DAREKAGA : Chapter 1

Summary:

Meski samar, Sakura ingat tatapan dari orang yang pernah menyelamatkan nyawanya. Selama ini dia mengira itu adalah Itachi. Setelah gagal berkencan dan dipermainkan oleh Itachi, Sakura jadi menghadiri sebuah pesta bersama teman-temannya dan dapati dirinya terbangun di sebuah kamar Hotel dengan seorang lelaki yang tak dia kenal. Tanpa bisa mengingat apa yang sebenarnya terjadi malam itu, Sakura abaikan kejadian itu hingga dia bertemu kembali dengan si lelaki yang tak disangka ternyata punya hubungan dekat dengan Itachi. Perlahan dihadapkan pada kenyataan, Sakura sadari bahwa Sasuke pun memiliki tatapan lembut yang dia ingat.


 

-o0o-

BYUUUURRRRR

Seakan terhempas jatuh menuju dasar kegelapan. Sementara panik justru terus menekanku yang berusaha naik menjadi kian tenggelam. Seiring sesak terasa, menggapai-gapai tak berdaya, perlahan jiwa seolah terbawa ke tempat yang kosong. Aku mulai pasrah. Mustahil akan ada yang menolongku kini di tengah rasa takut dan tersiksa. Namun saat aku berpikir untuk menyerah, secercah harapan itu tiba. Dia yang menarikku kembali ke permukaan. Membuatku mampu menghirup nafas kehidupan. Diujung kesadaranku, samar aku kenali dirinya—sosok penyelamatku.

Ini tampak seperti kisah dongeng sebelum tidur yang pernah Okaa-san ceritakan padaku. Apa kau tahu tentang kisah dongeng Putri Duyung dan Pangeran? Sang Putri Duyung menyelamatkan nyawa Sang Pangeran yang hampir tenggelam di lautan. Saat itulah keduanya jatuh cinta, walau Sang Pangeran sempat salah mengira Putri dari kerajaan lain—orang yang dikenalinya saat pertama kali dia sadarkan diri adalah penyelamat hidupnya. Saat itu Putri Duyung tak bisa menunjukkan sosok dirinya yang sebenarnya ke hadapan Pangeran. Sambil terus mengawasi, berharap suatu hari mereka bisa bertemu kembali. Bahkan bila harus membayar dengan harga mahal, Sang Putri rela menukar suara indahnya dengan sepasang kaki agar dia bisa berjalan bersama-sama orang yang dicintai.

Aku selalu berpikir kisah itu sangat menyedihkan. Seandainya sejak awal Sang Putri berani menunjukkan diri dan Sang Pangeran cepat mengenali siapa penyelamatnya, mungkin mereka akan segera menemui Happy End. Tak akan ada penyesalan. Tak akan ada yang menjadi buih di lautan.

Seperti kisah itu, saat ini aku adalah sang Pangeran. Tapi bedanya, kalau itu aku, aku pasti tak akan salah. Aku sudah tahu dialah penyelamatku. Tatapan lembut yang kulihat saat aku terbangun, itu pasti miliknya, milik orang itu.

“Hei, kau tak apa-apa?”

Uchiha-senpai.


-o0o-

SasuSaku

DAREKAGA

Story by FuRaHEART

Disclaimer:

Sasuke Uchiha x Sakura Haruno x Itachi Uchiha and all characters of NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Rate: Teen
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Length: 2.684 words
WARNING: AU, OOC, (miss)typo, alur GaJe cerita se-mau-gue

Happy Reading

-o0o-



Aku tutup buku kumpulan dongeng anak-anak usai membacanya. Yah, walau sebenarnya tak benar-benar aku baca. Hanya kamuflase agar seseorang di ruang perpustakaan itu tak mengenaliku. Ck, padahal sudah jelas dia tak kenal padaku jadi tak ada gunanya aku bersembunyi sekarang. Tapi entah kenapa aku malah melakukan hal bodoh ini. Mungkin karena pernah dengar kalau tatapan gadis yang sedang jatuh cinta bisa terasa menusuk pada orang yang dimaksud. Ah, jadi ketahuan deh kalau sekarang aku sedang mengawasi orang yang aku suka. Pandanganku terus mengekorinya, dari yang sesaat lalu asyik membaca di salah satu meja tak jauh dariku kini beranjak menuju rak dan tampak sibuk mencari buku-buku lain.

“Duh, gimana nih…” Mendadak aku jadi mulas. Mungkin saking gugupnya memikirkan tindakan yang akan kulakukan bikin perutku terasa melilit. Sejenak aku menghela nafas panjang, berusaha menenangkan diri. Sambil komat-kamit berdoa dan menyemangati diri sendiri, setelah dirasa siap aku pun segera bangkit dari tempatku dan melenggang menghampiri salah satu koridor rak yang berjajar di ruang perpustakaan.

Dekat. Dekat. Semakin dekat. Dan dari celah kosong diantara rak-rak buku itu aku masih diam-diam memerhatikan. Sempat sekali dia memergokiku, mata kami saling bersiborok dan itu bikin aku gelagapan. Lekas saja aku ambil sembarang buku didekatku dan pura-pura membacanya. Tapi saat aku kembali melirik, ternyata dia sudah tak ada lagi disana. Aku jadi celingak-celinguk kebingungan, kemana dia pergi sekarang?

“Mencariku?”

Deg—Jantungku serasa mau copot tiba-tiba ditanya seperti itu oleh seseorang dari belakang. Dan tak hanya itu, karena aku sudah duga saat aku berbalik menghadapnya, orang yang menyapaku barusan adalah dia.

“Ha?” Dengan tampang bodoh aku hanya melohok. Bodoh. Bodoh banget. Hua, rasanya aku ingin tampar wajahku sendiri sekarang. “Enggak kok. ” jawabku kemudian—sok polos.

Lelaki tampan di hadapanku itu sedikit menaikan sebelah alisnya dan terkekeh pelan. “Haha, bilang saja terus terang. Aku sudah tahu kalau kau daritadi mengikutiku, kan?”

“Eh, itu… err…” Aku jadi salah tingkah. Kurasakan kedua belah pipiku memanas. Jangan-jangan saking malunya semburat merah bodoh tampak di wajahku sekarang.

“Ada apa? Kau ada perlu denganku?” Dia kembali bertanya.

Duh, gimana nih, aku makin gugup dan perutku juga makin mulas. Rasanya aku ingin kabur saja. Tapi bukankah sejak awal aku mendekatinya karena memang ada perlu dengannya. Jadi tak mungkin aku melarikan diri. Aku pasti akan ambil kesempatan langka ini.

Aku mengangguk pelan, tak bisa menatap langsung dirinya. Diam sesaat. Tapi aku tahu dia masih menungguku bicara.

Ano, Uchiha-senpai…” ucapku sambil perlahan kuangkat pandanganku, “Arigatou.”

Onyx kelam miliknya sesaat membulat sebelum kembali menyipit dan menatapku seakan tak mengerti.

“Aku ingin berterimakasih atas kejadian tempo hari. Waktu itu kau menyelamatkanku yang hampir tenggelam di kolam renang sekolah. Aku sungguh-sungguh berhutang budi padamu. Dari dulu sebenarnya aku ingin katakan hal ini tapi aku kesulitan mencarimu.” jelasku padanya.

“Aku menyelamatkanmu?” Dia malah balik tanya.

“Iya, hehe. Apa kau lupa?” tanyaku kembali. Kakak senior yang sekarang kelas 3 itu masih tampak kebingungan. “Di awal masuk sekolah, saat aku tersesat mencari ruangan, aku terpeleset ke kolam renang sekolah yang selama liburan tak pernah dibersihkan. Waktu itu semua orang tengah sibuk di upacara pembukaan. Tapi kau ada disitu dan menyelamatkanku. Saat itu kau kan… ehm, Uchiha-senpai yang menolongku, kan?”

“Oh, yang itu…”

“Kau ingat?!” ucapku antusias, setengah berteriak.

“Sstt…” desis Uchiha-senpai memeringatkan. Sepertinya aku lupa kalau kami tengah berada di ruang perpustakaan yang tak boleh berisik. “Ya, aku tahu kejadian itu.”

Yokatta…” bisikku, dalam hati merasa senang.

“Jadi kau hanya ingin berterimakasih saja, eh?”

Sambil tersenyum, aku mengangguk-angguk. “Aku sangat sangat berterimakasih, kak.”

“Ya, sama-sama. Syukurlah klo sekarang kau tampaknya baik-baik saja.” balasnya.

“Tapi tak hanya itu…” lanjutku kemudian, “Ada hal lain yang ingin aku sampaikan padamu.” Dengan perasaan berdebar dan tangan sedikit gemetar, aku rogoh saku rok seragamku dan mengambil sepucuk surat merah jambu dari dalamnya. “A-aku juga ingin kau menerima ini.” Aku serahkan surat itu kehadapannya.

“EEH?!”

“Lengkapnya sudah aku tulis semua disini. Sejak saat itu aku jadi menyukaimu. Aku memerhatikanmu. Aku tak begitu berharap lebih, hanya saja aku tetap ingin menyampaikan perasaanku.” Dengan cepat rentetan kalimat itu aku ucapkan. “Jadi maukah kau menerimanya?”

“Hei, ini… ini apa tak terlalu tiba-tiba? Ck, aduh… gimana ya…”

Ya, aku tahu ini terlalu cepat. Dia pasti kebingungan sekarang. Ada seorang gadis asing tiba-tiba ‘nembak’, bagaimana dia harus bersikap? Aku makin tundukkan kepalaku. Sungguh merasa malu. Beberapa saat menunggu, dia tetap tak juga mengambilnya, aku jadi putus asa.

“Uhm, kalau tidak juga tidak apa-apa, kak. Maaf.” ucapku lesu.

Dan saat aku hendak tarik kembali tanganku yang memegang surat itu, dia cepat menahannya.

“Aku terima.” ucapnya, “Terima suratnya maksudku, hehe. Kalau soal perasaanmu, aku rasa aku masih belum…”

“Iya, gak apa-apa kok kak.” selaku, “Lain kali saja dijawabnya.”

“Hn.” Dia mengangguk.

Diam sesaat. Aku jadi kikuk lagi. Dirasa tak ada yang mau dibicarakan lagi, akupun pamit pergi.

“Ya sudah, kalau begitu… permisi.”

“Hei, siapa namamu?” tanyanya sejenak menghentikan langkahku.

Aku berbalik dan tersenyum, “Haruno. Haruno Sakura, kelas 1-E.”

“Sakura-chan ya…” gumamnya, lantas balas tersenyum. “Kau boleh panggil aku, Itachi.”

Perasaan senang luar biasa memenuhi hatiku. Boleh memanggilnya dengan nama depan saja itu sudah suatu kemajuan tak terduga. Tak sia-sia aku beranikan diriku menghampirinya. Itu lebih dari cukup meredakan separuh kekhawatiranku akan ditolak olehnya. Uchiha-senpai memang baik. Yang terbaik pokoknya. Aku suka dia.

Itachi Uchiha.

Berjalan sambil memikirkan kak Itachi membuatku tak konsentrasi hingga tak sengaja mendepak bahu seorang siswa saat kami berpapasan di lorong. Aku meminta maaf padanya, tapi dia hanya berdecih dan mendelikku tajam sambil berlalu begitu saja. Melihat sikap kasarnya langsung saja merusak mood-ku.

“Hih, dasar pantat ayam!” gerutuku dari belakang, mengomentari tatanan rambutnya yang aneh sambil sedikit menjulurkan lidah meledeknya.

“Hn?”

Melihat kepala si pantat ayam itu seperti hendak menoleh, buru-buru aku lekas kabur. Malas juga bila harus berurusan dengannya. Bukannya aku takut—err, yah takut juga sih sebenarnya. Tapi yang kutakutkan bukan dia, melainkan takut kak Itachi memergoki sifat asliku yang sebenarnya, hihi. Karena tentu saja aku tak ingin perlihatkan sisi diriku yang tak manis di hadapannya.

.

.

.

“Heh Jidat, darimana saja kau?” tanya gadis cantik berambut pirang sekembalinya aku ke ruang kelas.

“Perpustakaan.” jawabku sambil menghampirinya dan duduk di bangkuku. Aku sambar sebungkus roti melon di atas meja. Karena urusan tadi aku tak sempat pergi makan ke kantin, jadi aku meminta Ino untuk membelikan makan siangku.

“Hah, tumben.” ucapnya tak percaya, “Apa yang kau lakukan di perpustakaan?”

“Menurutmu apa? Buang air? Ya enggak lah…”

“Serius, Jidat.”

“Iya, aku juga serius, gendut.”

“Jangan panggil aku gendut!” bentak Ino.

“Kau duluan yang panggil aku jidat, kau pikir aku suka?!” balasku tak mau kalah.

Sebentar kami bersitegang sebelum dilerai Hinata.

“He-hei, sudah cukup kalian berdua. Bukankah itu nama panggilan kesayangan kalian.”

“Hah, yang benar saja?!” dengus kami berdua nyaris bersamaan. Dan melihat kekompakan kami membuat Hinata tertawa kecil.

“Tuh, kan…” ucapnya.

Aku kerucutkan bibirku dan Ino mengibaskan rambut ekor kudanya sok cantik. Tapi kemudian kami berdua ikut terkekeh dan tertawa bersama-sama. Yang namanya persahabatan itu kadang memang ‘aneh’ seperti ini.

Sepanjang sisa jam istirahat itu kami bertiga lanjut mengobrol tanpa menyinggung kembali tentang diriku. Dan aku pun sengaja merahasiakan apa yang sudah aku lakukan tadi tentang kak Itachi. Rasanya terlalu memalukan untuk dibicarakan sekarang. Karena mereka bahkan tak tahu tentang perasaanku pada kak Itachi. Aku tak pernah bilang. Aku pikir itu terlalu mainstream bila gadis sepertiku jatuh cinta pada Pangeran Sekolah.

Ya, kak Itachi Uchiha kan salah satu anggota Dewan Sekolah yang disebut ‘AKATSUKI’, jajaran kelompok elit paling populer di sekolah. Selain pintar dan juga tampan, dia pun sangat baik hati. Aku tahu itu dengan pasti karena dia adalah Pangeran penyelamatku. Jadi biar saja hal ini kusembunyikan dahulu, aku yakin Ino dan Hinata akan langsung pingsan kalau tiba-tiba saja dapat kabar aku dan kak Itachi nanti jadian. Ah, membayangkan hal itu saja sudah membuat hatiku berbunga-bunga.

“Heh, kau kenapa Sakura? Daritadi senyum-senyum sendiri.” tanya Hinata.

“Tidak.” bantahku sambil menggulum senyum.

“Ah, bohong. Ada apa sih? Apa ada hal menyenangkan yang terjadi?”

“Ya, begitulah.”

“Kau pasti sangat antusias menghadiri pesta malam minggu nanti, kan? Tenang saja Sakura, aku sudah atur agar Sai membawa teman-temannya yang sesuai tipemu.”

“Hah?!” Aku cengo sesaat. Rasanya tak begitu paham maksud ucapan Ino. “Apa maksudmu? Pesta apa?”

“Eh, memangnya daritadi kau tak dengar apa yang kami bicarakan?” cengang Ino.

“Kau benar-benar sedang melamun ya, Sakura.” lanjut Hinata.

“Tidak.” bantahku, “Hanya saja aku tak mengerti…”

“Ajakanku minggu lalu. Kau sudah sepakat ikut serta dalam goukon dengan teman-temannya Sai lusa nanti.”

Goukon?!” Aku terhenyak mendengarnya. “Kau tak bilang itu pesta perjodohan, kau hanya bilang apa aku mau ikut main dan ditraktri makan. Bagaimana mungkin aku ikut goukon sedangkan aku sedang naksir ama seseorang?” ucapku. Perihal aku yang jatuh cinta, temanku memang tahu, meski mereka tak tahu pada siapa orangnya.

“Ayolah Sakura, sebenarnya kau itu suka sama siapa sih? Makanya terus terang supaya kita bisa bantu. Jangan berkhayal tentang Pangeran penyelamatmu itu terus dong.”

“Aku tak berkhayal. Orang itu sungguh ada. Kau saja yang tak percaya ceritaku.” balasku kesal.

“Ya, ya, ya. Terserah.”

Aku lekas bangkit dari kursiku dengan cara agak kasar.

“Hei, tenanglah. Kenapa kalian berdua jadi berantem lagi sih?” dengus Hinata, tampak lelah. “Mau kemana, Sakura?!” tanyanya saat aku pun langsung beranjak keluar kelas.

“Buang sampah.” ucapku sambil melambai-lambaikan bungkus roti yang tadi kumakan. Aku sebenarnya tak benar-benar marah barusan. Hanya ingin jeda sejenak.

Setelah membuang sampah dan hendak kembali ke kelas, tiba-tiba ponsel di saku rokku bergetar. Aku langsung rogoh dan membuka kunci layar sentuh itu. Tampak ada tanda pemberitahuan baru dari akun LINE-ku. Dengan cuek aku buka, aku kira siapa yang kirim chat, karena aku sungguh tak menyangka kalau itu darinya.

Seketika aku melohok melihat nama dan foto yang terpampang disana, “Kyaaaaaa…” sontak menjerit dalam hati saat kusadari chat itu berasal dari kak Itachi.

Hai, Sakura-chan. Hari sabtu besok bisa kita bertemu? Aku ingin lebih mengenalmu.

Itu isi sapaannya disertai satu stiker lucu yang dikirimnya. Dengan tergesa-gesa dan saking senangnya tanganku sampai gemetaran saat aku ketik balasan untuknya dengan super cepat.

Hai juga kak, makasih udah add akun Line aku. Iya boleh kak. Mau ketemu jam berapa?

Aku memang cantumkan nomor ponsel, email dan LINE ID milikku di surat yang kutulis untuknya.

Habis pulang sekolah. Tempatnya aku beritahu besok saja ya.

Balas Itachi. Dan aku langsung balas juga dengan stiker bertanda ‘OK’.

“Ye~ah!” aku melompat-lompat kecil saking senangnya seraya kembali ke kelas dimana Ino dan Hinata mengernyit, menatapku aneh.

“Ish, kurasa kau sekarang jadi gila, Sakura.” kata Ino.

“Ada apa denganmu?” tanya Hinata.

Aku tersenyum lebar, “Maaf ya teman-teman, sabtu besok aku skip ikut pesta kalian. Aku sudah ada janji kencan lain, hehehe…” ucapku sambil mengacungkan dua jariku membentuk tanda ‘v’.

Dua pasang nilam biru dan lavender pucat itu pun hanya saling berpandangan heran, tampak penuh tanya.

.

.

.

TBC… Next to Chapter 2

.

.

.


Author Note:

Yo (^-^)/

Wah udah lama ya ga nongol bikin fanfic lagi, hihihi. Kali ini saya muncul dengan judul baru. Maaf nih bukannya melupakan fanfic lain yang terlantar tapi sekarang sedang dalam proses bangkit dari kematian, wkwkwk… InsyaAllah sekarang saya sedang mencoba berusaha buat rutin updet meskipun hanya sedikit-sedikit. Tapi berpikir untuk terus bikin draft sampai banyak pun jadinya suka lama. So, klo tak keberatan dengan status ‘semi hiatus’ saya sekarang silakan terus simak lanjutan cerita yang membosankan ini, hahaha.

Untuk fanfic kali ini formatnya akan sedikit berbeda dari biasa. Saya mau sajikan per chapter isinya dua bagian cerita (Sakura POV dan Another side story—semacam Omake). Gimana menurut kalian? Apa justru lebih baik di post yang berbeda saja, atau gimana?

Terimakasih sudah baca, silakan komen/ review bila ada yang ingin disampaikan.


 

.

.

.

DAREKAGA

(Side Story)

Pemuda itu baru saja pulang ke rumah ketika tawa dan canda tampak terdengar berisik dari arah ruang keluarga. Dia lekas tahu akan kehadiran makhluk-makhluk menyebalkan bawaan sang kakak yang mampir ke rumah mereka sore itu. Sebuah bola kertas tiba-tiba mendarat jatuh tak jauh dari jenjang kakinya yang panjang. Sepertinya barusan ada yang membuangnya ke tempat sampah tapi salah sasaran. Atau jangan-jangan ada salah satu dari teman kakaknya yang bermaksud menimpuk kepalanya? Entahlah. Dan entah kenapa pula tangannya seketika itu reflek bergerak sendiri dan memungut bola kertas yang terjatuh tadi. Selintas terpikir olehnya untuk melempar balik sampah itu pada mereka.

“Yo, Sasuke!”

Beberapa dari mereka tampak mulai menyadari kehadirannya. Kemudian dengan sok akrab menyapa. Namun seperti biasa dengan wajah datar dan ekspresi dingin khasnya, Sasuke tak tanggapi. Bikin kakak lelakinya kesal dan menggerutu. Mengatainya adik bodoh, tak sopan dan lain sebagainya. Dia tak peduli. Dia sungguh terlalu malas untuk meladeni ocehan kakaknya itu. Seharian ini mood-nya memang sedang jelek. Tanpa basa-basi dia pun langsung melangkah pergi, hendak menuju kamar pribadinya yang terletak di lantai dua rumah. Namun sesaat langkahnya terhenti di ujung anak tangga saat ada satu nama tak sengaja terdengar disebut oleh gerombolan teman-teman kakaknya itu.

“Haruno Sakura…”

“Cewek anak kelas 1 yang rambutnya aneh itu kan?” tanya Sasori.

“Yang kayak permen kapas.” lanjut Deidara.

“Yang katamu belakangan ini menguntitmu? Hahahaha… Jadi dia betulan nyatain cinta?” Konan yang tampaknya tak tahu cerita Itachi dari awal mulai penasaran.

“Iya.” jawab Itachi.

Deg—Jantung Sasuke tiba-tiba berdebar kencang, sama seperti saat tadi dia mendengar nama gadis ‘itu’ disebut.

“Idiiiihhh…” cibir Konan. “Mana dong, aku pengen lihat.”

“Mana tadi suratnya? Baca sendiri deh isinya yang lebay, hahahaha…” tawa Itachi terdengar renyah.

“Gak tau, barusan aku lempar kemana ya? Kirain itu sudah jadi sampah.” cengir Kisame.

“Yah, padahal aku baru berpikir ingin memajangnya di mading sekolah.”

“Ide bagus. Hahahaha…”

“Bagaimana reaksi orang-orang kalau ikut membacanya?”

“Pasti memalukan sampai-sampai mungkin dia akan keluar dari Konoha Gakuen.”

“Heh, itu sih keterlaluan.” ucap Itachi tak setuju, “Bisa-bisa aku nanti justru ikut dipermalukan.”

“Lalu apa yang akan kau lakukan padanya?” tanya Hidan. “Ditolak seperti biasa kan?”

Itachi mengangkat bahu, “Entahlah. Tapi karena aku sedang senggang, aku jadi ingin sedikit bermain-main dengannya dulu.”

“Waaaaahhhhh…” seru gerombolan Akatsuki itu menanggapi.

Sasuke kembali melangkah sementara bola kertas di tangannya kian erat dia genggam.

.

.

.

.

Mind to Review? 

52 Comments

Leave a Reply

4 Pings & Trackbacks

  1. Pingback:

  2. Pingback:

  3. Pingback:

  4. Pingback:

Leave a Reply to FuRaha Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *