MY YAKUZA GIRL : Chapter 4

Cerita sebelumnya… Baca [Chap 1] [Chap 2] [Chap 3]

-oOo-

Aku tahu hidup memang penuh kejutan dan kenyataan kadang berbeda dari apa yang direncanakan. Lalu sebagai manusia, yang bisa kita lakukan hanya menghadapinya. Satu keputusan yang dibuat sekarang mungkin menentukan jalan kehidupan kita selanjutnya. Apa harus dimulai lewat sebuah kebohongan? Atau dengan berani mengungkapkan kebenaran?

“Siapa gadis itu? Pacarmu?”

Kami berdua masih terdiam. Kikuk. Salah tingkah dengan perasaan berdebar. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Sakura perlahan melepaskan tangannya yang merangkul lenganku. Tak kusangka kami akan tertangkap basah seperti ini. Dan mana bisa aku menyangkal pada ibuku bahwa Sakura bukan pacarku sedangkan dia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana perlakuan Sakura padaku. Tapi aku juga tak bisa dengan tegas berkata, ‘Ya’. Pilihan manapun sama saja dengan bunuh diri.

“Dia—”

“Iya,” ucap Sakura tiba-tiba menyelaku bicara. “Aku pacarnya Sasuke.”

Dua pasang onyx sontak melohok. Lain dengan tatapan berbinar milik ibuku, aku menoleh menatap Sakura tak percaya, bagaimana bisa dia putuskan untuk berterus terang sekarang?!

“Wah, benarkah?” Reaksi ibuku langsung heboh, lekas menyambar dan menggenggam kedua tangan Sakura. “Sudah kuduga. Aku tak pernah lihat Sasuke jalan atau dekat dengan gadis manapun sebelumnya, jadi pasti hubungan kalian istimewa. Lalu siapa namamu, sayang?” tanyanya bersemangat.

“Hmm, aku…” Emerald itu sekilas melirikku, “Namaku Haru…”

Okaa-san.” selaku cepat, sambil memaksa melepaskan tangan ibuku pada Sakura. “Sudahlah, jangan ganggu dia.”

“Ganggu apa maksudmu? Ibu tak mengganggunya.” sangkal Ibuku, “Kau tak merasa terganggu, kan? Siapa tadi namamu? Haru apa?” tanyanya kembali pada Sakura.

“Haru—Ehm, Sakura. Panggil saja aku Sakura.”

“Sakura-chan ya. Manis sekali kau memperbolehkanku memanggil namamu seakrab itu. Kau juga panggil saja aku bibi Mikoto. Atau ‘Okaa-san‘ juga boleh.”

Hoi hoi, apa maksudnya itu?!

Dan kami berdua cuma sweat drop. Karena masalahnya tak selesai sampai di sini.


-oOo-

MY YAKUZA GIRL : Chapter 4 [Surprise?! Too Much…]

Story by FuRaHEART

Sasusaku(4)

Disclaimer:

Sasuke Uchiha x Sakura Haruno and all characters of NARUTO (c) MASASHI KISHIMOTO

Rate: Mature (for save)
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Length: 3.878 words
WARNING: AU, OOC, No Lemon, (miss)typo, alur GaJe cerita se-mau-gue

Happy Reading

-o0o-


Tadaima!”

Tanpa harus mengecek siapa yang barusan berseru dari pintu depan, mendengar suara khas itu aku langsung tahu seorang pemuda tampan perlahan berjalan masuk dengan santai. Sambil masih menenteng tas ransel dan helm-nya, sesaat dia berhenti melewati depan ruang makan. Wajah yang hampir serupa diriku itu tertegun, mengernyit memerhatikan dua sosok yang sedang sibuk berkutat di dapur. Bukan pada wanita bersurai hitam panjang sepunggung, tapi si gadis merah muda bercelemek.

Itachi memutar matanya, mengalihkan pandangan menatapku yang duduk di salah satu kursi meja makan sambil memangku wajah dengan sebelah tangan. “Siapa?” tanyanya penasaran, pasti pada Sakura.

Ya, Sakura. Dia ada di rumahku. Dan bersama-sama ibuku sekarang sedang menyiapkan makan malam kami semua.

“Ah, kau sudah pulang? Okaeri.” kata Kaa-san sambil tersenyum menyadari keberadaan Itachi. “Cepat cuci tangan, sebentar lagi kita makan.”

Itachi masih menatap Sakura. Gadis itu tersenyum dan mengangguk sungkan padanya. “Siapa dia? Pembantu baru?” tanya Itachi.

“Jaga bicaramu!” ketusku tak terima.

“Hahaha, bukan.” sangkal Okaa-san sambil tertawa kecil, “Dia calon adik iparmu.”

USO!” teriak Itachi dengan wajah terkejut.

Jadi darimana aku harus ceritakan kembali kisahku? Sejak ibuku memergokiku dan berkenalan dengan Sakura, sepertinya dia pun menyukai gadis itu. Alih-alih membiarkan kami pergi, atau setidaknya Sakura saja untuk pulang, ini malah menyeretnya ikut ke rumah. Aku sudah berusaha menolaknya, tapi tak ada yang bisa mengalahkan kehendak seorang ibu. Sakura pun entah kenapa dengan begitu mudahnya terbujuk dan malah menikmati situasi seperti ini.

Awalnya kami masih bisa tenang, ibuku mungkin tak mengenali Sakura sebagai Haruno. Lagipula siapa itu Haruno sepertinya dia pun tak tahu. Dan bisa jadi tak peduli. Bila Sakura adalah gadis baik-baik, sopan dan menyenangkan, ibuku pasti akan setuju. Jadi tak masalah bagiku bila Sakura akrab dengannya. Malah aku anggap mungkin situasi ini normal. Wajar bila seorang anak memperkenalkan pacarnya pada orangtuanya. Tapi tetap saja ‘tak bisa’ bila orangtua itu ayahku.

Untung saja Tou-san sepertinya pulang terlambat malam ini. Aku bisa separuh merasa tenang. Ya, separuh. Karena kegelisahan itu masih ada ketika berhadapan dengan Itachi. Kakakku itu berbahaya. Sebagai mahasiswa yang mengambil kuliah di jurusan hukum, pastinya dia selalu up to date berita kriminal terbaru. Dan nama ‘Haruno’ tentu tak asing buatnya. Walau aku sangsi dia tahu dan kenali semua anggota klan yakuza itu. Sosok Sakura memang jarang dibicarakan di kalangan umum. Tentu karena dia tak pernah terlibat langsung dalam bisnis kotor ayahnya. Tapi tetap saja kami harus waspada. Jangan sampai lengah dan membiarkan Itachi tahu siapa Sakura sebenarnya.

“Oh, jadi kau juga teman sekelasnya Sasuke?” tanya Itachi dan langsung dijawab dengan satu anggukan kecil Sakura. “Siapa tadi namamu?”

“Ehm, Sakura.”

“Kau tak punya nama keluarga?”

“A—da.” Sakura melirikku yang duduk di sebelah. Kami berdua daritadi rasanya seperti sedang diinterogasi.

“Siapa?” tanya Itachi lagi. “Lebih sopan kalau kau perkenalkan dirimu dengan lebih lengkap, kan?” sindirnya.

“Haruko.” Satu kata itu meluncur dari bibirku. Aku berbohong. “Namanya Haruko Sakura.”

“Haruko-san ya?” Itachi menaruh telunjuk dan jempolnya di bawah dagu, tampak ragu. “Sakura si Gadis Musim Semi…” gumamnya, “Padahal lebih cocok kalau Sakura di Musim Semi saja. Haruno-san?”

Deg

Tebakannya benar-benar tepat sasaran.

“Hahaha, tapi bukan, kan?” lanjut Itachi sambil tertawa-tawa. “Nama keluargamu bukan Haruno, kan?”

“Haha, iya bukan.” Sakura pun ikut tertawa, pura-pura menikmati candaannya.

Sedangkan aku rasanya ingin melarikan diri dari situasi semacam ini. Hampir saja.

“Lalu sejak kapan kalian pacaran?” tanya Itachi lagi.

“Belum lama.”

Baru juga hari ini, jawabku dalam hati.

“Kenapa kau mau pacaran dengan Sasuke? Dia orangnya menyebalkan, kan?”

Nii-san!” gerutuku kesal. Untuk apa dia tanyakan hal seperti itu.

“Haha, iya, kak. Dia sangat menyebalkan.” jawab Sakura. “Sejak pertama kali kami bertemu, sikapnya saja sudah membuatku kesal.”

“Heh, kau membicarakan dirimu sendiri? Kau duluan yang membuatku kesal.” protesku pada Sakura.

“Kau tak ingat dirimu yang berlagak sok keren menantangku?” balas Sakura.

“Kau sendiri berlagak sok berkuasa!” balasku tak mau kalah.

Sesaat kami berdua terus saling mengatai sampai dijeda suara tawa Itachi, “Oh, jadi kalian berdua asalnya saling bermusuhan, hahaha. Dari benci jadi cinta. Ya ampun, itu terlalu drama di zaman sekarang.”

Mendengar kata-kata itu sontak membuat kami terdiam. Miris rasanya. Bermusuhan. Benci jadi cinta. Bahkan aslinya bisa jadi hubungan kami berdua terlarang bila sampai ketahuan.

“Tapi kalau sudah saling mencintai, apapun akan sanggup dihadapi, kan? Termasuk ego masing-masing.” lanjut Itachi sambil tersenyum, bikin kami berdua jadi tertegun. “Aah, aku jadi iri.” dengus Itachi, mengerucutkan bibirnya, sekilas mendelik sebal padaku. “Bisa-bisanya adikku punya pacar semanis dirimu, Sakura. Tapi kalau dia mengecewakanmu, jangan ragu bilang padaku ya?” ucapnya sambil menepuk-nepuk dada. “Aku akan langsung beri dia pelajaran.”

“Haha, iya, kak.” jawab Sakura riang. Gadis itu pasti senang merasa kehadirannya sudah diterima oleh kakakku.

“Ayo, kita makan saja duluan. Sepertinya Tou-san lembur lagi hari ini.” Kaa-san menaruh semangkuk sup berukuran besar di atas meja dan mulai menyiapkan nasi pada wadah masing-masing.

“Ayah kami polisi. Kau tahu Inspektur Uchiha Fugaku, kan?” tanya Itachi.

“Iya, aku tahu.” jawab Sakura.

“Belakangan ini karena maraknya kasus kejahatan ulah anggota gank dan yakuza, dia jadi sering lembur.” ujar Itachi. “Waktu untuk keluarga jadi benar-benar tersita karena sibuk menangani sampah masyarakat seperti mereka.”

“Uhuk,” Sakura nyaris tersedak mendengarnya pernyataan Itachi. “Sampah masyarakat?” Emerald mendelik tajam. Sepertinya dia tersinggung. Aku tahu Sakura paling tak suka mendengar cemoohan semacam itu. “Memangnya semua anggota yakuza itu sampah masyarakat?” desisnya.

“Tentu saja.” jawab Itachi santai, sambil masih menikmati makanannya. “Orang-orang tak berguna yang hanya bisa mengancam, meresahkan dan berbuat onar, mereka semuanya harus disingkirkan.”

“Hahaha, padahal bukan yakuza pun, orang biasa, bahkan pejabat tinggi atau polisi sekalipun ada saja oknum dari mereka yang berbuat lebih jahat lho, kak. Yang mana sebenarnya sampah masyarakat tak bisa kau nilai dari satu sisi saja.”

Itachi tiba-tiba meletakkan sumpit dan mangkuknya, sementara sejenak menatap Sakura.

“Hentikan.” selaku sebelum ada lagi perdebatan. “Mendengar kalian bicara membuatku jadi tak nafsu makan.”

“Ah, iya, iya. Jangan bicarakan hal semacam itu. Ganti topik yang lain saja.” kata Kaa-san, ikut menengahi.

Itachi menyeringai, senyumannya tampak meremehkanku. “Bilang saja kau mau ini.” Dia lemparkan sebutir tomat merah segar padaku yang tepat kutangkap, lalu kugigit nikmat sambil tak kalah tajam menatap onyx-nya yang terpicing. “Dasar maniak…” gumamnya sambil terkekeh pelan, lantas kembali menikmati makanannya.

“Maniak apa maksudnya?” tanya Sakura tak mengerti.

“Tomat.” jawab Kaa-san, “Sasuke suka sekali sama tomat.”

“Oh ya?!”

Dan bahasan itu tampaknya berhasil mengalihkan suasana menjadi kembali santai. Walau jadinya aku yang jadi korban pembicaraan, dengan Kaa-san dan Itachi terus membahas soal diriku di hadapan Sakura. Tapi aku lega melihat gadis itu asyik bercengkerama dan kami nikmati suasana makan malam dengan sejenak melupakan kekhawatiran.

Usai makan malam, aku membawa Sakura menuju kamarku. Sebentar saja sebenarnya, karena kami berdua butuh sedikit privasi. Daritadi ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya.

“Heh, apa tak ada ruangan lain selain kamarmu?” protes gadis itu, awalnya menolak.

“Memang kenapa dengan kamarku?”

Emerald menatapku lekat-lekat, tampak sedang menelisik sesuatu sementara aku perlahan memutar kenop pintu kamarku dan mempersilakan Sakura masuk.

“Awas kalau kau berbuat sesuatu padaku!” ancamnya sebelum melenggang masuk.

“Tch,” Aku sunggingkan sudut bibirku dan memutar onyx bosan, “Memangnya aku senekat itu?” gumamku tak habis pikir. “Lagipula kita pernah satu lemari bareng, apa yang kau takutkan dengan sekamar denganku? Di rumah juga ada ibu dan kakakku, mana bisa aku seenaknya.”

“Huh, kau kan mesum!”

“Hah?!” Aku sweat drop mendengar tuduhannya. Sungguh merasa terhina. “Kenapa kau anggap aku begitu?!”

“HHHH~…”

Bruk

Sakura langsung merebahkan diri tiduran di atas ranjang. Padahal baru sesaat lalu dia begitu skeptis saat kuajak ke kamar, tapi sekarang malah santai begitu. Dan belum sempat kami bicara, aku kembali dipanggil ibuku keluar. Aku terpaksa meninggalkan Sakura sejenak untuk mengambil kue dan minuman yang Kaa-san suruh hidangkan. Lalu saat kembali ke kamar, aku melihat gadis itu sudah menyusupkan kepalanya diantara bantal-bantal.

“Heh, jangan tidur di sini.” Aku goyangkan sedikit badannya yang tak bergerak. “Sakura…” Masih saja dia terdiam. Aku singkirkan bantal yang menghalangi dan menatap wajah yang terpejam itu. “Kau betulan tidur?” tanyaku sekali lagi dan menekan-nekan sebelah pipinya. “Mustahil…” gumamku tak percaya. Apa saking lelahnya dia, seketika bertemu ranjang langsung tepar begitu saja. Sampai lupa sekarang dia ada dimana. Di kamarku dengan masih ada diriku di sampingnya. “Yang benar saja…” dengusku. Jadi bingung. Apa yang harus kuperbuat padanya?

Aku kembali menatap wajahnya lekat. Dengan jarak yang terpaut dekat ini membuatku teringat kejadian waktu dulu saat aku pun memergokinya tertidur di bangku kelas. Saat aku sadari dia memiliki ekspresi lain yang tersembunyi di balik sikap angkuhnya selama ini. Tampang manis yang tiba-tiba saja membuatku jatuh cinta. Sudut bibirku jadi tertarik sendiri membentuk satu senyuman. Tepatnya sebuah seringai. Sialan. Aku benar-benar menikmati debaran perasaan ini.

Maka saat aku singkirkan sejumput helaian rambut poninya yang menghalangi, menariknya hingga ke sisi sebelah telinga, saat aku mendekat dan berbisik lembut padanya, “Kalau kau tak bangun, aku cium ya.” dengan sengaja aku menggodanya.

Emerald sontak terbuka dan Sakura meneriakiku sambil mendorong tubuhku menjauh. “Tuh kan, kau memang berniat berbuat sesuatu padaku!” sentaknya kesal.

“Justru kau yang duluan menggodaku. Untuk apa tiduran di ranjangku, sana bangun!” Aku lekas duduk di kursi meja belajarku.

“Tch, sudahlah.” gerutunya sambil bangkit dan mengambil posisi duduk dengan bersandar ke sisi tembok sementara masih selonjoran. “Jadi apa yang mau kau bicarakan?” tanyanya.

Aku menatap gadis yang tengah merapikan kembali helaian rambutnya yang sedikit acak-acakan. “Kenapa tiba-tiba kau malah bocorkan hubungan kita?” tanyaku to the point. Jujur aku penasaran dengan hal ini dari awal tadi kami bertemu ibuku di jalan.

“Ehm,” Sakura mengangkat bahu, “Entahlah. Aku juga tak tahu.” Dia terkekeh pelan. Dia ambil satu guling di dekatnya. “Aku pikir kita akan benar-benar backstreet. Tapi kalau sudah begini, mau bagaimana lagi? Kakakmu saja sudah tahu.”

“Itu bukan salahku, kan?”

Sakura mengangguk. “Aku yang salah. Tiba-tiba aku merasa tak bisa berbohong pada ibumu. Walau akhirnya kita tetap saja bohong. Tapi nama Haruko itu nyaris membuat curiga kakakmu.”

Aku tersenyum pahit. Kami berdua sejenak terdiam. Aku menunggunya kembali bicara sementara Sakura menghela nafas berat.

“Kalau yang tadi kutemui bukan ibumu tentu aku akan menyangkalnya. Tapi setelah melihatnya, saat dia tersenyum padaku, menatapku, aku jadi teringat ibuku sendiri, Sasuke.” Sakura mengangkat dan menatap sebelah telapak tangannya yang terbuka, “Tangan ibumu hangat. Cara bicara dan perlakuannya pun lembut.” Gadis itu tersenyum samar. “Pasti akan menyenangkan kalau ibuku juga sekarang masih ada. Seperti tadi kami bisa memasak, menyiapkan piring dan mencucinya sama-sama. Makan malam bersama keluarga. Ada dalam suasana seperti itu kupikir selama ini hanya mimpi belaka. Rasanya menyenangkan. Aku benar-benar iri padamu.”

Aku hanya tertegun menatap gadis yang tengah mendekap erat gulingku itu. Aku tak tahu harus membalasnya dengan kata-kata seperti apa untuk bisa menghiburnya yang kembali larut dalam kerinduan. Pasti selama ini Sakura begitu kesepian. Tak ada seorang pun yang tahu isi hatinya, menemaninya menjalani hidup yang seolah sendirian. Biarpun ada banyak orang di sekitar bersamanya, melindunginya, tunduk padanya, tapi mungkin tak ada kasih sayang didapatkannya.

Aku bangkit dari tempatku. Emerald itu terangkat, tampak sedikit basah saat balas menatapku yang mengulurkan tangan dan membelai helaian pucuk rambut merah mudanya. Tak kulihat ada cairan bening yang mengalir. Dia mungkin sudah mampu menahannya.

“Kalau kau mau, kapan pun datanglah lagi dan makan malam bersama keluargaku. Ibuku juga pasti akan senang.” ajakku.

“He’em,” Senyum di wajah gadis itu mengembang. “Bibi Mikoto juga bilang begitu.”

“Kurasa membiarkan yang lain tahu hubungan kita juga tak masalah.”

“Hahaha, ya selama ayahmu belum tahu siapa aku.” ucap Sakura setengah bercanda. “Aku masih takut dia akan memborgolku saat kami bertemu.”

“Mustahil, kan.” Aku jadi ikut terkekeh, “Kau tak perlu setakut itu padanya.”

Tapi sepertinya Sakura memang takut. Entah karena apa, mungkin ada alasan tersendiri mengapa gadis itu tampak begitu menghindari sosok Fugaku Uchiha. Lain dengan kejadian tadi sore saat ibuku menemukan kami, mudah bagi Sakura untuk bisa mengatasinya. Dia tunjukkan dirinya, balas menyapa dan bersikap biasa. Tapi tidak sekarang. Saat baru saja Sakura pamit pulang dan aku bersiap mengantarnya, saat aku membuka pintu hendak keluar rumah, telah berdiri di baliknya adalah sosok ayahku yang baru datang.

Otou—san” gumamku terkejut mendapatinya.

“Hn.”

Okaeri.” sambut Kaa-san yang masih berdiri di belakangku. “Kebetulan sekali kau sudah pulang, sayang…”

Aku rasakan lenganku tiba-tiba dirangkul erat Sakura. Kulirik gadis itu menunduk saat dengan pasti ibuku hendak memperkenalkannya pada ayah.

“Dia pacarnya Sasuke, namanya—”

“Salam kenal, paman.” Sakura lekas membungkuk sopan.

Tatapan onyx milik Tou-san tampak menelisik.

“Hmm, aku harus cepat-cepat mengantarnya pulang.” ucapku memberi alasan untuk kabur. Maka tanpa menunggu lagi segera saja aku menarik Sakura pergi.

“Huff~… Aku harap ayahmu tak melihatku.” gumam Sakura sambil melangkah cepat-cepat begitu keluar dari rumah.

“Dia pasti melihatmu.”

“Ya, tapi semoga saja dia tak mengenaliku.”

“Semoga.”

Aku mengantar Sakura hanya sampai jalan depan menuju distrik tempatnya tinggal. Mungkin tak seperti keluargaku yang menyambut dirinya dengan hangat dan ramah, entah apa yang akan dilakukan anggota keluarga rumah utama atau anak buah Haruno kalau melihatku jalan bersama nona besar mereka yang pulang terlambat. Sakura bilang aku tak perlu khawatir. Dia akan pikirkan alasan kemana saja dia pergi hari ini. Selama suasana hati ayahnya baik, dia tak akan dimarahi. Walau nampak tak peduli, tapi Kizashi cukup protektif terhadap Sakura.

Gadis itu melambaikan tangan dan tersenyum padaku sebelum berbalik dan berjalan pulang sendiri. Aku masih memerhatikan sosoknya yang perlahan menjauh. Memikirkan hubungan kami yang baru saja dimulai hari ini, namun rasanya sudah ada banyak hal mengejutkan terjadi. Aku harap kebahagiaan akan terus kami dapatkan dan tak ada sesuatu yang buruk menghalangi.

Mungkin bukan dari sekedar masalah posisi ayah kami yang bertentangan, tapi pihak lain yang tak kusangka akan muncul dan terang-terangan menantangku. Seperti sebuah hantaman keras yang mengenai wajahku. Bisa dibilang aku yang tak waspada, atau orang sialan itu yang berbuat curang, menyerangku tanpa peringatan?

Bruuk

Saat sadar tahu-tahu aku sudah tersungkur begitu saja di jalan. Ngilu terasa menjalar di pipi sebelah kiriku. Aku tak mengerti apa yang barusan terjadi, kenapa tiba-tiba bisa begini? Bahkan saat aku masih mencerna semua itu, sambil berusaha bangkit, sesuatu cepat kembali menarik diriku dengan paksa untuk berdiri. Dan…

Bugh

Pukulan lain menghantamku. Kali ini mengenai perutku. Membuatku terbatuk sesaat. Ulu hatiku terasa sakit.

“Kuperingatkan kau, jauhi Sakura atau MATI?!” desisnya mengancamku sebelum kembali menghempaskanku ke jalanan dengan kasar.

“Sialan…” gumamku kesal. Aku ingin membalasnya tapi orang itu dengan cepat melarikan diri.

Samar terlihat di bawah redupnya cahaya lampu penerangan jalan, sosok pria asing itu menyeringai. Siluet rambut pendeknya yang kemerahan, lingkaran hitam di sekitar matanya, tanda di sudut dahinya…

Siapa dia?

Ketika aku bilang aku hanya harus lebih kuat untuk bisa bersama Sakura, aku tahu itu bukan sekedar kata. Aku benar-benar harus bisa menghadapinya, karena gadis yang kupacari bukan gadis sembarang. Mungkin tak sekedar kuat secara fisik, seperti tiba-tiba diserang orang aneh kemarin, tapi juga mentalku, terutama menghadapi keluargaku sendiri.

Ayahku sepertinya sedikit curiga. Pagi ini usai sarapan, saat bersiap hendak berangkat sekolah tiba-tiba saja dia mengajakku bicara dan membahas Sakura. Sikapnya yang tak biasa ini membuatku was-was. Aku tahu ayah orang sibuk yang jarang memerhatikan hal sepele seperti pergaulan putra-putranya sendiri. Selama tak ada kabar buruk yang terdengar tentang kelakuan jelek kami, ayah biasanya juga tak mau tahu. Terutama urusan pribadi.

“Sasuke, gadis yang kemarin kau ajak ke rumah itu apa benar pacarmu?”

“Hn.”

“Siapa namanya?”

“Sakura—” jeda sejenak, “Haruko.” ucapku pelan. Aku tahu aku tak bisa berbohong menyebutkan nama lain, karena mungkin ibu atau kakakku bisa jadi sudah menceritakannya pada ayah.

Tou-san sedikit menurunkan kertas koran yang dibacanya lebar-lebar untuk sekedar melirikku. “Seperti apa anaknya?”

Aku sunggingkan sedikit sudut bibirku dan menggulirkan mataku ke arah lain, “Ini cuma pacaran anak SMA biasa, kenapa terdengar serius sekali.” cibirku, mencoba menghindar.

“Begitu ya, jadi kau juga cuma main-main pacaran dengannya.”

Deg

Kata-kata itu terdengar menusuk. Sungguh aku ingin menyangkalnya, aku serius dengan Sakura tapi aku tak bisa dengan tegas mengatakannya sekarang. Tou-san seperti sedang menyudutkanku.

“Kau tahu kan, Sasuke. Tak masalah bagi orangtua membiarkan anaknya bebas bergaul dengan siapa pun, hanya saja carilah mereka yang pantas denganmu.”

Batinku mencelos mendengarnya. Samar-samar mungkin sudah ketahuan siapa sosok Sakura sebenarnya. Tapi syukurlah pembicaraan itu terhenti ketika Itachi datang menyela. Kami berdua harus bergegas pergi sekarang. Aku beruntung, merasa diselamatkan oleh kehadirannya. Hanya saja…

“Nanti kita bicara lagi.” ucap Tou-san. “Ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan padamu.”

“Hn.”

Aku hanya mengangguk. Dalam hati merasa gelisah. Setengah penasaran. Setengah takut. Aku harap apapun isi pembicaraan itu tak membawa dampak buruk bagi hubunganku dan Sakura.

“Kenapa wajahmu?” tanya Sakura usai menyapaku saat masuk kelas.

Tak kusangka dia akan memerhatikanku. Padahal luka bekas pukulan kemarin tak terlalu berbekas. Hanya sedikit membuat sudut bibirku robek dan memar.

“Bukan apa-apa.” jawabku sambil lalu.

Sakura mengikutiku dan masih menatapku penasaran. “Jangan-jangan ayahmu yang melakukannya?!”

Aku terkekeh mendengar tebakannya, “Bukan.” Mana bisa kubilang seseorang yang mungkin anak buah Haruno menghadang dan mengancamku kemarin usai mengantarkannya pulang.

“Coba kulihat!” Sakura menarik paksa wajahku agar menghadapnya. “Sakit?”

“Cie cie, pagi-pagi sudah mesra.” goda Ino yang tiba-tiba muncul.

“Hah, mesra apaan?!” Sakura langsung menghempaskan wajahku begitu saja.

Sialan!, dengusku dalam hati. Dia kembali bersikap sok kasar padaku. Sepertinya Sakura masih menjaga imejnya di hadapan Ino. Dan gadis itu cuma nyengir saat aku men-death glare-nya kesal.

“Ya ampun, kalian berdua masih belum akur juga.” lanjut Ino, “Kubilang kan cepat jadian saja sana, biar dunia bisa damai.”

“Sudah kok.” celetukku sambil berpaling dan lekas duduk di bangkuku sementara menghindari tatapan emerald yang melotot.

“SERIUS?!” heboh Ino berteriak kencang.

“Sstt…” Sakura cepat membungkamnya. “Jangan bilang siapa-siapa, bodoh!”

Ino singkirkan tangan Sakura yang menghalangi bibirnya, “Memangnya kenapa? Ini kabar bahagia se-Konoha tahu?! Pasangan paling HOT jadi juga.”

“Apanya yang paling hot? Kau ingin sampai perang sipil terjadi?”

Bibir gadis berambut pirang ekor kuda itu mengerucut, dahinya yang terhalang sebelah poni panjang terurai mengernyit tak mengerti. “Perang antar fans-nya Sasuke dan dirimu maksudnya?”

“Kalau soal itu aku sama sekali tak peduli.”

Ya, yang dikhawatirkan Sakura tentu hal yang lebih besar lagi. Seperti bentrok anak buah yakuza-nya dengan pihak kepolisian misalnya. Walau aku sangsi ayahku akan sampai menurunkan pasukan karena masalah ini. Jujur, soal pacaran itu kan urusan pribadi.

“Wah, kau berhutang banyak cerita padaku, Sakura.” gereget Ino, menyubit gemas pipi Sakura. “Baiklah, yang penting kalian berdua bahagia. Aku akan selalu mendukungnya, yeah!” dipeluknya gadis musim semi itu erat-erat. “Selamat ya.”

“I-iya. Terima kasih.” balas Sakura.

“Hn.”

Dan aku pun jadi ikut tersenyum mendengarnya.

“Ada apa nih, pagi-pagi sudah heboh?” tanya Sai telat.

Dua gadis itu masih cekikikan.

“Nanti aku ceritakan.” jawab Ino sambil mengedipkan sebelah matanya.

“Kalian juga bersemangat karena penasaran sama murid baru itu ya?”

“Hah?” Kami bertiga sontak terdiam.

“Murid baru?” tanya Sakura.

“Eh, bukan soal itu?” Sai malah balik tanya. “Kukira sama seperti siswi dari kelas lain, bahkan lihat tuh di kelas ini pun ada yang membicarakannya…”

Baru aku perhatikan ternyata beberapa gerombolan gadis tampak merumpi membicarakan sesuatu.

“Memangnya ada murid baru yang pindah di penghujung akhir semester gini?” tanya Ino kemudian.

“Aku juga tak tahu. Tapi tadi saat aku lewat depan ruang guru pun sepertinya aku dengar kabar begitu. Dan mungkin anaknya akan masuk kelas kita lho.”

“Wah, serius?”

“Menarik sekali. Bagaimana kalau dia cowok tampan yang berpenampilan keren? Kyaaa…” Ino heboh lagi.

“Lalu kenapa kalau dia tampan dan keren, hmm?” Sai tersenyum lebar dengan mata menyipit tapi terlihat menyeramkan.

Nilam biru laut pun mengerling, Ino jadi mati kutu. Jangan sampai buat Sai cemburu. “Yah, bukan apa-apa sih.” jawab gadis itu cepat ngeles. “Bisa jadi banyak yang iri pada kelas kita, haha.”

Tak lama bel masuk berbunyi. Anak-anak di kelas langsung duduk rapih dan bersemangat menghadapi pelajaran lain dari biasanya. Terutama ketika Kakashi-sensei masuk kelas dan mengumumkan sesuatu.

“Baiklah, seperti yang sudah kalian dengar, kelas kita kedatangan murid baru.”

Bisik-bisik mulai terdengar. Aku santai saja sambil melipat kedua tanganku di dada. Siapapun orang itu tak ada hubungannya denganku. Aku sama sekali tak peduli. Aku pikir begitu. Sampai kulihat tungkai panjang itu perlahan melangkah memasuki ruangan.

“Ayo masuk!” ujar Kakashi memerintahkan orang di luar sana. “Dia pindahan dari Sunagakure.”

Onyx-ku menangkap sesosok pria bertubuh sedang dengan tatanan rambut mencolok berwarna merah. Poni acaknya tersibak memperlihatkan sebuah tato kanji ‘Ai’ yang terukir diatas dahi. Pale green dengan lingkaran hitam disekitar matanya itu menerawang ke sekeliling kelas. Sedikit senyum pada wajah tampannya langsung membuat siswi-siswi menjerit. Sesuatu seakan menghantam dadaku saat melihatnya. Sudut bibirku yang terluka berkedut. Aku memang tak yakin sepenuhnya, tapi kurasa orang itu adalah orang yang menyerangku kemarin.

“Langsung saja perkenalkan dirimu.” lanjut Kakashi.

“Aku Sabaku Gaara.” ucapnya. “Dan aku—”

Mata kami bersiborok. Tapi entah dia menatapku atau menatap Sakura yang duduk di belakangku. Karena kejutan yang diberikan tak cukup sampai di situ.

“—tunangan Haruno Sakura.”

.

.

TBC… next to Chapter 5

.

.


A/N:

Mwehehehehe… Akhirnya bisa lanjutin lagi ini fanfic dan kasih tanda To Be Continued di saat tegang ^w^)a *tawa nista *ditimpuk reader

Maaf ya untuk keterlambatan update setelah sekian lama. Berhubung kerjaan di dunia nyata udah mulai sibuk, susah cari waktunya. Tapi setidaknya saya akan usahakan untuk terus melanjutkan proyek fanfic yang ada. Sabar saja tunggu lanjutannya. Semoga bagian cerita kali ini pun suka.

Makasih banget nih buat yang udah baca.

Special Thanks to Reviewers:

Adam, Ainun, yaumil kawaii, Ayra Uzumaki, chii, ayuni, hanifah24, Putri yuliani, rei-reixki-ki, Nanda_Nabila, Fitria aisyah, KagomeHaruno, Kezia Palinoan, Hatake Winda, risacemel, UchiRuno Azumi, Thyee_yamanaka, uzumaki safitri, Tarent, Victoria lala, Alvi -chan, ayu dwie, puteri sanggi, 

And

All of You Silent Readers

Makasih juga buat yang udah review di FB ato LINE, maaf ga disebutin satu-satu coz lupa siapa aja namanya. Yang jelas, makasih bangeeeeetttt… Silakan kalau ada lagi yang ingin disampaikan, jangan lupa komen saja.

Sign,

FuraHEART

[170815]

\(^-^) See You ~RnRnC? (^-^)/

100 Comments

Leave a Reply

Leave a Reply to NS.Billa™ Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *