MY YAKUZA GIRL : Chapter 2

A/N:

Mwehehehehe… *tawa nista

Seneng banget akhirnya bisa lanjut lagi nulis fanfic yang lamaaaaaa terlantar ini. Gila, udah 2 tahun lebih dong ini bulukan ga di updet, wkwkwk. Jujur, asalnya saya udah hopeless fanfic ini mungkin bakal continued berhubung status menulis sekarang hiatus berkepanjangan. Tapi saya putuskan untuk tetap melanjutkannya walau sudah lama dan ga bisa janji bakal rutin updet dalam waktu dekat. Maaf yaaaa~ harap maklum (^-^”)a

Saya juga remake bagian chapter 1 sehingga ga ada lagi percakapan bahasa gaul gue-lo, walau masih tetap aja lebay, haha. Tapi tak merubah isi dan jalan cerita. Silakan yang mau baca lagi dari chapter 1 😀 Oh iya, FF ini ganti jadi rate M (for safe) tapi tidak akan ada IYKWIM. Jadi jangan harap, hahaha… just blushing scene bertebaran ajaaa…

Okay, itu saja dulu bacotan pertama. Selamat membaca.

Cerita sebelumnya…. Baca [Chap 1]


-oOo-

Memang apa yang salah dengan status putra pejabat kepolisian dan putri pewaris klan yakuza? Kami juga manusia. Kami masih muda. Gejolak rasa cinta itu ada tak memandang siapa orangnya. Hanya tahu saat dua hati berbeda berdebar karena hal yang sama, masing-masing dari kami yakin bahwa ‘kau‘-lah orangnya.

Ya, kau… yang datang dan membuatku melarikanmu.

Ya, kau… yang menarikku dan membuatku lari bersamamu.

-oOo-

MY YAKUZA GIRL : Chapter 2 [Dear Me or Dare Me?]

2014-03-23-17-23-35_deco

Story by FuRaHEART

Disclaimer:

Sasuke Uchiha x Sakura Haruno and all characters of NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

Rate: M (for safe)

Genre: Romance, Hurt/Comfort
Length: 4.471 words

WARNING: AU, OOC, No Lemon, (miss)typo, alur GaJe cerita se-mau-gue

Happy Reading

-o0o-

Menemani sarapan pagi hari ini, headline koran yang sedang Tou-san baca tak jauh berbeda dengan tayangan kabar berita di televisi yang sedang kami tonton. Masih sama seperti hari-hari kemarin, masyarakat ramai membicarakan peristiwa penyerangan sekelompok orang terhadap markas kepolisian setempat. Aksi nekat berupa pelemparan bom molotov itu menyebabkan kebakaran, pengrusakan bangunan dan beberapa orang perwira polisi terluka. Peristiwa ini diduga merupakan serangan balasan yang dipicu atas konflik panas yang terjadi di distrik hiburan malam Konoha City sebelumnya. Meski masih dalam proses penyelidikan tapi Fugaku Uchiha selaku Kepala Inspektur Kepolisian Konoha sudah mengantongi beberapa nama pelaku terkait peristiwa ini dan secepatnya akan mengambil tindakan.

“Kami tak akan segan-segan pada pihak manapun yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum.” ujarnya saat diwawancarai oleh pihak media.

Aku simak isi berita itu dan menyadari bahwa sebelumnya aku tak pernah benar-benar memerhatikan pekerjaan Tou-san selama ini. Aku tahu dia adalah seorang pahlawan, baik itu bagiku, keluarga kami maupun masyarakat kota. Sungguh sosok luar biasa yang mengagumkan. Hanya saja sekarang…

“Jadi benar Pah, pelakunya grup yakuza Haruno?” tanya Itachi to the point.

Aku tersedak makananku mendengar satu nama yang kakakku sebut barusan tanpa sensor. Sambil lekas mengambil minum dan cepat-cepat menegaknya, aku lirik ayahku yang masih menikmati sarapan lezat kami sementara menunggu dia berpendapat.

Belakangan ini terkadang hatiku tak tenang. Sejak aku tahu hal konyol yang Sakura jadikan alasan atas penolakan cintaku padanya ternyata memang cukup serius. Konflik keluarga yakuzanya dengan kepolisian sudah sering memanas. Ayahku dan ayahnya kerap bersinggungan dan peristiwa penyerangan kemarin tampaknya kian menambah daftar ketidakakuran mereka. Meski masih belum dipastikan, namun Haruno sebagai kelompok yakuza terbesar di kota ini pun pasti menjadi sorotan utama dan diduga terlibat. Karena banyak dari bisnis ilegal mereka yang ditutup polisi, juga penangkapan beberapa anggotanya atas berbagai tindak kejahatan. Dan tentu saja ada banyak alasan lain yang bisa dijadikan motif.

“Bahkan orang awam sepertimu saja sudah bisa menduganya. Yah, kejahatan mereka sudah menjadi rahasia umum.” jawab Tou-san.

“Kalau sudah terbukti bukankah mudah, tinggal tangkap saja, kan? Apa masalahnya?” tanya Itachi lagi.

Tou-san menggeleng, “Sulit.” singkatnya.

“Tch, apa pengaruh mereka terhadap pejabat tinggi masih cukup kuat?”

“Hn.”

Ya, memang benar. Adanya pejabat korup yang menerima suap dari penjahat tentu makin membuat runyam masalah ini. Mungkin kalau ingin dihabisi harus benar-benar dari akarnya. Dan yang namanya akar tentu sudah menyebar dan kokoh menopang pohon besar yang sulit ditumbangkan. Ayahku seorang idealis, tapi tekadnya saja tak bisa buat dia bergerak bebas meski punya jabatan cukup tinggi di kepolisian. Masih selalu ada tekanan dari posisi lain yang lebih berkuasa yang menghambatnya menegakkan keadilan.

“Polisi belum punya bukti kuat untuk menyeret mereka semua masuk penjara. Terutama pada Kizashi…” bibir Tou-san tersungging menyebut satu nama itu, onyx serupa milikku itupun terpicing tajam, tampak ada emosi lain terpancar dari tatapannya. “Aku sudah memburunya sepanjang karirku dan aku berjanji, akulah orang yang akan menangkapnya.”

Melihat Tou-san sampai seserius itu, aku mengerti bahwa ini tak akan mudah. Seperti memang tak ada jalan untukku dan Sakura bisa bersama.

Karena kau Uchiha, karena aku Haruno. Kita di pihak berbeda.”

Jadi haruskah aku membuang perasaanku padanya?

.

.

.

.

Bel masuk sekolah berbunyi, siswa-siswi bersiap mengikuti jam pelajaran pertama di kelas. Aku pandang bangku kosong di sebelahku. Ini sudah hari ke-empat Sakura bolos belajar. Yah, dia bukannya tak masuk sekolah karena sakit atau apa, aku tahu tiap hari dia datang ke sekolah tapi selalu menghilang seperti biasa, melarikan diri entah kemana. Terlebih akibat konflik keluarganya yang beredar dan sedang memanas di masyarakat pun membawa dampak buruk bagi Sakura. Semakin banyak yang menggunjingkan dirinya. Bagaimana dia tak jengah dan tertekan dengan situasi semacam ini?

Aku sendiri sungguh ingin bertemu dengannya. Karena sejak kejadian di sore hari itu, saat kami merasa melayang dan terbuai dalam debaran hati yang aneh, menciptakan kenangan manis namun pahit diakhir, aku tak sempat berbicara lagi padanya. Pelajaran Kurenai-sensei takada satu pun yang masuk ke otakku kini. Memikirkan Sakura terlalu menyita perhatianku. Aku coba alihkan namun rasanya tak bisa. Aku penasaran. Ada banyak hal yang ingin aku pastikan. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan.

Aku bangkit dari dudukku dengan tiba-tiba dan itu cukup menarik perhatian satu kelas.

“Ya? Ada apa Uchiha-san?” tanya Kurenai-sensei melihat aksiku.

Sensei, aku permisi…”

ZRAAK—pintu kelas terbuka.

“Permisi…” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul. Rasanya seperti deja vu. Ada makhluk aneh yang menyita perhatian semua orang dariku saat aku tengah berbicara.

“Sakura?!” batinku cukup terkejut melihat kehadirannya.

Gadis itu membungkuk sebentar pada Kurenai-sensei, “Maaf aku terlambat.” ucapnya kemudian lantas bergegas duduk di bangkunya, di sebelahku.

Mendadak aku jadi seperti orang bodoh, saat Sakura duduk, aku pun ikut duduk. Kurenai-sensei mengernyit heran memandangku—atau entah pada Sakura yang datang tiba-tiba, namun dia tak banyak bertanya dan kembali menerangkan materi pelajaran. Sebentar dia memperingatkan seisi kelas yang mendadak ribut. Aku urungkan niatku pergi keluar kelas, toh apa yang tadi ingin kucari sudah ada disini, datang dan menghampiriku sendiri.

“Kemana saja, bodoh?” gumamku sambil melirik Sakura yang sedang mempersiapkan buku-buku pelajarannya.

“Ehm,” gadis itu sekilas hanya mengangkat alis dan balas tersenyum padaku. Senyuman kecil yang dipaksakan dan membuatku kian bertanya-tanya ada apa dengannya?

Jam pelajaran selanjutnya kebetulan adalah homeroom. Kakashi-sensei hendak melakukan pergantian tempat duduk yang sudah tertunda selama beberapa bulan. Sebagian besar siswa tampak antusias, beberapa lainnya ada yang tak suka, karena merasa tempatnya sekarang sudah cukup strategis dan enggan berpisah tempat dengan teman yang sudah mereka kenal dengan akrab.

Ya, aku pun begitu. Kalau saja ini bulan lalu, saat aku tak mau berbagi tempat dengan Sakura, tentu aku sangat mengharapkan pergantian ini. Tapi sekarang situasinya sudah berbeda. Aku malah merasa tak ingin berjauhan dengan gadis di sampingku. Tak bisa kubayangkan kalau misalnya teman sebangkuku nanti adalah fans yang tergila-gila padaku, dipastikan aku tak akan bisa belajar dengan tenang. Sebenarnya jauh sebelum aku menyadari perasaanku terhadap Sakura, aku sudah merasa nyaman berada di sampingnya. Kurasa dia tak terlalu berisik dibanding dengan gadis yang lain.

Sakura sendiri entah dia ingin pindah atau tidak. Gadis itu hanya memangku wajah cantiknya dengan kedua tangan di atas meja, tampak tak berminat. Terlebih sepertinya banyak anak-anak di kelas yang berharap agar tak dipasangkan dengan Sakura.

Tibalah saatnya aku mengambil kertas undian. Aku kecewa dan mendengus dalam hati saat aku harus pindah dari bangkuku sekarang. Meskipun itu tak terlalu jauh, hanya tinggal memindahkan tasku ke bangku di depan bangkuku yang lama.

“Hai, salam kenal.” sapa teman sebangkuku yang baru. Namanya Sai. Wajah pucatnya tersenyum ramah dengan mata menyipit.

“Hn.” hanya begitu saja responku. Kurasa ini masih mending daripada sebangku dengan yang lain.

“Wah, tak kusangka aku bisa sebangku denganmu, Jidat?!” ucap seorang gadis berambut pirang dikuncir ekor kuda dengan sebelah poni terurai panjang. Gadis itu duduk di tempat Sakura dulu, dan Sakura ternyata duduk di belakangku, menempati bekas bangkuku. Aku bersyukur kami masih duduk berdekatan walau tak sebangku.

“Eh, kau—Ino pig…”

Aku kira mereka akan bertengkar, karena kulihat si cewek Yamanaka itu cukup berani bersikap sok akrab dengan Sakura. Tapi kekhawatiranku rasanya tak perlu, saat kulihat Sakura tampak tak masalah. Dan hei, sebenarnya baru kali ini aku melihatnya berinteraksi dekat dengan anak perempuan sekelas.

“Kyaaa, akhirnyaaaaa… kalau sebangku gini kita tak perlu sembunyi-sembunyi lagi kan?” lanjut Ino sambil berjingkrak-jingkrak kecil tampak senang. “Aku merindukanmu. Aku berharap kita bisa mengobrol dan cerita banyak hal seperti dulu.” Dipeluknya Sakura dengan erat.

“Ya, iya, iya, aku juga rindu.” balas Sakura seraya melepaskan dekapan Ino. “Tapi jangan terlalu dekat juga, aku tak mau kalau sampai kejadian waktu itu terulang lagi. Gimana kalau nanti ada orang yang mencoba menyakitimu seperti…”

“Tenang saja. Kau tak usah khawatir, Sakura. Kali ini aku jauh lebih kuat. Kalau sampai terjadi sesuatu aku pasti akan balas melawan mereka.”

“Haha, bisa saja…”

“Penasaran kan?” Sai tiba-tiba bertanya padaku. “Wajahmu tampak heran melihat keakraban mereka.”

Aku hanya mendehem dan pura-pura cuek. Tak kusangka ada yang memerhatikanku yang diam-diam mencuri dengar obrolan dua gadis di belakang.

“Mereka sudah berteman semenjak SD. Tapi saat SMP persahabatan mereka renggang. Sakura memutuskan untuk tak berteman dengan siapapun setelah Ino terluka karena di bully orang-orang yang tak suka dengan Sakura. Dia tak ingin ada lagi yang terluka. Sulit untuk menyakiti gadis itu secara langsung, jadi mengincar orang-orang di sekitarnya akan jauh lebih mudah.”

“Tch, bicaramu tampak seeperti kau kenal baik dengan mereka.” sindirku

“Ino itu pacarku, dia yang menceritakannya.” jawab Sai. “Menjadi seorang Haruno itu memang ditakuti tapi sekaligus dibenci. Kau juga pasti menyadarinya, kan? Walau aku rasa itu sama sekali tak berpengaruh untukmu.”

“Pengaruh untukku…” heranku.

“Iya, Sasuke-kun mungkin hanya kau seorang saja di sekolah ini yang bisa melindungi Sakura.” sambung Ino tiba-tiba nimbrung.

“Hei, kalian ini bicara apa sih? Tak ada hubungannya dengan Sasuke, jadi tak perlu bawa-bawa dia segala.” ucap Sakura sambil menatap sebal padaku.

“Tapi itu benar, Jidat. Aku sudah memerhatikan kalian berdua sejak lama. Sepertinya memang jika kau bersama Sasuke kau pasti akan baik-baik saja. Habis Sasuke itu juga pamornya sama terkenalnya denganmu. Jadi tak mungkin akan ada yang macam-macam dengannya untuk sekedar mengganggumu. Terlebih kalian berdua sebenarnya pacaran, kan?”

“EH?!”

Blush, aku rasakan sedikit hawa panas mulai menyebar di wajahku saat tanpa sengaja aku dan Sakura saling berpandangan usai mendengar tuduhan itu. Sedikit semburat merah di pipi Sakura pun muncul. Apa sama sepertiku, dia pun jadi teringat sekilas kenangan kami di senja hari itu?

“Ya ampun, Ino, pikiranmu berlebihan.” sanggah Sakura, “Aku tak pacaran dengannya!”

JLEB! Terimakasih Sakura, kejujuranmu barusan sontak menikam langsung tepat ke hatiku yang berbunga-bunga. Aku berdecih dan tersenyum sinis padanya. Aku sempat lupa betapa menyebalkannya gadis itu di sisi lain.

Sai tertawa dan menepuk-nepuk bahuku sok simpatik, “Yang tabah ya, Sas.” Barusan memang rasanya aku seperti sudah ditolak mentah-mentah.

“Hei, ayolah, jangan bohong padaku. Kalian berdua cocok. Aku paling sering melihatmu bersama Sasuke di sekolah.”

“Tentu saja itu karena kami dulu teman sebangku.” Sakura ngeles.

“Tapi bukan berarti perasaan itu tak ada, kan? Hayo, Sasuke bahkan tak menyangkalnya.”

Aku hanya putar pandanganku, berpura-pura melihat ke arah lain. Ucapan Ino memang ada benarnya.

“Kenapa kalian tak pacaran saja? Seperti yang tadi kubilang, Sasuke itu bisa jadi…”

“Sudah cukup, jangan dibahas lagi.” Sakura mulai menghindar. “Justru sebaliknya, apanya yang cocok…” kata-kata gadis itu memudar, terlalu pelan untuk terdengar di tengah suasana kelas yang berisik. Namun gerak bibir itu masih bisa terbaca olehku, saat dia berkata, ‘kami berdua sama sekali tak pantas bersama…’

.

.

.

.

Aku bukannya tak tahu, hanya saja merasa tak yakin dengan perasaan Sakura padaku. Apakah dia sebenarnya menyukaiku atau membenciku? Sikapnya tak terbaca membuatku tak bisa menduga apa yang dia inginkan dariku. Terkadang Sakura bersikap manis dan membuatku makin menyukainya. Dia seperti membutuhkanku, dia mencariku meskipun untuk hal-hal tak penting sekedar membantunya melarikan diri dari pengawal yang entah dimaksud melindunginya atau justru mengekangnya.

Ino benar, anak buah Haruno tahu siapa aku sehingga tak berani mengusikku. Mereka menghindar berurusan denganku. Mungkin karena itu pula Sakura masih suka sembunyi dalam pelukan atau dibalik punggungku. Aku memang seperti dimanfaatkan olehnya, tapi aku sendiri tak keberatan. Karena semua ini membuatku makin mengenal dirinya. Sosok lemahnya dan juga betapa kuat dirinya.

Seperti di hari aku menemukannya duduk sambil memeluk lutut di sudut ruang perpusatakaan. Aku temukan lagi satu tempat rahasianya di sekolah, selain atap gedung, dan ruang kelas yang kosong. Dia bilang dia sedang benci semua orang, walau mungkin maksudnya hanya pada beberapa. Dia ingin sendiri tapi mencegahku pergi saat aku membiarkannya. Dia memintaku duduk di sampingnya. Tanpa banyak bertanya dan dia pun tak begitu banyak cerita, Sakura sandarkan kepala berhelaian merah muda itu di bahuku.

“Sebentar saja, Sasuke. Aku lelah…” ucapnya.

Entah karena apa itu, aku tak tahu. Sakura tak terlihat seperti kehabisan energi. Mungkin lelahnya ada pada hati.

Udara sejuk yang dihembuskan pendingin ruangan berbaur dengan sedikit kehangatan cahaya mentari yang menyusup lewat celah kaca jendela perpustakaan. Menampilkan siluet debu-debu halus pada garis cahaya diantara rak-rak buku berjejer yang jarang dikunjungi orang. Dalam ketenangan di sekitar wangi buku-buku yang lama tak terbaca, hanya degup jantungku yang bersuara bersama dengan helaan nafas gadis itu yang tertidur. Memerhatikan wajahnya, aku kecup pucuk kepala merah muda itu sebelum aku sadari aku pun ikut tertidur. Meski saat aku terbangun, aku sudah tahu dia tak akan ada di sampingku.

Lalu di waktu lain Sakura akan bersikap memusuhiku. Wajah cemberutnya, tatapan tajamnya, gerutuannya, umpatan kekesalan yang dia lontarkan padaku saat itu menyangkut berbagai hal yang tak kumengerti. Entah bawaan PMS atau apa…

“Ayahmu menyebalkan!” ucapnya padaku tiba-tiba saat dia menghadangku yang sedang berjalan di lorong kelas, “Kenapa suka mencurigai orang yang tak bersalah? Paman Teuchi memang berjualan atas nama usaha kami, tapi dia cuma jualan ramen, bukannya miras. Tiba-tiba dirazia dan malah digelandang ke polisi, hanya karena tempatnya tak berizin dan menyalahi aturan. Padahal paman orangnya baik, tempatnya tak pernah dijadikan tempat transaksi barang ilegal. Kau juga tahu sendiri kan, kau pun sering makan ramen bareng si Dobe itu di Ichiraku?”

“Hn?” Aku mengernyit tak mengerti.

“Terus kemarinnya lagi, beberapa pub yang pure hiburan malah masuk blacklist dan terancam tutup. Ya ampun Sasuke, kalian kan tak usah sampai segitunya menutup tempat usaha orang lain. Tak semua pub yang dimiliki Haruno itu tempat prostitusi. Kau tahu berapa karyawan yang terancam dipecat dan jadi pengangguran nantinya kalau tempat itu jadi digusur? Gimana mereka bisa hidupi keluarganya kalau gini? Memang kau dan pemerintah mau menanggung semuanya?” Sakura mendorong bahuku.

“Hoi…” protesku tak terima.

“Kau mau aku beri daftar usaha ayahku mana aja yang ilegal dan membantu ayahmu menangkap dan menghabisi kami? Heh, itu maumu kan?” Sekali lagi Sakura mendorong bahuku, “Makanya kau perlahan-lahan mulai membersihkan wilayah luar dulu biar makin lama makin masuk ke dalam, eh?” Dia kian mengintimidasiku.

“Hoi…”

“Aku juga kesal dengan bisnis keluargaku. Aku ingin membantumu, tapi maaf, aku masih belum bisaaaaaa…”

“Hoi, Sakura…” geramku.

“Jangan paksa aku, Sasuke!”

“Sakura,…” Aku mulai kesal karena rasanya daritadi seperti sedang dilabrak.

“Apaan sih?!” bentaknya.

“Kau yang apa-apaan?!” Aku balas membentak, “Kau kesal pada polisi atau ayahku, kenapa malah memarahiku? Aku kan tak ada hubungannya. Mana aku tahu urusan orang tua kita. Kau tak lihat dirimu sendiri? Lihat pekerjaan ayahmu itu apa sampai ayahku bersikap begitu padanya!”

“Ugh,…” Sakura mengeram. Bibirnya terkatup rapat sementara emerald hijaunya memandangku sinis.

“Apa?!” tantangku kembali, karena kulihat sepertinya Sakura masih ingin bicara.

Sebentar onyx dan emerald bertatapan tajam, sampai Sakura tiba-tiba berkata, “Aku ingin botakin kepala kamu, Sasuke!”

EEH?!

Aku melohok mendengar ucapannya, mengernyit heran. Kenapa tiba-tiba dia bicara hal yang sama sekali tak nyambung?

“Aku ingin botakin kepala kamu!” ucap Sakura sekali lagi dengan lebih jelas, bahkan sambil beraksi mengacungkan jarinya menunjuk kepalaku. “Kepala pantat ayammu itu selalu menghalangiku saat sedang belajar di kelas. Kenapa orang tinggi sepertimu harus duduk di depanku? Dasar sok keren!” lanjutnya sambil lalu masih dengan bersikap marah.

Dan aku hanya sweatdrop mendengarnya mengataiku begitu.

Serius, dia ingin membotakiku?

Kemudian jawabannya aku dapatkan saat pelajaran PKK berlangsung. Saat sedang asyik membuat prakarya kelompok, tiba-tiba saja beberapa lembar ujung rambut ravenku jatuh berguguran. Meskipun cuma sedikit tapi itu rambutku, kan? Dan dihadapanku yang mengeram kesal, gadis tengil itu malah tersenyum jail sambil memainkan gunting kecil di tangan kanannya.

“Ups, gak sengaja, hehe…” cengir Sakura. “Tadinya aku hanya bercanda. Habis kepalamu tiba-tiba bergerak sih, jadi aku…”

Brak

Aku bangkit dari kursiku. Ino dan Sai yang jadi teman satu kelompok kami pun hanya terdiam. Mereka juga sama melohoknya melihat tindakan Sakura yang amazing kurang ajarnya tadi dan mereka tahu sebaiknya mereka tak ikut campur urusanku dan Sakura.

“Hiiiiii~…”

Sakura langsung melarikan diri keluar dari kelas melihat reaksiku tak main-main. Lalu akupun segera mengejarnya tanpa basa-basi. Aku sungguh akan beri gadis itu pelajaran. Kami berlari melewati lorong-lorong kelas. Sempat ada guru yang menegur dan menghentikan kami, namun setelah tahu itu Sakura, dia malah membiarkannya. Membuatku makin repot mengejarnya.

“Berhenti, Sasuke! Cukup! Iya aku minta maaf!” teriak Sakura sambil berlari sesekali melihat ke arahku.

Menyuruhku berhenti sedangkan dia terus lari? Yang benar saja. Aku kian cepat ayunkan jenjang kaki panjangku. Hingga sampai di belakang gedung sekolah akhirnya aku bisa menghentikan Sakura. Aku raih bahunya dan paksa dia berbalik. Sementara Sakura memekik, tak aku lepaskan dia. Aku hempaskan gadis itu hingga menabrak batang pohon di dekat kami. Membuat daun-daunnya sedikit berguguran. Sakura limbung namun tak sampai jatuh. Aku benar-benar emosi padanya. Aku pikir aku tak perlu lunak lagi memperlakukan dia.

Bahkan setelah kuperlakukan begitu dia masih saja terkekeh-kekeh. “Boleh juga kau. Ayo lawan aku!” tantangnya sambil menyeringai manis dan pasang kuda-kuda. “SHANAROOO…”

Aku masih pada tampang stoic-ku saat menghindari pukulannya yang melayang tiba-tiba. Apa dia sungguh ingin kami berdua berkelahi? Ya ampun, meskipun aku kesal setengah mati tapi dia itu seorang wanita, mana bisa aku balas memukulnya. Lagipula aku dengar kabar, sedikit saja menorehkan luka di tubuh Haruno ojou-sama, bisa berbalik fatal padamu. Dalam arti, anak buah yakuzanya akan balas memukulimu. Tapi tentu aku pun tak akan diam saja diperlakukan begini.

Saat ada kesempatan aku ambil tangan Sakura dan menahannya. Sekuat tenaga dia melepaskan diri lalu dengan cepat balas menendangku. Aku tahan kakinya, dia putar kaki satunya lagi dan mengenai tubuhku. Kembali melayangkan pukulan, aku berhasil menghindar, menahan kedua tangannya dan memutarnya ke belakang. Kali ini kutahan lebih kuat. Tak akan kubiarkan dia berbuat seenaknya lagi.

“Dasar gadis liar, kau pikir bisa melawanku?” desisku di telinganya. Begini-begini juga aku pernah mendapat pelatihan bela diri bersama nii-san sejak kecil dari Tou-san. Jadi aku tahu cara melumpuhkannya, walau baru pertama kali ini aku coba pada orang lain di luar sesi latihan.

“Lepaskan aku, Sasuke!” pinta Sakura sambil terus usik dalam tawananku.

“Enak saja.” Tak kukendurkan sedikit pun dia.

“Lepas! Lepaskan aku! Kalau tidak, aku akan teriak!” ancamnya.

“Sstt… berani melakukannya, aku bungkam kau!”

“Haha, coba saja.”

“Aku bungkam mulutmu dengan mulutku, mau?” tawarku setengah bercanda. Terbaca olehku, Sakura akan punya kesempatan melarikan diri jika cengkeraman tanganku yang menahan tangannya kendur.

Emerald itu melotot, “Mesum.” gerutunya.

“Makanya diam!”

Bukannya menurut gadis itu malah berusaha menyeretku sambil terus berontak dengan gerakan tak terkendali. Kesana-kemari, berusaha menginjak kakiku bahkan menyerangku dengan membenturkan kepalanya. Terus begitu hingga tanpa sadar langkah ini membawa kami berdua mendekati kolam dan…

Byuuurrr

—terbawa oleh Sakura yang terus mencoba melepaskan diri dalam dekapanku, aku pun sama-sama ikut terpeleset jatuh ke kolam itu.

“AAAARRRGGGHHH…” raung kami berdua.

Karena ini bukan sekedar kolam biasa. Tempat kami tercebur sekarang itu adalah kolam tempat penampungan air kotor.

“Yack…”

Bau menyengat disekitar kami sangatlah busuk, namanya juga air comberan. Membayangkan terjerumus sebelah kakimu saja bisa sangat menjijikan apalagi setengah tubuh kami sekarang terendam. Aku tak habis pikir kenapa ada kolam begini di sekolah. Apa mungkin ini jadi kolam hukuman bagi murid yang nakal sehingga sengaja dibiarkan? Entahlah, yang jelas ini membuat kami berdua sangat kotor sekarang. Sementara kami lekas keluar dari kolam, Sakura terus mengumpat, malah menyalahkanku karena kecerobohannya.

“Ah, dasar sial. Lihat nih perbuatanmu. Coba tadi kau lepaskan aku.”

“Hoi, kau pikir tadi siapa yang banyak tingkah?” balasku, “Kau yang sial, bodoh!”

“Iiih, bau, Sasuke. Jijik.”

Sepatu, bawahan dan kemeja seragam kami basah oleh air kental berwarna hitam. Bahkan Ujung rambut Sakura juga sampai ikut kotor. Aku tak tahu kondisiku bagaimana, apa di wajahku juga ada beberapa cipratan air seperti di wajah Sakura. Keadaan kami benar-benar parah dan kacau—plus menjijikan tentunya.

“Gimana nih, harus cepat dibersihkan. Tubuhku rasanya sudah gatal-gatal. Kalau begini aku bisa terkena penyakit kulit.” gerutu Sakura, dia masih mencak-mencak sementara sesekali menggaruk jenjang kaki dan tangannya.

“Panggil pengawalmu sana, jemput, minta ijin, terus pulang.”

“Tak bisaaaaa…” rengek Sakura. “Kalau orang rumah tahu aku pulang dalam keadaan begini, besok satu sekolah bisa heboh. Ayah mungkin mengira ada yang macam-macam padaku.”

“Tch, menyusahkan saja.” dengusku. Aku cukup mengerti situasinya, tapi kami tak mungkin juga kembali ke kelas dengan keadaan begini. Sebentar aku berpikir dan terlintas ada hal yang bisa kami lakukan sekarang. “Ayo ikut.” ajakku pada Sakura.

“Kemana?” tanyanya.

Aku tak menjawab pertanyaan Sakura sampai kami tiba di tujuan. Tempatnya tak begitu jauh, kami hanya harus memutar dan menyusup ke belakang gedung olahraga. Syukurlah tak ada guru patroli dan siswa yang berlalu lalang. Di aula pun kelas sedang asyik bermain basket. Jadi kami berhasil sampai disana tanpa ketahuan. Tepatnya kami sekarang ada di ruang ganti khusus guru.

Emerald itu melohok, menatapku penuh tanya saat aku terus mengajak Sakura menyelinap masuk ke dalam. Sesuai dugaanku disini sepi. Tentu saja karena jam pelajaran masih berlangsung. Lagipula tempat ini memang jarang digunakan.

“Mau apa kita?” tanya Sakura.

“Mandi.” jawabku. Aku bongkar isi lemari perlengkapan dan syukurlah menemukan beberapa pakaian olahraga yang bisa kami gunakan sebagai baju ganti. Aku berikan satu stel pada Sakura, lengkap dengan handuk bersihnya. “Khusus guru memang beda ya.” gumamku menanggapi banyak perlengkapan yang bisa kami gunakan untuk membersihkan diri termasuk sabun cair dan shampo yang mustahil ada di ruang ganti siswa. Tak percuma aku memilih tempat ini.

“Heh, memangnya kita boleh begini?” tanya Sakura agak was-was.

“Tentu saja tidak.” jawabku, “Ayolah, ada apa denganmu? Kenapa mendadak takut? Padahal biasanya juga kau santai saja melanggar aturan sekolah.”

“Bukan gitu. Tapi ini…”

Kami sudah sampai di kamar mandi. Ada tiga ruang. Satu toilet dan dua bilik mandi lengkap dengan shower disana. Tempatnya bersebelahan. Itu artinya…

Aku dan Sakura saling pandang, namun cepat aku berpaling saat aku sadari mungkin kami berdua tengah memikirkan hal yang sama sekarang. Dua bilik bersebelahan yang cuma disekat sebatas papan triplek tipis, itu artinya sama saja secara tidak langsung kami berdua akan mandi bersama?!

“Aku duluan ya. Ladies first.” ucap Sakura, “Kau tunggu sebentar di luar.” pinta gadis itu.

“Tidak bisa.” tolakku, “Badanku juga sudah mulai gatal. Aku tak bisa menunggu lebih lama.” Tak peduli apa yang dikatakan Sakura, aku lekas masuk saja ke bilik paling pojok. “Sudahlah, jangan berpikir macam-macam. Aku tak akan mengintipmu. Mandi sana, mandi saja. Kau mau bersih tidak?”

“Uhm,” Sakura kerucutkan bibirnya, dia masih terdiam sambil masang tampang cemberut sesaat sebelum aku tutup pintu bilik shower-ku.

“Terserah!” ucapku padanya, sambil tak bisa menahan seringai di wajahku saat ini.

Jutaan tetes air yang mengalir dari shower terasa dingin menyentuh kulitku. Tentu tak ada keran air panas disini dan meski sekarang masih sekitar pukul sepuluh siang tapi tetap saja sensasi pertama membuatku menggigil. Belum lagi aku sudah kedinginan karena tercebur tadi. Kalau bukan untuk membersihkan semua kotoran ini aku tak mau mandi jam segini di penghujung akhir musim gugur sekarang ini.

Begitu pula dengan Sakura. Kukira dia akan menyerah dan memilih menunggu sampai aku selesai mandi duluan, tapi ternyata tidak. Kudengar suara samar pintu di bilik sebelah tertutup dan shower mulai menyala.

“Awas kau kalau coba mengintipku, akan kucongkel kedua matamu!” ancam Sakura.

Aku terkekeh pelan mendengarnya, “Kau yang jangan coba mengintipku.” balasku.

“Idih, siapa yang mau lihat badan kerempengmu, Sasuke?!”

“Kerempeng?” dengusku. Aku perhatikan badanku yang kini sedang telanjang. Tubuh atletis dengan otot terbentuk sempurna ini rasanya jadi ingin kuperlihatkan pada Sakura. “Tch, bukannya itu kau? Yang antara punggung dan dada saja tak ada beda.”

Duak

Aku terlonjak kaget saat Sakura menggebrak bilik penghalang kami.

“Kau minta kubunuh ya?!” teriaknya dengan nada kesal.

“Hentikan Sakura, kau ingin hancurkan tempat ini dan kita ketahuan?” ucapku.

Sakura terdiam, mungkin dia sedang berpikir atau mendengus menahan kesal. Ayolah, dinginnya air shower ini harusnya bisa mendinginkan pula kepala musim semi itu.

Tok tok tok

“Apa lagi? Kau sungguh ingin rusak penghalangnya dan kita bisa saling lihat tubuh masing-masing?”

“Bukan itu, bodoh!” bantah Sakura, “Shampo dan sabunnya, aku minta.”

“Oh.”

Aku berikan botol-botol itu pada Sakura lewat celah di bagian bawah sekat setelah aku ambil beberapa bagian untukku pakai membersihkan tubuhku. Kami tak lagi banyak bicara setelah adu mulut tadi. Karena situasi sekarang memang cukup tak nyaman bagi kami berdua, khususnya untukku sendiri. Tiap kali memikirkan dan membayangkan Sakura seperti apa dan sedang apa di sebelah membuat jantungku berdegup kencang. Belum lagi ada rasa tegang yang membuatku panas, sampai tak kurasakan lagi dinginnya air shower tadi. Mendengar desah suara Sakura yang berbaur dengan bunyi percikan air benar-benar menggangguku. Kalau terus seperti ini bisa-bisa pikiranku makin kacau.

Maka tak perlu berlama-lama, setelah kupastikan tubuhku bersih dan tak berbau busuk comberan, aku sudahi saja ritual mandiku.

“Sudah selesai?” tanya Sakura, mendengar aku mematikan keran air.

“Hn, duluan ya.” ucapku sambil bergegas keluar bilik.

“Jangan tinggalkan aku. Jangan keluar dulu dari sini.” pinta Sakura, “Aku sebentar lagi…”

“Iya, aku juga belum berpakaian. Aku tunggu di ruang ganti.” jawabku.

Dan aku masih belum selesai berpakaian, hanya baru mengenakan celana training, mengencangkan talinya agar tak merosot, saat tiba-tiba pintu ruang ganti terbuka dan Sakura yang berwajah panik masuk begitu saja sambil masih berbalut handuk.

Aku melohok melihatnya. Bukan karena sekedar penampilannya, wajah polosnya, rambut basahnya, tapi kabar yang dia sampaikan padaku setelah itu.

“Gawat, Sasuke. Ada orang yang masuk kemari.”

“EH?!”

.

.

TBC… next to Chapter 3

.

.


A/N:

Greget banget nulis TBC disaat kalian asyik baca bagian akhir dengan perasaan tegang, hehehe… pasti bikin penasaran. Kira-kira SasuSaku bakal gimana nih? *spoilernya Sasuke akan melihat bagian diri Sakura yang tak pernah diperlihatkan pada orang lain, mwehehehehe… apa coba? Hubungan mereka juga akan makin dalam dan mulai ada kejelasan apa mereka berdua akan pacaran. Walau nanti pasti ada lagi kejadian tak terduga, hihihi.

Tunggu aja lanjutannya yaaaaa~

Special Thanks to Reviewers:

 Raditiya, nadya harvard, chii, iyyak, Jile Sing, Eguchi Kimizaky, Susan Apriliani, Lya, nur janah, Ayu Yui, tija, Siti Ruqaiyyha, bobby, rei-reixki-ki, zoggakyu, miyunyun, echa, putri indah, Kotomi-chan, dafit indra wibowo, Uchiha Arsya, Ria Agustina, Ann, handhul, nida, fafafafa, Fitria aisyah, Siskafitria, saitou michiyo, hamidah febriana, 

And

All of You Silent Readers

*Mohon maaf klo ada yang terlewat dan salah penulisan. Makasih buat yang udah baca dan mengharapkan kelanjutan fanfic ini, baca review kalian sungguh bikin saya terharu saking senangnya. Silakan kalau ada lagi yang ingin disampaikan, jangan lupa komen saja.

Sign,

FuraHEART

[010515]

(^-^) See You ~RnRnC? (^-^)/

36 Comments

Leave a Reply

One Ping

  1. Pingback:

Leave a Reply to chii Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *