from manga:
Detective Conan
by Aoyama Gosho
fanfiction by Author Skyline
Derap langkah kaki yang begitu ramai menggema di seluruh sudut koridor. Sinar matahari yang terang namun tak begitu terik menambah semangat para murid untuk mengawali hari di sekolahnya. Suaranya begitu riuh, sampai-sampai tak menyadari bahwa ada satu wajah murung terselip diantaranya.
Ia bukan sedih karena belum mengerjakan tugas, atau pun sedih karena terlambat datang ke sekolah. Hanya saja terlalu banyak hal rumit yang dipikirkannya selain dua hal barusan. Gadis itu berjalan menyusuri sepanjang koridor dengan tampang datar yang tidak bisa diartikan sama sekali.
“Ran, hari ini kau tampak seperti orang depresi.” Gumam sebuah suara kecil nan nyaring dari bibir sahabatnya, Sonoko. “Lebih parah dari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan beberapa hari sebelumnya.”
Gadis yang bernama Ran itu tetap bergeming.
Namun Sonoko memaklumi. Ia tahu betul apa yang sedang dialami sahabatnya itu memang suatu hal yang mustahil untuk dilupakan begitu saja layaknya ujian matematika. Tapi di sisi lain ia juga tak tega jika melihat Ran seperti itu terus menerus.
Ini semua gara-gara lelaki tak berguna macam Shinichi, pikirnya.
Untungnya Ran masih punya kesadaran untuk pergi ke sekolah, meskipun lebih banyak melamun sambil menatap keluar jendela, seperti sekarang ini. Apalagi kalau bukan melihat Shinichi yang sedang bermain sepak bola di lapangan.
Menatap Shinichi meskipun hanya dari jauh membuat hati Ran begitu teduh sekaligus menyakitkan. Bagaimana tidak, jika setelah lima tahun berpisah, dan tiba-tiba lelaki itu muncul di satu sekolah yang sama namun dengan kepribadian yang berbeda. Amat sangat berbeda. Shinichi seakan-akan tidak pernah mengenal Ran sebelumnya, padahal saat terakhir kali bertemu keduanya menyatakan janji bahwa jika kelak bertemu lagi, mereka akan tetap saling melindungi.
Ran ingat betapa senangnya ia ketika bertemu lagi dengan Shinichi dua minggu lalu, di hari pertama menginjak kelas dua SMA. Dengan suara melengking ia meneriakkan nama lelaki yang disukainya.
Namun kenyataan yang berbeda dengan ekspetasinya membuat Ran bersusah payah untuk menahan suara parau dan tangisan di pelupuk matanya.
“Senang bertemu denganmu lagi, Ran. Tapi maaf saat ini aku sedang tidak ingin diganggu.” Jawabnya saat itu lantas berlalu meninggalkan Ran dengan ribuan pertanyaan yang berkeliaran di serebrumnya.
Shinichi yang begitu ceria dan suka menjahilinya kini tak terlihat lagi, digantikan dengan sikap yang dingin, cuek, dan acuh tak acuh. Awalnya ia mengira bahwa lelaki itu membencinya, nyatanya sifat itu kini telah dimiliki Shinichi.
Ia yakin pasti ada sesuatu yang telah terjadi dengan Shinichi.
Sore ini Ran tidak pulang bersama Sonoko karena suatu hal. Akhirnya Ran berjalan sendirian, ditemani dengan hembusan angin lalu yang bercampur dengan asap kendaraan bermotor.
Seketika langkahnya terhenti ketika melihat sosok lelaki yang amat dirindukannya sedang berdiri bersandar pada tiang halte bus sambil membaca buku Sherlock Holmes dengan serius. Setelah terjadi perselisihan batin di diri Ran, akhirnya ia memberanikan diri untuk mendekatinya.
Bahkan untuk memanggil namanya pun rasanya seperti pita suaranya tercekat. “Shi-Shinichi.”
Lelaki itu berpaling dari bukunya selama setengah detik, kemudian kembali terpaku pada buku. “Ya.”
“Kita sudah lama tak bertemu.” Rasa gugup sudah menguasai diri gadis itu.
“Kau sudah mengatakannya tempo hari.”
“Ya,” Ran benar-benar merasa kesulitan untuk menyusun kata-kata. “Dan menurutku kau sudah tak seperti dulu lagi, kau−berubah.”
“Semua orang pasti berubah.”
“Ya, tapi−“
“Bus-ku sudah datang.” Shinichi memotong ucapan Ran. “Aku duluan.”
Gadis itu menatap kepergian bus yang mengangkut Shinichi dengan hati yang rapuh. Akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah. Kali ini pikirannya amat kacau, bertubi-tubi pertanyaan yang membuatnya penasaran tak lagi membuatnya sadar bahwa ada sebuah mobil yang sedang melaju kencang ketika gadis itu menyebrang jalan. Dan pertemuan keduanya pun tak dapat terelakkan.
Kemudian seluruh pandangan Ran menjadi gelap.
● ● ●
Ran merasakan kepalanya amat sakit sehingga membuatnya untuk membuka mata dan melihat apa yang sedang terjadi.
Ia hanya melihat sebuah ruangan putih dengan bau obat-obatan yang khas, dan seorang Shinichi yang berdiri di sampingnya.
Kenapa bisa ada Shinichi? Ah, pasti aku sedang bermimpi. Entah mengapa aku malah tak ingin bangun dari tidurku, batinnya.
“Kau sudah bangun rupanya.” Lelaki itu membuka suara. Membuat Ran semakin tak ingin bangun dari tidurnya dan membiarkan mimpi indah ini terjadi.
Sayangnya ia baru menyadari, bahwa itu semua bukan mimpi.
Ran sempat terperanjat ketika menyambut sosok Shinichi, membuat lelaki itu menggeleng sambil tersenyum kecut.
“Payah, refleksmu sangat buruk rupanya.”
“Maaf.”
Shinichi melirik jam tangannya sekilas kemudian menatap Ran. “Baiklah, aku harus pergi sekarang.”
“Jangan pergi!” Pekik Ran cepat diikuti gerakan tangannya yang menutup mulutnya akibat hal memalukan yang harusnya tidak ia ucapkan.
“Nanti aku kembali.” Shinichi mulai beranjak pergi. “ Semoga lekas sembuh.”
Kalimat terakhir Shinichi membuatnya teringat bahwa ia baru saja tertimpa musibah.
Sosok gadis bertubuh mungil tiba-tiba muncul dari balik pintu setelah kepergian Shinichi. Dengan ekspresi yang seperti orang sedang jatuh cinta, ia menghampiri Ran.
“Kau kenapa, Sonoko?”
Ia sempat terkekeh sebelum menjawab. “Kau telah mengalami hal yang luar biasa.”
“Apanya yang luar biasa dari sebuah kecelakaan?”
Sonoko mendengus kesal. “Kecelakaan biarlah berlalu. Yang perlu kau tahu adalah hal yang terjadi setelahnya.”
Ran mengernyit bingung, tidak paham dengan arah pembicaraan sahabatnya itu.
Namun sedetik kemudian tubuhnya menegang, disertai dengan ribuan bunga yang menghiasi perasaannya. Entah apa yang harus ia katakan setelah mengetahui sebuah fakta bahwa Shinichi saat itu tiba-tiba dengan cepat turun dari bus yang ditumpanginya dan segera menolong Ran yang sedang terkapar tak berdaya. Sonoko bilang, saat melihatnya tak sadarkan diri membuat lelaki itu tidak bisa diam dan nampak frustasi. Entahlah, mungkin karena Sonoko sahabatnya, maka ia seratus persen percaya dengan semua ceritanya.
“Kau tahu, Ran,” Ucap Sonoko sebelum mengakhiri ceritanya. “Meskipun Shinichi bukanlah lelaki seperti yang kau kenal dulu, ketahuilah, bahwa sampai saat ini ia memang mempunyai naluri untuk melindungimu.”
Sonoko benar. Ternyata Shinichi masih peduli padanya dibalik sikapnya yang dingin. Kini ia bertekad untuk mencoba merubah Shinichi kembali sekaligus mencari tahu apa yang telah membuat lelaki itu berubah. Karena ia yakin, sedingin apapun sikap Shinichi padanya, ia akan tetap menjaga perasaan untuknya sampai akhirnya lelaki itu sadar bahwa ada seorang gadis yang sedang menunggu untuk bisa kembali tertawa bersamanya.
hai hai author Skyline hadir kembali dengan cerita ga jelas ToT
maaf ya kalau ceritanya pendek dan berantakan banget, soalnya lagi buntu tapi pengen bikin fanfic Shinichi-Ran heheu
kalau ada kritik dan saran kalian bisa isi kolom komentar dibawah ini, terima kasih sudah membaca xoxo
3 Comments
Leave a Reply