendiri dengan alat tes kehamilan, akhirnya itu berubah menjadi bencana dan mimpi buruk baginya ketika melihat ada tanda dua garis merah yang muncul. Bagaimana bisa dia kecolongan seperti ini sampai jadi positif. Segitu Konan cukup berhati-hati setiap kali dia melakukan ‘itu’. Dia bingung setengah mati, tak tahu harus bagaimana. Dan masalah utama buatnya, siapa ayah dari anak ini?

Yang paling Konan takutkan benih itu adalah milik Itachi. Sungguh dia tak ingin kalau sampai dia mengandung anak seorang Uchiha. Merasa tak adil bagi Itachi kelak bila harus bertanggungjawab sekalipun benar itu anaknya. Konan merasa sudah cukup menyusahkan dan merampas kebahagiaan Itachi selama ini. Konan tahu akan keberadaan Sakura dan hubungannya dengan Itachi. Sejak melihat Itachi bisa bahagia bersama orang lain, Konan mulai merasa dirinya tak pantas. Dia perlahan mencoba untuk menjauh dan benar-benar melepaskan Itachi. Menahan dirinya sendiri untuk tak berlari ke tempat orang itu.

Tapi di sisi lain Konan pun ingin ini benar anak Itachi. Dia akan merasa bahagia bila anak ini lahir dari buah cinta. Karena hanya dengan Itachi seorang dirinya selalu limpahkan segenap perasaan saat bercinta. Tak seperti dengan yang lain, tiap lakukan itu cuma sekedar nafsu. Bahkan dengan Pein sekalipun.

Menggelikan. Konan lebih ingin menertawakan dirinya sendiri daripada meratapi nasib dan kesalahannya saat dia sadari betapa menyedihkan dan menjijikannya dia. Sempat dia ceritakan hal ini pada Yahiko dan apa yang didapatkannya adalah makian, pukulan, perlakuan kasar seperti biasa. Terlepas dari kalimat sangkalan dan hinaan untuknya.

“Haah, kau hamil? Kau tidur tak hanya denganku, kan? Pasti itu bukan anakku. Gugurkan saja. Pelacur sepertimu bukannya sudah biasa. Dilahirkan pun percuma. Anak itu hanya akan hidup sia-sia.”

“HAHAHAHAHA…” Konan tertawa sekaligus menangis mengingatnya. Tuhan tengah menghukum dirinya. Membuat Konan semakin benci pada hidupnya. Ya, dia merasa dirinya tak pantas lagi untuk hidup. Maka saat beban itu makin terasa berat dan tak bisa lagi dia tahan, pikiran Konan hanya ingin mati.

Glek

Dengan tanpa ragu dia tegak banyak pil itu sekaligus.

Ya, lebih baik mati saja.

Konan berpikir dirinya sudah jauh berlari. Meninggalkan segala hal, mengikuti keegoisannya selama ini. Menjalani hidup seenaknya akan membawa dirinya pada kebahagiaan. Asal sennag. Sungguh pikiran yang sederhana. Selalu seperti itu. Terhadap apapun yang menyusahkan dia hanya bisa melarikan diri. Saat dirasa membosankan, tak menyenangkan, lelah, marah. Sebenarnya dia hanya seorang pengecut yang sok berlagak ingin mencari sesuatu yang padahal dia sendiri pun tak tahu apa yang dia cari. Tapi entah kenapa saat di tengah pencariannya itu, ketika dia tersesat, kehilangan arah, tak tahu harus kemana, bagaimana, tetap selalu ada satu tempat untuknya berlabuh. Satu tempat yang membuatnya kembali. Pasti kembali ke orang itu.

Itachi?!’

Batinnya tersentuh. Jujur Konan terharu saat orang yang pertama kali dilihatnya ketika sadar setelah sempat mencoba bunuh diri adalah Itachi. Dia lega masih bisa melihat wajah itu, walau setengah bagian lain hatinya merasa benci. Tepatnya malu. Terlebih setelah Itachi tahu tentang kondisinya. Dan tak bisa Konan percaya saat Itachi bilang bahwa dia akan bertanggungjawab. Meski Konan tahu itu memang sudah jadi sifat Itachi. Terlalu tulus, terlalu banyak pengorbanan. Apa dia pantas menerimanya? Ucapan Itachi tak sekedar omongan. Pria itu sungguh peduli padanya. Sejak awal. Konan bukannya tak tahu dan baru sadar sekarang. Hanya saja ini begitu rumit.

Konan benci melihat senyum itu. Senyuman tulus yang Itachi tujukan padanya. Lekungan yang terbentuk di bibir wajah pria tampan itu memancarkan kebahagiaan. Baginya ekspresi seperti itu seolah berbalik mengejeknya. Karena Konan tahu dirinya tak pantas mendapatkan ketulusan seperti itu. Dia merasa dia tak bisa membuat Itachi tersenyum dan bahagia. Tapi Itachi sendiri seolah tak peduli. Baginya Konan itu special. Meskipun berulang kali ditolak, diabaikan, disia-siakan, tetap saja tak bisa dia lepaskan.

“Apa yang kau lakukan disini?” Konan terkejut ketika pulang sehabis keluyuran mendapati Itachi sudah ada di kamar apartemennya dan sedang membereskan beberapa barang pribadinya. Itachi memang punya kunci cadangan apartemen ini, makanya bisa keluar masuk seenaknya. Tapi melihat ada dus-dus dan tas pindahan yang dikemas, Konan punya firasat buruk tentang ini.

“Mulai sekarang aku akan tinggal bersamamu.” jawab Itachi, bikin wanita itu melohok. “Tak akan kubiarkan kau bertindak ceroboh lagi. Kau harus menjaga kandunganmu baik-baik.”

“Haa…” Konan lihat Itachi sudah menyingkirkan botol-botol minuman, kaleng bir cadangannya, rokok dan lainnya yang membahayakan. “Kau gila. Urus saja urusanmu sendiri. Kau tak perlu pedulikan aku. Lagipula aku akan gugurkan…”

“Kau yang gila!” balas Itachi, cepat menyela. Dia mendekat dan mencengkeram lengan Konan. Menatap sapphire gadis itu lekat-lekat. “Jangan lakukan hal yang bodoh, bodoh! Berani kau berbuat sesuatu pada anakku, awas kau ya!” ancam Itachi serius.

“Ugh, sudah kubilang ini bukan anakmu!” balas Konan.

“Itu anakku!” ucap Itachi yakin, “Makanya lahirkan dulu, dan kita lihat nanti. Anakku atau bukan aku tak peduli, tapi yang jelas itu anakmu. Itu sebabnya aku peduli. Tapi tega sekali kalau kau sampai membuang darah dagingmu sendiri.”

Konan gertakkan giginya, rahangnya mengeras, tampak berusaha menahan diri agar tak emosi. Dia tahu ucapan Itachi benar dan dalam dirinya pun seperti itu. Konan hanya berpura-pura tak peduli, itu karena dia tak bisa menunjukkan perasaan dia yang sebenarnya.

“Maaf aku membentakmu.” Itachi tersenyum lantas menarik Konan, dia belai punggung wanita itu dalam dekapannya. “Ingat, kau masih punya aku. Jadi kita akan tanggung beban itu bersama-sama.”

Setetes cairan bening tanpa sadar mengalir jatuh saat Konan mendengarnya. Meski dia tetap katupkan bibirnya rapat-rapat dan menahan sesak di dada agar tak terisak. Itachi kian eratkan dekapannya. Dia tahu Konan tak ingin menunjukkan bahwa dirinya tengah menangis sekarang.

Itachi sebenarnya bisa saja memilih pergi. Membiarkan Konan sendiri. Toh wanita itupun tak memintanya untuk bertanggungjawab. Itachi bisa saja tetap bersama Sakura. Dan mungkin kelak menghadapi masa depan yang lebih cerah dengan gadis itu. Hidupnya akan bahagia. Entah bagaimana respon keluarga besar Uchiha bila dia kabarkan tentang kondisi ini nanti. Mungkin Fugaku akan mencingcangnya, tahu bahwa putra sulung kebanggaannya malah membuat aib keluarga dengan punya anak di luar nikah. Mikoto pasti sedih, dia selalu ingin Itachi menikahi wanita baik-baik yang sederajat. Lalu Sasuke? Itachi sangsi adiknya yang brother complex itu akan berlapang dada menerima hadirnya seorang keponakan secepat ini.

Dan sampai akhir hayatnya kabar itu tak sempat dia sampaikan. Karena siapa sangka Itachi tak punya cukup waktu untuk itu. Walaupun dia sudah berniat akhir minggu pertama awal bulan Juli tahun itu, saat dia pulang ke Iwa untuk merayakan hari ulang tahun sang adik, memenuhi janjinya pada Sasuke, dia akan membawa Konan sekalian untuk diperkenalkan. Manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan. Lalu takdir yang terjadi…

Melihat punggung gadis berhelaian merah muda itu menjauh Itachi merasa bersalah pada Sakura. Dia tahu pasti bagaimana rasanya dicampakkan. Itachi mungkin sudah keterlaluan dan bekas tamparan Sakura di pipinya tentu tak sebanding dengan rasa sakit hati gadis itu sekarang. Meski awalnya tak tega, tapi ini memang harus dia lakukan. Karena Itachi tak bisa egois menggenggam keduanya. Pasti ada hal yang harus kita lepaskan saat kita ingin memiliki yang lain. Dan terus mempertahankan hubungannya dengan Sakura pun hanya akan menambah luka gadis itu. Itachi hanya bisa berharap semoga Sakura bahagia. Dia tahu gadis itu sebetulnya kuat dan bisa menghadapi masalah ini sendiri.

Konan sekilas melirik Sakura saat berlalu melewatinya. Melihat ekspresi menyedihkan itu membuatnya kasihan sekaligus merasa bersalah. Hatinya ikut miris menyaksikan adegan drama singkat Itachi dan Sakura. Meski tak secara langsung tapi kehadirannya turut merusak hubungan mereka. Konan tak habis pikir kenapa Itachi tega melakukan semua itu hanya demi dirinya. Memilih bersama dirinya yang kotor, bejat dan tak bisa diharapkan.

“Kau akan menyesal, Itachi. Kau tak seharusnya lakukan ini padanya.” ucap Konan, “Cepat kejar. Pasti masih sempat.”

Itachi menggeleng pelan.

“JANGAN BODOH!” bentak Konan, “Jangan hancurkan kebahagiaanmu sendiri karena aku.”

“Tenang saja, kebahagiaanku ada padamu.” jawab Itachi sambil tertawa kecil lantas tersenyum pada Konan. “Karena itulah aku ingin bersamamu.”

“A-a…” Konan terbata. Sesaat dirinya kehilangan kata-kata. Jujur dalam hatinya kini begitu tersentuh. Apa yang diucapkan Itachi terlalu manis, terlalu indah untuknya. Tapi itu tak membuatnya senang. Sama sekali tidak. Karena merasa anggapan Itachi itu salah. “Apanya yang bisa bahagia bersamaku?” tanya Konan, “Aku tak bisa. Aku tak miliki apapun. Kau salah. Bukan aku. Bukan. Tidak.” Konan gelengkan kepalanya berkali-kali. Pikirannya kacau. Wanita itu memilih pergi.

“Konan!” panggil Itachi.

Konan terus mengabaikan Itachi, dia berlari seperti kesetanan. Cepat keluar dari komplek apartemen itu dan menyusuri jalanan kota tak tentu arah. Saat Itachi tengah mengejar Konan, dia berlalu melewati Sakura. Gadis itu berjalan pelan sambil menunduk dan masih menangis. Itachi sempat menoleh dan meskipun dia ingin kembali sedikit menghiburnya, tapi situasi saat ini tak memungkinkan dia untuk berhenti. Pikirannya penuh dengan Konan, dia lebih mengkhawatirkan wanita itu.

Maaf…‘ hanya satu kata itu yang kembali Itachi ucapkan pada Sakura. Yang pasti tak Sakura dengar dan melihat sosok Itachi untuk terakhir kalinya.

Konan bingung. Dia tak pernah serisau ini sebelumnya. Tekanan batinnya begitu berat hingga membuat dia tak bisa berpikir dengan baik, saking banyaknya beragam pikiran bercampur aduk, berjejalan di kepala. Ada banyak pertanyaan. Ada banyak sangkalan. Dan Konan tak tahu harus bagaimana. Dia abaikan semuanya. Dia ingin buang segalanya. Dia ingin pergi ke tempat dia tak bisa kembali. Berpikir tak ingin pernah kembali lagi pada Itachi. Ingin menghilang. Ya, menghilang saja.

TEEEEETTTTTT

Bunyi klakson bersahutan saat Konan menyeberang jalan seenaknya. Dan wanita itu tiba-tiba berhenti di tengah-tengah. Langkah dan tubuhnya seketika membeku saat dia sadari sebuah truk tronton bermuatan bergerak semakin mendekat.

Berakhir. Mungkin inilah akhirnya. Permohonannya terkabul. Tuhan telah selesai menghukumnya.

‘KYAAAAAAAAA…’

DUAK—Bruk

Konan terkapar diatas badan jalan. Tapi bukan dia yang dengan keras menghantam truk itu hingga terlempar sejauh lima meter. Wanita itu hanya kesakitan akibat terbentur dan luka lecet tergesek aspal. Tak seberapa dibandingkan dengan kondisi seseorang yang kini terbaring tak berdaya di sana. Mengabaikan suasana panik di sekitar, dimana orang-orang berlarian dan terkejut atas kecelakaan yang baru saja terjadi. Sapphire sewarna lautan itu sontak terbelalak saat dalam pandangannya yang samar dia kenali sosok yang berlumuran darah itu. Air mata dengan deras tak bisa dia sembunyikan. Emosinya meluap.

“Ti-dak…” gumamnya tak percaya. Konan berusaha bangkit, bahkan dengan menyeret tubuhnya sendiri untuk lebih mendekat. “Tidak…” Sembari terus menyangkal apa yang dilihatnya dia mengulurkan tangan, sangat ingin mencapai tempat itu. “Tidaaaakkkkkk…” pekik Konan tak terima. Kenapa harus Itachi yang terima hukumannya? Kenapa bukan dia saja yang jadi sekarat seperti ini?

Entah kesakitan seperti apa yang tengah Itachi rasakan sekarang. Dia sama sekali tak bisa bergerak sementara darah terus saja mengalir dari mulut, kepala, dan bagian tubuh lainnya. Bahkan untuk membuka kelopak mata pun sulit. Itachi punya firasat buruk tentang ini. Tapi meski tak ada harapan, dia masih berusaha bertahan. Setidaknya sebentar lagi saja, dia ingin melihat wajah itu sekali lagi. Memastikan satu hal yang membuatnya khawatir dan takut lebih dari memikirkan kondisinya sendiri.

“Tidak… Tidak… Itachi… baka…”

Dia kenali suara orang yang memanggil itu. Onyx bergulir dan pandangannya buram akibat tertutup darah, tapi Itachi bisa melihat wajah Konan disana terlihat panik. Seandainya bisa, Itachi sungguh ingin memeluk sosok itu sekarang. Dia mencoba menggerakkan sebelah tangannya. Tapi tentunya mustahil. Konan menyadari sedikit maksud Itachi, berulang kali meminta dia untuk tak banyak bergerak sementara kondisinya semakin parah dan ambulans masih dalam perjalanan.

“Kenapa kau lakukan ini? Tidak… jangan… jangan… bertahanlah, aku mohon…”

Itachi terus berusaha, akhirnya Konan dengan hati-hati membantu kemana tangan itu hendak dia arahkan. Terangkat dan dengan lembutnya menyentuh pipi wanita itu. Sedikit menghapus jejak air mata Konan, walau gantinya kini malah kotor terkena darah Itachi.

Itachi Cosplay

Sosok lelaki Uchiha itu tersenyum, menampilkan senyuman tulus yang Konan benci. “Yo-ka-tta…” ucap Itachi lemah. Begini saja sudah cukup. Tahu Konan dan anak dalam rahimnya selamat, Itachi benar-benar bersyukur.

“Tidaaaaakkkkkkk…” Konan menjerit kencang saat Itachi lunglai dan tak sadarkan diri.

Itachi Uchiha Coplay

End of flashback

Sasuke-burn

“KAAAAAUUUUU…” geram Sasuke, dia bangkit dari posisinya dan langsung menarik kerah baju Konan. Mencengkeram erat dan nyaris mencekiknya.

“Sasuke!” / “Mamah!”

Sakura, Kakashi dan Hitachi sontak ikut berdiri.

Kakashi taruh tangannya diatas bahu Sasuke, “Tenanglah…”

“Mamaaaahhh… hueeeeeee…” Hitachi menangis dan menarik-narik erat ujung baju Konan. Tampak ketakutan ibunya dibawa pergi Sasuke.

“Jadi karena kau, ini semua salahmu?!” bentak Sasuke emosi. Dia tak peduli pada yang lain. Dia hanya ingin berurusan dengan Konan sekarang. Tak seperti pada Sakura semalam, Sasuke tak punya rasa apapun selain dendam pada Konan. Terlebih lagi setelah mendengar cerita sebenarnya seperti itu, membuatnya kian terbakar amarah.

“Benar.” jawab Konan tanpa ragu, “Semuanya salahku.” Dalam hati dia sendiripun akui. Bahkan selama bertahun-tahun sejak kejadian itu Konan selalu tersiksa oleh rasa bersalah ini.

Konan kembali teringat sekilas kenangan. Saat dia dan Itachi dilarikan ke rumah sakit bersama lima orang lainnya. Karena kecelakaan itu ternyata tergolong cukup besar dan beruntun, bukan hanya mengenai mereka saja. Ada pejalan kaki lain dan pengemudi motor dan mobil yang turut jadi korban. Meskipun Itachi seoranglah yang paling parah kondisinya karena terkena tabrakan langsung truk itu.

Selain kondisi Itachi, yang kedua paling Konan cemaskan adalah janinnya yang baru berumur empat bulan. Benturan langsung dan tekanan bisa jadi berakibat buruk. Konan yang asalnya tak peduli mendadak jadi berhati-hati, karena bagaimanapun Itachi rela terluka karena ingin melindungi anak ini. Tapi syukurlah tak terjadi apa-apa. Dokter bilang tak ada masalah dengan kandungannya. Dan setelah lukanya sendiri diobati, Konan pergi menemui Itachi.

Lewat jendela kecil di ruang ICU tempat Itachi terbaring, Konan tahu Itachi sedang sekarat. Tubuhnya sendiri bahkan masih ikut gemetar ketika dia teringat parahnya kondisi Itachi yang berlumuran darah tadi. Itachi banyak mendapat luka fatal. Konan berharap Itachi bisa selamat.

“Bertahanlah… aku mohon…” pinta Konan sungguh-sungguh.

“Bagaimana kondisi anak saya, dokter?”

Konan menoleh, melihat sepasang suami-istri dan seorang dokter berjalan mendekat sembari mengobrol. Dia kenali sekilas rupa itu tampak persis dengan Itachi. Mungkin mereka itu orangtuanya. Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Buru-buru Konan berbalik pergi, tak sanggup bila harus menemui mereka. Dia merasa bersalah. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, Itachi, tetapi juga pada orang-orang di sekitar Itachi.

Itulah kali terakhir Konan melihat Itachi, karena di hari berikutnya dia datang lagi ternyata Itachi sudah dipindahkan ke Rumah Sakit Iwa. Jadi bukan maunya Konan dia tak ada di saat Itachi tengah sekarat. Bukan sengaja pula Konan tak datang di hari pemakaman Itachi. Tapi kondisi saat itu tak memungkinnya untuk terbang. Tak hanya Sasuke seorang yang begitu terpukul atas kepergian Itachi. Konan pun sama merasakan kepedihan itu. Sampai terkadang dia berpikir untuk menyusul Itachi. Tapi saat teringat betapa besar pengorbanan Itachi yang melindungi dirinya agar tetap hidup, Konan merasa satu-satu hal yang bisa dia lakukan untuk membalas segala penyesalan itu adalah dengan tetap hidup dan menjaga hal terpenting yang Itachi tinggalkan untuknya.

 

“Terserah kau mau apa. Menuntutku atau bahkan membunuhku pun aku tak keberatan. Jika itu bisa membuat bocah sepertimu berhenti merengek, meratapi kematian kakaknya.” balas Konan menohok, bikin Sasuke makin eratkan cengkeramannya.

“Apa kau bilang…” desis Sasuke tak terima. “Beraninya kau bicara seperti itu. Kau tak tahu bagaimana rasanya, dia orang yang kusayangi…”

“Aku memang tak tahu!” sela Konan tak kalah membentak, “Aku benci pada Itachi. Dia sudah membuatku sengsara begini. Membuat hidupku tak tenang dan penuh penyesalan setelah dia seenaknya pergi meninggalkanku dengan…” Setetes air mata jatuh dari sudut sapphire yang bergulir sekilas melirik Hitachi yang terus menangis di dekatnya. “—hal yang paling dia inginkan.” lanjut Konan dengan suara tercekat, “Padahal dia pernah berjanji akan menanggungnya bersama-sama.”

“Ugh,” geram Sasuke. “Itu kan urusanmu. Salahmu sendiri.”

“Huaaaa… mamah… mamah… nii-chan lepacin mamaaaahhhh… lepaciiiinnnn… niiiiii-chaaaannn…” Sambil menangis kini Hitachi merengek pada Sasuke. Bocah itu memukul-mukul badan Sasuke meminta untuk melepaskan Konan.

“Hentikan… sudah cukup, Sasuke.” ucap Sakura, akhirnya bicara setelah sedaritadi hanya terdiam dan berurai air mata. “Mau marah seperti apapun tak ada gunanya. Kami memang tak tahu seperti apa perasaanmu. Meskipun mungkin kesedihan yang kita rasakan pasti tak jauh berbeda. Tak ada disini yang tak sayang pada kak Itachi dan tak merasa kehilangan. Baik itu kau, aku, kak Konan, kak Kakashi,… bahkan juga Hitachi.”

Melihat wajah polos itu, ditatap dengan nilam biru jernih yang berkaca-kaca, ekspresinya saat memohon tampak sungguh-sungguh. Sembari sesegukan dan sesekali menyedot ingusnya yang meler, Hitachi masih menangis dan memukul-mukul Sasuke dengan sekuat tenaga. Tentu saja itu tak berasa apa-apa bagi Sasuke secara fisik, tapi entah kenapa pukulan itu bisa tepat mengenai hatinya. Seolah tengah mencoba meruntuhkan pintu hatinya yang tertutup. Membuatnya terkenang kenangan bersama Itachi. Saat mereka masih kecil dan sering bermain bersama, melatih pukulan, beradu tinju dan sama-sama bertekad menjadi kuat. Itachi yang mengajarkan Sasuke kuat.

Sasuke-Itachi

“Ah, sial, aku kalah lagi. Kau kuat sekali kak, tak bisa mengalah sedikit padaku apa?” dengus Sasuke lantas menjatuhkan dirinya berbaring sejenak di rerumputan taman belakang rumah, sedikit merasa lelah. Mereka baru saja selesai bertanding karate dan Sasuke selalu dijatuhkan oleh Itachi.

“Haha, enak saja. Masa aku harus mengalah.” balas Itachi sambil tertawa kecil. “Kapan kau kuatnya kalau terus mengeluh begitu?”

“Huff.” Onyx Sasuke menyipit sambil melirik Itachi dia kembungkan sebelah pipinya.

“Hmm, kau ingin menang dariku?” tanya Itachi dan dijawab langsung oleh anggukan mantap Sasuke. “Jadilah kuat tak hanya pukulanmu, hatimu pun harus sama kuatnya.” lanjut Itachi.

Sasuke terperangah mendengarnya, “Sou ka?”

“Hn.” Itachi mengangguk.

Yosh,” Sasuke lekas bangkit dari posisi tidurnya, langsung pasang kuda-kuda. “kalau gitu kita coba tanding lagi sampai aku menang. Bersiaplah kak! Hyaaaa…”

Tuk

“Gak mau.” tolak Itachi. Dia hentikan gerakan Sasuke hanya dengan menyentil dahi adiknya itu.

“Hiiiih, kenapa?” protes Sasuke sembari menggosok-gosok dahinya yang sedikit sakit.

“Malas, haha…” jawab Itachi sambil lalu, “Sudah sore, aku lapar. Kita lanjutkan saja lain kali.”

“Baiklah, yang berikutnya aku pasti bisa mengalahkanmu. Lihat saja nanti, kak!” teriak Sasuke.

Itachi hanya mengangkat sebelah tangannya sebagai jawaban. Melihat punggung sosok sang kakak dari belakang barusan membuat Sasuke kagum. Dimatanya Itachi itu terlihat keren sekali.

Sasuke-Itachi (2)

 

Hatimu pun harus sama kuatnya…

Jangan cengeng…

Tak ada aku kau pasti bisa sendiri, kan?

Sasuke, kau kuat. Kau pasti bisa.

“A—”

Sasuke teringat banyak perkataan Itachi. Kalimat-kalimat yang memberinya semangat dan inspirasi itu seperti telah lama terlupakan. Seiring diri dan perasaannya terkotori oleh rasa dendam, dia justru melupakan hal terpenting yang harus dia jaga. Impiannya, cita-citanya selama ini yang ingin mengikuti—tidak, lebih tepatnya yang ingin melanjutkan apa yang tak bisa Itachi capai. Membuat Itachi bangga dan Sasuke pun akan bangga menunjukkan keberhasilannya pada Itachi kelak. Bukan seperti ini. Bukan dengan cara begini, yang melukai orang-orang yang disayangi oleh Itachi, termasuk diri Sasuke sendiri.

Akhirnya Sasuke melepaskan Konan. Hitachi cepat-cepat menghampiri ibunya itu dan mereka saling berpelukan. Perasaan Sasuke sendiri masih bercampur aduk. Dirinya perlahan-lahan menjauh. Sakura yang melihatnya tampak khawatir pun mencoba mendekat.

“AAAAARRGGGGHHH!” raung Sasuke. Lalu…

DUK—PRANG

Spontan dia lesatkan satu pukulan keras menghantam cermin di dinding hingga pecah.

Sasuke-sakura-hug

Cepat-cepat Sakura memeluknya. “Sudah cukup, Sasuke.” Dia dekap erat-erat, berharap bisa meredam emosi lelaki itu. “Semuanya sudah selesai…” lanjut Sakura terus mencoba menenangkannya, “Tidak apa-apa marah, asalkan tak kau lukai dirimu.” Sakura melirik tangan kanan Sasuke yang kini berlumuran darah.

“Aaaarrrgghhhh…” Sasuke kembali berteriak. Rasanya ingin mengamuk kalau saja tak ditahan oleh Sakura seperti ini.

“Kak Itachi juga pasti tak suka melihatmu begini!” ucap Sakura dengan nada sedikit tinggi. Dan sepertinya itu berhasil. Mendengar perkataan Sakura itu membuat Sasuke sadar.

sasusaku-hug-cry

Sasuke lunglai, ia sandarkan kepala berhelaian ravennya di bahu kecil gadis itu. Sakura sekilas tersenyum tipis saat dia perlahan membelai belakang rambut emo itu. “Tumpahkan saja semua. Kau tak perlu menahannya lagi, Sasuke. Kalau mau menangis, menangislah.”

Sasuke cengkeram erat belakang baju Sakura. Tubuh lelaki itu untuk beberapa saat bergetar. Isak tertahan samar terdengar. Sakura mengerjap, membuat setetes cairan bening kembali mengalir dari emeraldnya yang sembab. Mereka menangis. Kesedihan meluap. Namun kali ini terasa ringan. Beban itu akhirnya terangkat.

Yokatta…” Menyaksikan semua ini membuat Kakashi menghela nafas lega, “Sepertinya semua sudah selesai.”

Sasusaku-hug

.

.

.

PRECIOUS

~ However, I will probably remember the priceless time we spent together~

.

.

.

SakuSasu-hug

Sebuket bunga lili putih dia letakkan diatas pusara makam itu. Sejenak menunduk, menautkan jari-jari kedua tangannya, memejamkan mata dan dengan khusyu mendoakan semoga arwah jasad seseorang yang terbaring di sana beristirahat dengan tenang.

UCHIHA ITACHI

Demikian nama yang terukir di nisan batu itu.

“Kak, bagaimana kabarmu? Apa kau damai berada nun jauh disana?” tanya Sasuke. Meskipun mustahil Itachi akan membalasnya, tapi Sasuke berharap ini tetap sampai padanya. “Maaf, aku jarang berkunjung. Aku terlalu sibuk mengerjakan sesuatu. Tapi aku tak pernah melupakanmu. Kuharap kau tak marah dan merasa kesepian. Hmm, coba tebak hari ini aku datang bersama siapa?” Onyx bergulir melirik gadis musim semi yang masih berjongkok seraya berdoa di sampingnya.

“Kak Itachi, apa kabar?” sambung Sakura, “Maafkan aku baru bisa menemuimu sekarang. Setelah bertahun-tahun sejak terakhir kita bertemu, aku masih selalu merindukanmu.” ucapnya. Emerald kembali berkaca-kaca kala ada sedikit kesedihan akan kehilangan kembali terasa.

“Sesuai janjiku, kak, aku membawa dia kemari. Menyeretnya datang menemuimu.”

“Hei, kau tak menyeretku.” protes Sakura, “Aku datang atas kemauan sendiri kok.”

“Ya sama aja, bodoh.” balas Sasuke.

“Ya beda lah.” delik Sakura. “Kalau diseret itu artinya dipaksa.”

“Cerewet.” gumam Sasuke. “Mantan pacarmu ini berisik ya kak?”

“Ish, kak Itachi, adikmu itu benar-benar menyebalkan!” teriak Sakura tak mau kalah.

“Pantas saja dulu kau tak tahan pacaran sama dia.” lanjut Sasuke.

“Adikmu sok sok tsundere tapi manjanya gak ketulungan.” balas Sakura.

“Dia cinta banget sama kamu lho kak, sampai gak bisa move on tuh.” Sasuke menyeringai.

“Padahal sok keren, sok ganteng dan blagunya kebangetan tapi pengalamannya sama cewek nol.” sinis Sakura.

“Tapi aku suka dia, kak.”

“Eh?” Sakura terpana melihat Sasuke yang nampak lain dengan tadi saat mereka tengah bercanda barusan.

“Boleh aku menyukainya?” tanya Sasuke, pandangannya tertuju menatap makam Itachi. “Aku ingin mencintainya, melindunginya, menjaganya, melakukan segala hal yang tak bisa kau lakukan untuk bersamanya, kak.”

Semilir angin di akhir pekan minggu ketiga bulan Juli berhembus sejuk mengisi sejenak keheningan. Sakura perlahan menggenggam tangan Sasuke, seraya tatapannya pun tertuju pada makam itu.

“Aku juga apa boleh menyukainya?” tanya Sakura, “Aku telah mencintainya dengan rasa berbeda seperti saat aku mencintaimu. Tapi kehadirannya saat bersamaku membuatku bahagia seperti saat-saat aku bersamamu.”

“Kurasa boleh.” jawab Sasuke.

“Benarkah?” Sakura menautkan alisnya.

“Hn,” Sasuke mengangguk-angguk.

Dan senyuman Sakura pun mengembang. “Ureshiiiiiiii~…” —Chu, gadis itu kecup sebelah pipi Sasuke.

“Tch, gak sopan. Dilihat Itachi-nii tuh. Harusnya sekalian saja…” Sasuke menarik Sakura mendekat, mengincar bibir tipis itu. Wajah Sakura sudah merona dan masang tampang pengen dicium. Tapi saat jarak mereka nyaris nol senti, Sasuke cepat menarik diri dan malah terkikik geli. “Hahaha, coba kau lihat ekpresinya kak, nih cewek echi banget. Dia pikir aku mau cium apa? Haha…”

“Hiiiii~…” Sakura jadi geram dibuatnya, “Nyebelin! Padahal kau sendiri kan yang duluan menggodaku.” Sakura memukul-mukul bahu Sasuke kesal.

Mereka bermain dan bercanda-canda seperti itu sampai menyadari ada orang lain yang hadir menghampiri tempat mereka.

“Eeh, kak Konan dan Hitachi…” sapa Sakura. Dia bungkukkan sedikit badannya memberi salam pada mereka sementara Sasuke tetap pada wajah stoic andalannya.

Konan sedikit tersenyum dan mengangguk sopan. Hitachi yang dituntunnya terlihat ceria.

KonnichiwaOji-chanOnee-chan…” sapanya.

Konnichiwa.” balas Sakura, lantas membelai—sedikit mengacak-acak helaian rambut Hitachi gemas. “Lama tak bertemu, sepertinya kau cepat tumbuh besar ya.”

“Hitachi sekarang kan sudah empat tahun.”

“Aah, sou ka…”

Hampir setahun berlalu sejak terakhir kali mereka bertemu. Setelah kesalahpahaman itu selesai, Sasuke dan Sakura tahu kejadian yang sebenarnya menimpa Itachi dan Konan telah ungkapkan segala penyesalannya, mereka berhasil melewati beratnya saat-saat kehilangan orang yang dicintai. Terkadang kita hanya harus merelakan mereka pergi agar kita tetap bisa terus hidup menjalani hari.

Sasuke mungkin masih tak bisa memaafkan Konan sepenuhnya. Tapi dia tak lagi menyimpan dendam. Kehadiran Sakura membuatnya melupakan hal itu. Sasuke sendiri pun menyesali perbuatannya yang dulu sempat salah sangka pada Sakura. Dia menyesal pernah mencoba melukai gadis itu. Syukurlah Sakura bisa mengerti. Dia paham kenapa Sasuke seperti itu. Kesedihan karena tak ingin kehilangan dan dalamnya kasih sayang Sasuke pada Itachi menunjukkan betapa besarnya pria Uchiha itu mencinta.

Dan kehadiran Hitachi pun tak luput memberi perubahan pada mereka. Kalau tak ada Hitachi mungkin ada hal-hal yang masih tak bisa mereka terima. Bahwa sosok Itachi yang telah pergi pun bisa hadir dalam bentuk berbeda di dekat mereka.

Demikian pula reaksi keluarga besar Uchiha. Awalnya mereka marah dan tak bisa terima. Tapi bagaimanapun juga Hitachi tetaplah seorang Uchiha. Ada darah Itachi mengalir dalam tubuhnya. Mikoto bahkan menyambut gembira kehadiran Hitachi. Dipertemuan pertama mereka, ibunda Itachi-Sasuke itu langsung memeluk Hitachi begitu dia kenali garis wajah bocah manis itu begitu persis seperti anaknya sendiri. Meski mereka tak bisa mengakui kehadiran Konan dalam keluarga. Konan sendiri tak peduli. Sejak awal dia memang tak menginginkannya. Dia hanya ingin Hitachi setidaknya punya tempat lain untuk pulang dan tahu bahwa tak hanya dia seorang yang mencintainya. Konan ingin Hitachi merasakan cinta kasih keluarga. Mungkin Itachi pun menginginkan hal ini untuk Hitachi.

Dan hari ini tepat lima tahun kematian Itachi semuanya bisa berkumpul tanpa ada lagi kesedihan di hati.

“Kalian juga datang berziarah? Kak Itachi pasti senang melihatnya. Terutama ada Hitachi disini. Kami sudah selesai dan akan segera pulang sekarang.” ucap Sakura. Dia akhiri obrolan singkatnya dengan Hitachi dan Konan. “Sampai jumpa.”

“Campai jumpa… nee-chanji-chan…” Hitachi sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangannya.

“Iuh, kau imut sekali sih Hi-chan, nee-chan pergi dulu ya…” balas Sakura sambil cubit pelan pipi ranum Hitachi.

Jaa~nee-chan…”

“Heh bocah,” Sasuke yang sedaritadi diam saja tiba-tiba memanggil Hitachi. Satu senyuman miring tertoreh di wajahnya. Sebentar berjongkok menyamakan tinggi dengan Hitachi, “Nanti lagi kalau bertemu dia panggil Oba-chan ya.”

“Hah?” Sakura melohok sekaligus blushing mendengarnya. “Apa maksudmu Oba-chan segala?” Habis rasanya seperti dilamar tak langsung oleh Sasuke. Terlebih sikap Sasuke pun…

“Memangnya kau tak mau jadi tantenya Hitachi?” Sasuke malah balik tanya. “Aah, ya sudah kalau tak mau, aku cari orang lain yang mau.” lanjutnya sambil lalu. Mereka berjalan pergi menyusuri jalan berbatu keluar dari komplek pemakaman itu.

“Eeh, bukan itu maksudku…” Sakura lekas mengejar Sasuke.

SasuSaku-walking together

Konan terpana sesaat dia perhatikan sepasang kalung yang dikenakan oleh Sasuke dan Sakura barusan. Membuatnya tersenyum seraya terus memandangi pink dan raven yang berlalu itu dari belakang. Liontin kipas dan bunga sakura tadi mengingatkannya pada satu kenangan akan Itachi. Dia ingat ekspresi wajah ceria Itachi saat sesekali bercerita tentang Sasuke dan Sakura. Kejadian lama saat hari-hari mereka berdua pun bahagia.

“Heh, apa yang membuatmu sampai tersenyum-senyum gaje gitu?” tanya Konan. “Lagi gak waras ya?”

Itachi perlihatkan dua lembar kertas berisi desain gambar kipas dan bunga sakura. “Sewaktu pulang ke Iwa kemarin aku temukan sebuah toko perhiasan yang menerima pesanan rancangan sendiri. Aku berencana membuatkan itu untuk adik-adikku.”

“Adik?” Konan menautkan sebelah alisnya.

“Iya, Sasuke dan Sakura. Aku sayang pada mereka berdua.”

Konan tak begitu mengenal keluarga Itachi. Dia biasa saja mendengar nama Sasuke. Tapi Sakura, dia tahu anak itu kalau tak salah tinggal di satu mansion yang sama dengan tempat Itachi sekarang. “Memangnya si Sakura itu adik perempuanmu?” tanya Konan.

Itachi menggeleng, “Tidak. Tapi entah kenapa aku ingin menjadikan Sakura sebagai adikku. Dia manis dan sepertinya cocok dengan Sasuke, hehe. Kalau ada waktu, aku ingin mempertemukan mereka berdua. Bagaimana menurutmu?”

“Hmm,” Sapphire biru itu hanya bergulir kearah lain. Dari sikap Konan yang cuek tampak dia ingin katakan, ‘Terserah. Bukan urusanku.’

“Tapi tentu saja yang pertama buatku…” Itachi sodorkan sebuah kotak beludru hitam kecil kehadapan Konan, “—kaulah satu-satunya yang paling kusayang.”

Konan membuka isi kotak itu dan melihat sebuah kalung dengan liontin berbentuk bunga mawar putih bertabur batu manik-manik yang cantik.

Otanjoubi Omedetou.” lanjut Itachi sambil tersenyum dan mengecup pucuk kepala Konan.

Konan Akatsuki

“Mamah, kenapa nangis?” tanya Hitachi tampak cemas melihat Konan yang melamun tiba-tiba meneteskan air mata saat menggenggam liontin kalung yang dikenakannya.

Lekas buru-buru Konan seka. Dia menggeleng, “Tidak. Mamah gak nangis kok.” jawab Konan. “Ayo kita pergi sekarang.” ajak Konan.

Dan sampailah mereka di depan makam Itachi. “Beri salam pada ayahmu.”

Itachi, kau tahu… dirimu itu sungguh luar biasa. Aku mencintaimu. Batin Konan.

Konnichiwa, papah…”

.

.

.

F-I-N

.

.

.

SasuSaku-tea time


Afterword:

KYAAAAAAAA… akhirnya tamat juga (^0^)/ uleleleleleule~ *menari kegirangan, seneng luar binasa*

Soalnya udah buluk banget nih fanfic. Buset, publish dari tahun 2012 baru tamat di akhir 2014, wkwkwk… *ditimpuk readers*

Aku suka terharu klo inget ff satu ini coz rasanya paling suka ditagih ama reader yang gak nyangka masih aja ada review dan berharap ff ini selesai. Bahkan ada juga yang suka baca berulang kali karena kangen ama cerita dan lanjutannya (T^T) hikhik… sankyu~…

Di sisi lain kadang merasa bersalah karena kerap kali saya suka PHP, janji updet kapan taunya gak jadi-jadi (-_-) *kamvret emang nih author*

Maaf ya m(_ _)m Ini sudah saya selesaikan. Semoga ceritanya memuaskan. Dan gak nyangka bakal sepanjang ini. Kayaknya ini rekor satu chapter terpanjang yang pernah saya buat deh. Dan rekor tergaje juga tentunya, hehehe…

Ga tau ah apa ceritanya bagus/atau gak -_(-3-)_- Berharap semoga kalian suka dan feelnya dapet. Karena jujur ini tamatnya berubah drastis dari rencana awal, haha.

Yup, kalau ada yang ingin disampaikan silakan langsung aja sampaikan bacotannya (^-*)b


Special Thanks to Reviewers:

Sslove’yumiki, Sarah Zakila, Judy Maxwell, Raditiya, chii, Jile Sing, Marshanti Lisbania Gratia, qori, zoggakyu, Nadya Harvard, Cindy Oktaviani, miyunyun, Itha, nurjanah, Sandra Pangestu, Eguchi Kimizaky, Rei-reixki-ki, Nakaumi–chan, Uchira Shawol Tripel S, Iyyak (๑’⌣’๑)づ♥, ♚♬Ghina Tamami♬♚ (@ghina_pink), YaYaK, syalsyabila.a.p. , amliya, fathir, Rirrin Dhika, Sanny S’llalu, Syariffaturahma, Rikaa Angel Uchihaa, Nazuka Rhenny Uchiha AkasunaGaara, Hoshii Hideyashu AkasuNamikaze, Azu-chan No Hanako, pratiwii, CassiVie, RefinaM, miiong, rengganis sarjito, Glh sasusaku, Himama1408, ierha12, picilya, Miau Chan, Kintan1430, Kotomi-Chan,  Minerva, dini, Ananda Fitri Karimah, ekhye_yuki, ceboiing, newbie, Blog Berita, sakuragami, vitri criez, AkaOni, Tika, Febry’ana hanara, Haruno Ikha Uchiha, Uchiharuno, sung gaeul, nikyota ragumi, jenny fer, muhamad hafsy/konuzuke haky, Aizah, RosyChan, Louis, jinsei no hikari, Ira, Dyah Puspa, Sasuke-kun~, lutfie, rachma_minwooJH, yaumil kawaii,  asiyahfirdausi, ifach, cherryblossom, Afrillia Nurfauziah, sakuragami, annah, Aprilia, akia, SuMeRoDii, Rena Mentari, dafit indra wibowo, sandy, mondestiny, Susanti, Akhsia An Anahid, Asri Widya, hanima, Tanaka’s Shita, patriciakintan, besti, zanah, Aika, Hanami, pradesti deka, Nurul Fukuhara Afifah, Hani, Nila, rere, Akbar, Frida Park_, Aliifah raihani, Lila, besti3, adi uchiha, Adi Lestari, kohara, Ria Agustina, Yayank, yuchan, akasunamoka, Arsya Celline, fitri

And

All of You Silent Readers

GILAAAAA…. ini banyak banget yang komen XD gak nyangka, sumpah senangnyaaaaa~ sekarang pada banyak yang tinggalin jejak <3

*Mohon maaf klo ada yang terlewat dan salah penulisan. Yang pasti saya sangat berterimakasih kepada kalian semua yang sudah menyempatkan diri membaca dan tinggalkan kesan setelah membaca fanfiksi satu ini*

Sign,

FuraHEART

[211214]

(^-^) See You ~Berkenan Komen? (^-^)/

71 Comments

Leave a Reply

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *